Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

SISTEM REPRODUKSI 1
SEPSIS NEONATUM

Dosen Pembimbing:

Disusun Oleh :

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Askep Muskuloskeletal 2 yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Sepsis Neonatum”
Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu menyelesaikan makalah ini . Adapun ucapan terima kasih kami
tunjukkan kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Bapak Bambang Tutuko, SH., MPD., MH S Selaku Ketua STIKES Insan Cendekia
Medika Jombang yang telah memberi izin dan fasilitas sehingga Makalah ini
dengan baik .
2. Ibu Arum Dwi Ningsi,S.Kep,.Ns Selaku Pembimbing akademik kelas 4A S1
Keperawatan yang telah memberikan bimbingan berupa moral maupun moril.
3. Ibu..............selaku dosen mata kuliah system Reproduksi 2 yang telah memberi
inspirasi dan membimbing dalam pembuatan makalah ini
4. Orang Tua kami yang senantiasa mendukung dan mendoakan kami.
5. Pihak-pihak yang tidak bisa disebut satu persatu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
baik dari segi penyusunan, pembahasan ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran kepada pembaca yang sifatnya membangun. Sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik.

Jombang, 17 September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi dan fisiologi muskuloskeletal ....................................... 3
2.2 Pengertian.................................................................................... 4
2.3 Etiologi ....................................................................................... 5
2.4 Patofisiologi ............................................................................... 6
2.5 Pathway ........................................................................................ 7
2.6 Manifestasi Klinik ...................................................................... 8
2.7 Pemeriksaan penunjang .............................................................. 8
2.8 Penatalaksanaan Medis ................................................................ 10
2.9 Komplikasi ................................................................................. 12
BAB 3 KONSEP ASKEP
3.1 Pengkajian.................................................................................... 13
3.2 Diagnosa Keperawatan................................................................. 16
3.3 Intervensi...................................................................................... 17
3.4 Implementasi............................................................................... . 19
3.5 Evaluasi....................................................................................... . 20
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 15
3.2 Saran ........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Sepsis Neonatum?
2. Apa etiologi dari Sepsis Neonatum?
3. Bagaimana patofisiologi dari Sepsis Neonatum?
4. Bagaimana pathway dari Sepsis Neonatum?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Sepsis Neonatum?
6. Bagaimana pemeriksaan pada Sepsis Neonatum?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Sepsis Neonatum?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Sepsis Neonatum
2. Mengetahui etiologi dari Sepsis Neonatum
3. Mengetahui patofisiologi dari Sepsis Neonatum
4. Mengetahui pathway dari Sepsis Neonatum
5. Mengetahui manifestasi klinis dari Sepsis Neonatum
6. Mengetahui bagaimana pemeriksaan Sepsis Neonatum
7. Menegetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Sepsis
Neonatum
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu
pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600
kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap
infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan
oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah
septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu organ
saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat
sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan
dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau
jamur (candida) meskipun jarang ditemui.

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasinya, sepsis dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1) Sepsis dini: Terjadi 7 hari pertama kehidupan, karakteristik sumber organisme pada
saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas
tinggi.
2) Sepsis lanjutan/nosokomial: Terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir, karakteristik didapat dari kontak langsung atau tak langsung
dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering
mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)

2.3 Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin
oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan
penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak
kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat
terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella,
protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi
didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus
group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau
perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1) Faktor Maternal
a) Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus
sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan
tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi
berkulit putih.
b) Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari
20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c) Kurangnya perawatan prenatal.
d) Ketuban pecah dini (KPD) dan Prosedur selama persalinan.
2) Faktor Neonatatal
a) Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari
pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi
pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum
terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga
melemahkan pertahanan kulit.
b) Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi
imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c) Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.
3) Faktor Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme
yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta
antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.
Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang
ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi
amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh
bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan
terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara
tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de
entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa
kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida
albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal
melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka
umbilikus (AsriningS.,2003)

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:
a. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
b. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
c. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis
d. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
e. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan
tidak teratur, ubun-ubun membonjol
f. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya
dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung.
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
i) Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari
pusar.
ii) Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.
iii) Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena.
iv) Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan
sendi yang terkena teraba hangat.
v) Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang optimal,
nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari
85%,Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value (NPV)
mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari
pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus,
petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk
menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung neutrofil,
neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikroErytrocyte
Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang dikerjakan adalah
CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel
skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut:
IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF,
TNF, CRP, dan hematological indices pada hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF
dan hematological indices pada hari ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk
memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari
berbagai uji laboratorium.

2.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada
neonatus, antara lain:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.

2.7 Penatalaksanaan
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v
(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino
glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan
Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap,
feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi
lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto
polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa
gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan
darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari
ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP
tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau
Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15
mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian
antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21
hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik,
terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah,
plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar .

Anda mungkin juga menyukai