A. Materi
1. Nasionalisasi Ekonomi
Keadaan ekonomi bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan
sangat kacau dan memperihatin-kan. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari ekonomi
warisan penjajahan Jepang yang telah merusak hampir seluruh potensi ekonomi
indonesia untuk kepentingan perang Jepang di Asia Timur Raya, disamping itu pada masa
pendudukan Jepang peredaran uang sangat tak terkendali mata uang yang
beredar selain uang Jepang ada juga uang De Javasche Bank dan uang Pemerintah
Belanda. Pada masa kedatangan sekutu ke Indonesia keadaan moneter semakin parah
karena pada setiap daerah
yang diduduki sekutu selalu mengeluarkan uang cadangan yang ada pada Bank-
Bank yang dikuasainya. Pemerintah Indonesia yang baru berdiri harus menanggung
seluruh kekacauan ekonomi tersebut diatas, walaupun pemerintahan tidak punya
kemampuan karena
pemasukan pemerintah dari sektor pajak dan bea sangat minim, ekspor mengalami
kemacetan karena Belanda melakukan blokade ekonomi terhadap Indonesia sementara
pengeluaran pemerintah terus bertambah untuk membiayai pemerintahan.Untuk mengatasi
keadaan ekonomi pada awal kemerdekaan Pemerintah Indonesia melakukan
beberapa tindakan antara lain :
Selain tindakan diatas pada masa menteri Persediaan Makanan dijabat I J Kasimo
dilaksanakan
program perbaikan ekonomi yang disebut Kasimo Plan atau rencana produksi lima tahun
berisi;
memperbanyak kebun bibit padi, melarang penyembelihan hewan pertanian,
pemamfaatan kembali lahan-lahan terlantar, dan pemindahan penduduk sekitar 20 juta jiwa
dari jawa ke Sumatera dalam waktu 10 -20 tahun.
Setelah pengakuan kedaulatan pemerintah
terus berupaya melaksanakan perbaikan ekonomi
Indonesia dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan seruruh rakyat Indonesia upaya yang dilakukan dengan membangun
ekonomi nasional yang berorientasi pada ekonomi bangsa dan kerakyatan.
Pembangunan Ekonomi Nasional dilakukan dengan berusaha merubah struktur ekonomi
dari ekonomi yang dikuasai bangsa asing menjadi ekonomi yang dikuasai dan dilaksanakan
bangsa Indonesia sendiri.
Upaya Bangsa Indonesia dalam upaya membangun ekonomi nasional dilakukan kebijakan-
kebijakan diantaranya :
1). Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada awal kemerdekaan pemerintah melihat bahwa buruknya ekonomi Indonesia
berawal dari masalah pengaturan keuangan untuk itu dilakukanlah upaya agar
dapat mengatur dan meng- endalikan moneter di Indonesia dengan menasionalisasi
Dejavasche Bank menjadi Bank Indonesia. Nasionalisasi dilakukan dengan Undang-
undang No. 24 Tahun 1951 tanggal 6 Desember 1951. Jabatan Presiden Bank Indonesia
dipegang oleh Mr. Syafruddin Prawira Negara menggantikan Dr. Howink
2). Program Ekonomi Gerakan Benteng.
Program Ekonomi Benteng merupakan gagasan dari Dr. Soemitro
Joyohadikusumo dalam rangka perbaikan sistim perekonomian
Indonesia yang mengarah pada pembangunan ekonomi masyarakt bangsa Indonesia
yang mulai dilaksanakan pada masa kabinet Moh. Natsir ( 1950-1951) cara yang dilakukan
berupaya menumbuhkan pengusaha-pengusaha pribumi
dengan memberikan bantuan dan bimbingan agar dapat berkembang menjadi pengusaha-
pengusaha yang tangguh.
Adapun tujuan program Ekonomi Benteng antara lain :
Program ekonomi benteng juga diteruskan pada masa kabinet Soekiman (1951-1952) dan
kabinet
Wilopo (1952-1953) sekitar 700 pengusaha pribumi mendapat bantuan Kredit akan tetapi
tidak satupun
pengusaha pribumi yang berhasil tumbuhmenjadi pengusaha mandiri.
4. Deklarasi Djuanda.
Negara Indonesia berdasarkan Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 meliputi seluruh
wilayah jajahan Hindia Belanda maka jelaslah bahwa yang menjadi wilayah dari RI mulai
dari Sabang sampai Merauke. Akan tetapi wilayah tersebut terbagi menjadi wilayah daratan
dan wilayah lautan, mengenai wilayah daratan RI jelas berdaulat, hanya wilayah lautan
Indonesia belum sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini dapat mengganggu
keutuhan wilayah Indonesia, dan dapat menjadi ancaman bagi kedaulatan Negara Kesatuan
RI. Hal ini terjadi kerena Indonesia masih mempergunakan penentuan batas laut teritorial
warisan Belanda yaitu Ordonansi tentang laut teritorial dan Daerah Maritim (Territorial Zee
en Maritime Kringen Ordonantie ) tahun 1939 menyatakan bahwa batas laut teritorial adalah
3 Mil diukur dari pantai setiap pulau pada saat air laut surut.Ordonansi tahun 1939
menyebabkan wilayah Indonesia antar Pulau menjadi terpisah oleh laut bebas dan akan dapat
membawa dampak yang sangat luas bagi kehidupan politik dan ekonomi bangsa
Indonesia. Bagi pemerintah Indonesia Pandangan tentang masalah kelautan yang telah
berabad-abad dipakai masyarakat dunia seperti; Ajaran Res Nullius; menyatakan bahwa laut
tidak ada yang memilikinya dan oleh karena itu laut dapat diambil oleh dan dimiliki oleh
tiap-tiap negara. Ajaran Res Communis; Menyatakan bahwa laut merupakan milik bersama
masyarakat dunia karena itu laut tidak dapat diambil dan dimiliki tiap-tiap negara, bukanlah
penghalang untuk menyatakan sikap tentang laut teritorial, kerena masalah laut teritorial bagi
Indonesia berhubungan langsung dengan keutuhan, kedaulatan, keamanan dan bahkan
ekonomi bangsa Indonesia. Dengan maksud untuk menjaga keamanan, keutuhan wilayah
kedaulatan, menjaga kekayaan alam yang berada di lautan. Pemerintah Indonesia melalui
Perdana Menteri Ir. Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 mengeluarkan pernyataan
mengenai wilayah perairan Indonesia yang disebut Deklarasi Juanda yang diantaranya
berbunyi: “ bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-
pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya,
Adalah bagian- bagian yang wajar dari wilayah daratan negara Indonesia dan dengan
demikian bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawd
kedaulatan mutlak negara indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi
kapal-kapal asing dijamin selama tidak bertentangan dengan / mengganggu kedaulatan dan
keselamatan negara Indonesia penentuan batas laut teritorial (yang lebarnya 12 mil) di ukur
dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau- pulau negara Indonesia “
Deklarasi Juanda tersebut dikeluarkan dengan menggunakan prinsip-prinsip negara
kepulauan atau Archipelago Principle/Wawasan Nusantara dengan dasar-dasar pokok
pertimbangan sebagai berikut :
1. Bentuk geografis indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari
beribu- ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri
2. Bagi keutuhan wilayah teritorial dan untuk melindungi kekayaan Indonesia,
semua kepulauan serta laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai
satu kesatuan yang utuh.
3. Penentuan batas laut teritorial, seperti termaktub dalam Territoriale Zee en
Maritime Kringen Ordonantie 1939 Nomor 442 pasal 1 ayat 1 tidak sesuai
dengan kondisi negara Indonesia sebagai negara kepulauan.
4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil
tindakan-tindakan yang dipandang perlu dalam melindungi keamanan dan
keutuhan Negaranya.
Peryataan Pemerintah Indonesia atau Deklarasi Juanda ditolak oleh negara Amerika
Serikat, Inggris, Belanda, Australia dan Selandia Baru. Sementara Uni Soviet dan RRC
menyatakan mendukung. Pemerintah Indonesia untuk sementara menangguhkan
pengukuhannya kedalam perundang-udangan serta menunggu reaksi dari masyarakat
internasional. Pada bulan April 1958 di Jenewa Swiss dilangsungkan konferensi Hukum laut
yang pertama namun tidak mengambil keputusan tentang pengaturan laut teritorial
berdasarkan Archipelago principle. Konferensi II tentang hukum laut kembali diadakan di
Jenewa pada bulan Pebruari 1960. Dalam konferensi delegasi Indonesia berusaha
memperjuangkan prinsip wawasan Nusantara namum belum dapat diterima. Walaupun belum
dapat diterima masyarakat internasional. Pemerintah Indonesia terus melakukan upaya
perjuangan konsep Deklarasi Juanda di forum internasional, sedangkan di dalam negeri
pemerintah pada tanggal 18 Februari 1960 mengeluarkan Peraturan Pemeintah Pengganti
Undang-undang (Perpu) No. 4/ Prp tahun 1960 yang mengukuhkan prinsip-prinsip
Deklarasi Juanda. Konsep Wawasan Nusantara atau negara kepulauan (Archipelago
Principle) baru mendapat pengesahan Internasional dalam konferensi Hukum laut
Internasional III di Montego Bay Jamaika pada tanggal 10 Desember 1982 yang dimuat
dalam pasal 46-54 United Nation Conventuon On The Law Of The Sea (UNCLOS) 1982.
A. Materi
A. Materi
a. Perjuangan Diplomasi
Irian Barat yang merupakan wilayah Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus
1945, belum menjadi bagian sah negara RI hal ini disebabkan karena belanda tidak mengakui
dan bahkan dalam perundingan Konferensi meja Bundar yang berlangsung di Belanda yang
menghasilkan pengakuan kedaulatan RI, masalah Irian Barat ditunda pembicaraannya
berdasar pada salah satu butir kesepakatan konferensi Meja Bundar. Irian Barat tetap status
quo dan akan ditentukan setahun setelah pengakuan kedaulatan lewat jalan
perundingan, Pemerintah Indonesia menganggap bahwa masalah Irian akan dapat
diselesaikandengan mudah berdasarkan hasil KMB, namun kenyataan menunjukkan lain
walau telah setahun berlalu Belanda belum juga berniat untuk membicarakan masalah Irian
Barat dengan Indonesia pada hal Pemerintah Indonesia sangat memprioritaskan
masalah penyelesaian Irian Barat hal ini dapat dilihat dari dicamtumkannya masalah Irian
Barat dalam setiap program kerja Kabinet semenjak tahun 1950.
Pada awalnya pemerintah Indonesia berusaha menyelesaikan masalah Irian Barat melalui
jalur diplomasi bilateral dalam lingkunngan Uni Indonesia Belanda namun usaha ini
mengalami jalan buntu karena Belanda ingin tetap menguasai Irian Barat dan tidak berniat
mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia. Pemerintah Indonesia terus melakukan upaya
diplomasi dengan dunia Internasional melalui forum-forum internasional dan tindakan
pemerintah Indonesia diantaranya :
1. Berupaya memasukkan masalah Irian Barat kedalam agenda sidang DK PBB namun
tidak berhasil karena Belanda berhasil mempengaruhi anggota DK PBB dengan
alasan bahwa masalah Irian Barat Adalah masalah Dekolonisasi Belanda Berupaya
memasukkan masalah Irian Barat dalam agenda sidang Majelis Umum PBB tidak
mendapat tanggapan positif.
2. Memasukkan masalah Irian Barat ke dalam Agenda sidang Konferensi Asia Afrika di
Bandung tahun 1955dan berhasil mendapat dukungan dari peserta KAA.
3. Membatalkan seluruh persetujuan yang terdapat dalam KMB dan menyatakan tidak
terikat dalam Uni Indonesia-Belinda
4. Melakukan peresmian pembentukan Propinsi Irian Barat pada tanggal 17 Agustus
1956 dengan Ibu kota Soa Siu di tidore dan mengangkat Zainal Abidin Syah menjadi
Gubernur Irian Barat.
5. Melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda semenjak 17 Agustus
1960
6. Menganggat masalah Irian Barat dalam sidang umum PBB yang disampaikan
Presiden Soekarno dalampidatonya yang berjudul “ To Build the World A New”: (
Membangun Dunia Baru). Pada bulan September 1960. Berbagai perjuangan
diplomasi yang diklakukan belum juga menunjukkan titik terang mengenai
pengembalian Irian Barat kepada Indonesia.
b. Konfrontasi Ekonomi.
Dalam rangka memperkuat perjuangan diplomasi pembebasan Irian Barat dilaksanakan
pula penekananekonomi terhadap Belanda berupa tindakan konfrontasi ekonomi terhadap
seluruh aktivitas perekonomian yangada kaitannya dengan Belanda. Konfrontasi ekonomi
yang berupa aksi-aksi mulai dilakukan di Indonesiasemenjak tahun 1957. Aksi-aksi dalam
rangka konfrontasi ekonomi tersebut antara lain :
1. Melakukan Rapat Umum di Jakarta tanggal 18 November 1957 yang disusul dengan
aksi pemogokan total semua buruh yang berkerja pada perusahaan-perusahaan
Belanda. Mulai tanggal 2 Desember 1957.
2. Melarang pesawat terbang milik MaskapaiPenerbangan Belanda (KLM) untuk
terbang dan mendarat di wilayah Indonesia
3. Melarang semua kegiatan konsuler Belanda di Indonesia tanggal 5 Desember 1957.
4. Melarang semua Film dan terbitan Belanda beredar di Indonesia
5. Pengambilalihan Perusahaan-perusahaan milik Belanda oleh kaum buruh, karyawan
dan rakyat secara spontan.
Untuk mencegah kekacauan dan sekaligus menampung keinginan rakyat KSAD selaku
penguasa Perang pusat mengambil kebijakan mengambil alih seluruh perusahaan milik
Belanda dan menyerahkannya kepada negara diantaranya :
Bank Escompto, Percetakan De Unie, Perusahaan Philips, Netherlandsche Maatschappij N.P
. Kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah Nomor 23 tahun 1958 untuk
memperkuat pengambil alihan semua perusahaan-perusahaan dan modal milik Belanda
tersebut.
c. Konfrontasi Bersenjata
Sikap Pemerintah Belanda yang enggan mengembalikan Irian Barat dan ditambah dengan
tidak adanya niat dari PBB untuk mencari penyelesaian masalah pengembalian Irian Barat
membuat Indonesia memilih jalan menggunakan kekuatan militer untuk merebut Irian Barat.
Sikap Indonesia ini telah di ungkapkan Presiden Soekarno dalam pidatonya dihadapan sidang
Majelis Umum PBB pada bulan September 1960. Dalam rangka melaksanakan tindakan
militer perlu dipersiapkan suatu kekuatan militer yang akan mampu menandingi kekuatan
militer Belanda di Irian Barat. Pemerintah Indonesia segera melakukan persiapan dengan cara
mencari bantuan senjata ke luar negeri terutama ke Amerika Serikat akan tetapi misi
pembeliian senjata ke Amerika Serikat yang di pimpin Menko Hankam Kasad. Jendral A.H.
Nasution tidak berhasil. Misi pembelian sejata kemudian bertolak ke Uni Soviet pada bulan
Desember 1960 dan berhasil mengadakan perjanjian pembelian senjata dalam jumlah yang
sangat besar buat Indonesia. Misi ini juga melalukan kunjungan kebeberapa negara untuk
menjajagi sikap mereka jika terjadi Perang antara Indonesia dan Belanda di Irian Barat
negara-negara tersebut Muangthai, Philipina, Australia, Selandia Baru, Jerman, Prancis dan
Inggris.
Mengetahui persiapan militer yang dilakukan Indonesia dalam merebut Irian Barat.
Pemerintah Belanda mengajukan protes kepada PBB dengan menuduh Indonesia melakukan
Agresi, dan segera pula melakukan kegiatan memperkuat militer baik Angkatan Darat
maupun Angkatan Udara di Irian Barat dengan mendatangkan kapal Induk “ Karel
Doorman”. Pada bulan Agustus 1961. Situasi yang semakin menjurus pada perang terbuka
telah menyebabkan pemerintah Indonesia perlu mengabil sikap tegas agar dalam perang
Indonesia mampu membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda.
Dalam rangka persiapan-persiapan melaksanakan tindakan militer Presiden Soekarno secara
psikologis berupaya meningkatkan jiwa dan semangat juang TNI dan rakyat Indonesia untuk
berjuang membebaskan Irian Barat dari Kekuasaan Balanda. Untuk itu pada tanggal 19
Desember 1961 dalam sebuah rapat Umum di Yogyakarta.
Presiden Soekarno mengeluarkan Perintah dalam upaya pembebasan Irian Barat yang dikenal
dengan Trikora (Tri Komando Rakyat ). Pada intinya Trikora memuat perintah sebagai
berikut :
1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua Buatan kolonial Belanda
2. Kibarkan Sang saka merah Putih di Irian Barat Tanah air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah Air
dan bangsa Indonesia
Setelah pemerintah melakukan perubahan kebijakan dalam upaya memperjuangkan
pengembalian Irian Barat yang mengarah kepada konfrontasi militer dan diperkuat dengan
keluarnya Perintah Presiden dengan Tri Kora, maka satuan-satuan Angkatan laut terrus
mengadakan operasi militer untuk mencegah masuknya senjata dan pasukan Asing ke Irian
Barat, dalam salah satu operasi rutin Angkatan laut kapal-kapal perang RI yang terdiri dari
Kapal Motor Terpedo Boat (MTB), Macan Tutul, Macan Kumbang dan Harimau di serang
oleh kapal Induk Belanda “Karel Doorman” di Laut Arafura, yang menyebabkan salah satu
kapal Perang Indonesia KMB Macan Tutul Tenggelam berserta seluruh pasukannya
tenggelam setelah terlebih dahulu terbakar termasuk deputi Kasal Komodor Yos Sudarso dan
Kapten Wiratno. Pada awal bulan Januari 1962 di tetapkan susunan komando Tertinggi
pembebasan Irian Barat sebagai berikut :
a.
1. Panglima Besar Komando Tertinggi : Presiden / Panglima Tertinggi Ir.
Soekarno.
2. Wakil Panglima Besar Komando tertinggi : Jendral TNI A. H. Nasution
3. Kepala Staf : Mayor Jendral TNI Achmad Yani
Sedangkan untuk melakukan operasi militer ke Irian Barat di bentuk pula Komando
pelaksana pembebasan yang diberi nama Komando Madala yang bermarkas di Makassar.
Adapun Susunan Komando Mandala adalah :
Berdasarkan istruksi dari Komando tertinggi (KOTI) pembebasan Irian Barat No. 1.
Komando Mandala mempunyai tugas: Merencanakan, mempersiapkan dan
menyelenggarakan operasi-operasi militer dengan tujuan mengembalikan Irian Barat
kedalam kekuasaan negara RI. Mengembangkan situasi di wilayah Irian Barat sesuai dengan
taraf-taraf perjuangan di bidang diplomasi, supaya dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya di wilayah Irian Barat dapat diciptakan daerah-daerah babas atau dapat
didudukkan pemerintahan daerah RI. Dalam melaksanakan tugas berat itu Komando mandala
merencanakan tiga fase untuk merebut Irian Barat yakni :
1. Fase Infiltrasi sampai akhir tahun 1962.
Fase Infiltrasi Adalah usaha untuk memasukkan 10 kompi Angkatan bersenjata dan
sukarelawan ke wilayah sasaran yang akan dijadikan daerah bebas (de facto). Kesatuan-
kesatuan dan sukarelawan tersebut harus dapat mengembangkan penguasaan wilayah dengan
mengajak rakyat Irian Barat untuk berjuang secara fisik. Dalam fase ini dilakukan pendaratan
pendaratan sukarelawan-sukarelawan di pulau Gag, Waigeo, dan Sansapor salah seorang
sukarelawati bernama Herlina yang oleh pemerintah pernah di berikan Pending emas atas jasa
dan keikutsertaannya dalam pembebasan Irian Barat. Pada bulan Maret 1962, mendaratkan
pasukan di sekitar Fak-fak dengan operasi Banteng Ketaton bulan April 1962, mendaratkan
pasukan di sekitar Sorong dan Teminabuan dengan Operasi Serigala, mendaratkan pasukan
Detasemen Brigade Mobil di sekitar Fak-fak pada tanggal 15 Mei 1962, menerjunkan
pasukan sebanyak 124 personil pada bulan Mei melalui operasi Naga dan
menerjunkan pasukan untuk memperkuat pasukan yang telah ada di Irian Barat melalui
operasi Jatayu untuk Sorong, Kaimana dan Merauke.
2..Fase Eksploitasi sampai akhir 1963
Fase Eksploitasi adalah Fase terjadinya serangan dan perang terbuka terhadap pusat-pusat
dan militer lawan dan harus dapat menduduki semua pos-pos militer musuh untuk itu
direncanakan untuk melakukan perang terbuka dengan nama Operasi Jaya Wijaya. Operasi
Jaya Wijaya yang direncanakan empat Tahap untuk merebut dan menghancurkan kekuasaan
musuh di Irian Barat tidak Jadi dilaksanakan atas perintah Panglima tertinggi Komando
pembebasan Irian Barat karena telah tercapai persetujuan damai di New York antara
Indonesia dan Belanda .
3. Fase Konsolidasi awal tahun 1964
Fase Eksploitasi Adalah upaya untuk menengakkan kekuasaan pemerintah Republik
Indonesia di seluruh wilayah Irian Barat secara penuh. Setelah Pemerintah Indonesia
melakukan persiapan secara militer termasuk mendaratkan pasukan dan para sukarelawan ke
Irian Barat. Belanda kemudian menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan Irian Barat
kepada Indonesia atas desakan Amerika Serikat melalui program bantuan Marshaal
Plan. diplomat Amerika Serikat Ellswort Bunker kemudian menyusun rencana penyerahan
Irian Barat dengan bantuan PBB. Rencana penyerahan yang disusun diplomat Ellswort
Bunker menjadi landasan dalam Persetujuan New York yang ditanda tanggani oleh Indonesia
dan Belanda di markas PBB pada tanggal 15 Agustus 1962. Persetujuan tersebut Berisi antara
lain :
a.
1. Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Pemerintahan sementara PBB
atau United Nation Temporary Authority (UNTEA). Paling lambat 1 Oktober
1962. Bendera PBB akan berkibar besama-sama bendera Belanda.
2. Pemerintahan Sementara PBB UNTEA akan menggunakan tenaga-tenaga
dari bangsa Indonesia dan akan mengurangi tenaga-tenaga dari bangsa
Belanda.
3. Seluruh pasukan Indonesia yang berada di Irian Barat tetap dipertahankan dan
akan berada dibawah UNTEA.
4. Semua pasukan Belanda akan dipulangkan secara berangsur-angsur untuk
digantikan pasukan Indonesia
5. Bendera Indonesia akan dikibarkan pada tanggal 31 Desember 1962 setelah
bendera Belanda diturunkan
6. Pemerintahan Sementara PBB akan menyerahkan Irian Barat Kepada
Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963
7. Pemerintah Indonesia selambat-lambatnya akhir tahun 1969 harus
melaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Untuk memberikan kesempatan kepada rakyat Irian Jaya untuk memilih tetap berada dan
menjadi wilayah RI ataumemisahkan diri dari Republik Indonesia. Penentuan Pendapat
Rakyat (Pepera). Irian Barat secara resmi diserahkan PBB pada tanggal 1 Mei 1963 dan oleh
Indonesia kemudian di beri nama Irian Jaya walaupun masih ada salah satu butir perjanjian
New York yang harus dilaksanakan yakni Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Sebelum
akhir tahun 1969. Penyerahan tersebut disambut dengan sukacita kemenangan bangsa
Indonesia Khususnya rakyat Irian Barat Penyelenggaraan Penentuan Pendapat Rakyat atau
Pepera persiapannya mulai berlangsung pada tanggal 24 Maret 1969 ketika diadakan
konsultasi dengan Dewan Kabupaten di Jaya Pura untuk membahas tentang tata cara
peyelenggaraan Pepera, selanjutnya pada bulan juni 1969 dilakukan pemilihan anggota
Dewan Musyawarah Pepera pada waktu itu terpilih 1.026 orang anggota Dewan Musyawarah
dari 8 Kabupaten. Pelaksanaan Pepera dilakukan per kabupaten mulai pada tanggal 14 Juli
1969 dari Merauke dan berakhir Jaya pura pada tanggal 4 Agustus 1969. Sementara itu
Sekjen PBB mengutus Fernando Ortiz Sanz untuk memberikan nasehat, membantu dan
ambil bagian dalam Pelaksanaan Pepera yang tiba pada tanggal 23 Agustus 1968 di Jaya
Pura Irian Barat. Pelaksanaan Pepera menunjukkan bahwa rakyat Irian Barat sebahagian
besar tetap ingin bersatu dengan Indonesia hasil ini kemudian disahkan oleh Dewah
Musyawarah Pepera dan selanjutnya ditetapkan secara resmi oleh PBB dalam sidangUmum
Ke-24 tanggal 19 Nopember 1969.
b. Penumpasan G 30 S/PKI
G 30 S/PKI yang didalangi PKI membuat marah rakyat yang Pancasilais, sehingga mereka
menuntut agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas membubarkan PKI. Namun
kenyataan nya presiden Soekarno tidak segera mengambil langkah-langkah tegas seperti yang
mereka harapkan.
Pada tanggal 12 Januari 1966 segenap kesatuan aksi yang tergabung dalam fron Pancasila
mengadakan demontrasi di halaman gedung DPR Gotong Royong dengan
mengumandangkan Tritura yang berisi :
1) Bubarkan PKI
2) Bersihkan kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI
3) turunkan harga/perbaikan ekonomi
Puncak demontrasi terjadi ketika Presiden melantik Kabinet Dwikora yang disempurnakan
tanggal 24 Februari 1966, dalam demontrasi itu seorang mahasiswa UI yang bernama Arif
Rahman Hakim tewas.
Pada tanggal 1 Maret 1966 Kabinet Dwikora yang disempurnakan mengadakan sidang di
Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden Soekarno, diluar istana massa rakyat berdemontrasi
dengan hebatnya. Selesai sidang, Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan
Brigjen Amir Mahmud melaporkan sekaligus minta ijin Men/Pangad Letjen Soeharto untuk
menghadap Presiden di Bogor, ketiganya diijinkan dengan disertai pesan untuk Presiden
bahwa Letjen Soeharto sanggup mengatasi keadaan , asal rasa keadilan dipenuhi yaitu PKI
dibubarkan, dan Soeharto bersedia melakukannya dengan mandat penuh dari presiden.
Sesampainya di Bogor, ketiga perwira tinggi itu menyampaikan usulan dan pesan Soeharto.
Setelah melakukan diskusi presiden memutuskan untuk mengeluarkan sebuah surat perintah
kepada Men/Pangad Letjen Soeharto nyang kemudian terkenal dengan sebutan Supersemar
yang berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan wibawa
pemerintah. Dalam menjalankan tugas, penerima mandat juga harus melaporkan segala
sesuatunya kepada presiden.
Pada tanggal 12 Maret 1966 Letjen Soeharto atas nama presiden mengeluarkan surat
keputusan yang berisi pembubaran dan pelarangan PKI beserta ormas-ormasnya di seluruh
Indonesia, serta pelarangan paham komunis untuk hidup di Indonesia. Supersemar dijadikan
landasan yuridis formal oleh penguasa ORBA dan dinyatakan sebagai tonggak lahirnya Orde
Baru.
Tindakan penumpasan G 30 S/PKI yang dipimpin oleh Letjen Soeharto (Panglima Kostrad)
selanjutnya adalah :
1. Merebut kembali gedung RRI pusat dan gedung telekomunikasi dari tangan PKI
2. Pembebasan Halim Perdana Kusuma oleh RPKAD dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edi
Wibowo, Batalyon 328/Kujang dan dua kompi pasukan Kaveleri
3. Atas petunjuk Sukiman, ditemukan jenazah para perwira TNI-AD di sumur tua Lubang
Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965.
4. Tanggal 4 Oktober 1965 dilakukan pengangkatan jenazah para korban dari Lubang Buaya
yang dilanjutkan tanggal 5 Oktober 1965 dilaksanakan pemakaman di Taman Makam
Pahlawan Kalibata.
5. Tanggal 8 Oktober 1965, Kolonel Latief dapat ditangkap dan dilanjutkan penangkapan
Letkon Untung di Tegal.
8. Orde Baru.
A. Materi
Untuk mewujudkan tujuan Orde Baru dilaksanakan pembangunan disegala bidang, pada
program :
1) Stabilitas politik dan ekonomi
2) Memperbaiki kehidupan rakyat di bidang sandang dan pangan
3) Melaksanakan Pemilu
4) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional
5) Melanjutkan perjuangan anti imperialis dan kolonialis
Tugas pokok dan programnya dikenal dengan Dwi Karya dan Catur Karya Kabinet
AMPERA. Dengan disusunnya Kabinet Ampera maka dilangsungkan
pembangunan berkesinambungan yang meliputi aspek kehidupan bangsa dan negara untuk
mencapai tujuan dan cita-cita Indonesia medeka.