Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep teori


2.1.1 Definisi
A. Anatomi dan fisiologi Pleura
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak
kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga
oleh sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi
oleh selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin
yang membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior
diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastis
(Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam
beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura
viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang
tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm). Diantara celah-celah sel ini terdapat
beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura
yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan
lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik.
Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan
A. Brankialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura
viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura
parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel
mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik).
Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A.
Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf
sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem
persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan
jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah
dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan
Efusi Pleura | 1
yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang
melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas
pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini
terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang sesungguhnya
memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang
disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan
potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan
atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura
adalah 10-20 cc (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002: 786).
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk
mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua
buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek
tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit
dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler
di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali
melalui pleura viseralis.
Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik
darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari
protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih
perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar
daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga
dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga
pleura (Sylvia
Anderson Price
dan Lorraine
M, 2005: 739).

Gambar 1.1

Efusi Pleura | 2
B. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne
Smeltzer: 2001). Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara
selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada, diantara permukaan
viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya
mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan
tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai
pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan.
Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah
darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol
tinggi. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
merupakan tanda suatu penyakit.
Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural
pada titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti klinis, dan hampir
selalu merupakan signifikasi patologi. Efusi dapat terdiri dari cairan yang
relatif jernih, yang mungkin merupakan cairan transudat atau eksudat, atau
dapat mengandung darah dan purulen. Transudat (filtrasi plasma yang
mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi jika faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural terganggu.
Biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik.
Transudat menandakan bahwa kondisi seperti asites atau gagal ginjal
mendasari penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam
jaringan atau kavitas). Biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri
atau tumor yang mengenai permukaan pleural (Sylvia Anderson Price dan
Lorraine, 2005: 739).

Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada


keadaan ini kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-
10.000 mm3. Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyebabnya, akan tetapi efusi yang bilateral
seringkali ditemukan pada penyakit : kegagalan jantug kongestif, sindroma

Efusi Pleura | 3
nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosis sistemik, tumor dan
tuberkulosis.

Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :


a) Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan
pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak
dan sering hemoragik.
b) Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya
bisa transudat atau eksudat dan ada limfosit.
c) Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak)
d) Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna
karena menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan
berbentuk empiema akut atau kronik (www.medicastore.com).

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :


1. Transudat
Transudat Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit
itu adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu,
sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi
reabsorbsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a) Gagal jantung kiri (terbanyak)
b) Sindrom nefrotik
c) Obstruksi vena cava superior
d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma
atau masuk melalui saluran getah bening)
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran
kapiler yang permeable abnormal dan berisi protein transudat.
Efusi Pleura | 4
Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah karena adanya
peradangan pada pleura misalnya: infeksi, infark paru atau neoplasma.
Protein yang terdapat dalam caira pleura kebanyakan berasal dari
saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga
menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura, infark paru,
karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/
SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).
(Hadi Halim, 2001: 787-788)

2.1.2 Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2
faktor yaitu:
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:
tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik.
Macam-macam penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain:
a) Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-
jenis virusnya adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia,
Rickettsia, dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi
leukosit antara 100-6000 per cc.
b) Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan
parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui
penetrasi diafragma, dinding dada atau esophagus.
Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus
aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp.
Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
Efusi Pleura | 5
c) Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat.
Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru
melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragis.
Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. mula-mula yang dominan adalah
sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost. Cairan efusi sangat
sedikit mengandung kuman tuberculosis.
d) Pleura karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran
infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah :
aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus,
histoplasmosis, blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura
adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi. .
e) Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah
amoeba. Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus
diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena
parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya. Di samping
ini dapat terjadi empiema karena karena ameba yang cairannya berwarna
khas merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi
dari perenkim hati. Dapat juga karena adanya robekan dinding abses
amuba pada hati ke arah rongga pleura.

2. Non infeksi
Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara
lain: Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor
ovarium, bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal
hati, gagal ginjal.
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain:
a) Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1. Gangguan Kardiovaskuler

Efusi Pleura | 6
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak
timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis
konstriktiva dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya dalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan
kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh
darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun
(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru
meningkat.
2. Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli
pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa
infark. Emboli menyebabkan turunnya aliran darah arteri
pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim
paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah
(warna merah). Di samping itu permeabilitas antara satu atau kedua
bagian pleura akan meningkat, sehingga cairan efusi mudah
terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan
biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal
lainnya. Pada efusi pleura denga infark paru jumlah cairan efusinya
lebih banyak dan waktu penyembuha juga lebih lama.
3. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti
sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta
anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekana osmotic protein
cairan pleura dibandingkan dengan tekana osmotic darah. Efusi
yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.

b) Efusi pleura karena neoplasma


Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang
pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling
banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah
adanya cairan yang selalu berakumulasi kembali dengan cepat walaupun
dilakukan torakosentesis berkali-kali.

Efusi Pleura | 7
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma,
yakni :
- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura
terhadap air dan protein
- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh
darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal
memindahkan cairan dan protein
- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya
timbul hipoproteinemia.

c) Efusi pleura karena sebab lain


1) Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul,
laserasi, luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah
hebat atau karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
2) Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang
terdiri dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal
(asites). Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui
betul, tetapi diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat
peningkatan permeabilitas jaringan pleura, perikard atau
peritoneum. Sebagian besar efusi pleura karena uremia tidak
memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas, sakit dada, atau
batuk.
3) Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian
miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara
bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein
dengan konsentrasi tinggi.
4) Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka,
tangan dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru.
Pada beberapa pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna
kekuning-kuningan.
5) Reaksi hipersensitif terhadap obat

Efusi Pleura | 8
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-
kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan
pleura berupa radang dan dan kemudian juga akan menimbulkan
efusi pleura.
6) Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur
diagnostic secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis,
analisis cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum bisa
didapatkan diagnostic yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan
daloam efusi pleura idiopatik.(Asril Bahar, 2001)

d) Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal


Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan
peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis,
pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses
ginjal, abses hati, abses limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri
tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya
cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga pleura melalui
saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi kadang-
kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-
72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap
obstruksi intestinal atau pascaoperasi atelektasis.
1) Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan efusi
pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat
kesamaan antara cairan asites dengan cairan pleura, karena terdapat
hubungnan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen
melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
2) Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada
ovarium (jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura.
Patogenesis terjadinya efusi pleura masih belum diketahui betul. Bila
tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun
segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites dan

Efusi Pleura | 9
eksudat cairan pleura sering dikira sebagai neoplasma dan
metastasisnya.
3) Dialisis Peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialysis
peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral.
Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya
komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.

2.1.3 Manifestasi klinis


Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran
efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi yang luas akan menyebabkan
sesak napas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas
minimal atau tidak sama sekali mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi.
Suara egophoni akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi
tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak
ditemukan.( Brunner & Suddart, 2001: 593)

2.1.4 Pathofisiologi
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di
rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh
pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis.
Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi
di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan
cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang
yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah (
Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002).

Efusi Pleura | 10
Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam,
keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:
1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari

Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(keradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung / v. pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis ).

Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang normal
ini. Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang cenderung
menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura
viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat
dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung
memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang
pleura.

Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra pleura


menurut Sylvia Anderson Price dalam bukunya Patofisiologi adalah
kekuatan osmotic yang terdapat di seluruh membran pleura. Cairan dalam
keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke
ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui pleura viseralis.
Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling tentang
pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan cairan bergantung pada selisih
perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong
cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan
pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan
pembentukan cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar
daripada plura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan
normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.
Efusi Pleura | 11
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah
kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki
ruang pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura
parietalis. Ketiga faktor ini kemudian, mengatur dan mempertahankan
tekanan negatif intra pleura normal.

2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik


Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,
peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan
tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.

Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu
sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat
sedikit, yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya
bergesekan dengan mudah selama bernafas. Sedikitnya cairan serous
menyebabkan keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan
reabsorbsi oleh vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan
parietal. Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan
vena meningkat karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava
oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan
efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah.

Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal.
Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler
melalui proses suatu penyakit, seperti pneumonia atau TBC, atau karena
adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau dengan neoplasma.
Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit terbentuk, dimana pada
umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh
inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi yang
melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik.
Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada sedikit
Efusi Pleura | 12
peningkatan cairan pleura.selama lesi berkembang, selalu ada peningkatan
cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di jelaskan
sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat ini
bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau
serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih
gelap dan konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel
PMN.

Efusi pleura tanpa peradangan menghasilkan cairan serous yang jernih,


pucat, berwarna jerami, dan tidak menggumpal, cairan ini merupakan
transudat., biasanya terjadi pada penyakit yang dapat mengurangi tekanan
osmotic darah atau retensi Na, kebanyakan ditemukan pada pasien yang
menderita oedemumum sekunder terhadap penyakit yang melibatkan
jantung, ginjal, atau hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari darah,
kondisi ini merujuk pada hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan oleh
kecelakaan penetrasi traumatik dari dinding dada dan menyobek arteri
intercostalis, tapi bisa juga terjadi secara spontan saat subpleural rupture
atau sobeknya adhesi pleural (Sylvia Anderson Price dan Lorraine, 2005:
739).

Efusi Pleura | 13
2.1.5 WOC

Gagal jantung kiri Cairan protein dari getah


Peradangan pleura
bening masuk rongga pleura
Obstruksi vena cava
superior
Permeable membran
Asites pada sirosis hati Konsentrasi protein cairan
kapiler meningkat
Obstruksi fraktus pleura meningkat

urinarius Peningkatan tekanan


kapiler sitemik/pulmonal
Eksudat
Terdapat jaringan Penurunan tekanan koloid
nekrotik pada septa osmotik dan pleura
Penurunan tekanan intra
pleura

Kongesti pada
pembuluh limfe Gangguan tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik
intrapleura
Reabsorbsi cairan
terganggu
Transudat

Gangguan pertukaran gas


Penumpukan cairan
pada rongga pleura
Drainase
Ekspansi paru
Penekanan pada abdomen Resiko tinggi terhadap
Sesak nafas tindakan drainase dada

Anoreksia
Nyeri resiko infeksi
Ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Suplai oksigen menurun

Insufisiensi oksigenasi
Ketidakefektifan pola nafas
Gangguan rasa nyaman
defisit perawatan diri
Gangguan metabolisme oksigen

Efusi Pleura | 14
Intoleransi aktivitas Energi berkurang Devisit perawatan diri

2.1.6 Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang
berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan
untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan.
Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik
pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga
pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang
menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.
Gejala
* Batuk kering
* Demam dan menggigil
* Keringat berlebihan, terutama berkeringat di malam hari
* Ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)
* Berat badan menurun
Efusi Pleura | 15
* Nyeri dada

2.1.7 Penatalaksanaan
a) Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
b) Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
c) Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam
beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri,
penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam
keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan
drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan
untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
d) Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah
akumulasi cairan lebih lanjut.
e) Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

2.1.8 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan diagnostik
1. Rontgen dada
2. Pemeriksaan fisik
3. Thoracentesis
4. Ultrasound
5. Biopsi pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkolosis dan tumor
pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan
biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada
Pemeriksaan penunjang lainnya :
Efusi Pleura | 16
 Bronkoskopi : pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses
paru
 Scaning isotop : pada kasus-kasus dengan emboli paru
 Torakoskopi (fiber-optic pleuroscopy) : pada kasus dengan
neoplasma atau TBC
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan spesifik sesuai dengan penyebab dasar, dengan tujuan :
 Mencegah penumpukan cairan
 Menghilangkan ketidaknyamanan
2. Thoracentesis
 Membuang cairan untuk mendapatkan specimen guna keperluan
analisis
 Menghilangkan dispnea

2.2 Konsep Askep


2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Biodata
Meliputi : umur, alamat, pekerjaan
b. Keluhan Utama
Nyeri dada, sesak nafas, takipneu, hipoksemia
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan
mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisia.
e. Riwayat Penyakit Keluarga

Efusi Pleura | 17
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
2. Pola fungsional Gordon yang terkait
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan
terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan
umumnya lemah nutrisi dan metabolik.
b. Pola persepsi sensori dan kognitif
Akibat dari efusi pleura adalah penekanan pada paru oleh cairan
sehingga menimbulkan rasa nyeri.
c. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping
itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
d. Pola istirahat dan tidur
Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan
istitahatnya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : pasien tampak sesak napas
b. Tingkat kesadaran : composmentis
c. TTV :
RR : takipnea
N : takikardi
S : bila ada infeksi bisa hipertermia
TD : bisa hipotensia
d. Kepala : Mesochepal
Efusi Pleura | 18
e. Mata : Conjungtiva anemis
f. Hidung : Sesak nafas, cuping hidung
g. Dada : Gerakan pernafasan berkurang
h. Pulmo (paru – paru )
Inspeksi : Terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas tampak
penggunaan otot bantu nafas
Palpasi : Vokal Fremitus menurun
Perkusi : Pekak (skonidulnes), redup
Auskultasi : Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas
bagian yang terkena

2.2.2 Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
2. Resiko infeksi b.d tindakan drainase (luka pemasangan WSD)
3. Gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak napas serta
perubahan suasana lingkungan

2.2.3 Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
Diagnosa NOC NIC
Ketidakefektifan  Respiratory status : Airway Suction
bersihan jalan napas Airway patency  Auskultasi suara
b.d menurunnya napas sebelum
ekspansi paru Kriteria Hasil : dan sesudah
sekunder terhadap  Mendemonstrasikan suctioning
penumpukkan cairan batuk efektif dan  Informasikan pada
dalam rongga pleura suara napas yang klien dan keluarga
bersih, tidak ada tentang suctioning
Batasan sianosis dan dyspneu  Minta klien napas
Karakterikstik : (mampu dalam sebelum
 Suara napas mengeluarkan suction dilakukan

Efusi Pleura | 19
tambahan sputum, mampu  Berikan O2
 Perubahan irama bernapas dengan dengan
napas mudah, tidak ada menggunakan
 Perubahan pursed lips) nasal untuk
frekuensi napas  Menunjukkan jalan memfasilitasikan
 Kesulitan napas yang paten suction
berbicara atau (klien tidak merasa nasotrakeal
mengeluarkan tercekik, irama napas,  Gunakan alat yang
suara frekuensi pernapasan steril setiap
 Sputum dalam dalam rentang melakukan
jumah yang normal, tidak ada tindakan
berlebih suara napas  Anjurkan pasien
 Batuk yang tidak abdnormal) untuk istirahat
efektif  Mampu napas dalam
 Sianosis mengidentifikasikan setelah kateter
dan mencegah faktor dikeluarkan dari
yang dapat nasotrakeal
menghambat jalan  Monitor status
napas oksigen pasien
 Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suction
 Hentikan suction
dan berikan
oksigen apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2 dll.

2. Resiko infeksi b.d tindakan drainase (luka pemasangan WSD)


Diagnosa NOC NIC
Resiko infeksi b.d  Risk Control Infection Control

Efusi Pleura | 20
tindakan drainase (luka (Kontrol Infeksi)
pemasangan WSD) Kriteria Hasil :  Bersihkan
 Klien bebas dari lingkungan
Faktor-faktor resiko : tanda dan gejala setelah dipakai
 Penyakit kronis infeksi pasien lain
 Pengetahuan yang  Menunjukkan  Pertahankan
tidak cukup untuk kemampuan untuk teknik isolasi
menghindari mencegah timbulnya  Batasi
pemajanan patogen infeksi pengunjung bila
 Pertahanan tubuh  Mendeskripsikan perlu
primer yang tidak proses penularan  Instruksikan pada
adekuat penyakit, faktor pengunjung untuk
 Ketidakadekuatan yang mempengaruhi mencuci tangan
pertahanan sekunder penularan serta saat berkunjung
penatalaksanaannya dan setelah
 Jumlah leukosit berkunjung
dalam batas normal  Cuci tangan
 Menunjukkan setiap sebelum
perilaku hidup sehat dan sesudah
tindakan
keperawatan
 Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila
perlu
 Infection
protection
proteksi terhadap
infeksi

Efusi Pleura | 21
 Monitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
 Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
 Inspeksi kondisi
luka / insisi bedah
 Dorong
masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong
masukkan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan keluarga
dan pasien tanda
dan gejala infeksi
 Ajarkan ara
menghindari
infeksi
 Laporkan
kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur
positif

3. Gangguan rasa nyaman b.d batuk yang mentap dan sesak napas serta
perubahan suasana lingkungan
Diagnosa NOC NIC
Gangguan rasa nyaman b.d  Ansiety Anxiety Reduction

Efusi Pleura | 22
batuk yang menetap dan (penuruna kecemasan)
sesak napas sera perubahan Kriteria Hasil :  Gunakan pendekatan yang
suasana lingkungan  Mampu mengontrol menenangkan
kecemasan  Nyatakan dengan jelas
Batasan Karakteristik :  Status lingkungan yang harapan terhadap pelaku
 Ansietas nyaman pasien
 Gangguan pola tidur  Mengontrol nyeri  Jelaskan semua prosedur
 Takut  Kualitas tidur dan istirahat dan apa yang dirasakan
 Ketidakmampuan untuk adekuat selama prosedur
rileks  Control gejala  Pahami prespektif pasien
 Melaporkan perasaan  Status kenyamanan yang terhadap situasi stress
tidak nyaman meningkat  Temani pasien untuk
 Melaporkan kurang puas  Support sosial memberikan keamanan dan
dengan keadaan  Keinginan untuk hidup mengurangi takut
 Melaporkan kuang  Lakukan back / neck rub
senang dengan situasi  Dengarkan dengan penuh
tersebut
perhatian
 Gelisah
 Identifikasi tingkat
 Berkeluh kesah
kecemasan
 Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
2.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegitan yang dilakuakan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke

Efusi Pleura | 23
status kesehatan yang lebih baikyang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. (gordon 1994, dalam potter perry 1997)
Tipe implementasi menurut craven dan hirnle (2002) secara garis besar terdapat
tiga kategori :
a. Cognitifve implementation (meliputi pengajara/pendidikan)
b. Interpersonal implementation (meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan)
c. Tehnical implementation (meliputi pemberian perawatan terhadap klien)
Sedangakan dalam pelaksanaannya implementasi keperawatan ada tiga yaitu :
a. Independent implementations
Implementasi yang diprakarsai oleh perawat sendiriuntuk membantu
klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan.
b. Independent/colaborative implementations
c. Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim keperawatan
atau dengan tim kesehatan lainnya.
d. Dependent implementations
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain.
Tahap yang perlu diperhatikan dalam implementasi :
1. Tahap persiapan
2. Tahap pelaksanaan
3. Tahap terminasi

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan anatara
dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku
klien yang tampil. (craven dan himle 2003).
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi merupakan hasil dari catatan perkembangan pasien, ada beberapa cara
pencatatan perkembangan tersebut diantaranya :
1. SOAP (Subjektif, Objektif, Analis, dan Planing)
2. SOAPIER (Subjektif, Objektif, Analis, Planing, Implementasi, Evaluasi,
Revisi)
3. DAR (Data, Action, Respons)

Efusi Pleura | 24
Menerut ziegler,voughan-wrobel dan erlen, evaluasi dibagi menjadi 3 jenis
yaitu :
a. Evaluasi struktur
Evaluasi ini di fokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempat pelayanan keperawatan diberikan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi ini berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memerikan pelayanan merasa cocok, tanpa tekanan dan sesuai
wewenang.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi ini berfokus pada respon dan fungsi klien.
Ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi :
1) Masalah teratasi (jika klien menunjukan hasil sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan)
2) Masalah sebagian teratasi (jika klien menunjukan perubahan sebagian dari
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan)
3) Masalah tidak teratasi (jika klien tidak menunjukkan perubahandan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan atau bahkan timbul masalah atau diagnosa keperawatan
baru.

Efusi Pleura | 25
BAB 3
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne Smeltzer:
2001). Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-
paru dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan parietal.
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda
suatu penyakit. Efusi dapat terdiri dari cairan yang relatif jernih, yang mungkin
merupakan cairan transudat atau eksudat, atau dapat mengandung darah dan purulen.
Penyebab efusi pleura terdiri dari infeksi dan non infeksi. Dan biasanya efusi pleura di
tandai dengan sesak napas, nyeri pada area dada, demam, menggigil. Komplikasi pada
pleura biasanya terjadi fibrosis paru, infeksi.
Untuk mengetahui dengan adanya efusi pleura bisa dilakukan rongten dada.
Untuk terapiutik efusi pleura bisa dilakukan dengan torakosentesis.

1.2 Saran
Berdasarkan isi makalah ini penulis menyarankan untuk mempelajari materi
dengan sebaiknya dan mencari referensi yang kebih banyak agar mengetahui ilmu-ilmu
baru dari materi ini.
Semoga makakah ini menjadikan bahan pembelajaran bagi mahasiswa untuk
dapat memahami secara luas tentang Efusi Pleura dan mempermudah mahasiswa
untuk memahami pembelajaran Respirasi 2.

Efusi Pleura | 26
DAFTAR PUSTAKA

Soemantri, irman. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan. Jakarta. Salemba medika

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta. MediAction

Masjoer arif, Dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran. Jakarta. Media aesculaplus

Herdinan T.H, S.Kamitsuru. 2015-2017. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi.


Jakarta. Buku kedokteran EGC

Efusi Pleura | 27

Anda mungkin juga menyukai