TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi CHF
3
B. Etiologi CHF
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit
jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan
kardiomiopati.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan
dalam enam kategori utama:
4
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia
dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
C. Klasifikasi
1. Gagal jantung akut -kronik
a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak
output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru
dan kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung
iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan
sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel
dilatasi dan hipertrofi.
5
D. Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus
1. Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit
arteri koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital,
stenosis mitral, dan penyakit perikardial.
2. Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan
(intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak
miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia,
tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
E. Patofisiologi CHF
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang
nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu
respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling
pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa
mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume
ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi
ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik
dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter.24 Disamping itu keadaan
penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran
darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi
gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik
menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karenafrekuensi
takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.WHO menyebutkan kematian
jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti
penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo,
jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=
HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
7
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal
masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga factor: preload, kontraktilitas dan afterload.
1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
8
F. Manifestasi Klinis CHF
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat,
apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan
jantung.
G. Pemeriksaan Diagnostik
9
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
H. Komplikasi CHF
1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau
deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi,
terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan
digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan.
4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac
death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β
blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
I. Penatalaksanaan CHF
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
10
1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-
bahan farmakologis.
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik
diet dan istirahat.
1. Terapi Farmakologi
1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume
berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan
volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban
kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar
tekanan darah menurun.
2) Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
3) Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4) Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.
5) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah
vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena.
6) Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyebabkan peningkatan curah jantung.
11
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan
seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak,
mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
J. Penanganan
Gagal jantung ditngani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja
jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secar sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal,
kontraktilitas dan beban akhir.Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala
timbul pad saat beraktivitas biasa. Rejimen penanganan secar progresif
ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut
dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat
menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang lebih
agresif .
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhan
namun sangat tepat dalam pennganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan
jngn sampai memaksakan lrngan yng tak perlu untuk menghindari kelemahan
otot-otot rangka. Kini telah dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat
meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang
terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian antikoagulansia
mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas yang ketat untuk mengendalikan
gejala.
A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a.Aktivitas/istirahat
Gejala :
12
Tanda :
Gejala :
d. Eliminasi
Gejala :
13
Gejala :
Gejala :
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
Gejala :
dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal.
Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum
Riwayat penyakit paru kronis
14
Penggunaan penyakit paru kronis
Penggunaan bantuan pernafasan, misal: oksigen atau medikasi
Tanda :
Gejala :
Gejala :
Gejala :
B. Pemeriksaan Fisik
Sistem pernafasan
15
Tidak terdapat pernafasan cuping, tidak terdapat sekret pada hidung
Pembesaran kelenjar leher tidak ada
Dada: bentuk bulat, gerakan dada simetris kiri/kanan
Bunyi nafas bronchovesikuler
Sistem kardiovaskuler
C. Test Diagnostik
a. EKG: hipertropi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola
mungkin terlihat. Disritmia, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah
infark miokard menunjukkan adanya aneurisma ventrikular.
b. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple): dapat menunjukkan dimensi
perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas
ventrikular.
c. Scan jantung: (multigated acquisition (MUGA): tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan gerakan dinding
d. Kateterisasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi.
e. Roentgen dada: dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan
pulmonal.
f. Enzim hepar: meningkat dalam gagal/kongesti hepar
g. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan ginjal, terapi diuretic
h. AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia
dengan peningkatan pCO2 (akhir)
i. BUN, kreatinin: peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal
j. HSD: mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekatan menandakan
retensi air
k. Kecepatan sedimentasi (ESR): mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut
ditandai dengan:
16
Hipotensi/hipertensi
Bunyi jantung ekstra (S3, S4)
Penurunan haluaran urine
Nadi perifer tidak teraba
Kulit dingin, kusam, diaforesis
Ortopnea, krakles, JVD, perbesaran hepar, edema, nyeri dada
Tujuan: menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (distrimia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung
Intervensi:
17
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi
ditandai dengan:
Kelemahan, kelelahan
Perubahan tanda vital, adanya disritmia
Dispnea, pucat, berkeringat
Tujuan: klien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan
diri sendiri dengan kriteria
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan menurunnya
kelemahan dan kelelahan dan tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostarik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi),
perpindahan cairan (diuretik atau pengaruh fungsi jantung.
b. Carat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat disritmia. dispnea. berkeringat,
pucat.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat. Nyeri dan program penuh stres
juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
d. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
ditandai dengan:
Ortopnea, bunyi jantung S3
18
Oliguria, edema, DVJ, refleks hepatojugular positif
Peningkatan berat badan, hipertensi
Distres pernafasan, bunyi jantung abnormal
Tujuan: mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat
badan stabil dan tidak ada edema.
Intervensi:
a. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari di mana diuresis terjadi.
Rasional : Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
d. Buat jadwal pemasukan cairan
Rasional : Catat ada atau tidak hilangnya edema sebagai respons terhadap terapi
f. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema dengan
atau tanpa pitting; catat adanya edema tubuh umum (anasarka).
Rasional : Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan
pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki atau mata kaki. Edema pitting adalah
gambaran secara umum hanya setelah retensi.
g. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
i. Pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat yang benar akan membantu proses penyembuhan.
4. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus.
19
Tujuan: Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh
GDA/oksimetri dalam rentan normal dan bebas gejala distress pernafasan
Intervensi:
Rasional : Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan kompensasi
biasanya ada pada GJK kronis.
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
ditandai dengan:
Pertanyaan
Pernyataan masalah/kesalahan persepsi
Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah
Tujuan: mengidentifikasi hubungan terapi (program pengobatan) untuk menurunkan episode
berulang dan mencegah komplikasi
Intervensi:
Rasional : pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada
program pengobatan
2. Kuatkan rasional pengobatan
Rasional : pemahaman program, obat dan pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk
mengontrol gejala.
3. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan, dan istirahat di
antara aktivitas.
Rasional : Pemahaman kebutuhan terapeutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping
dapat mencegah terjadinya komplikasi obat.
5. Anjurkan makan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adekuat untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.
6. Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor risiko dan faktor.
Rasional : Pengenalan dini terjadinya komplikasi dan keterlibatan pemberi perawatan dapat
mencegah toksisitas/perawatan di rumah sakit
21