Jika terdapat saling pengertian (entente) antara suami dan isteri, semua
hambatan bisa diatasi. Kesulitan-kesulitan besar menjadi mudah
dipecahkan. Jika tidak ada saling pengertian, segala sesuatu menjadi sulit.
(Fatiha F)
Kami tidak pernah saling bertengkar. Dia selalu memperlakukan diri saya
layaknya seorang tamu, dengan penuh rasa hormat. Dia akan melakukan
segalanya sebelum saya menyatakan keinginan nya. Sebagai contoh, suatu
hari saya memutuskan untuk membesihkan rumah secara menyeluruh.
Saya macoba, dengan tenaga saya sendiri, untuk memindahkan sofa dan
papan-papan kayu. Dia segera lari keluar, ke jalan, dari menyewa satu atau
dua orang pembantu untuk saya. Adalah karunia Allah jika terdapat rasa
hormat (antara suami dan isteri).
(Hayat H)
18
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Kairo (tanpa tahun) hal. 39
19
Ibid,
20
Al-Qur'an, surat 78:32.
mungkin tidak menghalangi keinginan-keinginannya. Dia tetap
memperlakukan saya dengan pertimbangan yang sama. Dia tidak pernah
membentak saya. Dia menghormati saya dan saya perlakukan dia sebagai
layaknya seorang raja. Alhamdulillah. Saya berharap puteri-puteri saya
seberuntung diri saya.
(Kanza)
Persepsi tentang cinta dan rasa hormat suami sebagai sebuah keaiaiban
kemungkinan bersumber dari kenyataan bahwa wanita tidak bisa secara hukum
menuntut rasa hormat dan cinta dari suaminya. Hal ini tergambar pada daftar hak-
hak dan kewajiban-kewajibanmasing-masing suami isteri dalam kitab undang-
undang Maroko tahun 1957.
21
Reaksi perasaan mendadak terhadap seks itu sendiri merupakan suatu pandangan yang
asing bagi Islam ortodoks. Ghazali diduga telah menulis kitabnya, Ihya Ulumuddin, selama
periode kemunduran asketik mistik (tasawuf) antara 1095 dan 1105.
22
Al-Ghazali, ‘Criterion for Action’, Kairo 1964, hal. 317.
23
E. Westermark, Wit and Wisdom in Morocco, hal. 329. Dua ungkapan pertama bisa
ditelusuri kepada khalifah kedua , Umar ibnu al-Khatab. Lihat al-Ghazali, Ihya, hal. 44.
24
Al-Qur'an, surat, 4:34, lihat catatan-catatan tentang masalah pemukulan (terhadap
isteri) pada al-Ghazali, Ihya, hal. 49. J. Schacht, Introduction to Islamic Law, hal. 166, dan Y.
Linant de Bellefonds, ‘Traite de Drait Musulman compare’. The Hague dan Paris 1965, hal. 294.
25
Al-Bukhari, Al jami’ al-Shahih, hal. 448, K:47 B:93; Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, hal.
415, B:11, H:1173.
Kekhawatiran terhadap perlakuan yang kasar dan pemukulan merupakan
salah satu alasan mengapa para gadis biasanya lebih suka mengawini seorang
suami yang tinggal di lingkungan yang sama.
Pada masyarakat moderen, kaum wanita bisa mengajukan gugatan
terhadap suaminya yang memukul mereka. Tetapi mereka tidak akan
mendapatkan tanggapan jika mereka tidak bisa menetapkan bukti fisik akibat
perlakuan kasar tersebut. Perlakuan kasar ini mencapai suatu tingkatan yang tidak
bisa ditahan lagi dan bisa dibuktikan untuk dijadikan alasan bagi kaum wanita
(baca: isteri) untuk mengajukan perceraian. Adalah hakim yang harus
mempentimbangkan apakah perlakuan kasar tersebut masih bisa ditolerir atau
tidak, dan memutuskan apakah akan menetapkan perceraian atau tidak. 26 Para
hakim pada masyarakat Maroko tidak terkenal karena keputusan-keputusannya
yang memihak kaum wanita. Artinya, bahwa hak untuk memukul isteri
merupakan suatu hak istimewa yang tidak terkendali dari suami.
Dalam masyarakat Maroko Tradisional tidak terdapat pola perilaku yang
diterima secara terang-terangan bagi isteri untuk menyatakan cintanya secara
lahiriyah kepada suaminya, sementara pola perilaku yang diakui secara terang-
terangan bagi penolakannya terhadap suaminya benar-benar ada, yaitu Karhun.
Jika isteri, setelah hari-hari pertama perkawinan, tidak menyukai suaminya, dia
dikatakan menjadi harjat karha, atau penuh kebencian. Hal ini dinyatakan dengan
perilaku yang dibakukan, - biasanya, menurut hasil-hasil wawancara saya - suatu
penolakan menyeluruh untuk berpisah tempat dengan suaminya (dia akan
meninggalkan kamar kapan saja suaminya masuk) atau menolak sama sekali
untuk berbicara kepadanya. Jika seorang isteri karha, hal ini dipandang sebagai
malapetaka oleh masing-masing keluarga dan orang-orang yang terlibat.
Penolakan wanita terhadap suaminya, berbeda dengan sifat perkawinan yang
biasanya mengikat bagi kaum wanita dan seringkali berakhir dengan pemutusan
ikatan perkawinan. Pengalaman dari seorang wanita yang telah kawin ketika dia
baru berusia tiga belas tahun memperlihatkan bahwa perkawinannya yang
berlangsung sebagai kehendak orang tuanya mewujudkan bahwa orang tua
tersebut sangat memperhatikan nasib puterinya, seperti yang diperkirakan
masyarakat, dan ternyata salah ketika rencana mereka terbukti gagal. Kaum
wanita biasanya segera dikawinkan lagi setelah pengalaman karha tersebut dan
seringkali membuangnya dari ingatan mereka, seperti yang digambarkan pada
wawancara berikut ini:
26
Pasal 56, Code du Status Personnel
“Dia adalah tetangga kami. Isterinya meninggal dan orang tua saya telah mengatur
perkawinan saya dengannya. Ketika dia memasuki dashshousha27 (semacam
pembaringan) saya membencinya. Perkawinan tersebut berakhir setelah satu
setengah tahun. Selama masa tersebut saya habiskan waktu saya di rumah orang
tua saya. Dia melakukan apa saja agar saya mencintainya. Sebaliknya, jika dia
mencoba mendekati saya, justeru membuat saya semakin benci.
Perkawinan kami berakhir ketika saya hamil. Setiap kali saya melihatnya, saya
mulai gemetaran. Keluarga kami mengusahakan "pelarian” saya. Ayah saya
mengatur agar saya pergi dan tinggal dengan seorang paman yang tinggal sangat
jauh dari kota. Hakim terlibat dalam peristiwa tersebut. Ayah saya mengirim
utusan-utusan yang terdiri dan para shorfas (orang yang menganggap dirinya
keturunan dari Nabi langsung) kepada keluarga suami saya, dan akhirnya, ayah
saya yang malang tersebut memutuskan untuk membeli kebebasan saya, dan saya
dibebaskan”.
(Tamou T.)
27
Dahshosha adalah suatu tenda pelaminan simbolis yang dibuat dari kain korden yang
diletakkan di dalam kamar penganan untuk menjaga privasi pasangan baru tersebut di dalam
rumah yang biasanya ramai di mana (pesta) perkawinan berlangsung.
28
Al-Ghazali, Ihya, hal. 56.
29
Al-Qur'an, surat 4:43.
menurut al-Ghazali,30 hal itu dihubungkan kepada kegelapan, sebagaimana
disebutkan pada surat al-Falaq ayat 1-3:
Adalah tepat untuk berdoa dalam hati dengan kata-kata berikut ini:
”Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dari setitik air”.34
35
Max Weber, ‘Religious Rejections of The World and Their Directions’, dalam ‘Dari
Max Weber’, diterjemahkan oleh H. Wright Mills, New York 1958, luL 347
36
Al-Qur'an, surat 2:165
37
Al-Qur'an, surat 33:4
38
Tentang kecemburuan Allah, lihat Imam Bukhari, Al-Jami’ al-Shahih, hal 451, K:67,
B:107, 106; dan Imam Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, hal. 417, B:14, H: 1178.
Tamou adalah sebuah kotak harta karun (Tamou adalah nama seorang
wanita). Aisyah adalah kunci untuk membukanya (Aisyah adalah nama
wanita lainnya).39
Arti poligami bagi isteri-isteri yang lain dijelaskan oleh Salama, seorang
wanita berusia 60 tahun yang hidup sebagai selir pada sebuah harem di Maroko,
mulai tahun 1924 sampai 1950.
39
E. Westermark, Wit and Wisdom, hal. 329.
40
W. Stephens, The Oedipus Complex, Cross Curtural Evidence, New York 1962,
hal. 6.
41
Tuan dari seorang budak wanita (jariyah) bisa memilih untuk membatasinya kepada
suatu fungsi domestik atau mengangkatnya kepada status sebagai kekasih (selir) dengan memiliki
hak-hak istimewa tertentu, termasuk keabsahan anak-anak mereka dan hak mereka untuk
mewarisi.
42
Al-Hajru: Jika seorang laki-laki (tuan) tidak tertarik lagi kepada seorang selir,
dia bisa menolak untuk berhubungan badan dengan wanita tersebut, sekalipun hanya pada
tingkatan lisan, dan penolakan pada dirinya tersebut seringkali mencerminkan kedudukan anak di
dalam komunitas harem. Wanita yang menjadi sasaran al-hajru tersebut kehilangan statusnya dan
hak-haknya sebagai selir terkasih dan selir-selir lainnya. Dia seringkali dikaitkan dengan “nasib
buruk” dan “bisa mendapatkan keburukan” nasib.
Anda pastilah bergurau. Cemburu kepada siapa? Dan cemburu
karena apa? Kami tidak memiliki hak untuk cemburu. Tidak satupun isteri-
isterinya yang memiliki hak atasnya, termasuk isteri yang sah (permaisuri).
Untuk satu hal kita semua sama. Demokrasi.
43
Tingkatan rata-rata di Maroko pada 1952 telah mencapai angkatan yang sangat rendah -
6,6%. Sejak saat itu bisa jadi semakin menurun. Lihat William Goode, World Revolution and
Family Patterns, New York 1963, hal. 103; lihat juga R. Patai, Society, Culture and Change in the
Middle East. Philadelpia 1962, hal.92-93.
44
Al-Ghazali, Ihya, hal. 48.
laki,45 tetapi seorang mukmin - yang biasa-biasa - saja tidak diharapkan akan
menyamai kemampuan dan keperkasaan Nabi saw. tersebut. Pragmatisme
merupakan kualitas seorang Muslim dan penerapan yang ketat terhadap sistem
giliran tersebut, untuk laki laki kebanyakan, yang tidak akan mampu memenuhi
sembilan wanita dalam satu pagi, berarti bahwa dia harus menarik diri dari
keinginan seksualnya terhadap seorang isteri yang bukan gilirannya sesuai dengan
aturan giliran tersebut. Hal ini memastikan jarangnya hubungan seksual di tengah-
tengah banyaknya isteri. Poligami bukan saja mewajibkan laki-laki untuk
membagi-bagi keterlibatan emosionalnya dengan isteri-isterinya, tetapi ia juga
menetapkan aturan tentang kemampuan untuk saling bertukar. Poligami
mewajibkan suami untuk melakukan hubungan badan dengan wanita-wanita yang
tidak dia inginkan dan melarangnya untuk menyerah kepada daya tarik dari wanita
lainnya - apabila bukan gilirannya - sekalipun dia adalah isterinya sendiri.
Asumsi-asumsi yang mendasari poligami juga diterapkan pada perceraian.
Seperti poligami, talak tampaknya menjadi suatu hak istimewa laki-laki yang
membolehkannya untuk berganti pasangan (isteri) dengan pernyataan lisan
sederhana, Saya menceraikan kamu. Tetapi, cara ini sering menjadi bumerang
dan tidak jarang merugikan laki-laki.
Surat no. 1
Wassalam
45
Ibnu Saad, Al-Tabaqat, Jilid 8, hal. 192; lihat juga Al-Bukhari, Al-Jami’ al-Shahih, hal.
412, K:67, B:4.
Surat no. 2
Casablanca,
Dari Nyonya....
Saya telah bertengkar dengan suami saya dan dia telah
menceraikan saya (mengucapkan kata cerai). Sekarang saya telah kembali
padanya, tetapi dia tidak melaksanakan formalitas-formalitas legal bagi
perkawinan kembali kami (rujuk). Apakah saya masih bisa tinggal
bersamanya ataukah saya harus kembali ke orang tua saya? Saya memiliki
tiga anak, dan suami saya selalu bersumpah, untuk menggunakan rumusan
talak tanpa melaksanakan tindakan-tindakan yang perlu untuk menjadikan
kehidupan kami kembali sah menurut hukum. Sebagai tambahan, saya
mengawininya pada usia sangat muda. Apakah saya harus puas (rela)
dengan situasi ini atau bisa pergi dan kembali kepada orang tua saya?
Talak dengan lisan bukan saja suatu perangkap bagi laki-laki dan wanita.
Ia juga secara moral mengikat semua keluarga, yang merasa tidak enak ketika
mereka menyaksikan perceraian secara lisan. Jika laki laki (suami) tidak
melaksanakan perkawinan ulang secara hukum (rujuk), mereka merasa bahwa
mereka hidup bersama para pezina.
Surat no. 4
47
M. Achour, Vue pasticuliere du Probleme de l'Environnement en Fonction du milien
scolaire marocain’, Maroc Medical, Desember 1964, hal. 239.
IBU MERTUA
Cinta anak laki-laki sebagai wujud syukur kepada ibu merupakan tujuan
utama dari banyak ayat dalam al-Qur'an.51 Cinta ini tidak dibatasi waktu. Ini
bukan suatu proses yang memliki permulaan, pertengahan dan akhir yang tertentu,
dan hal ini menunjukkan bahwa laki-laki dewasa tersebut kini mungkin telah
memiliki hubungan hetero-seksual dengan isterinya. Sebaliknya, dalam suatu
masyarakat Muslim, perkawinan yang mana pada semua masyarakat (non-
Muslim) disertai dengan suatu bentuk ritual inisiasi (pra-bakti) yang
48
Hubungan antara pengalaman anak dengan ibunya dan kemampuannya untuk
berhubungan dengan seorang dari lawan jenis merupakan inti dari konsep Freudian tentang
Kompleks Oedipus.
49
P. Slater, The Glory of Hera, Boston 1968, hal. 414
50
Al-Qur'an, surat, 46:15
51
Al-Qur'an, surat, 4:1, surat 31:14, surat 6:152, surat 17:23, surat 29:8.
memperkenankan anak laki-laki dewasa untuk membebaskan dirinya dari ibunya -
merupakan suatu ritual yang dengannya hak-hak ibu terhadap anak laki-lakinya
diperkuat. Perkawinan melembagakan keterpilihan oedipal52) antara cinta dan
seks dalam kehidupan seorang laki-laki.53 Dia didorong untuk menyintai seorang
wanita yang dengannya dia tidak bisa terlibat dalam hubungan badan, yaitu
ibunya. Di sisi lain, dia dihalang-halangi untuk mencurahkan seluruh kasih
sayangnya terhadap wanita yang dengannya dia benar-benar terlibat dalam
hubungan badan, yaitu isterinya.
Dominasi Peran Ibu dalam Memilih Calon Isteri Bagi Anak Laki-
Lakinya
52
Berasal dari konsep Freudian tentang kecintaan seorang anak (bayi) kepada orang tua
lawan jenisnya (oedipus complex) disertai dengan kecemburuan terhadap orang tua sejenisnya
Contoh, kecemburuan seorang anak lalu laki terhadap bapaknya dalam memperebutkan cinta
ibunya. Keadaan ini juga berlaku bagi perasaan orang tua terhadap anaknya. Inilah yang dimaksud
dengan keterpilahan “oedipal”, karena di satu sisi terdapat dorongan cinta yang kuat pada diri anak
(laki- laki) terhadap ibunya (dan sebaliknya), dan di sisi yang lain, dia tidak bisa (tidak boleh)
menggauli ibunya secara seksual (penj.)
53
Sigmund Freud. Bentuk yang Paling Umum dari Penurunan Kehidupan Erotik, dalam
Sexuality and the Psychology of Love, New York 1970.
bermacam-macam fungsi, di samping sebagai tempat melaksanakan cara-cara
penyucian dan tempat mandi, Hammam merupakan suatu pusat komunikasi yang
mendalam,54 suatu tempat informasi yang kuat yang menyingkap rahasia-rahasia
dari keluarga-keluarga yang sering mengunjungi tempat tersebut.
Guellassa (kasir) dan teyyaba (secara bahasa berarti gadis bebas, yakni
gadis yang membantu pelanggan Hammam dalam segala hal, seperti memijit,
membawa air, menyarankan resep-resep jamu bagi yang memiliki masalah dengan
urinenya) mempunyai peran strategis di Hammam. Mereka hampir miliki catatan-
catatan biografis yang menyeluruh dari anggota-anggota keluarga yang tinggal
disekitar Hammam. Gadis-gadis muda merupakan target gosip yang utama, dan
perilaku sehari-hari mereka merupakan sasaran perhatian bagi wanita-wanita
lainnya, baik bagi yang berhubungan dengan mereka maupun yang tidak memiliki
hubungan dengan mereka. Reputasi seorang gadis muda memiliki dampak
langsung terhadap prestise dan kehormatan keluarga.
Menarik untuk dicatat, bahwa para wanita yang bertanggung jawab dalam
menciptakan reputasi gadis-gadis muda tersebut - mereka bisa ibu-ibu mertua,
para, guella, teyyaba, atau saudara dekat dari anak laki-laki - adalah wanita-wanita
tua yang tidak memiliki kehidupan seksual lagi, karena mereka janda yang dicerai
atau karena diabaikan oleh para suami mereka yang sibuk dengan isteri-isteri
mudanya. Kekuatan dari seorang wanita tua sebagai penerima dan penyampai
informasi tentang gadis-gadis muda memberikan kepadanya kekuatan/kekuasaan
yang besar dalam menentukan siapa mengawini siapa dan secara pasti
mengurangi peranan laki-laki sebagai pembuat keputusan. Jika ibu membawa
informasi tentang bau mulut yang kurang enak dari calon pengantin puteri, suatu
cacat fisik yang tersembunyi atau suatu penyakit kulit, maka dia cenderung
memiliki pengaruh yang menentukan dalam masalah tersebut. Salah satu contoh
seperti ini terjadi pada Maria M, seorang wanita berusia 55 tahun yang
perkawinannya sempat tertunda selama 7 tahun karena ibu si suami pernah
mengatakan kepadanya bahwa dia menduga calon isterinya tersebut memiliki
penyakit TBC (karena melihat mukanya yang sangat pucat dan tubuhnya yang
sangat kurus). Karena ayah dari calon pengantin puteri adalah sahabat dekat maka
informasi semacam ini tidak memutuskan masa depan perkawinan tersebut secara
sekaligus, tetapi informasi ini benar-benar memiliki pengaruh yang luar biasa
pada kehidupan pengantin puteri di masa mendatang.
Ketika saya kawin, saya telah menjadi seorang perawan tua dengan standar
siapapun. Semua adik perempuan saya telah dipinang dan dikawinkan
sebelum saya. Perkawinan saya menjadi bahan tertawaan dan saya berpikir
bahwa saya adalah sasaran dari sebuah kutukan suci (agama). Inilah
mengapa saya tidak pernah mengatakan hal yang buruk jika saya diminta
untuk berpendapat tentang seorang gadis. Hal ini terjadi bertahun-tahun
yang lalu, tapi saya masih ingat penghinaan tersebut, dan seolah-olah baru
terjadi kemarin. Sampai saat ini saya masih tidak bisa tersenyum kepada
ibu mertua saya.
(Maria M.)
54
Dorothy Blisten, The World of the Famili, New York 1963, hal. 204-205
Kekuasaan para wanita tua atas kehidupan kaum muda diakui oleh struktur
masyarakat Maroko, yang memandang usia sebagai memiliki pengaruh yang
seluruhnya berlawanan terhadap kaum laki-laki dan perempuan.
Atau:
Apa yang dibutuhkan setan untuk melakukannya selama setahun, bisa
diselesaikan oleh seorang wanita tua dalam satu jam.56
Bagi seorang wanita, usia tua identik dengan kekuatan untuk melakukan
rencana jahat dan menyusun tipu-muslihat.
55
Sidi Abderahman al-Majdoub, Les Quatrains du Mejdoub le Sarcatique, Poete
Maghrebin du Xvle’me secle, hal.180.
56
E. Westermark, Wit and Wisdom, hal. 326.
57
Al-Majdoub, Les Quatrains du Mejdoub, hal. 180.
dalamnya, menambah sejumlah uang dan menjualnya untuk ditukar
dengan yang baru.
Dari data yang ada, semua ibu mertua dipandang secara menyeluruh
sebagai aseksual, tidak membutuhkan seks lagi. Dalam beberapa kasus, di mana
informasi tentang pengaturan tidur tersedia, pasangan tua, sekalipun tidur di
ruangan yang sama, mereka tidak berada (tidur) dalam satu ranjang.
Ibu mertua dan isteri seharusnya dipandang sebagai para pesaing tetapi
juga sebagai rekan kerja sama (kolaborator). Wanita yang lebih tua memiliki
banyak hal yang bisa diberikan kepada wanita muda (baca: pengantin yang belum
berpengalaman), bukan saja menyangkut seks dan kehamilan, tetapi juga masalah-
masalah lain yang sangat vital bagi kehidupan wanita Maroko, seperti cara
merawat kecantikan tubuh, dan sejenisnya. Kutipan berikut menggambarkan
aspek hubungan antara ibu mertua dan isteri.
Anda tahu, dengan semua yang telah dia lakukan pada diri saya, dengan
semua kebengisannya, saya mengingat ibu mertua saya dengan tenang.
Saya tidak merasa marah atau benci kepadanya. Dengan berlalunya
waktu, saya bisa melihat dia dengan cara yang lebih rumit. Sekarang saya
menyadari betapa rumitnya dia. Sebagai contoh, dia sangat mewah dalam
berbusana, selalu berdandan habis-habisan dan duduk dengan penuh
ketenangan dan kewibawaan, dengan perhiasannya dan tutup kepalanya
yang rapi. Bersih dan rapi. Dia selalu menginginkan kami berpenampilan
elegan, berpakaian baik, sehingga orang tidak akan mengatakan bahwa
dia (ibu mertua) memiliki menantu perempuan yang kumal. Dia sangat
teliti.
(Fatiha F.)
58
P. Slater, The Glory of Hera, hal. 30.
pengetahuan masyarakat yang diwariskan kepada anak-anak pempuan adalah
cara-cara dan resep-resep yang luas dan beraneka ragam tentang penggunaan
tumbuh-tumbuhan, bunga, biji-bijian, dan mineral-mineral untuk merawat muka,
shampoo, dan rias wajah. Semua wanita Maroko masih menggunakan teknik-
teknik kecantikan tradisional sekalipun telah tersedia kosmetik Barat yang murah.
Peranan ibu mertua sebagai peniru gaya aristokratik sama pentingnya dengan
peranannya sebagai guru dalam masalah-masalah seperti pada saat melahirkan,
sakit dan meninggal.
Perkawinan Maroko bersifat virilocal. Isteri yang masih berusia sangat »
muda meninggalkan keluarganya, baik sebelum atau sesudah pernikahan, untuk
tinggal pada keluarga suaminya. Karena dia dibesarkan dalam situasi pemisahan
(berdasarkan jenis kelamin), seringkali dia merasa takut terhadap laki laki, dan
oleh sebab itu, lebih cenderung untuk mempercayai dan berbicara dengan kaum
wanita. Selama tahun-tahun pertama perkawinannya,dia cenderung memiliki
hubungan yang lebih mendalam dengan seorang ibu (baca: mertuanya) dari pada
suaminya:
Saya tidak ingat secara pasti, mungkin satu tahun. Waktu itu saya
belum punya payudara. Saya seperti anak laki-laki.
Tidak pernah. Dia tidak pernah mendekati saya sampai setelah setahun
penuh.
Saya tinggal dengan ibu mertua saya. Saya dulu biasa menutupi
wajah saya setiap kali melihatnya.
(Kenza)
Saya adalah ayah dari tiga orang anak, Mereka semua acara
permanen disusui oleh ibu saya, yang telah kehilangan suaminya - yakni
ayah saya - sejak dulu. Dia melakukan hal ini karena air susunya masih
lancar.
Bagaimana pandangan hukum agama tentang penyusuan seperti
ini?
Tidak semua ibu mertua dikaruniai potensi untuk memberikan susu seperti
ibu yang satu ini, dan pengambil alihan masalah-masalah rumah tangga (suami-
isteri) tidak harus sejauh ini. Biasanya pengambil-alihan tersebut berbentuk
bantuan ibu mertua kepada pengantin puteri yang masih muda selama kehamilan-
kehamilan pertamanya.
Hasil wawancara yang saya lakukan memperlihatkan bahwa kehamilan
dipandang sebagai penyerahan tubuh wanita kepada “kekuatan-kekuatan asing”.
Salah satu dari mereka nyaris berbicara tentang refleksi-refleksi pemisahan diri
dalam persepsi wanita terhadap badan mereka yang membengkak (hamil).
Saya hamil sewaktu saya masih anak-anak. Saya tidak ingin orang-orang
melihat perut saya. Saya ingin menyembunyikannya. Saya selalu duduk
sehingga orang tidak mengetahuinya. Saya menghabiskan waktu sepanjang
hari dengan menangis - hanya berbaring dan menangis
(Kenza)
Saya tidak tahu apa yang terjadi ketika bayi mulai bergerak-gerak di dalam
perut saya. Saya ingin menjerit setiap kali hal ini terjadi. Saya memiliki
kesan bahwa dia berusaha untuk keluar dan kulit saya. Saya merasa sangat
asing.
(Hayat H.)
59
Pasal 36, Code du Statut Personnel. E. Goffman menunjukkan kepentingan taktis dari
peraturan-peraturan yang berbeda-beda dalam hubungan otortarian, dalam Asylums, New York
1961, hal 115. Arti Batasan-batasan Spatial
seluruh pertunjukan. Dia tidak akan menegur saya secara langung untuk
mengingatkan saya tentang kewajiban-kewajiban saya. Oh tidak! itu
terlalu kasar, tidak cukup halus baginya. Ketika suami saya datang, dia
pasti memberondongnya: “Apakah kamu tahu sesuatu,” katanya,”Isterimu
mulai kurang ajar. Saya diam saya dengan kekurang-ajarannya karena saya
menyintai kamu dan tidak ingin membuat masalah.” “Ibu”, suami saya
bertanya. “Apa yang telah dia lakukan?” “Anakku, hari ini dia lupa
mencium tangan saya di waktu senja. Dia mulai tidak
mengindahkan peraturan.”
(Fatiha F)
60
E. Goffman, Asylums, hal. 41.
untuk pergi ke Hammam. Sekalipun demikian, sebelum meminta, saya
telah menyakinkan (diri saya) bahwa suami saya telah memberikan
kepadanya uang untuk keperluan ini. Dia akan menunggu sampai saya
telah menyiapkan segala sesuatunya (ini merupakan proses yang panjang,
meliputi persiapan rias wajah, shampoo buatan sendiri,dan lain-lain). Saya
mengenakan jilbab saya, menutupi wajah saya, dan pergi kepadanya.
Kemudian dia merubah pikirannya dan berkata: “Apakah kamu benar-
benar harus pergi? Tidakkah kamu bisa menjerang air dan mandi di sini?”
Saya harus menanggalkan jilbab saya, menanggalkan cadar saya, dan
duduk tanpa mengucapkan sepatah katapun, tidak ada protes. Saya tidak
akan bisa protes. Untuk memprotes, saya harus memiliki seorang
pendukung, harus mendapatkan dukungan dari orang tua. Saya tidak
memilikinya. Maka saya bersyukur kepada Tuhan terhadap nasib yang
telah Dia berikan kepada saya dan membungkam mulut saya.
(Fatiha F.)
Persaingan antara ibu mertua dan isteri untuk mendapatkan perhatian anak
laki laki (dan suami, sekaligus) secara jelas dilembagakan melalui kewajiban anak
laki-laki untuk memberikan kepada ibunya apa saja yang dia peruntukkan bagi
isterinya.
Suami saya tidak bisa mendekati saya sebelum pergi memberikan salam
kepada ibunya. Suatu ketika dia ingin membuat kejutan untuk saya. Dia
membelikan saya sebuah kutang (bra) dan menyembunyikannya di
sakunya sebelum dia pergi memberi salam kepada ibunya. Dia tahu bahwa
suami saya memiliki sesuatu di sakunya dan dengan tertawa dia
mengambil kutang tersebut dari sakunya dan meledeknya: “Saya tidak
tahu kamu mulai memakai kutang, seperti seorang perempuan. Isterimu
telah memakan otakmu. Kamu bertindak seperti orang gila sekarang
(membeli sesuatu hanya untuk isteri). Di mana kamu meminumnya?
(maksudnya adalah guna-guna yang dilakukan oleh isteri untuk membuat
suaminya menyintainya). Apakah kamu meminumnya di sup? ataukah
secara diam-diam dicampur dalam makananmu?”
Kejadian semacam ini merupakan kesukaan para dramawan diMaroko.
Salah satu figur yang paling dipandang rendah dalam teater rakyat adalah ibu
mertua
Dalam suatu lingkungan tradisional, keterlibatan (baca: campur tangan)
ibu terhadap putranya tidak terbatas pada hal-hal materiil. Hal ini berlaku begitu
jauh, sampai pada mencegah dia bersenang-senang dengan isterinya. Seorang
suami dan seorang isteri tidak bisa berdua-duaan sepanjang hari tanpa dianggap
bersikap anti-sosial secara menyolok.
Ruang sosial dalam sebuah tempat tinggal keluarga terpusat pada satu
ruang pusat, ruang besar/utama (al-bait al-kabir) di sini lah segala sesuatunya
terjadi pada setiap anggota (keluarga) didorong (baca: dipaksa) untuk
menghabiskan seluruh waktunya. Privasi individu dicegah dengan tegas dan kuat
yang dilakukan untuk memperlihatkan percekcokan dalam keluarga adalah
dengan menolak untuk datang pada ruang komunal ini, untuk mengunci dari di
ruangan lain. Meninggalkan ruang komunal langsung setelah makan malam
dipandang sebagai sikap yang sangat tidak sopan dalam keluarga tradisional. Oleh
sebab itulah “wajar” bagi ibu mertua untuk menggunakan ruangan ini untuk
menjaga agar anak laki-lakinya tetap bersamanya selama mungkin.
Seringkali telah larut malam, saya sudah ngantuk, tetapi saya tidak
bisa meninggalkan ruang keluarga untuk pergi tidur ke kamar saya sendiri.
Suami saya juga tidak bisa melakukannya, sekalipun kami berdua sudah
sangat letih. Kami masih harus duduk bersamanya dan menunggu sampai
dia memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Maka kami pun segera pergi ke
kamar kami kami. Saya tidak bisa memasuki kamar saya sebelum dia
memasuki kamarnya. Kami tidak akan menutup pintu kamar kami di
depan hidungnya.”
“Dan bagaimana jika suami Anda yang mengambil prakarsa untuk
pergi ke tempat tidur?”
“Tidak mungkin. Dia tidak bisa melakukannya. Anda mau dia
meledak? Ketika dia (suami saya) biasa pulang lebih awal dari kerja dia
akan berpaling kepadanya dan berkata “Mengapa kamu pulang begitu
awal? Apakah tidak ada kesenangan di jalan? Bioskop misalnya? Mengapa
kamu buru-buru pulang? Laki-laki tidak layak selalu dekat dengan
isterinya. Ini merupakan kebiasaan yang buruk.” Sering kami pergi untuk
tidur dan saya bisa mendengar dia mondar-mandir di sekitar jendela,
berusaha untuk mendengarkan pembicaraan kami, barangkali saya
mencoba untuk menceritakan kepada suami saya apa yang terjadi
sepanjang hari. Saya tidak cukup gila untuk menceritakan rahasia-rahasia
kepadanya, karena mengetahui dia (ibu mertua) selalu memata-matai kami.
Suatu hari saya lupa menutup jendela dengan benar. Maka, ketika dia
bersandar pada jendela tersebut, jendela tersebut sedikit terbuka karena
terdorong badannya.
“Apakah dia (ibu mertua Anda) pernah mencoba untuk bergabung
dengan anda dari tempat tidur?”
Tidak di rumah kami sendiri, tetapi jika kami diundang untuk pergi
ke suatu tempat, kami menghabiskan malam bersama di kamar yang sama.
(Fatiha F)
Jika pasangan suami-isteri memutuskan untuk meninggalkan keluarga
besar tersebut, mereka sering mengupayakan suatu mutasi dari pemerintah sebagai
suatu pelarian, jika laki-laki (suami) tersebut adalah pegawai negeri. Dengan
demikian menyembunyikan keinginan mereka untuk mendapatkan privasi di
bawah baju resmi. Isteri memandang keputusan pemerintah untuk memindahkan
Suaminya ke tempat tugas lainnya sebagai sebuah kesempatan untuk
mendapatkan kembali sebagian kekuasaan atas kehidupannya dan suaminya, tapi
ibu mertua memandang keputusan semacam ini sebagai sebuah persekongkolan
melawan dirinya.