Anda di halaman 1dari 5

1

PENGARUH BANGKITAN EPILEPTIK BERDASARKAN


THE NATIONAL HOSPITAL SEIZURE SEVERITY SCALE
TERHADAP KADAR KREATIN KINASE SERUM
PADA PASIEN EPILEPSI

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi syarat tugas penelitian pada Program Studi


Dokter Spesialis-1 Neurologi

Oleh:

dr. Muhammad Nazli Ferdian


1707601060011

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2021
2

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Bangkitan epileptik adalah perubahan fungsi neurologis paroksismal yang


disebabkan oleh pelepasan neuron yang berlebihan dan hipersinkron pada otak.
Bangkitan epileptik digunakan untuk membedakan kejang yang disebabkan oleh
serangan pada saraf abnormal dari suatu peristiwa nonepileptik lainnya.1

Epilepsi merupakan suatu kondisi bangkitan atau kejang berulang tanpa


adanya provokasi.1 Epilepsi merupakan kelainan otak yang ditandai dengan
predisposisi yang bertahan untuk menghasilkan serangan epilepstik, dan dengan
adanya konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial dari kondisi
ini. Definisi epilepsi membutuhkan terjadinya setidaknya satu kali serangan
epilepsi.2 Epilepsi terjadi karena berbagai penyebab, setiap penyebab
menunjukkan adanya disfungsi otak yang mendasarinya. Sindrom epilepsi
merupakan sekelompok gejala klinis yang secara konsisten terjadi secara
bersamaan, dengan jenis bangkita yang serupa, usia pada saat onset, temuan dari
electroencephalography (EEG), faktor pemicu, genetik, riwayat, prognosis, dan
respons terhadap obat antiepilepsi (OAE).3

Epilepsi merupakan neurologis yang sering terjadi di seluruh dunia,


dengan angka kejadian sekitar 50 kasus baru per tahun per 100.000 populasi. 1
Setiap tahun 120 per 100.000 orang di Amerika Serikat (AS) datang dengan
kejang yang baru diketahui. Tingkat kekambuhan kejang pertama yang tidak
diprovokasi dalam 5 tahun berkisar antara 23% dan 80%. Beban ekonomi
penyakit saraf sekitar 800 miliar dolar setiap tahun di Amerika Serikat. 4 Terdapat
4 miliar penduduk tinggal di Asia, di antaranya sekitar 23 juta orang mengalami
epilepsi. Prevalensinya bervariasi di antara negara-negara Asia dari 1,5 hingga
14,0 dalam 1000. Data insidensi epilepsi di Indonesia masih terbatas, diperkirakan
penderita epilepsi di Indonesia mencapai 1,5 juta jiwa dengan prevalensi sekitar
0,5-0,6 dari total penduduk Indonesia.5
Dampak fisiologis dari bangkitan epileptik bergantung pada jenis, lama
dan intensitas kejang, serta kondisi pasien yang sudah ada sebelumnya. Kejang
3

menyebabkan perubahan metabolisme yang khas. Kontraksi otot seluruh tubuh


dan pelepasan katekolamin meningkatkan kebutuhan oksigen otak, otot dan
jantung, sementara gangguan pernapasan menghalangi mekanisme kompensasi
untuk memenuhi kebutuhan ini. Jaringan yang menegang melepaskan metabolit
seperti laktat, amonia dan urea, sementara otot rangka yang mengalami iritasi
mengeluarkan kreatin kinase dan mioglobin.6
Epilepsi sering memberikan dampak pada penderitanya berupa perubahan
kualitas hidupnya seperti mobilitas yang kurang, serta berdampak pada
pembelajaran, belajar, bekerja, hubungan dengan orang lain, dan interaksi sosial.
Dampak epilepsi dapat menyebabkan kecacatan dan penurunan kualitas hidup
yang berat. Penderita epilepsi dapat mengalami berkurangnya dukungan sosial
dan fungsi keluarga, gangguan kognitif, komorbiditas medis dan psikiatri, dan
stigmatisasi. Penderita epilepsi juga banyak mengeluhkan kesulitan dalam
pekerjaan, pendapatan yang rendah, dan keterbatasan fisik.7
Creatine kinase (CK) merupakan enzim intraseluler yang paling banyak
terdapat pada otot rangka, miokardium, dan otak, serta sejumlah kecilnya terdapat
di jaringan viseral lainnya. Gangguan membran sel akibat hipoksia atau cedera
lain melepaskan CK dari sitosol seluler ke dalam sirkulasi sistemik.6
Konsentrasi CK serum dapat berguna dalam memeriksa pasien dengan
riwayat kehilangan kesadaran dan gerakan abnormal untuk membedakan kejang
epileptik dengan non-epileptik. Pemeriksaan ini termasuk murah dan mudah
didapatkan, karena tersedia di sebagian besar rumah daerah sakit maupun
laboratorium daerah baik swasta ataupun milik pemerintah. Pemeriksaan ini
menjadi penanda biokimia serum yang lebih praktis untuk membedakan kejang
epilepsi dari non epileptik.8
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan bangkitan
epileptik dengan kadar kreatin kinase serum pada pasien epilepsi. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan informasi, edukasi serta untuk
pengembangan penelitian dalam bidang neurologi khususnya epilepsi.
4

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: apakah terdapat hubungan


bangkitan epileptik berdasarkan The National Hospital Seizure Severity Scale
dengan kadar kreatin kinase serum pada pasien epilepsi di Poliklinik Saraf
RSUDZA (Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin) Banda Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan bangkitan epileptik


berdasarkan The National Hospital Seizure Severity Scale dengan kadar kreatin
kinase serum pada pasien epilepsi di poliklinik saraf RSUDZA banda aceh.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi teoritis adanya


hubungan bangkitan epileptik dengan kadar kreatin kinase serum pada pasien
epilepsi.

1.4.2 Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu petugas kesehatan mendeteksi


dan memprediksi adanya peningkatan kadar kreatin kinase pada pasien dengan
bangkitan epileptik, sehingga dapat diketahui adanya bangkitan sehingga dapat
dilakukan penatalaksanaan yang komprehensif pada pasien epilepsi untuk
mengurangi angka morbiditas.

1.5 Hipotesis

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

Terdapat hubungan antara keparahan bangkitan epileptik dengan kadar


kreatin kinase serum pada pasien epilepsi.

1.
DAFTAR PUSTAKA

1. Stafstrom CE, Carmant L. Seizures and Epilepsy: An Overview for


Neuroscientists. Cold Spring Harb Perspect Med. 2015 Jun; 5(6): a022426.
2. Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A. ILAE Official Report: A practical
clinical definition of epilepsy. Epilepsia 2014, 55(4):475–482
3. Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A. ILAE Official Report: A practical
clinical definition of epilepsy. Epilepsia 2014, 55(4):475–482
4. Mayuri B, Kumar DS, Kishore P. A Review on Epilepsy. JMSCR 2019, 7(3):
1362-1369
5. Muttaqin Z. Epilepsy Surgery in Indonesia: Achieving a Better Result with
Limited Resources. Bali Med J, 2012;1(2): 57-63
6. Nass RD, Sassen R, Elger CE, Surges R. The role of postictal laboratory
blood analyses in the diagnosis and prognosis of seizures. Seizure 2017;
47:51–65
7. Petramfar P, Yaghoobi E, Nemati R, Asadi-Pooya AA. Serum creatine
phosphokinase is helpful in distinguishing generalized tonic–clonic seizures
from psychogenic nonepileptic seizures and vasovagal syncope. Epilepsy &
Behavior 2009;15: 330–332.

Anda mungkin juga menyukai