I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara Hukum, dimana supremasi hukum sangat dijunjung tinggi,
oleh karenanya pembangunan hukum di Indonesia diarahkan pada terciptanya Tata Hukum
Nasional Indonesia, salah satunya adalah di bidang hukum Pemerintahan. Bertitik tolak dari
kondisi pemerintahan di era orde baru, maka memasuki era reformasi langkah awal untuk
amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 yang
intinya memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur dan menjalankan
roda Pemerintahan Daerah secara otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
paradigma yang dahulunya dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan
di Daerah dengan stelsel sentralisasi menjadi stelsel desentralisai melalui pemberian otonomi
luas kepada daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian
diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan
Lebih lanjut Kota Mataram sebagai salah satu Kota diantara Kabupaten/Kota di Nusa
Tenggara Barat merupakan sebuah Daerah otonom, sehingga memiliki kewenangan untuk
Daerah sebagai perangkat regulasi untuk menjadi dasar legalitas untuk melaksanakan
Sejak Pemerintahan Kota Mataram terbentuk telah banyak melahirkan produk hukum daerah
2
khususnya Perda, akan tetapi produk hukum berupa Peraturan Daerah yang bersumber dari
pelaksanaan atau penggunaan Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif) untuk
rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh Pemerintah daerah (eksekutif). Mengingat
dalam ketentuan Pasal 140 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yang pada pokoknya mengamanatkan bahwa : “Rancangan Perda dapat
berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota”. Sejalan dengan hal tersebut, dalam
ketentuan Pasal 350 huruf (a) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Kabupaten/ Kota mempunyai hak untuk mengajukan rancangan peraturan daerah Kabupaten/
Kota. Hal inilah yang memberikan landasan hukum dan wewenang kepada anggota DPRD
untuk menggunakan haknya dalam mengajukan rancangan Peraturan daerah sesuai dengan
kehendak atau masukan dari masyarakat, karena DPRD merupakan representasi dari
Hal inilah yang memberikan landasan hukum dan wewenang kepada anggota DPRD
untuk menggunakan haknya dalam mengajukan rancangan Peraturan daerah sesuai dengan
kehendak atau masukan dari masyarakat, karena DPRD merupakan representasi dari
Menurut pendapat Solly Lubis, yang menyatakan bahwa selaku Wakil Rakyat yang
kepentingannya mereka wakili dan salurkan, harus berpegang teguh pada prinsip bahwa
1) Meramu aspirasi rakyat, baik secara songsong bola ataupun jemput bola (menunggu rakyat
datang mengunjungi DPRD atau anggota DPRD itu turun ke lapangan langsung dialog
dengan rakyat).
2) Menyalurkan aspirasi rakyat ke forum-forum yang ada di DPRD, yaitu : Rapat Komisi,
Rapat Panitia Musyawarah, Rapat Pansus, Rapat Panitia Anggaran, Rapat Paripurna, dan
Pertemuan antara Legislatif dengan Eksekutif dan berusaha sedapat mungkin agar Perda-
Perda yang diterbitkan benar-benar menggambarkan tersalurnya aspirasi rakyat itu.
1
Solly, Lubis, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009, halaman 60.
3
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang antara lain mengatur tentang Prosedur dan
tekhnis pembentukan Peraturan Daerah. Dimana, dalam Ketentuan Bab XI Pasal 96 Undang-
diatur, bahwa masyarakat berhak memberi masukan baik secara lisan dan/atau tertulis dalam
dimana keikutsertaan rakyat merupakan suatu hal yang niscaya, meskipun rakyat sudah
bukanlah sesuatu yang baru sama sekali, sepanjang penelitian dan penulisan, ditemukan 1
(satu) tesis yang terkait, yaitu tesis ditulis oleh Muntoha pada Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta, tahun 2006 yang berjudul : Pelaksanaan Hak Inisiatif
DPRD (Studi Perbandingan Hak Inisiatif di DPRD Kabupaten Pemalang dan Kota
Pekalongan)2.
Berbeda halnya dengan kajian yang diteliti oleh penulis, dimana fokus kajiannya
mengenai proses pembentukan Peraturan Daerah yang responsif melalui Inisiatif DPRD Kota
pembentukan Peraturan Daerah yang responsif melalui Inisiatif DPRD Kota Mataram sebagai
amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
2
Rumusan Masalah yang diangkat, yaitu : (1) Bagaimanakah Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD
Kabupaten Pemalang dan Kota Pekalongan; (2) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi Pelaksanaan Hak
Inisiatif di DPRD Kabupaten Pemalang dan Kota Pekalongan. Muntoha berkesimpulan (1) Pelaksanaan hak
inisiatif di DPRD Kabupaten Pemalang, tidak bisa dilaksanakan dikarenakan beberapa faktor terkait Prosedur
yang rumit, SDM anggota DPRD Kabupaten Pemalang yang belum mampu, Anggaran belum memadai.
Sedangkan Pelaksanaan hak inisiatif di DPRD Kota Pekalongan dapat berjalan baik, karena didukung oleh faktor
Prosedur yang mudah, SDM anggota DPRD Kota Pekalongan mempunyai komposisi pendidikan cukup baik dan
sudah dibantu oleh staf ahli, serta anggaran yang memadai.
4
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Undang-
hukum berupa Peraturan Daerah yang bersumber dari pelaksanaan atau penggunaan Inisiatif
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mengajukan rancangan peraturan daerah jumlahnya
sangat minim dibandingkan dengan rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh Pemerintah
daerah. Rendahnya tingkat partisipasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Mataram terlihat pada Produk Peraturan Daerah sejak reformasi. Sebagaimana data rekapitulasi
jumlah Peraturan Daerah yang dihasilkan sejak tahun 1999 s/d 2012, dimana Peraturan Daerah
yang berasal dari Inisiatif DPRD Kota Mataram baru muncul pada tahun 2011 sebanyak 2
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan kajian dan penelitian untuk
menggali substansi permasalahan dengan mengangkat dalam sebuah tulisan dengan judul
Mataram”.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pembentukan Peraturan Daerah yang responsif melalui Inisiatif DPRD
Kota Mataram ?
Dalam penelitian ini menggunakan 3 (tiga) teori sebagai alat bantu untuk menganalisis
yang memuat pandangan-pandangan beberapa tokoh, yaitu : Hamid S. Attamimi dan Faria
yang berhubungan dengan politik dan sosiologi, dimana peraturan perundang-undangan yang
baik, harus memenuhi syarat Landasan filosofis (filosofische grondslag), Landasan sosiologis
Secara teoritik, tata urutan peraturan perundang-undangan dapat dikaitkan dengan ajaran
Hans Kelsen mengenai Stufenbau des recht atau The Hierarchy of Law yang berintikan
bahwa kaidah hukum merupakan suatu susunan berjenjang dan setiap kadiah hukum yang lebih
Tata peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, didasarkan pada Pasal 7 ayat
undangan.
Teori kedua yaitu Teori Konfigurasi Politik Pembentukan Hukum (Mahfud MD),
bahwa di dalam negara yang konfigurasi politiknya demokratis, maka produk hukumnya
tidak ada 3 (tiga) faktor yang cukup dominan yang mempengaruhi proses pemberlakuan
hukum, yakni faktor substansi hukum (legal substance); faktor struktur hukum (legal
3
Huda, Ni’ Matul dan Nazriyah, Teori dan Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Nusa Media, Bandung,
2011, halaman 23.
4
Mahfud MD, Moh, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers PT. RajaGraindo
Persada, Jakarta, 2011, halaman 66.
6
D. Metode Penelitian
Sosiologis (Sociological Approach). Teknik dan Analisa Data/ Bahan Hukum adalah dengan
beberapa buku literatur.Kemudian dilakukan analisis kualitatif dan ditarik kesimpulan yang
II. PEMBAHASAN
A. Proses Pembentukan Peraturan Daerah Yang Responsif Melalui Inisiatif DPRD Kota
Mataram
dengan DPRD, dimana inisiatif pembentukan Peraturan Daerah dapat berasal dari kepala
Daerah maupun inisiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Untuk pembentukan
Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif DPRD Kota Mataram merujuk pada ketentuan
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram Nomor 1 Tahun 2010
tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram. Hal ini telah sesuai
dengan amanat Pasal 60 dan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Perlu diketahui bahwa Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota termasuk dalam jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-
Dimana berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pengundangan.
Bahwa proses pembentukan Peraturan Daerah Pemerintahan Kota Mataram pada tataran
apabila dihubungkan proses pembentukan peraturan daerah baik melalui inisiatif kepala daerah
maupun melalui inisiatif DPRD Kota Matatam, maka indikator yang digunakan untuk
menentukan produk hukum yang dihasilkan berkarakter responsif atau ortodoks yaitu dari segi
fungsinya hukum, proses pembuatannya dan penafsiran atas sebuah produk hukum, maka
Rancangan yang berasal dari inisiatif kepala daerah bersifat positivis-instrumentalis, artinya
memuat materi yang lebih merefleksikan visi sosial dan politik pemegang kekuasaan atau
memuat materi yang lebih merupakan alat untuk mewujudkan kehendak dan kepentingan
program pemerintah (top down). Dari segi proses pembuatannya yang bersifat sentralistik dalam
arti lebih didominasi oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini SKPD terkait, kemudian dari segi
penafsiran atas sebuah produk hukumnya memberi peluang luas kepada pemerintah untuk
membuat berbagai interpretasi dengan berbagai peraturan lanjutan yang berdasarkan visi
sepihak dari pemerintah dan tidak sekedar masalah teknis, hal tersebut jelas terlihat pada
ketentuan pasal 7 Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor : 8 tahun 2008 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mataram Tahun 2005-2025, yang pada
“Hal-hal yang mengatur tentang pelaksanaan dan hal lain yang belum diatur dalam Peraturan
Daerah ini ditetapkan dengan Keputusan Walikota sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.”
Begitu juga halnya dengan Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011 – 2031 yang memberikan
amanat di dalam Pasal-Pasalnya untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota sebanyak
kepada pemerintah daerah untuk melakukan interpretasi sesuai dengan kepentingan sepihak
pemerintah daerah, sehingga Peraturan Daerah yang berasal dari kepala daerah cenderung
berkarakter ortodoks.
Sedangkan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Inisiatif DPRD Kota
Mataram bersifat aspiratif, artinya memuat materi-materi yang secara umum sesuai dengan
aspirasi atau kehendak masyarakat yang dilayaninya, sehingga produk hukum itu dapat
dipandang sebagai kristalisasi dan kehendak masyarakat (bottom up). Dari segi proses
dari segi penafsiran atas sebuah produk hukumnya sangat sedikit memberikan peluang untuk
dilakukan penafsiran, hal tersebut terlihat jelas pada Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 7
Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pendirian, Pengawasan, Pengendalian dan Penyelenggaraan
substansinya sangat rinci diatur, kalau pun ada yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota hanya sebatas teknis pelaksanaanya saja. Begitu juga halnya dengan ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Penanggulangan
Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis Di Kota Mataram, sehingga Peraturan Daerah yang
Sebagai pelaksanaan amanat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menganut paham kedaulatan rakyat, saat ini peran serta masyarakat
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dirumuskan dalam 139 ayat (1) dan ayat
9
(2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada pokoknya
menyatakan bahwa :
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka
penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.
(2) Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman
kepada peraturan perundang-undangan.
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui:
a. rapat dengar pendapat umum;
b. kunjungan kerja;
c. sosialisasi; dan/atau
d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok
orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-
undangan.
(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan
harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
sebagaimana telah dikemukakan, maka makna dari bunyi Pasal 96 ayat (1) : “Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan
ditemukan di dalam Ketentuan umum Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
baik yang berasal dari inisiatif DPRD maupun yang berasal dari inisiatif Pemerintah Daerah
dilakukan melalui beberapa tahapan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Adapun
10
tahapannya antara lain, meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, pengundangan. Dimana ruang partisipasi bagi masyarakat harus ada disetiap tahapan
tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi penjelasan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12
dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
partisipatif, masyarakat yang kritis, dan pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan sosial
(society need).5
merupakan hak masyarakat, yang dapat dilakukan baik dalam tahapan perencanaan,
hak asasi manusia, setiap hak masyarakat menimbulkan kewajiban pada pemerintah, sehingga
haruslah jelas pengaturan mengenai kewajiban Pemerintahan Daerah untuk memenuhi hak atas
partisipasi masyarakat dalam penyusunan Perda tersebut. Dimana jika dikaitkan dengan
pembentukan peraturan daerah melalui hak inisiatif DPRD maka berdasarkan ketentuan Pasal
139 ayat (1) penjelasan dan Pasal 141 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah serta Pasal 60 ayat (2) dan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
bahwa tata cara mempersiapkan Raperda yang berasal dari DPRD diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Tata Tertib DPRD, namun setelah dilakukan pengkajian terhadap Peraturan DPRD
Kota Mataram Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Mataram. Secara khusus, dalam BAB VIII Penyusunan, penyampaian, pembahasan dan
penetapan rancangan peraturan daerah tidak dirumuskan tentang partisipasi publik dalam
5
Halim, Hamzah dan Putera, Kemal Redino Syahrul, Op.,Cit., halaman 136.
11
pembentukan Peraturan Daerah. Meskipun ada ketentuan tentang penyaluran aspirasi, yaitu
BAB VII paragraf kedua belas Pasal 111 : penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi
masyarakat, ternyata di dalamnya tidak disinggung masalah hak masyarakat untuk berpartisipasi
Akan tetapi apabila dihubungkan dengan fakta yang ada, diketahui bahwa partisipasi
masyarakat yang dilaksanakan terhadap pembentukan Peraturan Daerah yang berasal dari
Kepala Daerah hanya terbatas pada tahap penyusunan yakni saat konsultasi publik saja, dimana
masyarakat diberikan wadah untuk memberikan kritik, saran maupun masukan terhadap
Rancangan Peraturan Daerah yang telah disusun sebelumnya oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) terkait yang cenderung dihajatkan untuk melaksanakan ketentuan peraturan
terhadap pembentukan Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif DPRD Kota Mataram,
diketahui bahwa proses pengajuan hak inisiatif tersebut didasarkan atas keluh kesah yang
sebelumnya telah ditampung oleh anggota DPRD Kota Mataram baik melalui media cetak,
elektronik maupun didapat pada saat anggota DPRD Kota Mataram melakukan kegiatan reses,
yang kemudian dicoba untuk diaktualisasikan dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah.
Kemudian setelah Raperda melalui proses penyusunan dan disetujui sebagai Hak Inisiatif
DPRD maka kembali diadakan kegiatan public hearing.6 Jadi masyarakat sebenarnya telah
dilibatkan dari awal perencanaan dan penyusunannya, meskipun di dalam tahapan pembahasan
Raperda bersama Kepala Daerah masyarakat tidak dilibatkan secara langsung akan tetapi
keberadaan anggota DPRD tersebut merupakan cerminan dari masyarakat yang diwakilinya,
6
Wawancara dengan, Nyayu Ernawati, S.Sos., Anggota DPRD Kota Mataram, pada tanggal 15 Januari 2013.
12
Lebih lanjut, meskipun dalam tataran implementasinya partisipasi masyarakat telah
dilaksanakan akan tetapi perlu menjadi perbaikan dalam tataran yuridis, dimana Peraturan tata
tertib DPRD yang menjadi pedoman penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA)
ternyata tidak hanya sekadar mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010
tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kenyataannya Tatib yang disusun oleh DPRD Kota Mataram
yang dituangkan dalam Peraturan DPRD Kota Mataram Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram, malah menyerupai Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hal ini tentunya
2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan pedoman/ acuan dan masih bersifat umum.
Rendahnya peran serta dalam penyusunan peraturan pada dasarnya lebih disebabkan
oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai itu kurang memberi kesempatan
pada publik (bahkan nyaris tak ada). Kemampuan yang minim dan elitisme pembuat peraturan
di tingkat daerah turut menyumbang sempitnya ruang partisipasi bagi publik. Selain itu,
birokrasi model lama masih mendominasi sehingga proses penyusunan peraturan yang
pada masyarakat untuk menilai, memberikan pendapat atas berbagai kebijaksanaan di bidang
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan suatu sistem desiminasi rancangan
peraturan perundang-undangan agar masyarakat dapat mengetahui arah kebijakan atau politik
13
hukum dan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan, sehingga pembangunan dan
hukum nasional Indonesia yang dapat mengakomodir harapan hukum yang hidup di dalam
Perundang-undangan pada dasarnya dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap, dimana masyarakat dapat
ditindaklanjuti dalam aturan pelaksanaannya dalam hal ini Peraturan Tata Tertib DPRD yang
mengatur secara jelas terkait kewajiban pemerintahan daerah untuk memberikan ruang terhadap
diikuti pula dengan perkembangan karakter produk hukum, khususnya Peraturan Daerah Di
Pada periode ini tepatnya pada tahun 1994 merupakan awal terbentuknya
kuat di dominasi oleh kepala daerah, sehingga banyak produk hukum yang dihasilkan
Daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Mataram dari Tahun 1994 di Jaman Orde
Baru yaitu sejak berdirinya Kota Mataram sampai dengan Tahun 1998 di awal bergulirnya
reformasi, sebanyak 109 (Seratus Sembilan) Peraturan Daerah yang dihasilkan, dimana
kecendrungan Peraturan Daerah tersebut bersifat otoriter yang ditandai dengan tidak adanya
Perda yang berasal dari inisiatif DPRD Kota Mataram sehingga indikasinya Perda tersebut
penguasa dan golongan tertentu (pengaruh dari demokrasi terpimpin), sehingga karakter
Tidak jauh beda dengan periode sebelumnya, pada periode ini perkembangan
pembentukan peraturan daerah masih kuat di dominasi oleh kepala daerah dengan mengacu
pada Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan
perundang-undangan, dimana peran DPRD dibidang legislasi masih kalah kuat dengan
Pemerintah Daerah serta tidak terdapat ketentuan terkait partisipasi masyarakat di dalam
pembentukan Peraturan Daerah, sehingga karakter poduk hukum/ Peraturan Daerah pada
dominasi oleh kepala daerah dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
untuk mengajukan Rancangan Peraturan Daerah serta telah diatur terkait partisipasi
tersebut belum mampu diaplikasikan, mengingat aturan terkait partisipasi masyarakat tidak
secara jelas diatur terkait bentuk partisipasi masyarakat, sehingga pembentukan Peraturan
Daerah masih didominasi oleh kepala daerah, sehingga karakter poduk hukum/ Peraturan
Mataram telah mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
DPRD Kota Mataram dalam mengajukan rancangan Peraturan Daerah, dimana dari materi
maupun substansi yang diajukan di dalam Rancangan Peraturan Daerah merupakan jawaban
dari kebutuhan masyarakat (bottom up), sehingga karakter poduk hukum/ Peraturan Daerah
Berdasarkan data yang penulis peroleh bahwa Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Mataram dari tahun 1999 sejak bergulirnya reformasi sampai dengan Tahun
2013 sebanyak 171 (seratus tujuh puluh satu) Peraturan Daerah. Dimana ada 2 (Dua) Peraturan
Daerah di Tahun 2011 dan 4 (Empat) Peraturan Daerah di Tahun 2012, serta 3 (tiga) Peraturan
Daerah di Tahun 2013 yang merupakan inisiatif dari DPRD Kota mataram.
Dengan demikian dapat ditarik suatu pemahaman bahwa Peraturan Daerah yang
ditetapkan oleh Pemerintah Kota Mataram setelah reformasi lebih bersifat demokratis yang
ditandai dengan adanya Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif DPRD Kota Mataram hal
16
ini mengindikasikan bahwa Peraturan Daerah tersebut berkarakter responsif serta
mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat Kota Mataram. Dimana
dihajatkan untuk :
1. Menangani secara intensif perkembangan sosial yang dianggap sudah menyimpang dari
nilai-nilai luhur kemasyarakatan.
2. Meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangkat
mencapai perilaku hidup yang sehat dan sejahtera, serta untuk meningkatkan kualitas
lingkungan hidup.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan kehidupan demokrasi di
daerah.
Munculnya Peraturan Daerah melalui inisiatif DPRD Kota Mataram mendapat apresiasi
positif dari beberapa kalangan baik akademisi maupun masyarakat, hal ini diketahui dari
Kota Mataram sudah bisa mengimbangi kepentingan masyarakat karena selama ini pada
dasarnya memang itulah yang dibutuhkan. Hal tersebut justru menggambarkan betapa
DPRD Kota Mataram sangat memiliki sikap yang responsibility akan hak-hak dan
kepentingan masyarakat.8
2. Suaeb Query (Ketua GP Ansor – NTB), menurutnya adanya hak inisiatif Dewan berarti telah
mencerminkan bahwa dewan sebagai wakil rakyat telah mampu mementingkan hajat
masyarakat banyak. Dengan kata lain, para wakil rakyat bisa mementingkan serta
Keadilan (LBH APIK) Provinsi Nusa Tenggara Barat)10, menurutnya adanya hak inisiatif
8
Sekretariat DPRD Kota Mataram, Majalah Swara, Op. Cit., halaman 11.
9
Ibid.
10
Wawancara dengan, Ida Md.Kartana.Spd., Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk
Keadilan (LBH APIK) Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 9 Februari 2013.
17
menyuarakan kepentingan rakyat sehingga aturan yang dibentuk dalam Peraturan Daerah
Belum diatur dengan jelas baik di dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Mataram Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Mataram maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun
2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, terkait dengan partisipasi masyarakat
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Bagian Hukum Setda Kota
Mataram melalui kegiatan konsultasi publik, sehingga terhadap rancangan Peraturan Daerah
yang berasal dari inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram pada
konsultasi publik.
perancangan produk hukum daerah (legislatif drafter) sangat terbatas. Dari keterangan yang
diperoleh bahwa pada Bagian Hukum Setda Kota Mataram hanya memiliki Sumber Daya
Aparatur yang memiliki kemampuan dibidang legislatif drafting sebanyak 2 (dua) orang,
padahal pekerjaan membuat rancangan produk hukum daerah sangat banyak baik yang
daerah, maka yang harus dipahami lebih awal adalah dasar kewenangan, materi muatan apa
yang akan diatur, dasar hukum sebagai rujukan, karenanya informasi dan dokumentasi
hukum sangat dibutuhkan, terutama adalah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
dan masih berlaku, akan tetapi fasilitas yang ada saat ini belum memadai mengingat Bagian
terhadap materi maupun substansi Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram terlebih lagi seringnya ketidak
tepatan waktu lembaga/ instansi terkait dalam memberikan jawaban kajian teknis terkait
maka berikut ini akan diuraikan mengenai solusi yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala-
Pihaknya melakukan koordinasi secara intensif bersama Anggota Panitia Khusus yang
telah dibentuk melalui Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram
dalam rangka menghasilkan Peraturan Daerah yang sesuai dengan amanat Ketentuan
11
Wawancara dengan, Akmalul Aksan, SH. Kasubbag Peraturan Perundang-undangan Setda Kota Mataram,
pada tanggal 2 Januari 2013.
12
Wawancara dengan, I Nyoman Mustika, SH. Kepala Bagian Hukum Setda Kota Mataram, pada tanggal 2
Januari 2013.
19
c. Kendala di bidang sarana;
Pihaknya telah berupaya memanfaatkan fasilitas yang ada berupa layanan internet
dan di tahun anggaran 2013 Bagian Hukum Setda Kota Mataram telah menganggarkan dana
guna pengadaan buku-buku hukum dan literatur peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta telah dianggarkan pula Aplikasi Jaringan Sistem Informasi Hukum yang terhubung
Dalam melakukan koordinasi tersebut pihaknya telah menyusun strategi dengan cara
melampirkan terlebih dahulu naskah rancangan Peraturan Daerah, yang kemudian masing-
masing perwakilan dari lembaga/instansi terkait dapat hadir dengan tepat waktu sekaligus
Belum diatur dengan jelas di dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Peraturan Daerah, dimana Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
yang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram yang
dituangkan dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram
Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram,
seharusnya terdapat pengaturan yang jelas terkait partisipasi masyarakat maupun kewajiban
Pemerintahan Daerah dalam memberikan ruang pada setiap tahapan pembentukan Peraturan
Daerah mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Akan tetapi Peraturan DPRD Kota Mataram
Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram
13
Wawancara dengan, I Nyoman Mustika, SH. Kepala Bagian Hukum Setda Kota Mataram, pada tanggal 2
Januari 2013.
20
terkesan menyerupai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, hal ini tentunya mengakibatkan terjadinya kekaburan norma.
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah merupakan pedoman/ acuan dalam penyusunan peraturan tata tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram, dimana diketahui bahwa pada periode
keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram Tahun 2009 sampai
dengan Tahun 2014, dari 35 (tiga puluh lima) orang anggota Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram yang berpendidikan Strata Dua (S2) berjumlah 2
(dua) orang, Strata Satu (S1) berjumlah 22 (dua puluh satu) orang, SMA/sederajat berjumlah
11 (sebelas) orang. Dari keseluruhan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kota Mataram yang memiliki latar belakang pendidikan hukum berjumlah 9 (sembilan)
orang. Dengan melihat latar belakang pendidikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram, sehingga terdapat beberapa aturan
lanjut, akan tetapi belum diketahui oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
21
Kota Mataram selaku pengusul Rancangan Peraturan Daerah melalui Inisiatif Dewan
Daerah mengingat terikatnya jadwal sidang yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah
dalam suatu masa sidang, seringkali langkah-langkah tersebut diabaikan, terlebih lagi
padatnya agenda Dewan yang harus diselesaikan, mengingat selain Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) memiliki fungsi Legislasi, juga harus melaksanakan fungsi
Sehubungan dengan kendala-kendala yang dihadapi, maka berikut ini akan diuraikan
mengenai solusi yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala-kendala yang dihadapi tersebut.
Meskipun dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram
Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram,
tidak diatur secara jelas terkait dengan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembentukan Peraturan Daerah, akan tetapi di dalam proses pembentukan Peraturan Daerah
khususnya melalui inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram,
pihaknya melakukan interaksi langsung dengan masyarakat melalui masa reses, sehingga
setiap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram dapat menyalurkan,
dalam hal pengajuan usul Rancangan Peraturan Daerah melalui Inisiatif Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram selalu dilakukan indentifikasi terhadap kebutuhan-
14
Wawancara dengan, Nyayu Ernawati, S.Sos., Anggota DPRD Kota Mataram, pada tanggal 15 Januari 2013.
15
Wawancara dengan, Drs. H. Muhamad Zaini, Ketua DPRD Kota Mataram, pada tanggal 8 Januari 2013.
22
Untuk mendukung kelancaran dalam pembentukan Peraturan Daerah dapat di atasi
dengan meminta bantuan Tim Ahli yang berasal dari Akademisi maupun Masyarakat sesuai
Rancangan Peraturan Daerah. Kemudian selama ini Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Mataram selalu diikutsertakan dalam kegiatan Bimbingan Teknis
Selama ini telah tersedianya fasilitas perpustakaan khusus, dalam hal ini buku-buku,
literatur maupun refrensi terkait dengan pelaksanaan fungsi dan tugas sebagai Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram. Kemudian tersedianya fasilitas internet di
lingkup Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram guna memudahkan di
dalam mencari informasi terkait aturan-aturan yang sudah ditetapkan, serta di dalam
pembentukan Peraturan Daerah pihaknya selalu berkoordinasi dengan instansi terkait guna
Pihaknya selalu menekankan agar semua elemen yang terlibat dalam agenda Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram dapat berkomitmen terhadap jadwal yang
telah ditentukan oleh Badan Musyawarah (Bamus), sehingga manajemen waktu yang tepat,
III. PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diuraikan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
16
Wawancara dengan, L. Aria Dharma BS, SH., Kepala Bagian Hukum dan Persidangan Setwan Kota
Mataram, pada tanggal 5 Januari 2013.
17
Wawancara dengan, H. Chaerul Hidayat, S.Ip., Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram
Kota Mataram, pada tanggal 5 Januari 2013.
18
Wawancara dengan, Nyayu Ernawati, S.Sos., Anggota DPRD Kota Mataram, pada tanggal 15 Januari 2013.
23
1. Proses pembentukan Peraturan Daerah, baik terhadap pembentukan Peraturan Daerah
melalui inisiatif DPRD Kota Mataram maupun dari Kepala Daerah pada tataran
akan tetapi memiliki perbedaan yang sangat mendasar, dimana Peraturan Daerah yang
berasal dari inisiatif DPRD Kota Mataram berkarakter responsif sedangkan Peraturan
melalui Inisiatif DPRD Kota Mataram telah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
DPRD Kota Mataram merupakan wujud nyata konfigurasi politik demokratis, sehingga
3. Kendala yang dihadapi, antara lain: di bidang substansi hukum (legal substance), masih
belum terdapat aturan yang jelas terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pembentukan
peraturan daerah melalui inisiatif DPRD Kota Mataram, di bidang struktur hukum (legal
DPRD, di bidang sarana, kurangnya sarana Informasi dan Dokumentasi Hukum, serta di
bidang budaya hukum (legal culture), lamanya koordinasi dengan lembaga/ instansi terkait,
serta kurang optimalnya pemanfaatan waktu, mengingat padatnya jadwal Anggota DPRD
Kota Mataram.
B. Saran
Mataram Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
2. Perlu dilakukan peningkatan kualitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
agar kualitasnya lebih baik dan dapat memahami penyusunan produk hukum.