Anda di halaman 1dari 8

I.

PEMERIKSAAN AWAL
1. Evaluasi fisik
Langkah awal penanganan perawatan gigi pada pasien dengan kompromi medis adalah
mengevaluasi status fisiknya. Evaluasi yang dilakukan termasuk di dalamnya riwayat penyakit
medis yang terakhir, pemeriksaan fisik, test laboratorium dan konsultasi medis. Tujuan evaluasi
fisik adalah (Little, 2008) :
 Mengidentifikasi masalah medis yang mengharuskan dilakukannya modifikasi perawatan
gigi.
 Mengidentifikasi penyakit sistemik sehingga perawat gigi dan pasien dapat mengambil
sikap/tindakan.
 Mengidentifikasi obat-obatan atau perawatan sehingga dapat menetukan adanya interaksi
yang merugikan dengan obat-obat atau perawatan yang diberikan oleh dokter gigi.
 Untuk membangun relasi yang baik antara pasien dan dokter gigi dengan menunjukkan
perhatian mengenai kesehatan pasien secara keseluruhan dan keadaannya.
 Memfasilitasi komunikasi yang efektif dengan dokter ahli pasien.
2. Riwayat penyakit
Mengetahui riwayat penyakit pasien merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan. Ada
berbagai macam tehnik dan peralatan yang dapat digunakan untuk memperoleh riwayat penyakit,
seperti interview atau tanya jawab, dimana pertanyaan dan jawaban pasien disimpan pada secarik
kertas atau dengan mem-print-out pertanyaan-pertanyaan dan kemudian diisi oleh pasien (Little,
2008; Soeparman, 1996).

3. Riwayat perawatan gigi


Merupakan hal yang penting untuk mengetahui perawatan gigi apa yang telah diterima
pasien sebelumnya dan hasil dari perawatan sebelumnya. Termasuk di dalamnya prosedur
restorative, prostetik, prosedur pembedahan, perawatan orthodontik, perawatan periodontal dan
radiografi. Setiap komplikasi akibat perawatan, anestesi atau obat-obat yang diresepkan haruslah
dicatat. Juga akan sangat membantu bila kita mau mengetahui apa yang dirasakan oleh pasien
terhadap dokter giginya.
Seringkali masalah gigi yang dialami oleh pasien merupakan petunjuk adanya penyakit
sistemik yang dideritanya. Sebagai contoh, pasien dengan penyakit periodontal yang progresif
dapat ditemukan pada penderita diabetes dan leukemia (Little, 2008).

4. Pemeriksaan fisik
a. Pengamatan secara umum
pengamatan yang seksama dapat mengarahkan pada kewaspadaan dan pengenalan
adanya kondisi yang abnormal atau yang tidak biasa yang dapat mempengaruhi penetapan
rencana perawatan gigi. Pengamatan yang dilakukan meliputi inspeksi pada daerah yang terlihat
seperti kulit, wajah, mata, hidung, telinga dan leher. Adanya kelainan yang terlihat pada daerah
tersebut dapat merupakan suatu tanda adanya penyakit sistemik atau abnormalitas (Laskin, 1991;
Little, 2008).

b. Penampilan secara keseluruhan


Penampilan luar pasien dapat memberikan indikasi status kesehatan secara umum dan
keadaannya. Seperti contohnya penampilan cachetic, sikap lethargic, terlihat sakit, baju dan
rambut yang kotor, gaya jalan sempoyongan atau sering berhenti, kurus yang ekstrim atau
kegemukan, postur tubuh yang bengkok dan kesulitan bernafas. Dokter gigi juga harus sensitif
terhadap bau nafas dan tubuh, seperti bau aseton yang dihubungkan dengan diabetes, bau
amoniak yang dihubungkan dengan gagal ginjal, bau busuk yang dihubungkan sebagai infeksi
paru-paru dan bau alkohol yang dihubungkan dengan penyakit hati (Laskin, 1991; Little 2008).

 Kulit dan kuku


Perubahan pada kulit dan kuku seringkali dberhubungan dengan penyakit sistemik.
Seperti, cyanosis mengindikasikan adanya insufisiensi jantung atau paru-paru, jaundice mungkin
disebabkan oleh penyakit hati, adanya pigmentasi dihubungkan dengan abnormalitas hormonal
dan petechiae atau ecchymosis merupakan bentuk dari blood dyscratia. Perubahan pada kuku
dapat disebabkan oelh infeksi (onychomycosis) atau kelainan kronis seperti clubbing (terlihat
pada insufisiensi jantung dan paru), warna yang memutih terlihat pada cirrhosis, warna
menguning pada keganasan, atau bergaris-garis perdarahan pada bakterial endokarditis (Laskin,
1991; Little, 2008).
 Wajah
Bentuk yang tajam dan simetri pada wajah seringkali merupakan variasi sydroma dan
kondisi yang abnormal. Tekstur yang kasar pada wajah menggambarkan acromegali, wajah yang
pucat dan oedem menggambarkan nefrotik sindrom, moon face menggambarkan Cushing’s
syndrom, wajah yang bengkak dan lunak menunjukkan myxedema dan adanya paralisis unilateral
menunjukkan Bell’s palsy (Little, 2002).

 Mata dan hidung


Mata juga merupakan indikator yang sensitif terhadap penyakit sistemik dan harus
diamati secara seksama. Adanya hipertiroid ditandai dengan retraksi kelopak mata sehingga
terlihat mata yang melebar. Xanthoma pada kelopak mata dihubungkan dengan keadaan
hiperkolesterolemia, seperti adanya lengkung ketuaan pada orang yang masih muda. Sklera yang
kuning menunjukkan adanya penyakit hepatitis, conjuctiva yang merah menunjukkan adanya
sindroma sicca atau alergi. Bentuk hidung dan kelopak mata seperti jembatan menunjukkan
adanya resiko basal sel karsinoma (Little, 2008; Soeparman, 1993).
 Telinga
Bentuk telinga juga harus diamati seperti adanya penyakit gout dengan bentuk telinga
helix atau antihelix. Lipatan pada lubang telinga lateral dihubungkan dengan resiko penyakit
arteri coronary (Laskin, 1991; Little, 2008).

 Pemeriksaan kepala dan leher


Pemeriksaan kepala dan leher dapat dilakukan dengan inspeksi dan palpasi pada rongga
mulut, regio maxillofacial dan leher. Leher harus diamati adanya pembesaran atau asimetri.
Tergantung pada lokasi dan konsistensinya, pembesaran dapat disebabkan oleh goiter, infeksi,
kista, pembengkakan nodus limfatikus atau deformitas vaskular (Laskin, 1991; Little, 2008).

c. Tanda-tanda vital
keuntungan mengukur tanda-tanda vital selama pemeriksaan awal adalah, yang pertama
kita dapat membangun nilai dasar normal sebagai pembanding pada kejadian emergensi selama
perawatan. Bila terjadi keadaan emergensi dapat diketahui bagaimana keadaan normal pada
pasien sehingga dapat ditentukan tingkat keparahan suatu masalah. Yang kedua adalah untuk
mengidentifikasi adanya abnormalitas baik yang terdiagnosa maupun yang tidak terdiagnosa.
Bila terdapat abnormalitas pasien harus dirujuk pada dokter ahli untuk dievaluasi (Laskin, 1991;
Little, 2008).

 Nadi
Prosedur standar pemeriksaan nadi adalah palpasi pada arteri carotis dan arteri radialis.
Keuntungan pemeriksaan arteri carotis dalam menetukan denyut nadi adalah karena mudah
dicapai, dapat dipercaya karena arteri carotis merupakan suplai sentral ke otak dan mudah diraba
karena arteri ini adalah arteri besar.
Rata-rata denyut nadi dewasa adalah 60-100 kali permenit. Bila lebih besar daripada 100
disebut tachycardia dan bila kurang dari 60 disebut bradycardia.
Irama yang normal dari denyut nadi adalah interval yang teratur. Bila terjadi interval yang
tidak teratur disebut disritmia atau aritmia (Laskin, 1991; Little, 2008).

 Tekanan darah
Pasien diukur tekanan darahnya dengan posisi duduk standar dan manset diletakkan baik
pada tangan kanan atau tangan kiri. Bila dibutuhkan pangulangan prosedur, tekanan darah diukur
dengan posisi tubuh dan tangan yang sama karena hasil tekanan darah akan berbeda bila
dilakukan dengan posisi dan tangan yang berbeda.
Tekanan darah normal pada orang dewasa sistolik bervariasi diantara 90-140 mmHg dan
diastolik pada 60 sampai 90. tekanan sistolik biasanya naik sesuai dengan bertambahnya usia.
Hipertensi pada dewasa biasanya sama atau lebih besar dari 140/90 mmHg.
Pasien yang cemas dapat menunjukkan kenaikan tekanan darah, sehingga dokter gigi
tidak hanya melakukan pengukuran tekanan darah sekali saja (Laskin, 1991; Little, 2008).

 Pernafasan
Jumlah dan kedalaman pernafasan harus dimonitor secara seksama dengan mengamati
pernafasan dada dan perut pasien. Jumlah penafasan normal pada dewasa berkisar antara 12
sampai 16 kali permenit. Pada anak-anak dapat berjumlah dua kali lipat.
Pernafasan yang sulit, cepat atau tidak teratur dapat merupakan tanda adanya masalah
sistemik terutama penyakit jantung dan paru-paru. Pasien dengan hiperventilasi (pernafasan
cepat, memanjang dalam atau berdesah) dapat terjadi karena penurunan tingkat karbondioksida
dan dapat menyebabkan gejala-gejala yang mengganggu seperti rasa baal pada daerah mulut,
rasa gatal pada jari tangan dan kaki, nausea dan spasme carpopedal (Laskin, 1991; Little, 2008).

II. Pemeriksaan oral


Berdasarkan manifestasi klinis, penyakit jantung bawaan terdiri dari 2 tipe yaitu tipe sianosis dan
asianosis. Tipe sianosis seperti pulmonary stenosis, tetralogy of fallot (TOF). Manifestasi klinis
tipe sianosis;sianosis sistemik, clubbing finger, dyspnea dan heart murmur. Manifestasi oral dari
penyakit jantung bawaan adalah sianosis gusi dan stomatitis, glositis, defek email terutama pada
gigi sulung, meningkatnya risiko karies dan penyakit periodontal.

III. Evaluasi laboratorium


Pemeriksaan laboratorium merupakan suatu hal yang penting untuk menentukan status
kesehatan pasien. Dokter gigi harus tahu indikasi yang tepat untuk pemeriksaan laboratorium dan
bagaimana menginterpretasikan hasil test. Tujuan dilakukannya pemeriksaan laboratorium
adalah :
 Membantu menegakkan diagnosa penyakit yang dicurigai (seperti diabetes, infeksi, kelainan
darah, leukemia, neutropenia).
 Mengungkapkan adanya penyakit pada pasien dengan resiko tinggi yang tidak terungkap
(seperti Hepatitis B, diabetes).
 Membangun nilai dasar normal sebelum dilakukan perawatan (seperti status antikoagulan,
kemoterapi, terapi radiasi).
 Sebagai pertimbangan medicolegal (seperti kemungkinan kelainan perdarahan, infeksi
Hepatitis).
Pemeriksaan laboratorium klinis yang biasa dilakukan oleh dokter gigi adalah
pemeriksaan darah lengkap seperti hitung diferensial, gula darah, hemostasis dan hemostasis
(Laskin, 1991; Little, 2008).

IV. Rujukan pada dokter ahli untuk konsultasi


Berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium sering kali
kita memerlukan konsultasi dokter ahli dengan suatu rujukan. Rujukan dan konsultasi dapat
berupa surat menyurat ataupun melalui percakapan. Jawaban konsultasi berupa surat yang
merupakan legal dokumen pasien (Laskin, 1991; Little, 2008).

V. Prifilaksis Antibiotik
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan kelainan katup jantung adalah
infeksi endokarditis, yaitu suatu infeksi pada jantung yang terjadi akibat bakteremia pada saat
perawatan gigi. Bakteri penyebabnya adalah Staphylococcus dan Enterococcus yang sering
dijumpai di rongga mulut.
Profilaksis Antibiotik merupakan suatu tindakan medis melalui pemberian antibiotik
sebelum suatu tindakan medis dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi endokarditis.
Menurut AHA tahun 2007 salah satu keadaan penyakit jantung yang beresiko tinggi terhadap
terjadinya infeksi endokarditis sehingga perlu pemberian profilaksis antibiotik adalah penyakit
jantungbawaan tipe sianotik yang tidak diperbaiki. Pada kasus penyakit jantung bawaan maka
seluruh prosedur perawatan gigi yang melibatkaan manipulasi jaringan gingiva atau regio
periapikal gigi atau perforasi mukosa oral mutlak diberikan profilaksis antibiotik.
Dapus :
Laskin. 1991. Clinical`s Manual Of Oral and Maxillofacial Surgery. Quintessence.
Little, J. W., et al. 2008. Dental Management Of The Medically Compromised Patient. 7th ed.
Mosby Elsevier.
Pederson. 1988. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. 1st ed. EGC. Jakarta.
Soeparman. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 dan II. Ed kedua. 1993. Balai Penerbit FKUI.
Perwitasari, Dyah. 2009. Profilaksis Antibiotik dalam Prosedur Perawatan Gigi pada Anak
dengan Penyakit Jantung Bawaan Vol 11 : 11-14
Syarif ,Willyanti Soewondo dan Syarief Hidayat.2012. Jurnal Interdental “Perawatan Dental
pada Anak Dengan Kelainan Jantung”. Vol.8 No.2 hal 1-5

Anda mungkin juga menyukai