Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PENYAKIT


2.1.1 PENGERTIAN
Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit ( species microsporum,
trichophyton, dan epidermophyton ) yang menyerang epidermis bagian superfisial (stratum
korneum), kuku dan rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton
menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku
(Sutomo, 2007). Infeksi jamur di daerah superficial pada kulit biasanya disebut dengan
dermatophytosis atau biasanya, kurap. Infeksi jamur terjadi ketika rentan adanya kontak host
yang datang dengan organisme. Organisme dimana adanya transmisi langsung dengan kontak
pada binatang atau infeksi pada orang lain atau dengan benda mati seperti pada sisir, sarung
bantal, handuk dan topi.

Tinea adalah salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur.Jamur yang berperan
dalam penyakit tinea adalah dermatofita .Dermatopita merupakan sekelompok jamur
miselium yang menginfeksi keratin stratum korneum, rambut, dan kuku. (chadrasoma,2006).
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan
teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur
dermatofita(jamur yang menyerang kulit), (Adhi Djuanda, 2000). Tinea yang merupakan salah
satu dermatositosis adalah Infeksi fungus superficial pada kulit yang disebabkan oleh spesies
dermatofilia Micosporum, Epidermophyton, atau Trycophyton.
Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwas, Tinea adalah penyakit yang
disebabkan oleh dermatofit, yang menyerang pada lapisan teratas dari kulit (epidermis).

1
2.1.2 KLASIFIKASI TINEA
Menurut Robin Graham-Brown (2005) macam-macam tinea terbagi dalam beberapa macam
yaitu:
1. Tinea vesikolor
Tinea vesikolor infeksi yang sering dijumpai ini disebabkan oleh pityrosporum orbicularis,
yang hanya menginfeksi stratum korneum, rambut, dan kuku jarang terkena.Tinea vesikolor
merupakan macula asimtomatik (daerah diskolorasi, hiperpigmentasi pada ras kulit terang dan
hipopigmentasi pada ras kulit gelap).Sering dijumpai lesi multiple.
2. Tinea pedis ( athlete’s food )
Penyakit ini merupakan infeksi dermatofit yang tersering, biasanya terdapat rasa gatal pada
daerah di sela-sela jari kaki yang berskuma, terutama diantara jari ketiga dengan keempat, dan
keempat dengan kelima, atau pada telapak kaki.
3. Tinea kruris
Penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan jarang terjadi pada perempuan.Tepi
eritematosa yang berskuama pelan-pelan menjalar kebawah paha bagian dalam dan meluas
kearah belakang kedaerah prinium dan bokong.
4. Tinea korposis
Tinea ini secara khas mempunyai bagian tepi yang meradang, sedangkan bagian tengahnya
bersih, tetapi penampakan seperti ini relative jarang.
5. Tinea manum
Gambaran dari tinea ini biasanya pada telapak tangan terdapat lesi eritematoma dengan
sedikit skuama, sedangkan pada punggung tangan gaambaran peradangan lebih jelas.
6. Tinea unguium
Penyakit ini biasanya menyerang bagian tepi-tepi kuku biasanya dari bagian distal berupa
guratan-guratan kekuningan pada lempengan kuku. Kemudian semakin lama seluruh kuku
menjadi makin tebal, berubah warna, dan rapuh
7. Tinea kapatis
Tinea kapatis biasanya menyerang pada anak-anak, jarang pada orang dewasa.Hal ini
kemungkinan dikarenakan perubahan kandungan asam lemak dalam sebum pada saat
menjelang pubertas.

2
2.1.3 ETIOLOGI
Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialahTrichophyton rubrum (paling
sering) , T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton floccosum.T.
rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang hiperkeratotik, kering menyerupai bentuk sepatu
sandal (mocassinlike) pada kaki;T.mentagrophyte seringkali menimbulkan lesi yang vesikular
dan lebih meradang sedangkan E. Floccosum bisa menyebabkan salah satu diantara dua pola
lesi diatas.
Penyebab tinea adalah jamur dermatofita yang merupakan kelompok jamur berfilamen,
yang terbagi dalam tiga genus yaitu, Trychophyton, Mycrosporum, dan
Epidermophyton.Jamur ini dapat menginfeksi jaringan kreatin manusia maupun binatang
(Mansjoer Arief, 2000).

2.1.4 PATOFISIOLOGI
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama : perlekatan ke keratinosit, penetrasi
melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
o Perlekatan.
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin
diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang
diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat
fungistatik.
o Penetrasi.
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi
proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma
dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel
dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul
ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
o Perkembangan respons host.
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang

3
sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes
hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh
sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T
melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada
saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap
transferin dan sel-sel yang bermigrasi.

4
2.1.5 Pathway
Kebiasaan yang menimbulkan paparan terhadap infeksi jamur seperti menggunakan pakaian keteat
berbahan dasar tidak menyerap keringat

Penularan langsung dan tidakn langsung, fosmotis, epitel, rambut yang mengandung bakteri baik dari
manusia, hewan, tanah

Proliferasi pada kulit yang lembab Defisiensi pengetahuan

Tinea

Jamur menghasilkan keratine

Memudahkan infasi kestratum korneum

Terperangkap pada lapisan kulit

Terjadi kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dijaringan keratin yang mati

Timbul pulau-pulau yang berbatas tegas Reaksi antigen antibody

Perubahan tekstur kulit Peradang local

Gangguan citra tunuh Aktifvasi makrofag

Pelepasan mediator kimia

Merangsang ujung-ujung saraf nosiseptic

Menimbulkan rasa gatal Mencoba berbagai jenis


obat tanpa konsultasi
ke kesehatan

Gangguan rasa nyaman Tidak nyaman saat beristirahat Respon tubuh menggaruk

Gangguan pola tidur Erosi kulit

Kerusakan integritas kulit Berier kulit rusak

Mempermudah invasi pathogen

Resiko Infeksi

5
2.1.6 Manifestasi klinis
Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:
a) Interdigitalis
Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien tinea pedis. Di antara jari IV dan V
terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari
(subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering
terdapat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang
mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang
oleh jamur. Jika perspirasi berlebihan (memakai sepatu karet/boot , mobil yang terlalu panas)
maka inflamasi akut akan terjadi sehingga pasien terasa sangat gatal. Bentuk klinis ini dapat
berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan sama sekali. Kelainan ini
dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis dan
limfadenitis
b) Moccasin foot (plantar)
Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-Hyperkeratotic Type umumnya bersifat
hiperkeratosis yang bersisik dan biasanya asimetris yang disebut foci. Seluruh kaki, dari
telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya
ringan dan terutama terlihat pada
bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan kadang- kadang vesikel.Tipe
ini adalah bentuk kronik tinea yang biasanya resisten terhadap pengobatan.
c) Lesi Vesikobulosa
Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang bula yang
terisi cairan jernih. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke
punggung kaki atau telapak kaki. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang
berbentuk lingkaran yang disebut koleret. Keadaan tersebut menimbulkan gatal yang sangat
hebat. Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk selulitis, limfangitis dan kadang-
kadang menyerupai erisipelas. Jamur juga didapati pada atap vesikel.
d) Tipe Ulseratif
Tipe ini merupakan penyebaran dari tipe interdigiti yang meluas ke dermis akibat maserasi
dan infeksi sekunder (bakteri); ulkus dan erosi pada sela-sela jari; dapat dilihat pada pasien
yang imunokompromais dan pasien diabetes.

6
2.1.7 Pemeriksaan diagnotik
Menurut Mansjoer Arief (2000), pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada penderita
penyakit tinea, bahan pemeriksaan berupa kerokan kulit, rambut dan kuku. terlebih dahulu
tempat kelainan dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian dilakukan :
a. Kulit berambut halus ( glabrous skin ). Kelainan dikerok dengan pisau tumpul steril. Sisik
kulit dikumpulkan pada gelas obyek.
b. Kulit berambut. Spesimen yang harus diambil adalah skauma, tunggul rambut dan isi
rambut folikel. Sampel rambut diambil dengan forsep dan skauma dikerok dengan skapel
tumpul. Rambut yang diambil adalah rambut yang goyah (mudah dicabut) pada daerah lesi.
Pemeriksaan dengan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk melihat
kemungkinan adanya flouresensi didaerah lesi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu.
c. Kuku, bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit, dipotong lalu dikerok sedalam
dalamnya hingga mengenai seluruh tebal kuku. bahan dibawah kuku diambil juga.
Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas gelas obyek, kemudian ditambah 1-2
tetes larutan KOH 20%. Tunggu 15-20 menit untuk melarutkan jaringan. Pemanasan diatas
api kecil mempercepat proses pelarutan. Pada saat mulai keluar uap, pemanasan cukup. Bila
terjadi penguapan, akan terbentuk kristal KOH sehingga mengganggu pembacaan.
Tekhnik lain yaitu dengan penambahan dimetil sulfoksida(DMSO) 40% pada KOH akan
mempercepat penjernihan sediaan tanpa pemanasan. Untuk melihaat elemen jamur lebih
nyata, ditambahnkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta parker superchrom blue
black.
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula mula dengan
pembesaran 10 x 10, keudian 10 x 45, pemeriksaan dengan pembesaran 10 X 100 biasanya
tidak diperlukan.Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa. Sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat dan cabang, maupun spora berderet.

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tinea menurut Mansjoer Arief (2000).
Tujuan pengobatan meliputi :
a) Menyembuhkan penyakit, yaitu hilangnya gejala klinis dan pemeriksaan mikologi

7
negatif.
b) Mencegah perkembangan penyakit menjadi kronis.
c) Mencegah kekambuhan.
Strategi pengobatan meliputi :
a) Diagnosis yang tepat
b) Menghilangkan atau mencegah fakto predisposisi. Fakttor tersebut antara lain adalah
kelembabapan karena keringat atau lingkungan yang panas, iritasi oleh baju, orang
sakit yang berbaring lama, friksi lipatan kulit pada orang gemuk, imunitas rendah.
c) Penentuan obat dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan, daerah
yang terkena yakni lokasi dan luas lesi. Stadium penyakit (akut atau kronis), jamur
penyebab, karena adanya perbedaan kepekaan terhadap obat, serta harga sehingga
dapat ditentukan apakah akan diberikan obat oral, topikal, atau pun kombinasi.
d) Manghilangkan sumber penularan baik dari manusia, hewan,tanah maupun benda
disekeliling yang mengandung elemen jamur. Spora dermatofit dapat bertahan hidup
dalam waktu yang lama.
e) Mengoptimalkan kepatuhan pasien dengan menerangkan perjalan penyakitnya,
pemilihan obat yang tepat dapat diterima oleh pasien, dan bila dianggap perlu
diterangkan juga tentang biaya pengobatan.
f) Mengefektifkan cara penggunaan obat :
o Bersihkan lesi dengan air dan sabun lunak terutama didaerah berkusta, kemudian

keringkan.
o Oleskan obat 1 lapis tipis menutupi lesi dan lebih kurang 1 inci kearah luar lesi.
o Oleskan obat 2 kali sehari pagi dan malam hari. Obat-obat sistemik dan topikal

yang digunakan antara lain :


1) Sistemik
a) Griseofulvin
bersifat pungistatik dan bekerja hanya terhadap dermatofit.Dosis 0,5 -1 gram untuk
orang dewasa dan 0,25 -0,5 gram untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/ kg BB.
Dosis tunggal atau terbagi dan absopsi meningkat bila diberikan bersama makanan
berlemak. Sediaan mikrosize 500 mg, setara dengan sediaan ultra mikrosize 333
mg. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyebab, dan keadaan

8
komunitas.Obat diberikan sampai gejala klinis membaik. Biasanya lebih kurang 1
bulan. Efeksampingnya ringan,misalnya sakit kepala mual atau diare dan reakasi
fotosensitifitas pada kulit.
b) Golongan asol
ketonasol efektif untuk dermatofitosis.Pada kasus-kasus resisten terhadap
griseofulfin, obat tersebut dapat diberikan 200mg /hari selama 3-4 minggu pada
pagi hari setelah makan.Ketokonasal merupakan kontra indikasi untuk pasien
kelainan hati. Itrakonazole merupakan derivat triazol yang berspekterum aktifitas
invitro luas dan bersifat fungistatik.Dosis 100 mg perhari selama 2 minggu atau
200 mg per hari selama 1 minggu, memberi hasil baik pada tinea. Pada tinea
ungulium dengan dosis 400 mg perhari selama seminggu tiap bulan dalam 2-3
bulan.

2.1.9 Pencegahan
Penyakit tinea ini sangat erat hubungannya dengan pola kebersihan, baik dari kebersihan
diri, lingkungan maupun hewan ternak peliharaan, maka dari itu penyakit tinea sangat mudah
sekali menyebar dan terjadi, namun penyakit ini juga dapat dicegah, cara pencegahannya
antara lain :
a) Menggunakan pakaian longgar dan sedapat mungkin terbuat dari bahan katun.
b) Menggunakan kaos kaki dari bahan katun dan menghindari memakai kaos kaki yang
lembab.
c) Mengganti pakaian setiap hari dengan pakaian kering. (untuk yang kos-kosan hendaknya
tidak membiasakan diri memakai pakian yang tergantung berhari-hari tanpa dicuci)
d) Menggunakan sepatu yang tidak lembab (jangan lupa menjemur sepatu).
e) Mengeringkan handuk setelah setiap kali digunakan.
f) Menghindari memakai pakaian orang lain yang sedang menderita infeksi jamur kulit.
g) Mandi dengan air bersih segera setelah mandi di tempat-tempat umum.
h) Jika perlu, menaburkan bedak atau bedak anti jamur terutama di sela-sela jari kaki dan
pelipatan kulit.

2.1.10 Komplikasi

9
a) Tinia pedis
Jamur mungkin menyebar secara lokal ke kaki-kaki, kuku-kuku jari kaki, tangan-
tangan, kuku-kuku jari tangan, dan pada dasarnya area tubuh mana saja.
b) Tinia kursis
Pada penderita Tinea kruris dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder oleh organisme
candida atau bakteri. Pemberian obat steroid topikal dapat mengakibatkan eksaserbasi
jamur sehingga menyebabkan penyakit menyebar.

10
2.2 Konsep asuhan keperawatan
PENGKAJIAN
Pengkajian menurut Judha & Nazwar (2011) adalah pendekatan sistemik untuk
mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien
tersebut. Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa
data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan
dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan
lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain,
catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui
observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa
percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik,
dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku,
masalah dan surat kabar).
1. Biodata/ identitas pasien
Biodata mencakup tentang nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat,
suku bangsa.
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Mengeluh ketidaknyamanan, nyeri, gatal.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan suhu tubuh,
gatal, dan memerah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan penurunan
kesadaran akibat syok sirkulasi dari septikemia
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan kondisi
Tinea. Untuk memudahkan anamnesis, perawat dapat melihat klasifikasi tinea.
Penyebab dari tinea sebagai bahan untuk mengembangkan pernyataan. Anamnesis
penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis dipertimbangkan
sebagai sarana pengkajian preoperatif.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola makan,
gaya hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga sehingga dapat
menyebabkan tinea.
11
3. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri dan gatal, serta perlunya pemenuhan
informasi prabedah.
a) Aktifitas/istrahat : perubahan aktifitas, kelemahan, malaise, toleransi terhadap
aktifitas rendah
b) Nyeri : mengeluh ketidaknyamanan, nyeri, gatal
c) Keamanan : takut, ansietas
d) Integritas ego : Adanya faktor stress yang baru dialami Tanda : Ansietas, peka
rangsang, emosi tidak stabil.
e) Pola Tidur dan Istirahat, Kesulitan tidur pada malam hari karena stress, Mimpi
buruk.
f) Pola Persepsi Kognitif: Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat,
Pengetahuan akan penyakitnya.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri : Perasaan tidak percaya diri atau minder,
Perasaan terisolasi.
h) Pola Hubungan dengan Sesama : Frekuensi interaksi berkurang, Perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i) Pola Sistem Kepercayaan: Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah,
Agama yang dianut
4. Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manisfestasi klinis yang muncul.
a) Keadaan umum : pasien terlihat lemah, cemas dan kesakitan
b) TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gatal berlebih.
c) Suhu badan meningkat ≥38,5oC dan terjadi takikardia, hipotensi, pasien tampak
legarti serta syok hipovolemia
d) Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
1) Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. perubahan aktifitas,
kelemahan, malaise, toleransi terhadap aktifitas rendah. Pasien berada
dalam ruangan yang terang dan hangat, pemeriksa menggunakan penlight
untuk menyinari lesi sehingga pemeriksa akan melihat apakah keadaan
kulit pasien
2) Auskultasi : bising usus biasa terjadi pada klien dengan tinea
3) Palpasi : peningkatan suhu tubuh,

12
4) Perkusi : terdengan bunyi normal pada jantung. Jika klien dengan tinia
tidak memiliki masalah pada jantungnya.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang sering muncul :
1. Resiko infeksi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d infeksi jamur

IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegitan yang dilakuakan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baikyang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. (gordon 1994, dalam potter
perry 1997)
Tipe implementasi menurut craven dan hirnle (2002) secara garis besar terdapat tiga
kategori :
a. Cognitifve implementation (meliputi pengajara/pendidikan)
b. Interpersonal implementation (meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan)
c. Tehnical implementation (meliputi pemberian perawatan terhadap klien)
Sedangakan dalam pelaksanaannya implementasi keperawatan ada tiga yaitu :
a. Independent implementations
Implementasi yang diprakarsai oleh perawat sendiriuntuk membantu klien dalam
mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan.
b. Independent/colaborative implementations
13
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim keperawatan atau
dengan tim kesehatan lainnya.
c. Dependent implementations
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain.
Tahap yang perlu diperhatikan dalam implementasi :
1. Tahap persiapan
2. Tahap pelaksanaan
3. Tahap terminasi

EVALUASI
Evaluasi merupakan keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan anatara dasar
tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.
(craven dan himle 2003).
Evaluasidalamkeperawatanmerupakankegiatandalammenilaitindakankeperawatan
yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi merupakan hasil dari catatan perkembangan pasien, ada beberapa cara
pencatatan perkembangan tersebut diantaranya :
1. SOAP (Subjektif, Objektif, Analis, dan Planing)
2. SOAPIER (Subjektif, Objektif, Analis, Planing, Implementasi, Evaluasi, Revisi)
3. DAR (Data, Action, Respons)
Menerut ziegler,voughan-wrobel dan erlen, evaluasi dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a. Evaluasi struktur
Evaluasi ini di fokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat
pelayanan keperawatan diberikan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi ini berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam
memerikan pelayanan merasa cocok, tanpa tekanan dan sesuai wewenang.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi ini berfokus pada respon dan fungsi klien.
Ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi :
1) Masalah teratasi (jika klien menunjukan hasil sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan)
2) Masalah sebagian teratasi (jika klien menunjukan perubahan sebagian dari tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan)
3) Masalah tidak teratasi (jika klien tidak menunjukkan perubahandan kemajuan sama
sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan atau bahkan
timbul masalah atau diagnosa keperawatan baru.

14
BAB III
PENUTUP
a. KESIMPULAN
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan
teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur
dermatofita(jamur yang menyerang kulit), (Adhi Djuanda, 2000). Menurut Robin
Graham-Brown (2005) macam-macam tinea terbagi dalam beberapa macam yaitu Tinea
vesikolor, Tinea pedis ( athlete’s food ), Tinea kruris, Tinea korposis, Tinea manum,
Tinea unguium, Tinea kapatis.
Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialahTrichophyton rubrum (paling
sering) , T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton
floccosum.T. rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang hiperkeratotik, kering
menyerupai bentuk sepatu sandal (mocassinlike) pada kaki;T.mentagrophyte seringkali
menimbulkan lesi yang vesikular dan lebih meradang sedangkan E. Floccosum bisa
menyebabkan salah satu diantara dua pola lesi diatas.
Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan beberapa tipe, tipe
Interdigitalis, Moccasin foot (plantar), Lesi Vesikobulosa, Tipe Ulseratif. Penyakit tinea
ini sangat erat hubungannya dengan pola kebersihan, baik dari kebersihan diri,
lingkungan maupun hewan ternak peliharaan, maka dari itu penyakit tinea sangat mudah
sekali menyebar dan terjadi, namun penyakit ini juga dapat dicegah. Komplikasi Pada
penderita Tinea kruris dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder oleh organisme candida
atau bakteri.

b. SARAN
Berdasarkan isi makalah ini penulis menyarankan untuk mempelajari materi dengan
15
sebaiknya dan mencari referensi yang kebih banyak agar mengetahui ilmu-ilmu baru dari
materi ini.
Semoga makalah ini menjadikan bahan pembelajaran bagi mahasiswa untuk dapat
memahami secara luas tentang Asuhan keperawatan tinea dan mempermudah mahasiswa
untuk memahami pembelajaran integumen.

DAFTAR PUSTAKA
Chin, James, MD, MPH. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular.
Djuanda A. 1993. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 2. Jakarta : Fakultas kedokteran UI.S
Masjoer, Arief. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : media aesculapius
Natadidjaja, Hendarto. 1990. kepita selekta kedokteran. jakarta ; Binarupa Aksara.
NANDA.2011. Diagnosa Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.
Siregar, SP,KK(K). 2005. Penyakit jamur kulit edisi 2. Jakarta ; EGC..1991.
Saripati Penyakit kulit. Jakarta ; EGC.
Wisnu, I Made, dkk. 2005. Penyakit Kulit yang Umum diIndonesia. Jakarta; PT Medical multi
Media.
Dr. Moh. Ifnudin. Spkk. Artikel Kesehatan Imunologi Dermatofitosis.

16

Anda mungkin juga menyukai