Anda di halaman 1dari 23

UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN

A. Materi

1. Nasionalisasi Ekonomi
Keadaan ekonomi bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan
sangat kacau dan memperihatin-kan. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari ekonomi
warisan penjajahan Jepang yang telah merusak hampir seluruh potensi ekonomi
indonesia untuk kepentingan perang Jepang di Asia Timur Raya, disamping itu pada masa
pendudukan Jepang peredaran uang sangat tak terkendali mata uang yang
beredar selain uang Jepang ada juga uang De Javasche Bank dan uang Pemerintah
Belanda. Pada masa kedatangan sekutu ke Indonesia keadaan moneter semakin parah
karena pada setiap daerah
yang diduduki sekutu selalu mengeluarkan uang cadangan yang ada pada Bank-
Bank yang dikuasainya. Pemerintah Indonesia yang baru berdiri harus menanggung
seluruh kekacauan ekonomi tersebut diatas, walaupun pemerintahan tidak punya
kemampuan karena

pemasukan pemerintah dari sektor pajak dan bea sangat minim, ekspor mengalami
kemacetan karena Belanda melakukan blokade ekonomi terhadap Indonesia sementara
pengeluaran pemerintah terus bertambah untuk membiayai pemerintahan.Untuk mengatasi
keadaan ekonomi pada awal kemerdekaan Pemerintah Indonesia melakukan
beberapa tindakan antara lain :

1. Melaksanakan Pinjaman Nasional pada masa menteri keuangan Ir. Surachman


2. Mengeluarkan Oeang Republik Indonesia pada bulan Pebruari 1946
3. Menembus Blokade Ekonomi Belanda
4. Menyelenggarakan Konfrensi ekonomi pada bulan Pebruari 1946
5. Membentuk Badan Perancang Ekonomi pada tanggal 19 Januari 1947
6. Membentuk Panitia Pemikir Siasat Ekonomi

Selain tindakan diatas pada masa menteri Persediaan Makanan dijabat I J Kasimo
dilaksanakan
program perbaikan ekonomi yang disebut Kasimo Plan atau rencana produksi lima tahun
berisi;
memperbanyak kebun bibit padi, melarang penyembelihan hewan pertanian,
pemamfaatan kembali lahan-lahan terlantar, dan pemindahan penduduk sekitar 20 juta jiwa
dari jawa ke Sumatera dalam waktu 10 -20 tahun.
Setelah pengakuan kedaulatan pemerintah
terus berupaya melaksanakan perbaikan ekonomi
Indonesia dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan seruruh rakyat Indonesia upaya yang dilakukan dengan membangun
ekonomi nasional yang berorientasi pada ekonomi bangsa dan kerakyatan.
Pembangunan Ekonomi Nasional dilakukan dengan berusaha merubah struktur ekonomi
dari ekonomi yang dikuasai bangsa asing menjadi ekonomi yang dikuasai dan dilaksanakan
bangsa Indonesia sendiri.

Upaya Bangsa Indonesia dalam upaya membangun ekonomi nasional dilakukan kebijakan-
kebijakan diantaranya :
1). Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada awal kemerdekaan pemerintah melihat bahwa buruknya ekonomi Indonesia
berawal dari masalah pengaturan keuangan untuk itu dilakukanlah upaya agar
dapat mengatur dan meng- endalikan moneter di Indonesia dengan menasionalisasi
Dejavasche Bank menjadi Bank Indonesia. Nasionalisasi dilakukan dengan Undang-
undang No. 24 Tahun 1951 tanggal 6 Desember 1951. Jabatan Presiden Bank Indonesia
dipegang oleh Mr. Syafruddin Prawira Negara menggantikan Dr. Howink
2). Program Ekonomi Gerakan Benteng.
Program Ekonomi Benteng merupakan gagasan dari Dr. Soemitro
Joyohadikusumo dalam rangka perbaikan sistim perekonomian
Indonesia yang mengarah pada pembangunan ekonomi masyarakt bangsa Indonesia
yang mulai dilaksanakan pada masa kabinet Moh. Natsir ( 1950-1951) cara yang dilakukan
berupaya menumbuhkan pengusaha-pengusaha pribumi
dengan memberikan bantuan dan bimbingan agar dapat berkembang menjadi pengusaha-
pengusaha yang tangguh.
Adapun tujuan program Ekonomi Benteng antara lain :

1. Menumbuhkan dan membina wiraswastaan Indonesia sekaligus menumbuhkan


nasionalisme ekonomi
2. Memotivasi para importir nasional agar mampu bersaing dengan importir asing yang
ada di Indonesia
3. Membatasi Import barang – barang tertentu dengan hanya memberikan izin kepada
importir nasional
4. Memberikan bantuan dalam bentuk kredit dan kemudahan lainnya kepada importir
indonesia.

Program ekonomi benteng juga diteruskan pada masa kabinet Soekiman (1951-1952) dan
kabinet
Wilopo (1952-1953) sekitar 700 pengusaha pribumi mendapat bantuan Kredit akan tetapi
tidak satupun
pengusaha pribumi yang berhasil tumbuhmenjadi pengusaha mandiri.

Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan progam ekonomi benteng :


Banyak pengusaha pribumi yang belum mampu memamfaatkan kredit yang diberikan karena
kekurangan sumber daya, penyalah- gunaan bantuan kredit oleh pengusaha
pribumi, mentalitas pengusaha pribumi yang cendrung konsumtif dan ketidakmampuan para
pengusaha pribumi bersaing dengan pengusaha asing yang ada di Indonesia.

3). Program Ekonomi Ali Baba


Pada masa pemerintarah kabinet Ali sastroamidjoyo I (1953-1955) di perkenalkan sistim
ekonomi baru oleh Menteri per-ekonomian Mr. Iskaq Tjokrohadisurdjo yang disebut sistim
Ali-Baba. Sistim ini di maksud- kan untuk memajukan para pengusaha pribumi dengan
melakukan kemitraan berusaha antara pengusaha pribumi ( Ali )dengan pengusaha non
Pribumi (Baba) dengan demikian pengusaha pribumi bisa belajar dari para pengusaha asing
agar kekurangan sumber daya dapat diatasi.
Dalam rangka melaksanakan sistim ekonomi Ali-Baba pemerintah menempuh beberapa
kebijakan:
1. Mengharuskan para pengusaha asing untuk melatih dan memberikan tanggung jawab
kepada tenaga-
tenaga Indonesia menduduki jabatan staf.
2. Mendirikan Perusahaan-perusahaan Negara agar bangsa Indonesia dapat belajar
3. Memberikan bantuan Kredit dan lisensi bagi para pengusaha Nasional
4. Memberikan perlindungan atau proteksi kepada perusahaan nasional agar mampu bersaing
dengan
perusahaan asing
Program ekonomi Ali-Baba inipun mengalami kegagalan karena dalam pelaksanaannya tidak
mampu mengangkat para pengusaha pribumi dari ketertinggalan sumberdaya dan usaha sebab
selama pelaksanaan sistim Ali-Baba pengusaha pribumi hanya dijadikan para pengusaha
asing sebagai alat untuk mendapatkan kredit dan kemudahan lainnya. Sementara pengusaha-
pengusa pribumi tetap tidak mampu bersing dalam suasana ekonomi liberal.

2. Pemilihan Umum Pertama tahun 1955


Republik Indonesia yang baru mengenyam kemerdekaan harus pula membenahi
kehidupan politik agar tercapai kehidupan politik yang stabil dalam suasana kenegaraan
yang demokratis. Untuk itu pemerintah mengeluarkan maklumat Wakil Presiden No. X
Tanggal 16 oktober 1945 , yang disusul dengan Maklumat Pemerintah No. III tanggal 3
Nopember 1945 tentang pendirian partai politik sekaligus menyiratkan bahwa negara
Republik Indonesia menganut sistim Multi Partai dan menganut pula paham Demokrasi
Liberal Parlementer yang berlangsung selama perang mempertahankan kemerdekaan. Setelah
Pengakuan kedaulatan dan Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia sistim multi
Partai dan demokrasi liberal terus dilanjutkan dalam pemerintahan Indonesia. Penggunaan
UUDS 1950 sebagai landasan penyelenggaraan kehidupan politik negara dirasakan tidak
sesuai lagi untuk itu pemerintah
berupaya untuk secepatnya melaksanakan Pemilihan Umum untuk memilih anggota
konstituante yang akan merumuskan undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950.
Pemilihan Umum telah menjadi sangat diperlukan dan telan dicantumkan dalam
memperbaiki politik dalam negeri Program Kabinet mulai dari kabinet Moh. Natsir (1950-
1951). Akan tetapi kabinet ini tidak mampu menyelesaikan program Kabinetnya karena
mosi tidak percaya yang dilakukan parlemen (mosi Hadikusumo dari PNI). Pemilihan
Umum juga menjadi program Kabinet Soekiman (1951-1952) namum tidak berhasil karena
Kabinet jatuh karena mosi tidak percaya yang dilakukan kalangan parlemen setelah
penandatanganan Perjanjian bantuan keamanan dan ekonomi dari Amerika Serikat kepada
Indonesia atau Matual Security Act (MSA).
Kabinet Wilopo (1952-1953) juga tidak berhasil melaksanakan pemilu karena parlemen
melakukan mosi tidak percaya berkaitan dengan peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa
Tanjung Morawa di sumatera Utara. Pada masa Kabinet Ali – Wongso (1953-
1955) persiapan pemilu mulai dilakukan dengan membentuk panitia pemilihan baik pusat
maupun daerah. Memasuki tahun 1955 mulai timbul ketidak puasan rakyat terhadap
pemerintahan yang sering berganti-ganti.tanpa dapat menyelesaikan program
kabinetnya. Kabinet jatuh disebabkan oleh karena partai-partai politik lebih mementingkan
partainya yang ingin duduk di pemerintahan sehingga dilakukanlah upaya-upaya untuk
mencari-cari kelemahan lawan agar dapat dijatuhkan keadaan demikian tidak mungkin
dipertahankan. Untuk itu perlu dilaksanakan pemilihan umum secepatnya untuk memilih para
anggota DPR yang bertanggung jawab, disampung memilih anggota konstituante yang akan
menyusun Undang-undang Dasar yang baru pengganti UUDS 1950. Setelah persiapan
Pemilu dirasakan cukup maka pada tanggal 16 April 1955, panitia pemilihan umum pusat
mengeluarkan pengumuman bahwa pemilihan Umum untuk memilih anggota DPR akan
dilaksanakan tanggal 29 September 1955 dan untuk anggota konstituante
dilaksanakan tanggal 15 Desember 1955. Sementara itu Kabinet Ali – Wongso harus
meletakkan jabatan karena dimosi tidak percaya DPR akibat dari perpecahan dalam Kabinet
dan munculnya gerakan separatis di beberapa daerah Pemiliham umum kemudian baru
dilaksanakan pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1956) yang diikuti 39 partai
politik dan perorangan dengan undang-undang pemilu No.7 Tahun 1953, Lembaran Negara
No.29 tahan 1953 dengan azas pemilu Umum, Berkesamaan, Langsung, Rahasia dan Bebas
Pemilihan umum pertama ini berlangsung dua tahap yakni tahap pertama
berlangsung tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua
berlangsung tanggal
15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Hasil pemilu menunjukkan ada
empat partai politik yang mendapat perolehan suara terbanyak yakni Masyumi, NU, PNI,
dan PKI. Sementara Jumlah anggota DPR sebanyak 272 orang dan anggota Konstituante
sebanyak 270 orang, yang pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 10 Nopember 1956.

3. Gangguan Keamanan dalam Negeri dan Penanggulangannya.


A. Darul Islam / Tentara Islam Indonesia ( DI/TII)
DI/TII pertama kali diproklamirkan oleh SM. Karto suwiryo di desa Cisayong ,Tasik Malaya
Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1949, sebagai akhir dari penolakan Kartosuwiryo
terhadap perjanjian Renville dan penolakan terhadap perintah Untuk memimdahkan
pasukannya dari Jawa Barat ke Jawa Tengan (Hijrah). Ketika pasukan Siliwangi melakukan
long march dari Jawa Tengah ke Jawa Barat DI/ TII berusaha menghalanginya sehingga
terjadi berbagai pertempuran dintaranya di desa Astralina ,Malangbong. Keberadaan DI
TII telah mengganggu Keamanan dan ketertiban Masyarakat di jawa
baratkarena mereka melakukan pemerasan, pemaksaan dan teror agar rakyat mau
membentu gerakan DI TII. Keadaan ini berupaya ditanggulangi pemerintah dengan mengirim
Moh. Natsir ( Ketua Partai Masyumi)
Untuk menemui SM. Kartosuwiryo dan mengajak untuk kembali kepangkuan Republik
Indonesia namun tidak berhasil pemerintah kemudian mengambil tindakan tegas dengan
menggelar operasi militer untuk menumpas DI TII di Jawa Barat dengan nama operasi Pagar
Betis berhasil menangkap SM Kartosuwiryo pada tanggal 4 Juni 1962 di gunung Geber
daerah majalaya dengan bantuan dari rakyat.
Di beberapa daerah lain juga muncul DI/TII seperti di Jawa Tengah Yang dipimpin Amir
Fatah
melakukan proklamasi tanggal 23 Agustus 1949. Amir Fatah mendapat dukungan dari sisa-
sisa anggota Angkatan Umat Islam dipimpin kiai Somalangu, anggota batalyon 426 Divisi
Diponegoro dan anggota gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Untuk menumpas DI
TII di Jawa tengan Pemerintah menggelar operasi militer dengan nama operasi Benteng
Negara dan pembentukan pasukan khusus Benteng Raiders. Amir Fatah berhasil ditembak
mati pada tahun 1954 dalam operasi Guntur .
Di Aceh DI TII diproklamirkan pada tanggal 20 September 1953 oleh Tengku Daud
Beureuh akibat perubahan status Aceh menjadi keresidenan dalam Propinsi Sumatera Utara.
Penyelesaian DI TII Aceh dilakukan dengan mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat
Aceh pada tanggal 17-28 Desember 1962 atas prakarsa Pangdam I Iskandar Muda Kol. M.
Yasin.
Di sulawesi Selatan DI TII di Proklamasikan Kahar Muzakar pada tahun 1952 sebagai akibat
dari kekecewaan-nya terhadap pemerintah pusat yang menolak agar Komando Gerilya
Sulawesi Selatan (KGSS) diterima menjadi APRIS. Untuk menangulangi pemberontakan
Kahar Muzakar Pemerintah melakukan operasi militer dan pada tahun 1965 pasukan TNI
berhasil menembak mati Kahar Muzakar. Di Kalimantan Selatan DI TII diproklamirkan pada
tanggal 10 Pebruari 1950 oleh Ibnu Hadjar karena terpengaruh terhadap situasi dan kondisi
politik pada saat itu. Pasukannya dinamakan Kesatuan Rakyat yang Tertindas. Untuk
menanggulangi pemberontakan Ibnu Hadjar pemerintah melakukan upaya diplomasi namun
tidak berhasil mengajak Ibnu Hadjar menghentikan petualangannya. Pemerintah kemudian
menugaskan TNI untuk melakukan tindakan militer.Pada tahun 1959 Ibnu Hadjar berhasil
ditangkap dan kemudian dan dijatuhi hukuman mati pada tanggal 22 Maret 1965.

B. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)


Pemberontakan APRA yang berlangsung pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung
berhasil memporak- porandakan markas Divisi Siliwangi dan menguasai
kota Bandug dipimpin oleh seorang perwira Belanda bernama Kapten Raymond
Westerling dengan kekuatan sekitar 800 orang eks tentara KNIL
Mereka berusaha mempertahankan bentuk negara Federal, ingin mempertahankan
Negara Pasundan dan ingin agar eks KNIL tetap diakui sebagai tentara resmi
di tiap negara bagian. Pemberontakan di Bandung merupakan taktik mereka u
ntuk mengalihkan perhatian pemerintah, sebab
tujuan sebenarnya memasuki dan menguasai Jakarta agar mereka leluasa menangkap
dan membunuh mereka yang dianggap dalang dari perubahan Negara Federal ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Beberapa orang Tokoh yang akan menjadi sasaran APRA : Menteri Pertahanan kabinet
RIS
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekretaris Pertahanan Mr. Ali Budiardjo dan Kepala
Staf Angkatan Perang Kol. TB. Simatupang.
Penangulangan Pemberontakan APRA dilakukan dengan mengirim Pasukan TNI ke
Bandung dan mengirim kesatuan polisi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sementara Perdana Menteri RIS Drs. Moh Hatta segera
melakukan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda di Jakarta Mayor Jendral
Engels yang berhasil mengeluarkan kesepakatan mendesak Westerling agar segera
meninggalkan Bandung. Pasukan APRA segera meninggalkan Bandung menuju
Jakarta. Pasukan TNI berupaya melakukan Pengejaran dan pada tanggal 24 Januari
1950 pasukan APRA berhasil
diporakporandakan oleh Pasukan TNI di daerah Pacet Cianjur Kapten Westerling
sendiri berhasil melarikan diri dengan pesawat Belanda Catalina ke Singapura.
Setelah TNI berhasil nemumpas APRA dan Memulihkan keamanan di Bandung,
Pemerintah berhasil mengusut dalang dari Peristiwa APRA
adalah Sultan Hamid II seorang menteri tanpa forto polio yang kemudian ditangkap pada
tanggal 5 April 1950

C. Pemberontakan Kapten Andi Azis


Pembentukan APRIS menimbulkan masalah keamanan baru
pasca pengakuan kedaulatan seperti di Sulawesi Selatan, para bekas KNIL merasa
kedudukan dan wibawanya terancam, sedangkan anggota TNI masih mencurigai
nasionalisme para eks KNIL karena merupakan kakitangan Belanda dan musuh TNI
selama ini, Padahal TNI dan KNIL akan digabung menjadi APRIS. Pasukan eks KNIL
dibawah pimpinan Andi Azis bergabung kedalam APRIS pada tanggal 30 Maret 1950 di
Sulawesi Selatan yang pelantikannya dilakukan oleh letnan Kolonel A.J Mokoginta
( pejabat Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur).
Sementara itu untuk memperkuat pasukan APRIS di
Selawesi Selatan Pemerintah mengirim tambahan pasukan dari Pusat di pimpin oleh
Mayor Worang untuk bergabung dengan APRIS di Sulawesi
Selatan. mengetahui adanya pengiriman pasukan tambahan kesulawesi Selatan Andi
Azis kemudian menyatakan Pasukannya sebagai Pasukan Bebas dan langsung
mekakukan penyerangan terhadap markas-
markas TNI di Makasar dan berhasil menawan Letkol AJ Mokoginta beserta
pasukannya. Pasukan Andi Azis Juga berhasil Menguasai kota Makasar dan
menyatakan dirinya sebagai pembela Negara Indonesia Timur sekaligus
mengeluarkan tuntutan agar pemerintah mempertahankan keberadaan Negara
Indonesia Timur, Kemanan di wilayah NIT menjadi tanggung jawab APRIS dari KNIL dan
menolak kedatangan APRIS dari TNI ke Sulawesi Selatan. Pemerintah menganggap
tindakan Andi Azis telah melanggar displin tentara sehingga pemerintah memerintahkan
Batalyon Worang untuk segera mendarat dan mengambil alih keamanan, serta mengeluarkan
ultimatun kepada Andi Azis agar segera melaporkan diri ke Jakarta dalam jangka waktu 4 x
24 jam untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya terhitung mulai tanggal 8
April 1950. Ultimatum pemerintah ini tidak dilaksanakan Andi Azis sehingga pemerintah
menyatakan Andi Azis sebagai pembrntak. Presiden memerintahkan TNI/APRIS untuk
melakukan penumpasan.
Untuk menumpas pemberontakan yang dilakukan Andi Azis Pemerintah mewmbentuk
opasukan ekspedisi yang dipimpin Kolonel Alek Kawilarang ( Panglima
Tentara Teritorium Indonesia Timur) dengan kekuatan 12 000 Pasukan , angkatan
darat,laut, udara dan Brimob. Mengetahui besarnya
pasukan yang dikerahkan untuk menumpas gerakannya, Andi
Azis kemudian menyerahkan diri kepada letkol A.J. Mokoginta. Andi Azis
dibawa ke Jakarta dan dihadapkan ke pengadilan Militer yang kemudian menghukumnya 15
tahun Penjara
Penanggulangan keamanan selanjutnya dilakukan dengan mengadakan perundingan
antara Kol Alek Kawilarang dengan Mayor Jendral Scheffellar di Hotel City Makassar pada
bulan Agustus 1950 yang berhasil menyepakati
: Belanda akan menarik pasukan KNIL dari Makasar dan Belanda akan menyerahkan
senjata eks KNIL kepada APRIS

D. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)


Pemberontakan RMS timbul karena
keinginan mempertahankan NIT, penolakan Maluku bergabung dengan RI,
dan keinginan untuk mempertahankan bentuk negara federal RIS. Proklamasi RMS
yang dilakukan oleh Dr. Christian Robert Steven Soumokil pada tanggal 24 Aprul 1950,
setelah memperoleh dukungan dari beberapa tokoh Maluku
seperti Manusama, dan para rajapati merupakan pucak dari petualangan politik
Soumokil selama ini untuk tetap mempertahankan sistim federalisme di
Indonesia, dengan menggunakan para eks KNIL dilakukanlah upaya untuk menguasai
seluruh daerah Maluku Tengah, dengan aksi-aksi Teror,
penculikan, pembunuhan dan pembakaran-
pembakaran rumah penduduk yang dianggap menolak RMS. Dalam mennggulangi
gerakan sepratis RMS pemerintah kemudian mengirim para tokoh-tokoh yang berasal
dari Maluku seperti; Dr. J. Leimena, Ir. Patuhena, Pellaupessy dan Rehatta untuk
melakukan perundingan dengan tokoh RMS, Dr. Soumoki agar bersedia kembali
bergabung dengan RI namun usaha ini gagal. Pemerintah berupaya secepatnya
menanggulangi pemberontakan RMS agar tidak semakin meluas. Pemerintah segera
membentuk ekspedisi militer untuk menumpas RMS
dibawah pimpinan Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur Kolonel Alex
Kawilarang dengan mendapat tambahan pasukan dari Divisi Siliwangi ekspedisi militer
penumpasan RMS disebut Gerakan Operasi Militer ( GOM) yang juga melibatkan
angkatan Laut dan udara Pada tanggal 14 Juli1950 Pasukan Apris berhasil mendarat di
Laha pulau Buru, kemudian dilanjutkan ke Seram dan Ambon Pasukan APRIS berusaha
merebut benteng Niew Victoria dalam pertempuran komandan Grup II APRIS Letkol
Slamet Riyadi gugur. Setelah APRIS berhasil menguasai
Ambon banyak tokoh RMS yang dapat ditangkap termasuk Dr. Soumokil sedangkan Ir
Manusama berhasil melarikan diri ke Belanda.

E. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Perublik Indonesia / Perjuangan Rakyat


Semesta (PRRI/PERMESTA)
PRRI/PERMESTA merupakan gerakan yang berupaya memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai ungkapan rasa ketidak puasan kepada pemerintah
pusat menyangkut alokasi anggaran pembangunan, pertentangan politik yang berlarut-larut
di pusat dan munculnya konsepsi Demokrasi Terpimpin, menimbulkan ketidak puasan
diberbagai daerah dengan membentuk dewan daerah seperti di Sumatera Barat (Dewan
Banteng) dipimpin letkol Ahmad Husein, Di Sumatera Utara ( Dewan Gajah ) dipimpin
Kolonel Maluddin Simbolon, di Sumatera Selatan (Dewan Garuda) dipimpin Letkol
Kalimantan Selatan ( Dewan Lambung Mangkurat) dipimpin letkol Dahlan Djambak dan di
Manado ( Dewan Manguni) dipimpin letkol Ventje Sumual.Pembentukan Dewan-dewan
daerah menunjukkan adanya perpecahan dalam angkatan darat dan perpecahan politik yang
mengara pada perpecahan bangsa Indonesia, untuk menyelesaikannya pemerintah pada
tanggal 9-14 September 1957 menyelenggarakan Musyawarah Nasional yang dihadiri tokoh-
tokoh Militer dan sipil dari seluruh tanah air namun musyawarah gagal menghasilkan formula
penyelesaian, sehingga gerakan dewan-dewan daerah semakin berkembang dan menjadi
gerakan terbuka menentang pemerintah. Pada tanggal 10 Februari 1958 ketua dewan Banteng
Kolonel Ahmad Husein mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah agar presiden
membubarkan kabinet Juanda dalam waktu 5 x 24 jam dan agar segera membentuk kabinet
baru dengan menunjuk Sri Sultan HB IX dan Drs. Moh Hatta sebagai formatur pembentuk
kabinet.
Pemerintah menolak ultimatum dewan Banteng dengan memecat seluruh perwira yang
terlibat dalam dewan-dewan daerah, KSAD Mayor Jendral AH. Nasution memutuskan untuk
membekukan Komando dan staf Komando Daerah Militer Sumatera Tengah
(KDMST) semua tugas dan tanggungjawab diambil alih KSAD mulai tanggal 12 Februari
1958. Tindakan Pemerintah tersebut ditanggapi oleh Ketua Dewan Banteng Kolonel
Ahmad Husein dengan memproklamirkan berdirinya PRRI pada tanggal 15 Februari 1958
dan membentuk pemerintahan sendiri dengan perdana memteri Mr. Syafruddin Prawira
negara. Pada tanggal 17 Februari 1958 Komando daerah militer Sulawesi Utara dan Tengah
letkol D.J. Somba menyatakan mendukung PRRI dan memutuskan hubungan dengan
Pemerintah RI dengan mengeluarkan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (PERMESTA).
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/PERMESTA pemerintah melalui KSAD Mayjend
AH. Nasution menggelar operasi militer dengan menggunakan kekuatan angkatan darat, laut
dan udara. Operasi militer untuk menumpas PRRI adalah : Operasi 17 Agustus dipimpin
Kolonel Ahmad Yani untuk daerah padang dan Bukit tinggi, Operasi Tegas dipimpim
Kolonel Kaharuddin Nasution untuk daerah Riau dan Pekan Baru Operasi Sapta marga
dipimpin Brigjend. Jati Kusumo untuk Sumatera Utara Operasi Sadar dipimpin Kolonel Ibnu
Sutowo untuk Sematera Selatan
Sedangkan untuk menumpas Permesta digelar operasi militer dengan nama operasi Sa
pta Marga yang mencakup wilayah Sulawesi Utara bagian tengah dipimpin letkol
Sumarsono, Bagian selatan oleh Letkol Agus Priyatna, kepulauansebelah utara Manado
oleh letkol Magonda dan untuk Selawesi Utara Letkol Hendradiningrat. Dalam
penumpasan Permesta pasukan TNI sering mandapat kesulitan karena PRRI/Permesta
mendapat bantuan dari pihak asing, terbukti ketika TNI berhasil menembak jatuh pesawat
B-26 yang dipiloti oleh Warga Amerika Serikat bernama Allan Lawrence Pope. Setelah
melakukan operasi militer hampir tiga setengah tahun TNI berhasil
menumpas PRRI/Permesta dan tokoh-tokoh nya kemudian menyerah beserta para
pasukannya sampai pertengahan tahun 1961.

4. Penggalangan Kerja Sama Internasional dan Solidaritas Antarbangsa

1. Konferensi Asia Afrika.


Suasana politik dunia pasca Perang dunia II sangat mencemaskan negara-negara di kawasan
Asia Afrika.kemunculan Blok Barat dan Blok timur yang dilanjutkan dengan timbulnya
perang dingin akan mengakibatkan kawasan Asia Afrika menjadi sasaran sekaligus korban
karena tidak memiliki kekuatan untuk menangkal baik bidang politik, ekonomi maupun
militer sehingga banyak negara terpengaruh dan menjadi memihak salah satu blok yang
tanpa disadari telah menjadi musuh blok lainnya, keadaan ini dialami kawasan Indo Cina.
Untuk membantu mencari pemecahan masalah ini pada tanggal 28 April -2 Mei 1954
dilakukan konferensi di Colombo Srilanka yang dihadiri Perdana Menteri Srilanka Sir john
kotelawala, Perdana Menteri Indonesia Ali Sastro Amidjoyo, Perdana Menteri India Pandit
Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri Birma U Nu dan Perdana Menteri Pakistan Mohamad
Ali. Dalam konferensi Colombo muncul gagasan dari Indonesia agar pertemuandiperluas
dengan Pemimpin-pemimpin negara Asia Afrika Lainya karena; kedua benua letaknya
berdekatan dan dalam berbagai hal saling melengkapi, dalam bidang keturunan, agama,
dasar falsafah, budi pekerti, persamaan menjadi korban imperialisme barat, dan persamaan
dalam masalah pembangunan sosial budaya terutama pendidikan.
Untuk menindaklanjuti gagasan tersebut pada tanggal 28-29 Desember 1954 kembali
didakan konferensi di Bogor yang dihadiri lima kepala pemerintahan peserta konferensi
colombo yang kemudian disebut konferensi panca negara II yang berhasil metetapkan antara
lain :
a. K A A akan diselenggarakan di Bandung pada bulan April tahun 1955
b. Kelima negara peserta konferensi Bogor akan menjadi negara sponsor KAA
c. Mengundang 25 negara di kawasan Asia Afrika
d. menetapkan agenda dan merumuskan pokok-pokok tujuan KAA diantaranya :
1. memajukan kemauan baik dan kerja sama dalam menjelajah dan memajukan kepentingan-
kepentingan bersama serta memperkokoh hubungan persahabatan dan tetangga baik
2. meninjau masalah-masalah hubungan sosial, ekonomi dan kebudayaan dari negara-negara
yang diwakili
3. mempertimbangkan masalah-masalah sosial, ekonomi dan kebudayaan dari negara-negara
yang diwakili
4. mempertimbangkan masalah-masalah kepentingan khusus dari bangsa-bangsa Asia Afrika,
seperti masalah mengenai kedaulatan nasional, rasialisme dan kolonialisme
5.meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya, serta memberikan sumbangan yang dapat
mereka berikan dalam usaha mememajukan perdamaian dan kerja sama dunia.
Koferensi Asia-Afrika berlangsung tanggal 18-25 April 1955 di Bandung dan dibuka oleh
Presiden Sekarno dengan ketua Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo, Sekretaris Dr. Ruslan
Abdul Gani di hadiri 29 negara-negara kawasan Asia Afrika kecuali Rhodesia
(masalah situasi politik dalam negeri). KAA berhasil membuat beberapa keputusan
diantaranya adalah :
1. Memajukan kerjasama antar bangsa-bangsa Asia-Afrika dalam bidang sosial, ekonomi
dan
kebudayaan
2. Menuntut kemerdekaan atas Aljazair Tunisia dan Marokok.
3. Menuntut pengembalian Irian Barat kepada Indonesia dan Aden kepada Yaman
4. Menentang diskriminasi, ras dan kolonialisme
5. Ikut aktif dalam mengusahakan dan memelihara perdamaian dunia
Selain beberapa keputusan diatas KAA juga menyepakati sepuluh prinsip dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang dituangkan dalam Piagam Bandung atau yang lebih dikenal
dengan Dasa Sila Bandung

2. Konferensi London Tentang Terusan Suez.


Terusan Suez yang penggaliannya dilakukan oleh Ferdinand de lessep dimulai tanggal
15 April1859 dan diresmikan pada tanggal 17 Nopember 1869 merupakan penghubung
antara benua Asia-Afrika, dan Eropa dan sangat penting artinya bagi pelayaran dan
perdangangan dunia. Terusan Suezmemiliki panjang 158 km, lebar 80- 125 m, dan
kedalaman 11- 35,5 meter. Mengingat pentingnyaTerusan Suez yang menghubungkan laut
Tengah dengan Laut Merah ini, maka perlu diatur pemakaiannyaagar tidak menimbulkan
masalah diantara negara-negara pengguna dan kawasan Timur Tengah khususnya negara
Mesir Pada tanggal 29 Oktober 1888 diadakan perjanjian Internasional di Istambul Turki.
Konvensi Istambulberhasil membuat kesepakatan antara lain:
– Terusan Suez harus terbuka bagi semua jenis kapal baik dimasa damai maupun dimasa
perang
– Negara manapun dilarang memblokade Terusan Suez
– Pemerintah Mesir berkewajiban mengambil tindakan yang dianggap perlu guna terjaminnya
Konvensi Istambul
Berdasarkan konvensi Istambul diatas, Terusan Suez Berstatus Internasional dan tidak
dibatasi masaberlakunya. Negara-negara pemakai benar-benar mentaati Konvensi Istambul
termasuk negara Mesir.
Pada tanggal 23 Juli 1952 terjadi revolusi politik di Mesir Raja Farouk diturunkan dari tahta
oleh perwira muda Muhammad Najib dan Gamal Abdul Nasser dan Mesir menjadi Republik
dengan presiden pertama Muhammad Najib yang kemudian digulingkan oleh Gamal Abdul
Nasser pada tahun 1953. Pada masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser dilakukan
pembangunan di berbagai bidang yang kemudian memer-lukan biaya yang cukup besar
terutama untuk pembangunan Bendungan Aswan. Dalam memenuhi biayapembangunanyang
cukup besar tersebut Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser
mengumumkan NasionalisasiTerusan Suez kedalam wilayah Mesir pada tanggal 26 Juli
1956 sehingga menimbulkan krisis Suez.Tindakan mesir menasionalisasi Terusan
Suez mendapat reaksi Internasional khususnya Prancis dan Inggris yang menganggap Mesir
telah melanggar Konvensi Istambul 1888, sehingga Prancis dan Inggris merencanakan untuk
membantu Israel yang saat itu sedang berselisih dengan Mesir, mencegah rencana
Prancis Inggris dan agar krisis Suez tidak semakin memanas Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat Jhon Foster Dulles mengusulkan agar melakukan konferensi Internasional membahas
Status Terusan Suez .Konferensi berhasil diadakan di London Inggris pada tanggal 16
Agustus 1956 yang dihadiri 20 Negara,namun tidak dihadiri Mesir. Dalam
konferensi London berhasil di buat keputusan; Terusan Suez tetap berstatus Internasional,
pembentukan suatu badan Internasional untuk mengelola Terusan Suez.
Pemerintah Mesir menolak seluruh keputusan Konferensi London akibat penolakan Mesir
tersebut mengakibatkan Prancis dan Inggris menarik seluruh tenaga ahli, militer dan pilot-
pilotnya dari Terusan Suez yang kemudian dibalas Mesir dengan mendatangkan tenaga
ahli dan pilot-pilot dari Rusia dan sekutunya.Masalah Terusan Suez kemudian di bawa ke
sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan september 1956. Dalam sidang DK. PBB muncul
usul dari Sekjen PBB Dag Hammarskjold untuk menyelesaikan konflik Terusan Suez yaitu
:
1. Transit bebas dan terbuka melalui Terusan Suez tanpa perbedaan politik dan tehnik
2. Kedaulatan Mesir atas terusan Suez harus dihormati
3. Pengoperasian terusan Suez harus bebas dari pilitik setiap negara
4. Penetapan bea tol harus diputuskan bersama antara Mesia dan negara pemakai
5. Sebagian dari pendapatan harus digunakan untuk pengembangan Terusan Suez
6. Jika terjadi perselisihan harus diselesaikan dengan damai melalui arbitrase Internasional.
Mesir menyatakan menerima keenam prinsip tersebut dan menolak hasil konferensi London,
sedangkan Prancis dan Inggris merasa kurang puas dan menganggap Mesir telah melanggar
konvensiIstambul. Ketegangan semakin memanas di sekitar TerusanSuez. Secara mendadak
Israel kemudian menyerang daerah Semenanjung Sinai sampai bagian selatan Terusan Suez
pada tanggal 30 Oktober 1956, disusul dengan serangan gabungan Prancis dan Inggris
atasTerusan Suez tanggal 6 Nopember 1956 mereka menduduki Port Said pintu masuk
Terusan Suez dari Laut tengah. Penyerangan Prancis, Inggris dan Israel atas Mesir mendapat
reaksi dari masyarakat Internasional dan DK PBB segera melakukan sidang membahas krisis
Suez. Atas Usul dari Menteri Luar Negeri Kanada Lester B. Pearson. PBB memutuskan
untuk membantuk pasukan perdamaian yang akan ditempatkan di daerah Sinai Mesir
dengan nama UNEF.
Terusan Suez Pada Tahun 1958 sepenuhnya menjadi milik Mesir setelah Prancia dan Inggris
menarik pasukannya atas desakan Amerika Serikat, namun Terusan Suez baru dibuka
kembali pada tahun 1975.

3. Pengiriman Pasukan Perdamaian Garuda I.


Pertikaian dan peperangan yang terjadi di timur Tengah sebagai dampak dari Nasionalisasi
Terusan Suez oleh Pemerintah Mesir di bawah Presiden Gamal Abdul Nasser perlu segera
diakhiri dengan perdamaian. Langkah-langkah perdamaian telah diambil oleh PBB dengan
membentuk pasukan perdamaian pada tanggal 6 Nopember 1956 atas usul Menteri Luar
negeri Kanada Lester B. Pearson yang akan dikirim ke wilayah Mesir. Indonesia sebagai
bangsa yang cinta perdamaian telah menyatakan kesediaannya untuk bergabung dengan
Pasukan Penjaga perdamaian PBB tanggal 8 Nopember 1956. Kesediaan Indonesia mengirim
pasukannya bergabung dengan UNEF dilandasi keinginan untuk turut menciptakan
perdamaian dunia sebagaimana yang tertuang dalam tujuan nasional dalam Pembukaan UUD
1945 alunea ke-empat dan semangat politik Luar negeri Bebas Aktif. Sebagai realisasi
kesediaan Indonesia mengurim pasukan perdamaian dibawah bendera PBB, maka pada
tanggal 28 Desember 1956 dibentuk pasukan berkekuatan 550 Orang. Personil Pasukan
diambil dari kesatuan-kesatuan Teritorium IV/ Diponegoro dan Teritorium V/
Brawijaya dengan pimpinan pasukan Kolonel Hartoyo, kemudian digantikan Kolonel Suadi.
Pasukan diberi mana Pasukan Garuda yang bergabung dengan pasukan penjaga perdamaian
PBB United Nation Emergency Forces (UNEF), pemberangkatannya dilakukan dalam
sebuah upacara di depan istana negara pada bulan Januari 1957. Setelah Pasukan
Garuda sukses mengemban misi perdamaian di daerah Sinai, PBB kemudian sering meminta
Indonesia untuk mengirim pasukanya untuk bergabung dalam misi-misi perdamaian di
berbagai negara yang sedang bertikai.

4. Deklarasi Djuanda.
Negara Indonesia berdasarkan Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 meliputi seluruh
wilayah jajahan Hindia Belanda maka jelaslah bahwa yang menjadi wilayah dari RI mulai
dari Sabang sampai Merauke. Akan tetapi wilayah tersebut terbagi menjadi wilayah daratan
dan wilayah lautan, mengenai wilayah daratan RI jelas berdaulat, hanya wilayah lautan
Indonesia belum sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini dapat mengganggu
keutuhan wilayah Indonesia, dan dapat menjadi ancaman bagi kedaulatan Negara Kesatuan
RI. Hal ini terjadi kerena Indonesia masih mempergunakan penentuan batas laut teritorial
warisan Belanda yaitu Ordonansi tentang laut teritorial dan Daerah Maritim (Territorial Zee
en Maritime Kringen Ordonantie ) tahun 1939 menyatakan bahwa batas laut teritorial adalah
3 Mil diukur dari pantai setiap pulau pada saat air laut surut.Ordonansi tahun 1939
menyebabkan wilayah Indonesia antar Pulau menjadi terpisah oleh laut bebas dan akan dapat
membawa dampak yang sangat luas bagi kehidupan politik dan ekonomi bangsa
Indonesia. Bagi pemerintah Indonesia Pandangan tentang masalah kelautan yang telah
berabad-abad dipakai masyarakat dunia seperti; Ajaran Res Nullius; menyatakan bahwa laut
tidak ada yang memilikinya dan oleh karena itu laut dapat diambil oleh dan dimiliki oleh
tiap-tiap negara. Ajaran Res Communis; Menyatakan bahwa laut merupakan milik bersama
masyarakat dunia karena itu laut tidak dapat diambil dan dimiliki tiap-tiap negara, bukanlah
penghalang untuk menyatakan sikap tentang laut teritorial, kerena masalah laut teritorial bagi
Indonesia berhubungan langsung dengan keutuhan, kedaulatan, keamanan dan bahkan
ekonomi bangsa Indonesia. Dengan maksud untuk menjaga keamanan, keutuhan wilayah
kedaulatan, menjaga kekayaan alam yang berada di lautan. Pemerintah Indonesia melalui
Perdana Menteri Ir. Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 mengeluarkan pernyataan
mengenai wilayah perairan Indonesia yang disebut Deklarasi Juanda yang diantaranya
berbunyi: “ bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-
pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya,
Adalah bagian- bagian yang wajar dari wilayah daratan negara Indonesia dan dengan
demikian bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawd
kedaulatan mutlak negara indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi
kapal-kapal asing dijamin selama tidak bertentangan dengan / mengganggu kedaulatan dan
keselamatan negara Indonesia penentuan batas laut teritorial (yang lebarnya 12 mil) di ukur
dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau- pulau negara Indonesia “
Deklarasi Juanda tersebut dikeluarkan dengan menggunakan prinsip-prinsip negara
kepulauan atau Archipelago Principle/Wawasan Nusantara dengan dasar-dasar pokok
pertimbangan sebagai berikut :
1. Bentuk geografis indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari
beribu- ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri
2. Bagi keutuhan wilayah teritorial dan untuk melindungi kekayaan Indonesia,
semua kepulauan serta laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai
satu kesatuan yang utuh.
3. Penentuan batas laut teritorial, seperti termaktub dalam Territoriale Zee en
Maritime Kringen Ordonantie 1939 Nomor 442 pasal 1 ayat 1 tidak sesuai
dengan kondisi negara Indonesia sebagai negara kepulauan.
4. Bahwa setiap negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil
tindakan-tindakan yang dipandang perlu dalam melindungi keamanan dan
keutuhan Negaranya.
Peryataan Pemerintah Indonesia atau Deklarasi Juanda ditolak oleh negara Amerika
Serikat, Inggris, Belanda, Australia dan Selandia Baru. Sementara Uni Soviet dan RRC
menyatakan mendukung. Pemerintah Indonesia untuk sementara menangguhkan
pengukuhannya kedalam perundang-udangan serta menunggu reaksi dari masyarakat
internasional. Pada bulan April 1958 di Jenewa Swiss dilangsungkan konferensi Hukum laut
yang pertama namun tidak mengambil keputusan tentang pengaturan laut teritorial
berdasarkan Archipelago principle. Konferensi II tentang hukum laut kembali diadakan di
Jenewa pada bulan Pebruari 1960. Dalam konferensi delegasi Indonesia berusaha
memperjuangkan prinsip wawasan Nusantara namum belum dapat diterima. Walaupun belum
dapat diterima masyarakat internasional. Pemerintah Indonesia terus melakukan upaya
perjuangan konsep Deklarasi Juanda di forum internasional, sedangkan di dalam negeri
pemerintah pada tanggal 18 Februari 1960 mengeluarkan Peraturan Pemeintah Pengganti
Undang-undang (Perpu) No. 4/ Prp tahun 1960 yang mengukuhkan prinsip-prinsip
Deklarasi Juanda. Konsep Wawasan Nusantara atau negara kepulauan (Archipelago
Principle) baru mendapat pengesahan Internasional dalam konferensi Hukum laut
Internasional III di Montego Bay Jamaika pada tanggal 10 Desember 1982 yang dimuat
dalam pasal 46-54 United Nation Conventuon On The Law Of The Sea (UNCLOS) 1982.

5. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

A. Materi

1. Dekrit Presiden 5 Juli 1959.


Dekrit yang berati maklumat atau keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang di
umumkan kepada masyarakat suatu negara atau masyarakat seluruh dunia, bagi Indonesia
dekrit tidak diatur dalam konstitusi negara, oleh karenanya dekrit tidak memiliki dasar
hukum yang kuat, biasanya dasar hukum yang dipakai dasar hukum tidak tertulis dalam
keadaan darurat dan berdasar pada kekuasaan Presiden sebagai kepala Negara. Seperti
Pernyataan Makamah Agung RI pada tanggal 11 Juli 1959, bahwa keadaan yang
dapat membahayakan negara, Kepala negara bisa mengambil tindakan yang dianggap perlu
untuk menyelamatkan negara..
Kondisi kehidupan politik dalam pemerintahan negara Indonesia sampai pengakuan
kedaulatan oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 belum juga stabil, pertentangan
antar partai dan elit politik terus mewarnai kehidupan politik di Indonesia hal ini terus
berlanjut sampai terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus
1950 dengan sistim demokrasi liberal berlandaskan UUD S 1950. Pertentangan antar partai
dan elit politik semenjak tahun 1950 semakin parah, pertentangan telah mengarah kepada
usaha untuk menjatuhkan lawan politik dengan mencari-cari kelemahan lawan. Hal
ini sangat mengganggu jalannya roda pemerintahan dan terhambatnya pembangunan
nasional karena kabinet yang berkuasa tidak dapat menjalankan program-
program kaninetnya sampai selesai dan sering dipaksa untuk menyerahkan mandatnya
sebelum masa tugasnya selesai, kondisi ini menyebabkan kabinet tidak dapat bertahan lama
dan pergantian kabinet menjadi hal biasa. Dalam upaya memperbaiki situasi politik
Indonesia pada tahun 1955 di lakukan Pemilihan umum untuk memiliki anggota konstituante
yang akan menyusun UUD baru pengganti UUDS 1950, sekaligus menyusun dasar-dasar
kehidupan politik bangsa yang akan dilaksanakan oleh pemerintah. Pemilu juga diadakan
untuk memilih anggota DPR yangdiharapkan dapat menjalan- tugasnya sesuai keinginan
rakyat dan lebih mementingkan kepentingan bangsa, perbaikan terhadap situasi politik
yang dapat menghambat pembangunan dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia telah dilakukan dengan mengadakan pemilihan umum pada tahun 1955, harapan
perbaikan berada pada Para anggota DPR dan konstituante hasil pemilu yang pelantikannya
dilakukan tanggal 10 Nopember 1956, dalam melaksanakan tugas-tugasnya tidak dapat
melepaskan diri dari pengaruh partai, kelompok dan golongannya. DPR teryata lebih senang
memperjuangkan kepentingan partainya dari pada kepentingan rakyat. Dalam Badan
konstituante juga terjadi perdebatan- perdebatan yang belarut-larut tanpa dapat membuat
rumusan UUD baru yang dapat diterima semua pihak. Suasana demikian semakin
memperkeruh kondisi politik nasional yang menimbulkan ketidak percayaan kepada
pemerintah pusat.
Munculnya dewan-dewan di beberapa daerah di Indonesia merupakan cerminan dari
kegagalan para elit politik DPR, Badan Konstituante dan Pemerintah untuk menciptakan
suasana politik yang stabil. Dalam bayang-bayang akan kegagalan Konstituante menyusun
UUD baru. Presiden Soekarno mengeluarkan Konsepsi Presiden pada tanggal 21 Pebruari
1957 yang berisikan :
a. Sistim demokrasi liberal ala barat tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia oleh
karena itu perlu diganti dengan sistim demokrasi terpimpin
b. Untuk melaksanakan demokrasi terpimpin perlu dibentuk kabinet Gotong royong terdiri
dari
semua partai politik dan golongan
c. Perlu dibentuk Dewan Nasional yang beranggotakan golongan-golongan fungsional dalam
masyarakat, untuk memberi nasehat kepada kabinet baik diminta maupun tidak.
Konsepsi presiden mendapat reaksi penolakan dari partai Masyumi, NU, PSII, Partai Katolik
dan Partai Rakyat Indonesia mereka menilai bahwa konsepsi presiden tersebut mengarah
pada perubahan ketatanegaraan dan sistim pemerintahan dan menjadi tugas Badan
Konstituante, sementara PNI dan PKI menilai bahwa konsepsi presiden dapat menjadi solusi
penyelesaian krisis politik yang terjadi pada waktu itu. Suasana pro dan kontra terhadap
konsepsi tersebut terus berlangsung dan bahkan di beberapa daerah yang telah membentuk
dewan-dewan daerah kemudian menyatakan memisahkan diri dari RI dengan
memproklamasikan PRRI/ PERMESTA. Dalam situasi dan kondisi yang dapat
menyebabkan negara dan bangsa terpecah-pecah, Presiden Soekarno pada tanggal 22 April
1959 dihadapan para anggota konstituante menyampaikan amanat yang berisi anjuran agar
Konstituante menetapkan kembali ke UUD 1945.
Menanggapi anjuran Presiden Soekarno tersebut, Konstituante kembali mengadakan sidang
untuk melakukan pemungutan suara pada tanggal 30 mei 1959, hasilnya mayoritas anggota
menginginkan kembali ke UUD 1945, akan tetapi jumlah suara tidak mencapai dua per tiga
seperti tercamtum dalam pasal 137 UUDS 1950. Pemungutan suara diulang tanggal 1 Juni
dan tanggal 2 Juni 1959 namum hasilnya tetap tidak mencapai dua per tiga, pada tangal 3
Juni 1959 Konstituante mengadakan reses yang di ikuti dengan peryataan beberapa fraksi
untuk tidak menghadiri sidang. Keadaan ini memperlihatkan ketidak mampuan para anggota
konstituante untuk memecahkan permasalahan UUD dengan menggunakan sistim demokrasi
liberal. Kegagalan Konstituante menyusun dan menetapkan UUD, munculnya gangguan
keamanan berupa gerakan separatisme, Situasi dan kondisi politik dalam negeri yang tidak
menentu. Menimbulkan desakan kepada presiden Soekarno untuk segera mengakhirinya
dengan mengeluarkan Dekrit. Akhirnya Presiden Soekarno pada hari Minggu tanggal 5 Juli
1959 pukul 17.00 Wib membacakan Dekrit Presiden di Istana negara yang berisikan antara
lain :
1. Pembubaran Konstituante
2. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
3.Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Kabinet Juanda dinyatakan
Demisioner, akan digantikan kabinet baru dengan sistim Kabinet Presidensil atau berdasarkan
UUD 1945, dukungan terhadap Dekrit Presiden ini datang dari Angkatan Perang, Makamah
Agung dan sebahagian besar Rakyat yang mendambakan terciptanya situasi politik dan
keamanan yang stabil.

2. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin.


Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah menetapkan kembali berlakunya UUD 1945, sebagai
landasan ketatanegaraan dan sistim pemerintahan Indonesia. Presiden
Soekarno memperkenalkan sistim Demokrasi Terpimpin yang rumusannya diambil dari
UUD 1945 dan Pancasila sila ke empat. Demokrasi yang dipimpin oleh hitmak kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
Kekuasaan terbesar akan berada pada lembaga permuyawaratan / perwakilan (MPR dan
DPR). Akan tetapi dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin diartikan menjadi Demokrasi
yang seluruh Kekuasaan berada di tangan eksekutif (Presiden ). Pemusatan kekuasaan di
tangan Presiden menyababkan Demokrasi Terpimpin menjadi menyimpang dari UUD
1945.Pelaksanaan demokrasi terpimpin menyangkut bidang politik dimulai dari
pembentukan kabinet kerja pada tanggal 10 Juli 1959 Presiden Soekarno sebagai Perdana
Menteri dan Juanda sebagai memteri utama dengan program kerja; pemenuhan sandang,
pangan, pemulihan keamanan dan pengembalian Irian Barat. Pembentukan MPRS dengan
Penetapan Presiden No 2 tahun 1959, melakukan pembentukkan DPAS dengan penetapan
Presiden No 3 tahun 1959. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno berpidato untuk
memperingati HUT kemerdekaan ke 14 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi kita
yang lebih dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia, dengan intisari USDEK (
Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Tempimpin, Ekonomi
terpimpin dan kepribadian bangsa), dalam sidang DPAS 23-25 september 1959 diusulkan
agar Manipol Usdekdijadikan GBHN yang mendapat tanggapan dari Presiden dengan
mengeluarkan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1960, Pengukuhan Manipol Usdek menjadi
GBHN dan dikuatkan oleh MPRS dengan Tap. MPRS No. 1 tahun 1960. Untuk
mengamankan pelaksanaan Manipol Usdek dibentuk Front Nasional dengan penetapan
presiden No. 13 tahun 1959 dengan tujuan; menyelesaikan revolusi nasional, melaksanakan
pembangunan semesta nasional dan mengusahakan pengembalian Irian Barat secepatnya.
Pada tahun 1960 Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 dengan
penetapan Presiden No.3 tahun 1960, dan menggantinya dengan membentuk DPR-GR
melalui Penetapan Presiden No.4 tahun 1960 tanggal 24 Juni 1960 yang seluruh anggotanya
dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan tugas-tugas ; melaksanakan
Manipol, Merealisasikan amanat penderitaan rakyat dan melaksanakan demokrasi
terpimpin. Para anggota DPR hasil pemilu tahun 1955 yang dibubarkan Presiden
tersebut telah menyatakan kesediaan untuk bekerja
sama dengan pemerintah sebagai dukungan DPR terhadap keluarnya Dekrit
Presiden dan sistim demokrasi terpimpin. Presiden pada tanggal 23 Juli 1959 melantik
kembali para anggota DPR hasil Pemilu 1955 untuk menjalankan fungsinya sebagai mana
tertuang dalam UUD 1945, akan tetapi ketika DPR melaksanakan fungsinya yakni menolak
Anggaran yang diajukan pemerintan untuk tahun 1961, Presiden bukannya memperbaiki atau
menjalankan anggaran tahun sebelumnya tetapi langsung mengeluarkan Penpres No.3
Pembubaran DPR tahun 1960. Pada masa demokrasi terpimpin juga pemerintah tidak lagi
melakukan politik Luar negeri Bebas Aktif melainkan menjalankan politik luar negeri
Konfrontasi dengan membagi dunia ini menjadi dua kekuatan yakni kelompok negara-negara
yang tergabung dalam Olds Established Forces dan negara-negara yang tergabung dalam
New Emerging forces dan Indonesia berada dalam kelompok negara New Emerging Forces
(Nefo) yang berhadapan dengan negara Olds Estalished Forces ( Oldefo) tindakan tersebut
membawa Indonesia untuk menjalankan politik luar negeri poros-porosan dan lebih
mendekatkan diri pada kelompok negara-negara tertentu yang dikenal dengan poros Jakarta,
Peking Pyongyang dan Phnom Pen. Pelaksanaan politik luar negeri yang demikian telah
menjerumuskan Indonesia menjadi negara yang menjauhkan diri dari kelompok negara-
negara Oldefo dan ketika muncul fenomena baru berdirinya Negera federasi Malaysia,
Pemerintah tidak mampu menerima kenyataan tersebut dan segera melakukan penolakan
dengan menyebut bahwa pendirian negara Malaysia merupakan pekerjaan dari Neo
kolonialisme yang harus dicegah. Pemerintah segera mengeluarkan Dwi Kora yang lebih
dikenal dengan Ganyang Malaysia dan diikuti dengan pengiriman tentara ke perbatasan
dengan Malaysia yang diteruskan dengan keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB karena
menolak Malaysia menjadi anggota PBB. Adapun ciri-ciri pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
antara lain :
1. Dominasi Kekuasaan terpusat hanya ditangan Presiden Soekarno
2. Politik menjadi Penglima
3. Tidak berfungsinya lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara
4. Peran Partai politik sangat minim dan bahkan tidak ada
5. Terjadinya perangkapan jabatan antar lembaga tinggi dan tertinggi Negara
6. Meningkatnya Peran dan dominasi politik PKI dalam pemerintahan
7. Timbulnya pertentangan Antara Presiden Soekarno dengan TNI
8. Keluarnya Republik Indonesia dari keanggotaan PBB
Dalam bidang ekonomi selama demokrasi terpimpin dilaksanakan sistim Ekonomi
Terpimpin dimana presiden menjadi pemegang kendali pengaturan prekonomian dan sangat
terpusat pada presiden. Kondisi ini mengakibatkan pembangunan ekonomi menjadi kurang
menguntungkan oleh karena kegiatan ekonomi menjadi tidak lagi rasional dan pembangunan
ekonomi cendrung dikaitkan dengan politik Pemerintahan seperti melakukan pembangunan
proyek-proyek mercusuar yang tidak berkaitan langsung dengan pembangunan ekonomi
seperti pembangunan Monumen Nasional, pembangunan Gelora senayan, pelaksanaan
Ganefo dan pelaksanaan Konfrensi-konfrensi Nefo yang menghabiskan biaya yang cukup
besar, berdampak pada menurunnya kegiatan ekonomi, defisit anggaran yang terus menerus,
peningkatan jumlah uang yang beredar tidak lagi mampu meningkatkan produksi atau
memperlancar arus barang, inflasi sangat tinggi mencapai 400-700 %. Pemerintah juga
melakukan kebijakan yang menghambat laju pertumbuhan ekonomi dengan melakukan
pemungutan sebagian dana dari hasil Ekspor dan Impor untuk membiayai pembangunan
proyek-proyek mercusuar dengan dalih Dana Revolusi. Dalam rengka mengatasi
permasalahan ekonomi pada masa Ekonomiu terpimpin. Pemerintah membentuk Dewan
Perancang Nasional (Depernas) tahun 1962. Yang diteruskan dengan pembentukan Badan
Perancang Pembangunan Nasional (Bapenas) pada tahun 1963, melakukan Devalusai dan
pemotongan uang seperti Mata uang Rp. 500,- menjadi hanya Rp. 50,- dan uang Rp. 1000,-
keatas dihapus, pembekuan simpanan pada Bank-Bank bagi simpanan diatas Rp. 25.000,-.
Pada tanggal 28 Maret 1963 Pemerintah mengeluarkan Deklarasi Ekonomi atau Dekon yang
intinya bersifat nasional, demokratis, bebas dari sisa-sisa imperialisme. Pelaksanaannya
tertuang dalam 14 buah peraturan tanggal 26 Mei 1963 menyakut Ekspor-impor, harga dan
lainya, namum usaha ini tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi terutara menurunkan
inflasi. Pemerintah pada tanggal 17 April 1964 kembali mengeluarkan peraturan di bidang
ekonomi, namun tidak juga berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi bahkan sampai
tahun 1965 inflasi telah mencapai 65 % sehingga pada bulan desember 1965 pemerintah
kembali melakukan Devaluasi seruluh uang dengan seperseribunya ( Rp. 1000,- menjadi
Rp.1,-). Adapun sebab sebab yang mengakibatkan terjadinya kesulitan ekonomi pada masa
demokrasi terpimpin yaitu: Pelaksanaan pembangunan dan penyelesaian masalah ekonomi
tidak rasional bahkan cendrung lebih bersifat politis dan tanpa kendali ( semaunya
pemerintah dalam hal ini Presiden Soekarno). Tidak adanya ukuran yang jelas dan
obyektif untuk menilai suatu usaha atau hasil orang lain ( pemerintah menilai menurut
kemauannya).

6. Perjuangan Pengembalian Irian Barat.

A. Materi

a. Perjuangan Diplomasi
Irian Barat yang merupakan wilayah Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus
1945, belum menjadi bagian sah negara RI hal ini disebabkan karena belanda tidak mengakui
dan bahkan dalam perundingan Konferensi meja Bundar yang berlangsung di Belanda yang
menghasilkan pengakuan kedaulatan RI, masalah Irian Barat ditunda pembicaraannya
berdasar pada salah satu butir kesepakatan konferensi Meja Bundar. Irian Barat tetap status
quo dan akan ditentukan setahun setelah pengakuan kedaulatan lewat jalan
perundingan, Pemerintah Indonesia menganggap bahwa masalah Irian akan dapat
diselesaikandengan mudah berdasarkan hasil KMB, namun kenyataan menunjukkan lain
walau telah setahun berlalu Belanda belum juga berniat untuk membicarakan masalah Irian
Barat dengan Indonesia pada hal Pemerintah Indonesia sangat memprioritaskan
masalah penyelesaian Irian Barat hal ini dapat dilihat dari dicamtumkannya masalah Irian
Barat dalam setiap program kerja Kabinet semenjak tahun 1950.
Pada awalnya pemerintah Indonesia berusaha menyelesaikan masalah Irian Barat melalui
jalur diplomasi bilateral dalam lingkunngan Uni Indonesia Belanda namun usaha ini
mengalami jalan buntu karena Belanda ingin tetap menguasai Irian Barat dan tidak berniat
mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia. Pemerintah Indonesia terus melakukan upaya
diplomasi dengan dunia Internasional melalui forum-forum internasional dan tindakan
pemerintah Indonesia diantaranya :

1. Berupaya memasukkan masalah Irian Barat kedalam agenda sidang DK PBB namun
tidak berhasil karena Belanda berhasil mempengaruhi anggota DK PBB dengan
alasan bahwa masalah Irian Barat Adalah masalah Dekolonisasi Belanda Berupaya
memasukkan masalah Irian Barat dalam agenda sidang Majelis Umum PBB tidak
mendapat tanggapan positif.
2. Memasukkan masalah Irian Barat ke dalam Agenda sidang Konferensi Asia Afrika di
Bandung tahun 1955dan berhasil mendapat dukungan dari peserta KAA.
3. Membatalkan seluruh persetujuan yang terdapat dalam KMB dan menyatakan tidak
terikat dalam Uni Indonesia-Belinda
4. Melakukan peresmian pembentukan Propinsi Irian Barat pada tanggal 17 Agustus
1956 dengan Ibu kota Soa Siu di tidore dan mengangkat Zainal Abidin Syah menjadi
Gubernur Irian Barat.
5. Melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda semenjak 17 Agustus
1960
6. Menganggat masalah Irian Barat dalam sidang umum PBB yang disampaikan
Presiden Soekarno dalampidatonya yang berjudul “ To Build the World A New”: (
Membangun Dunia Baru). Pada bulan September 1960. Berbagai perjuangan
diplomasi yang diklakukan belum juga menunjukkan titik terang mengenai
pengembalian Irian Barat kepada Indonesia.

b. Konfrontasi Ekonomi.
Dalam rangka memperkuat perjuangan diplomasi pembebasan Irian Barat dilaksanakan
pula penekananekonomi terhadap Belanda berupa tindakan konfrontasi ekonomi terhadap
seluruh aktivitas perekonomian yangada kaitannya dengan Belanda. Konfrontasi ekonomi
yang berupa aksi-aksi mulai dilakukan di Indonesiasemenjak tahun 1957. Aksi-aksi dalam
rangka konfrontasi ekonomi tersebut antara lain :

1. Melakukan Rapat Umum di Jakarta tanggal 18 November 1957 yang disusul dengan
aksi pemogokan total semua buruh yang berkerja pada perusahaan-perusahaan
Belanda. Mulai tanggal 2 Desember 1957.
2. Melarang pesawat terbang milik MaskapaiPenerbangan Belanda (KLM) untuk
terbang dan mendarat di wilayah Indonesia
3. Melarang semua kegiatan konsuler Belanda di Indonesia tanggal 5 Desember 1957.
4. Melarang semua Film dan terbitan Belanda beredar di Indonesia
5. Pengambilalihan Perusahaan-perusahaan milik Belanda oleh kaum buruh, karyawan
dan rakyat secara spontan.

Untuk mencegah kekacauan dan sekaligus menampung keinginan rakyat KSAD selaku
penguasa Perang pusat mengambil kebijakan mengambil alih seluruh perusahaan milik
Belanda dan menyerahkannya kepada negara diantaranya :
Bank Escompto, Percetakan De Unie, Perusahaan Philips, Netherlandsche Maatschappij N.P
. Kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah Nomor 23 tahun 1958 untuk
memperkuat pengambil alihan semua perusahaan-perusahaan dan modal milik Belanda
tersebut.

c. Konfrontasi Bersenjata
Sikap Pemerintah Belanda yang enggan mengembalikan Irian Barat dan ditambah dengan
tidak adanya niat dari PBB untuk mencari penyelesaian masalah pengembalian Irian Barat
membuat Indonesia memilih jalan menggunakan kekuatan militer untuk merebut Irian Barat.
Sikap Indonesia ini telah di ungkapkan Presiden Soekarno dalam pidatonya dihadapan sidang
Majelis Umum PBB pada bulan September 1960. Dalam rangka melaksanakan tindakan
militer perlu dipersiapkan suatu kekuatan militer yang akan mampu menandingi kekuatan
militer Belanda di Irian Barat. Pemerintah Indonesia segera melakukan persiapan dengan cara
mencari bantuan senjata ke luar negeri terutama ke Amerika Serikat akan tetapi misi
pembeliian senjata ke Amerika Serikat yang di pimpin Menko Hankam Kasad. Jendral A.H.
Nasution tidak berhasil. Misi pembelian sejata kemudian bertolak ke Uni Soviet pada bulan
Desember 1960 dan berhasil mengadakan perjanjian pembelian senjata dalam jumlah yang
sangat besar buat Indonesia. Misi ini juga melalukan kunjungan kebeberapa negara untuk
menjajagi sikap mereka jika terjadi Perang antara Indonesia dan Belanda di Irian Barat
negara-negara tersebut Muangthai, Philipina, Australia, Selandia Baru, Jerman, Prancis dan
Inggris.
Mengetahui persiapan militer yang dilakukan Indonesia dalam merebut Irian Barat.
Pemerintah Belanda mengajukan protes kepada PBB dengan menuduh Indonesia melakukan
Agresi, dan segera pula melakukan kegiatan memperkuat militer baik Angkatan Darat
maupun Angkatan Udara di Irian Barat dengan mendatangkan kapal Induk “ Karel
Doorman”. Pada bulan Agustus 1961. Situasi yang semakin menjurus pada perang terbuka
telah menyebabkan pemerintah Indonesia perlu mengabil sikap tegas agar dalam perang
Indonesia mampu membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda.
Dalam rangka persiapan-persiapan melaksanakan tindakan militer Presiden Soekarno secara
psikologis berupaya meningkatkan jiwa dan semangat juang TNI dan rakyat Indonesia untuk
berjuang membebaskan Irian Barat dari Kekuasaan Balanda. Untuk itu pada tanggal 19
Desember 1961 dalam sebuah rapat Umum di Yogyakarta.
Presiden Soekarno mengeluarkan Perintah dalam upaya pembebasan Irian Barat yang dikenal
dengan Trikora (Tri Komando Rakyat ). Pada intinya Trikora memuat perintah sebagai
berikut :
1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua Buatan kolonial Belanda
2. Kibarkan Sang saka merah Putih di Irian Barat Tanah air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah Air
dan bangsa Indonesia
Setelah pemerintah melakukan perubahan kebijakan dalam upaya memperjuangkan
pengembalian Irian Barat yang mengarah kepada konfrontasi militer dan diperkuat dengan
keluarnya Perintah Presiden dengan Tri Kora, maka satuan-satuan Angkatan laut terrus
mengadakan operasi militer untuk mencegah masuknya senjata dan pasukan Asing ke Irian
Barat, dalam salah satu operasi rutin Angkatan laut kapal-kapal perang RI yang terdiri dari
Kapal Motor Terpedo Boat (MTB), Macan Tutul, Macan Kumbang dan Harimau di serang
oleh kapal Induk Belanda “Karel Doorman” di Laut Arafura, yang menyebabkan salah satu
kapal Perang Indonesia KMB Macan Tutul Tenggelam berserta seluruh pasukannya
tenggelam setelah terlebih dahulu terbakar termasuk deputi Kasal Komodor Yos Sudarso dan
Kapten Wiratno. Pada awal bulan Januari 1962 di tetapkan susunan komando Tertinggi
pembebasan Irian Barat sebagai berikut :

a.
1. Panglima Besar Komando Tertinggi : Presiden / Panglima Tertinggi Ir.
Soekarno.
2. Wakil Panglima Besar Komando tertinggi : Jendral TNI A. H. Nasution
3. Kepala Staf : Mayor Jendral TNI Achmad Yani

Sedangkan untuk melakukan operasi militer ke Irian Barat di bentuk pula Komando
pelaksana pembebasan yang diberi nama Komando Madala yang bermarkas di Makassar.
Adapun Susunan Komando Mandala adalah :

a. Panglima Mandala : Mayor Jendral Soeharto


b. Wakil Panglima I : Kolonel Laut Subono
c. Wakil Panglima II : Kolonel Udara Leo Watimena
d. Kepala Staf Umum : kolonel Achmad Tahir

Berdasarkan istruksi dari Komando tertinggi (KOTI) pembebasan Irian Barat No. 1.
Komando Mandala mempunyai tugas: Merencanakan, mempersiapkan dan
menyelenggarakan operasi-operasi militer dengan tujuan mengembalikan Irian Barat
kedalam kekuasaan negara RI. Mengembangkan situasi di wilayah Irian Barat sesuai dengan
taraf-taraf perjuangan di bidang diplomasi, supaya dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya di wilayah Irian Barat dapat diciptakan daerah-daerah babas atau dapat
didudukkan pemerintahan daerah RI. Dalam melaksanakan tugas berat itu Komando mandala
merencanakan tiga fase untuk merebut Irian Barat yakni :
1. Fase Infiltrasi sampai akhir tahun 1962.
Fase Infiltrasi Adalah usaha untuk memasukkan 10 kompi Angkatan bersenjata dan
sukarelawan ke wilayah sasaran yang akan dijadikan daerah bebas (de facto). Kesatuan-
kesatuan dan sukarelawan tersebut harus dapat mengembangkan penguasaan wilayah dengan
mengajak rakyat Irian Barat untuk berjuang secara fisik. Dalam fase ini dilakukan pendaratan
pendaratan sukarelawan-sukarelawan di pulau Gag, Waigeo, dan Sansapor salah seorang
sukarelawati bernama Herlina yang oleh pemerintah pernah di berikan Pending emas atas jasa
dan keikutsertaannya dalam pembebasan Irian Barat. Pada bulan Maret 1962, mendaratkan
pasukan di sekitar Fak-fak dengan operasi Banteng Ketaton bulan April 1962, mendaratkan
pasukan di sekitar Sorong dan Teminabuan dengan Operasi Serigala, mendaratkan pasukan
Detasemen Brigade Mobil di sekitar Fak-fak pada tanggal 15 Mei 1962, menerjunkan
pasukan sebanyak 124 personil pada bulan Mei melalui operasi Naga dan
menerjunkan pasukan untuk memperkuat pasukan yang telah ada di Irian Barat melalui
operasi Jatayu untuk Sorong, Kaimana dan Merauke.
2..Fase Eksploitasi sampai akhir 1963
Fase Eksploitasi adalah Fase terjadinya serangan dan perang terbuka terhadap pusat-pusat
dan militer lawan dan harus dapat menduduki semua pos-pos militer musuh untuk itu
direncanakan untuk melakukan perang terbuka dengan nama Operasi Jaya Wijaya. Operasi
Jaya Wijaya yang direncanakan empat Tahap untuk merebut dan menghancurkan kekuasaan
musuh di Irian Barat tidak Jadi dilaksanakan atas perintah Panglima tertinggi Komando
pembebasan Irian Barat karena telah tercapai persetujuan damai di New York antara
Indonesia dan Belanda .
3. Fase Konsolidasi awal tahun 1964
Fase Eksploitasi Adalah upaya untuk menengakkan kekuasaan pemerintah Republik
Indonesia di seluruh wilayah Irian Barat secara penuh. Setelah Pemerintah Indonesia
melakukan persiapan secara militer termasuk mendaratkan pasukan dan para sukarelawan ke
Irian Barat. Belanda kemudian menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan Irian Barat
kepada Indonesia atas desakan Amerika Serikat melalui program bantuan Marshaal
Plan. diplomat Amerika Serikat Ellswort Bunker kemudian menyusun rencana penyerahan
Irian Barat dengan bantuan PBB. Rencana penyerahan yang disusun diplomat Ellswort
Bunker menjadi landasan dalam Persetujuan New York yang ditanda tanggani oleh Indonesia
dan Belanda di markas PBB pada tanggal 15 Agustus 1962. Persetujuan tersebut Berisi antara
lain :

a.
1. Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Pemerintahan sementara PBB
atau United Nation Temporary Authority (UNTEA). Paling lambat 1 Oktober
1962. Bendera PBB akan berkibar besama-sama bendera Belanda.
2. Pemerintahan Sementara PBB UNTEA akan menggunakan tenaga-tenaga
dari bangsa Indonesia dan akan mengurangi tenaga-tenaga dari bangsa
Belanda.
3. Seluruh pasukan Indonesia yang berada di Irian Barat tetap dipertahankan dan
akan berada dibawah UNTEA.
4. Semua pasukan Belanda akan dipulangkan secara berangsur-angsur untuk
digantikan pasukan Indonesia
5. Bendera Indonesia akan dikibarkan pada tanggal 31 Desember 1962 setelah
bendera Belanda diturunkan
6. Pemerintahan Sementara PBB akan menyerahkan Irian Barat Kepada
Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963
7. Pemerintah Indonesia selambat-lambatnya akhir tahun 1969 harus
melaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)

Untuk memberikan kesempatan kepada rakyat Irian Jaya untuk memilih tetap berada dan
menjadi wilayah RI ataumemisahkan diri dari Republik Indonesia. Penentuan Pendapat
Rakyat (Pepera). Irian Barat secara resmi diserahkan PBB pada tanggal 1 Mei 1963 dan oleh
Indonesia kemudian di beri nama Irian Jaya walaupun masih ada salah satu butir perjanjian
New York yang harus dilaksanakan yakni Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Sebelum
akhir tahun 1969. Penyerahan tersebut disambut dengan sukacita kemenangan bangsa
Indonesia Khususnya rakyat Irian Barat Penyelenggaraan Penentuan Pendapat Rakyat atau
Pepera persiapannya mulai berlangsung pada tanggal 24 Maret 1969 ketika diadakan
konsultasi dengan Dewan Kabupaten di Jaya Pura untuk membahas tentang tata cara
peyelenggaraan Pepera, selanjutnya pada bulan juni 1969 dilakukan pemilihan anggota
Dewan Musyawarah Pepera pada waktu itu terpilih 1.026 orang anggota Dewan Musyawarah
dari 8 Kabupaten. Pelaksanaan Pepera dilakukan per kabupaten mulai pada tanggal 14 Juli
1969 dari Merauke dan berakhir Jaya pura pada tanggal 4 Agustus 1969. Sementara itu
Sekjen PBB mengutus Fernando Ortiz Sanz untuk memberikan nasehat, membantu dan
ambil bagian dalam Pelaksanaan Pepera yang tiba pada tanggal 23 Agustus 1968 di Jaya
Pura Irian Barat. Pelaksanaan Pepera menunjukkan bahwa rakyat Irian Barat sebahagian
besar tetap ingin bersatu dengan Indonesia hasil ini kemudian disahkan oleh Dewah
Musyawarah Pepera dan selanjutnya ditetapkan secara resmi oleh PBB dalam sidangUmum
Ke-24 tanggal 19 Nopember 1969.

7. Gerakan 30 September PKI


a. Pemberontakan G 30 S/PKI
Gerakan 30 September merupakan istilah yang dipakai untuk menyebutkan peristiwa yang
terjadi pada hari jum’at tanggal 1 Oktober 1965 di Jakarta berupa penculikan dengan paksa
terhadap 7 perwira Tinggi TNI-AD dari tempat ke diaman masing masing dan 6 orang
diantara Pati TNI-AD berhasil ditawan dan diculik secara paksa dan kemudian di bawa ke
Sekitar Halim Perdana Kusuma untuk diadili. Ke Enam Pati TNI-AD tersebut tewas secara
mengenaskan dan mereka di ketemukan di dalam Lubang Sumur Tua yang ada disekitar
daerah Lubang Buaya . Penculikan itu sendiri di lakukan oleh kesatuan TNI-AD dari
pasukan Cakrabirawa dibawah pimpinan Letnan Kolonel Untung Sutopo. Peristiwa G 30 S
selalu dikaitkan dengan PKI sehingga pada setiap Penulisan selalu ditambahkan PKI atau G
30 S / PKI. Penyebutan lain terhadap Peristiwa tersebut adalah Gestapu (Gerakan September
tiga Puluh) atau Gestok (Gerakan Satu Oktober) Gerakan 30 September yang akan diuraikan
pada buku ini hanya satu versi dari banyak pendapat tentang dalang dibalik peristiwa tersebut
yakni Versi yang menyebutkan Gerakan 30 September didalangi PKI.

b. Penumpasan G 30 S/PKI
G 30 S/PKI yang didalangi PKI membuat marah rakyat yang Pancasilais, sehingga mereka
menuntut agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas membubarkan PKI. Namun
kenyataan nya presiden Soekarno tidak segera mengambil langkah-langkah tegas seperti yang
mereka harapkan.
Pada tanggal 12 Januari 1966 segenap kesatuan aksi yang tergabung dalam fron Pancasila
mengadakan demontrasi di halaman gedung DPR Gotong Royong dengan
mengumandangkan Tritura yang berisi :
1) Bubarkan PKI
2) Bersihkan kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI
3) turunkan harga/perbaikan ekonomi
Puncak demontrasi terjadi ketika Presiden melantik Kabinet Dwikora yang disempurnakan
tanggal 24 Februari 1966, dalam demontrasi itu seorang mahasiswa UI yang bernama Arif
Rahman Hakim tewas.
Pada tanggal 1 Maret 1966 Kabinet Dwikora yang disempurnakan mengadakan sidang di
Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden Soekarno, diluar istana massa rakyat berdemontrasi
dengan hebatnya. Selesai sidang, Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan
Brigjen Amir Mahmud melaporkan sekaligus minta ijin Men/Pangad Letjen Soeharto untuk
menghadap Presiden di Bogor, ketiganya diijinkan dengan disertai pesan untuk Presiden
bahwa Letjen Soeharto sanggup mengatasi keadaan , asal rasa keadilan dipenuhi yaitu PKI
dibubarkan, dan Soeharto bersedia melakukannya dengan mandat penuh dari presiden.
Sesampainya di Bogor, ketiga perwira tinggi itu menyampaikan usulan dan pesan Soeharto.
Setelah melakukan diskusi presiden memutuskan untuk mengeluarkan sebuah surat perintah
kepada Men/Pangad Letjen Soeharto nyang kemudian terkenal dengan sebutan Supersemar
yang berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan wibawa
pemerintah. Dalam menjalankan tugas, penerima mandat juga harus melaporkan segala
sesuatunya kepada presiden.
Pada tanggal 12 Maret 1966 Letjen Soeharto atas nama presiden mengeluarkan surat
keputusan yang berisi pembubaran dan pelarangan PKI beserta ormas-ormasnya di seluruh
Indonesia, serta pelarangan paham komunis untuk hidup di Indonesia. Supersemar dijadikan
landasan yuridis formal oleh penguasa ORBA dan dinyatakan sebagai tonggak lahirnya Orde
Baru.
Tindakan penumpasan G 30 S/PKI yang dipimpin oleh Letjen Soeharto (Panglima Kostrad)
selanjutnya adalah :
1. Merebut kembali gedung RRI pusat dan gedung telekomunikasi dari tangan PKI
2. Pembebasan Halim Perdana Kusuma oleh RPKAD dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edi
Wibowo, Batalyon 328/Kujang dan dua kompi pasukan Kaveleri
3. Atas petunjuk Sukiman, ditemukan jenazah para perwira TNI-AD di sumur tua Lubang
Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965.
4. Tanggal 4 Oktober 1965 dilakukan pengangkatan jenazah para korban dari Lubang Buaya
yang dilanjutkan tanggal 5 Oktober 1965 dilaksanakan pemakaman di Taman Makam
Pahlawan Kalibata.
5. Tanggal 8 Oktober 1965, Kolonel Latief dapat ditangkap dan dilanjutkan penangkapan
Letkon Untung di Tegal.

8. Orde Baru.
A. Materi

Setelah menerima Supersemar, Soeharto atas nama presiden/Pangti ABRI/Mandataris


MPRS/BPS menandatangani Keputusan Presiden No. 1/3/1966 tertanggal 12 Maret 1966
tentang pembubaran PKI dan ormas-ormasnya serta pernyataan sebagai partai terlarang
(ditetapkan dalam Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966). Tindakan tersebut dalam rangka
mewujudkan Amanat Penderitaan Rakyat seperti yang dituntut oleh Front Pancasila yang
didukung oleh berbagai kesatuan. Tuntutannya yang dikenal dengan nama Tritura, yang
isinya :
a) Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya
b) Bersihkan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI
c) Turunkan harga
Untuk menjawab tuntutan rakyat, maka diselenggarakan tindakan :
a. Pengukuhan tindakan pengemban Supersemar yang membubarkan PKI dan ormasnya
dengan Tap MPRS No. IV/MPRS/1966 dan Tap MPRS No. IX/MPRS/1966.
b. Pembentukan kabinet Ampera dengan Tap MPRS No. XIII/MPRS/1966
c. Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum dengan
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966.
d. Pelarangan paham dan ajaran komunis/Marxisme-Leninisme di Indonesia dengan Tap
MPRS No. XXV/MPRS/1966.
Dengan dikeluarkannya Supersemar, menandai suatu babakan kehidupam baru bangsa
Indonesia yang disebut Orde Baru.
– Hakikat Orde Baru.
a. Suatu tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakan
kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen
b. Koreksi total segala penyelewengan terdahulu dan manyusun kembali kekuatan bangsa
guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
– Landasan Orde Baru.
a. Landasan Idiil : Pancasila
b. Landasan Konstitusional : UUD 1945
c. Landasan Operasional : Tap MPRS/MPR
– Tujuan Orde Baru.
Mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di
dalam wadah yang merdeka dan berdaulat.
Upaya yang dilakukan untuk memperoleh kepercayaan internasional adalah :
a. Kembali ke Politik luar negeri yang bebas aktif
b. Normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia dengan ditandatanganinya Jakarta Accord
pada tanggal 11 Agustus 1966.
c. Masuk kembali menjadi anggota PBB tanggal 28 September 1966
d. Memelopori berdirinya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967.

Untuk mewujudkan tujuan Orde Baru dilaksanakan pembangunan disegala bidang, pada
program :
1) Stabilitas politik dan ekonomi
2) Memperbaiki kehidupan rakyat di bidang sandang dan pangan
3) Melaksanakan Pemilu
4) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional
5) Melanjutkan perjuangan anti imperialis dan kolonialis
Tugas pokok dan programnya dikenal dengan Dwi Karya dan Catur Karya Kabinet
AMPERA. Dengan disusunnya Kabinet Ampera maka dilangsungkan
pembangunan berkesinambungan yang meliputi aspek kehidupan bangsa dan negara untuk
mencapai tujuan dan cita-cita Indonesia medeka.

9. Krisis Politik, Ekonomi, dan Sosial serta Reformasi.


Lehidupan politik Indonesia mulai memanas sejak pertengahan tahun 1996. Golkar yang
selama lima kali Pemilu meraih kemenangan berusaha sekuat tenaga dengan segala upaya
untuk tetap memenangkan Pemilu pada bulan Mei 1997. Dilain pihak tekanan terhadap
pemerintahan Orde Baru di dalam masyarakat semakin berkembang.
Keberadaan PPP, Golkar, dan PDI dianggap tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik
sebagian masyarakat. Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah
menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar, monopoli sumber ekonomi oleh
kelompok tertentu, konglomerasi, serta ketidakmampuan menghilangkan kemiskinan pada
sebagian besar masyarakat. Masyarakat menuntut adanya reformasi dalam segala bidang ,
termasuk dilakukannya demokratisasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik,
ditegakannya atuiran hukum yang sebenarnya, serta dihormatinya hak asasi manusia.
Keadaan yang mulai memburuk tersebut bertambah parah dengan adanya krisis moneter yang
melanda Indonesia, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berakibat
pertumbuhan ekonomi Indonesia makin terpuruk, adanya beban hutang luar negeri yang
sangat besar, berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para konglomerat, praktek
KKN yang merugikan banyak pihak, politik sentralistik di semua bidang, hal itu semua
memicu timbulnya gejolak dikalangan masyarakat.
Krisis moneter juga berdampak pada bangkrutnya perusahaan-perusahaan, banyak
perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya sehingga menambah banyaknya
jumlah pengangguran, harga barang-barang tak terkendali, dan biaya hidup makin tinggi.
Kepercayaan terhadap kepemimpinan presiden Soeharto yang terpilih kembali sejak adanya
pemilu tahun 1997 semakin berkurang, gelombang aksi mahasiswa semakin tak terbendung.
Mereka menuntut segera dilaksanakan reformasi total. Bentrokan antara mahasiswa dengan
aparat keamanan tak terelakan, sehingga terjadilah tragedi Semanggi pada tanggal 12
Mei 1998 yang membawa korban 4 mahasiswa Trisakti. Peristiwa Semanggi memicu
terjadinya kerusuhan, perjarahan yang memuncak pada tanggal 13 – 14 Mei 1998 di Jakarta
dan Surakarta.
Pada tanggal 18 Mei 1998 aksi mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR, para
mahasiswa terus mengumandangkan agenda-agenda reformasi, yang berisi :
1. Adili Soeharto dan kroninya
2. Amandemen UUD 1945
3. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
4. Otonomi daerah yang seluas-luasnya
5. Supremasi Hukum
6. Pemerintahan yang bersih dari KKN.
Menanggapi tekanan yang demikian hebat, maka pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden
Soeharto mengundurkan diri, selanjutnya B.J. Habibie diangkat sebagai presiden.
Pada masa pemerintahan B.J. Habibie keadaan ekonomi Indonesia belum mengalami
perubahan yang berarti, nilai tukar rupiah terhadap dolar masih lemah, namun dalam
kehidupan politik mulai mengalami perubahan, kebebasan untuk berserikat telah dibuka. Hal
ini terbukti dengan telah berdirinya banyak partai politik. Pada bulan November 1998
dilaksanakan Sidang Istimewa MPR, sidang menghasilkan beberapa ketetapan, diantaranya
mengamanatkan kepada presiden untuk memberantas KKN , serta ketetapan tentang Pemilu.

Anda mungkin juga menyukai