Anda di halaman 1dari 19

PEMBIDAIAN

Posted on 16 Februari 2015 by lilinrosyanti

BAB 1
PENDAHULUAN

Prinsip Utama Tindakan Life Saving/ Stabilisasi

Prinsip Utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat.
Kemudian filosofi dalam PPGD adalah “Time Saving is Life Saving”, dalam artian bahwa
seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif
dan efisien, karena pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit
saja ( henti nafas selama 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian).

Langkah-langkah Dasar

Langkah-langkah dasar dalam PPGD dikenal dengan singkatan A-B-C-D ( Airway – Breathing –
Circulation – Disability ). Keempat poin tersebut adalah poin-poin yang harus sangat
diperhatikan dalam penanggulangan pasien dalam kondisi gawat darurat.

Segala macam tindakan life saving dilakukan untuk menjaga keselamatan pasien pada kondisi
gawat darurat,dilakukan pada berbagai bentuk trauma (trauma kepala, trauma servical,trauma
tulang belakang,trauma thorak,trauma pelvis,dan trauma muskuloskeletal). Salah satu
pertolongan yang dilakukan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal adalah teknik
pembidaian.

BAB II
PEMBAHASAN

Tindakan Life Saving/Stabilisasi

Definisi
Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/ pasien agar tetap stabil
selama pertolongan pertamaTransportasi adalah proses usaha untuk memindahkan dari tempat
satu ke tempat lain tanpa atau mempergunakan alat. Tergantung situasi dan kondisi di lapangan.

Prinsip Stabiliasi :

 Menjaga korban supaya tidak banyak bergerak sehubungan dengan keadaan yang dialami.
 Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil.
 Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang bidai tidak berubah
 Menjaga agar perdarahan tidak bertambah.
 Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk lagi.
Bidai atau spalk
adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan
untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi),
memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit.

Pembidaian
adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem muskuloskeletal untuk
mengistirahatkan ( immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan
menggunakan suatu alat.

Pembidaian
adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yangmengalami cedera, dengan
menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.

Beberapa macam jenis bidai :

a.Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan.
Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat.
Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh: bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.

b.Bidai traksi
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan oleh tenaga
yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha.
Contoh: bidai traksi tulang paha

c.Bidai improvisasi
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang. Pembuatannya
sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh: majalah, koran, karton dan lain-lain.

d.Gendongan/Belat dan bebat.


Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela(kain segitiga) dan
memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh: gendongan lengan.

Tujuan pembidaian:

 Untuk mencegah gerakan fragmen patah tulang atau sendi yang mengalami dislokasi.
 Untuk meminimalisasi / mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang yang patah.
 Untuk mengurangi perdarahan & bengkak yang timbul.
 Untuk mencegah terjadinya syok.
 Untuk mengurangi nyeri.
 Mempercepat penyembuhan.
Indikasi Pembidaian

 Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup


 Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
 Dislokasi persendian
Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh ditemukan :
1. Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi krek.
2. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami angulasi abnormal
3. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
4. Posisi ekstremitas yang abnormal
5. Memar
6. Bengkak
7. Perubahan bentuk
8. Nyeri gerak aktif dan pasif
9. Nyeri sumbu
10. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitasyang mengalami
cedera (Krepitasi)
11. Perdarahan bisa ada atau tidak
12. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
13. Kram otot di sekitar lokasi
hal-hal yang harus diperhatikan saat Pembidaian:
• Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll)
• Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan perhatikan
warna kulit ditalnya.
• Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi yang masuk
dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai
bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun
lutut.
• Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun dislokasi
secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan
dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar sendi,
pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
• Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi atau tarikan
ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau
pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda
telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami
fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan
tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh darah.
• Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada daerah
tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi sela antara
ekstremitas dengan bidai.
• Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang luka/fraktur.
Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik yang berada pada
posisi :
 superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur,
diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama,
 inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur ,
diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)

• Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu sirkulasi
pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu mencegah
pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
• Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat.
Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
• Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan pembidaian.
Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai
bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang
tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari
disebelahnya sebagai perlindungan sementara
Kontra Indikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan
yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.

Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan oleh
tindakan pembidaian :
 Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen fraktur,
jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami
fraktur saat memasang bidai.
 Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.
 Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama
selama proses pembidaian.

Jenis Pembidaian

1. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara


Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah sakit.Bahan untuk bidai bersifat
sederhana dan apa adanya.Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan
yang lebihberat. Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan teknik dasar
pembidaian.
2. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit).Pembidaian dilakukan untuk
proses penyembuhan fraktur/dislokasi.Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar
pelayanan (gips, dll).Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih

Prinsip pembidaian

1) Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban jangan dipindahkan
sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan ketandu medis darurat
setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan pembidaian.
2) Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan
dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan setiap terjadi
kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan sebagai fraktur.

Prinsip umum dalam tindakan pembidaian


1) Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi yang masuk
dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai
bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun
lutut.
2) Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun dislokasi
secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan
dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya.
3) Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang dibagian proksimal dan distal.
4) Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantudengan traksi atau tarikan
ringan ketika pembidaian
5) Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien
merasakanpeningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jikaanda telah
berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami
fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan
tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh darah.
6) Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada daerah
tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll),yang sekaligus untuk mengisi sela antara ekstremitas
dengan bidai.
7) Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat dibagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik yang
berada pada posisi :
• superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur
• diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama
• inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur
• diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
8) Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu sirkulasi
pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu mencegah
pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
9) Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat
10) Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan pembidaian.
Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai
bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang
tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari
disebelahnya sebagai perlindungan sementara
.
11) Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahulu dibungkus dengan perban
elastis. Harus diberikan perhatian khusus untuk melepaskan kantong es secara berkala untuk
mencegah “cold injury”pada jaringan lunak. Secara umum, es tidak boleh ditempelkan
secaraterus menerus lebih dari 10 menit. Ekstremitas yang mengalami cedera sebaiknya sedikit
ditinggikan posisinya untuk meminimalisasi pembengkakan.
Prosedur Dasar Pembidaian

1 Mempersiapkan penderita

• Penanganan kegawatan (Basic Life Support)


• Menenangkan penderita.Jelaskanlah bahwa akan memberikan pertolongan kepada penderita.
• Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau dislokasi.
• Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
• Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan ataumemindahkan korban sampai
daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika keadaan mendesak (korban berada pada lokasi
yang berbahaya, bagi korban dan atau penolong)
• Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya dapat
dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
• Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkanluka dengan cairan
antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril.Jika luka tersebut mendekati lokasi fraktur,
maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi patah tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau
fragmen tulang yang menyembul dengan bahan yang se-steril mungkin
• Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang dapat digunakan untuk menopang leher jika
dicurigai terjadi trauma servikal
• Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang berat sebaiknya hanya
dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadiatau sensasi raba sebelum dilakukannya
pembidaian. Proses pelurusan ini harus hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.

• Periksalah sirkulasi distal dari lokasi fraktur:

a) Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan mungkin
menghilang?
b) Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas yang cedera dan
ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan tekanan secara bersamaan. Periksalah
apakah pengembalian warna kemerahan terjadi bersamaan ataukah terjadi keterlambatan pada
ekstremitas yang mengalami fraktur.
c) Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa ke rumah sakit
secepatnya.
d) Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka sebaiknya perhiasan yang
dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setelah anda menjelaskan pada penderita.
e) Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial.Jangan pernah
menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula mencoba untuk membersihkannya.
Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa sterilitas hanya akan menambah masalah.

2.Persiapan alat

a) Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan, namunjuga bisa dibuat sendiri
dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu, dll. Panjang bidai harus
melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
b) Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut terlebih dahulu
dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll)
c) Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaianbisa berasal dari pakaian
atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan untuk membalut ini harus bisa membalut dengan
sempurna mengelilingi extremitas yang dibidai untuk mengamankan bidai yang digunakan,
namun tidak boleh terlalu ketat yang bisa menghambat sirkulasi
d) Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur dahulu pada
sendi yang sehat.
e) Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian yang
patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau penekanan syaraf,
terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.
f) Mengikat bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai dari sebelahatas dan
bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian fraktur.
g) Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota tubuh yang
dibidai.
h) Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara keseluruhan
bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
i) Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
j) Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.

Teknik Pembidaian pada berbagai lokasi cedera

a) Fraktur cranium dan tulang wajah


Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan penekanan pada tempatyang
dicurigai mengalami fraktur. Pada fraktur ini harus dicurigai adanya fraktur tulang belakang,
sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang belakang. Ada beberapa bidai khusus yang
digunakan untuk fiksasi fraktur tulang wajah (bersifat bidai definitif), namun tidak dibahas pada
sesi ini karena biasanya dilakukan oleh para ahli.
b) Pembidaian leher
Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan pembalutan. Pembalutan dilakukan
dengan hati-hati tanpa menggerakkan bagian leher dan kepala. Pembalutan dianggap efektif jika
mampu meminimalisasi pergerakan daerah leher.Jika tersedia, fixasi leher paling baik dilakukan
menggunakan cervical Collar
c) Tulang klavikula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan secara konservatif yaitu
dengan“ransel bandage” (lihat gambar 2). Pembebatan yang efektif akan berfungsi untuk
traksidan fiksasi, sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa bertemu kembali pada posisi
yangseanatomis mungkin, sehingga memungkinkan penyembuhan fraktur dengan hasil yang
cukup baik.
d) Tulang iga
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah upaya untuk mencegah bagian
patahan tulang agar tidak melukai paru. Upaya terbaik yang bisa dilakukan sebagai pertolongan
pertama di lapangan sebelum pasien dibawa dalam perjalanan ke rumah sakit adalah memasang
bantalan dan balutan lembut pada dinding dada, memasang sling untuk merekatkan lengan pada
sisi dada yang mengalami cedera sedemikian sehingga menempel secara nyaman pada dada.
e) Lengan atas
Pasanglah sling (kain segitiga) untuk gendongan lengan bawah, sedemikian sehingga sendi siku
membentuk sudut 90%, dengan cara:

1.Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan puncak dari
sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan bawah sedemikian
sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk sudut 10°).ikatlah dua ujung sling
pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan disisi siku.
2.Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel rapat pada bagian sisilateral
dinding thoraks
3.Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi lateral lengan atas yangmengalami
fraktur.- Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan dinding thorax (pada
sisimedial).
4.Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan pembebatan menggunakan kain
yang lebar.
f) Lengan bawah
• Imobilisasi lengan yang mengalami cedera.
• Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara siku sampai
ujung telapak tangan
• Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera
• Flexi-kan lengan yang cedera, sehingga lengan bawah dalam posisi membuat sudut 90°terhadap
lengan atas. Lakukan penekukan lengan secara perlahan dan hati-hati
• Letakkan gulungan kain atau benda lembut lainnya pada telapak tangan agar berada dalam
posisi fungsional
• Pasanglah bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga bidai menempel antara siku sampai
ujung jari
• Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur. Pastikan bahwa pergelangan tangan
sudah terimobilisasi
• Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai
• Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi pembidaian,untuk
memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat
• Pasanglah sling untuk menahan bagian lengan yang dibidai, dengan cara Letakkan kain sling di
sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan puncak dari sling berada pada bahu sisi
lengan yang tidak cedera. posisikan lengan bawah sedemikian sehingga posisi tangan sedikit
terangkat (kira-kira membentuk sudut 10°).ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud.
Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan disisi siku.
g) Fraktur Tangan dan Pergelangan Tangan
Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi mekanik”, yakni posisi
yangsenatural mungkin. Posisi natural tangan adalah pada posisi seperti sedang
menggenggamsebuah bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan yang lain dapat
diletakkan pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.
h) Tulang jari
Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau difiksasi dengan merekatkan pada jari
di sebelahnya yang tidak terkena injury (buddy splinting)
i) Tulang punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang belakang/punggung, harus dibidai menggunakan
spine board atau bahan yang semirip mungkin dengan spine board.
j) Fraktur Panggul
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika seseorang yang berusia tua terjatuh dan
mengeluhkan nyeri daerah panggul,maka sebaiknya dianggap mengalami fraktur.
Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau ditemukan pemendekan dan atau
rotasi pada tungkai (biasanya kearah lateral.
Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur panggulharus menggunakan tandu. Tungkai
yang mengalami cedera diamankan dengan merapatkan pada tungkai yang tidak cedera sebagai
bidai.Anda bisa melakukan penarikan/traksi untuk mengurangi rasa nyeri, jika perjalanan menuju
rumah sakit cukup jauh, dan terdapat orang yang bisa menggantikan anda saat anda sudah
kelelahan.
k) Tungkai atas
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggungbawah sampai dengan di bawah
lutut pada tungkai yang cedera.Traksi pada cedera tungkai lebih sulit, dan resiko untuk terjadinya
cedera tambahan akibat kegagalan traksi seringkali lebih besar.Sebaiknya jangan mencoba untuk
melakukan traksi pada cedera tungkai kecuali jika orang yang membantu pembidaian telah siap
untuk memasang bidai.
l) Fraktur/dislokasi sendi lutut
Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara pinggul sampai dengan pergelangan
kaki. Bidai ini dipasang pada sisi belakang tungkai dan pantat

m) Tungkai bawah
1) Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk mengurangi nyeri dan mencegah
timbulnya kerusakan yang lebih berat
2) Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara telapak tangan
sampai dengan diatas lutut.
3) Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk mengikat bidai
4) Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus
5) Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga bidai dalam posisi memanjang
antara sisi bawah lutut sampai dengan dibawah telapak kaki
6) Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar dengan bidai yang dipasang di sisi
bawah tungkai
7) Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur.Pastikan bahwa lutut dan
pergelangan kaki sudah terimobilisasi dengan baik
8) Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai
9) Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada regiondistal dari lokasi pembidaian, untuk
memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat
n) Fraktur/dislokasi pergelangan kaki
Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi cukupdengan menggunakan pembalutan.
Gunakan pola figure of eight: Dimulai dari sisi bawah kaki, melalui sisi atas kaki,mengelilingi
pergelangan kaki, ke belakang melalui sisi atas kaki, kesisi bawah kaki, dan demikian
seterusnya.
Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi belakangdan sisi lateral pergelangan kaki untuk
mencegahpergerakan yang berlebihan. Saat melalukan tindakan imobilisasi pergelangan kaki,
posisi kaki harus selalu dijaga pada sudut yang benar
o) Fraktur/dislokasi jari kaki
Sebagai tindakan pertama, cedera pada jari kaki sebaiknya dibantu dengan merekatkan jari yang
cedera pada jari di sebelahnya.

Pelaksanaan Pembidaian
1. Fraktur calvicula, lakukan imobilisasi dengan cara:
Minta pasien meletakkan kedua tangan pada pinggang
-Minta pasien membusungkan dada, tahan
-Gunakan perban elastik, lingkarkan membentuk angka 8 (Ransel perban).
2.Fraktur humerus bagian medial
Kalau ada berikan analgetik/ kompres es
-Gunting mitella jadi 2/ 4 tapi tidak putus
-Rapatkan lengan pada dinding dada, pasang bidai pada sisi luar
– Ikat dan balut dengan mitela/kain
3.Fraktur humerus bagian distal
– Siku sukar dilipat (nyeri), luruskan saja
– Pasang dua buah bidai dari ketiak sampai pergelangan tangan
– Ikat dengan kain 4 tempat. (ingat teori di atas)

4.Fraktur antebrachii
– Pasang dua buah bidai sepanjang siku sampai ujung jari
-Ikat bidai mengelilingi ekstremitas, tapi jangan terlalu keras
-Gantung bidai dengan mitela/kain ke pundak-leher

5.Fraktur digiti
-Pasang bidai dari sendok es krim,bambu, spuit yang dibelah atau gunakan jari sebelahnya,
contoh, bila jari tengan yang fraktur, gunakan jari telunjuk dan jari manis sebagai pengganti
bidai, kemudian ikat dengan plester.
6.Fraktur costae, lakukan imobilisasi dengan cara:
-Bersihkan dinding dada
-Minta penderita menarik napas dan menghembuskan napas sekuatnya.- Pasang plester stripping
pada saat ekspirasi maksimal tersebut.
-Plester dipasang sejajar iga mulai dari iga terbawah.
-Ulangi prosedur sampai plester terpasang

.
7.Fraktur tulang panggul ( os simfisis pubis)
-Rapatkan kedua kaki
-Pasang bantal dibawah lutut dan sisi kiri kanan panggul
-Ikat kedua kaki pada 3 tempat (lihat gambar)

8. Fraktur femur
-Pasang bidai di bagian dalam dan luar paha
-Jika patah paha bagian atas, bidai sisi luar harus sampai pinggang
9. Fraktur patella
-Pasang bidai pada bagian bawah
-Pasang bantal lunak di bawah lutut dan pergelangan kaki
10. Fraktur tungkai bawah
-Pasang bidai melewati 2 sendi, luar dan dalam
– Pasang padding

11. Fraktur tulang telapak kaki


-pasang bantalan (kassa/kain)pada telapak kaki
-pasang bidai di telapak kaki, kemudian ikat.
Evaluasi pasca pembidaian

Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai lenganmaka periksa
sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama kurang lebih 5 detik. Kuku akan berwarna putih
kemudian kembali merah dalam waktu kurang dari 2 detik setelah dilepaskan.
Pemeriksaan denyut nadi dan raba seharusnya diperiksa di bagian bawah bidai paling tidak satu
jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu ketat,atau kesemutan, maka pembalut harus dilepas
seluruhnya. Dan kemudian bidai di pasang kembali dengan lebih longgar.
Tekan sebagian kuku hingga putih, kemudian lepaskan.Kalau 1-2 detik berubah menjadi merah,
berarti balutan bagus. Kalau lebihdari 1-2 detik tidak berubah warna menjadi merah, maka
longgarkan lagi balutan, itu artinya terlalu keras.
Meraba denyut arteri dorsalis pedis pada kaki (untuk kasus di kaki).Bila tidak teraba, maka
balutan kita buka dan longgarkan.Meraba denyut arteri radialis pada tangan untuk kasus di
tangan. Bila tidak teraba, maka balutan kita buka dan longgarkan

PEMBALUTAN

1) Pembalutan

Tujuan Membalut atau perban

• Menutupi bagian yang cedera dari udara, cahaya, debu, dan kuman
• Menopang yang cedera
• Menahan dalam suatu sikap tertentu
• Menekan
• Menarik
• Bahan untuk Perban
• Bahan yang diperlukan untuk membalut antara lain salep, bubuk luka, plester, bahan penyerap
(kasa atau kapas), kertas tisue, bahan tidak menyerap (kertaskhusus, kain taf, sutera), bahan
elastis (spons, kapas), dsb.
• Persendian

2) Jenis-Jenis Pembalutan
a.Perban Segitiga (Mitela)
Perban segitiga dibuat dari kain belacu atau kain muslim. Perbannya dibuat segitiga sama kaki
yang puncaknya bersudut 90 panjang dasar segitiga kira-kira 125cm dan kedua kakinya masing-
masing 90 cm. Buatlah terlebih dahulu kain segi empat dengan sisi 90 cm lalu lipat dua atau
diguntung pada garis diagonalnya.Ukuran kain segitiga tadi dapat pula lebih kecil dari ukuran di
atas, misalnya sapu tangan yang dilipat pada garis diagonal akan membentuk kain segitiga juga.
Kain segitiga amat berguna karena dapat dilipat bermacam-macam bentuk sesuai dengan
kebutuhan dan bentuk badan yang memerlukan.
b.Balut segitiga untuk bahu
Guntingan ujung puncak segitiga tegak lurus pada dasar sepanjang kira-kira 25cm. Kedua ujung
yang baru dibuat, dililitkan secara longgar ke leher, lalu diikat di belakang. Dasar segitiga ditarik
sehingga bagian bahu yang cedera tertutup. Lalu kedua ujung dasar segitiga dililitkan ke lengan
dan diikat.
c.Balut segitiga untuk dada
Gunting puncak segitiga tegak lurus pada dasarnya sepanjang 25 cm.ikatlah kedua ujung puncak
itu secara longgar di belakang leher, sehingga dasar segitiga berada didepan dada. Lipatlah dasar
segitiga beberapa kali sesuai dengan kebutuhan lalu ujung dasar tadi di ikat di punggung.
Demikian pula dapat kita pasang perban segitiga pada sisi dada.

d.Balut segitiga untuk pantat.


Gunting puncak segitiga tegak lurus pada dasar sepanjang 25 cm.Ikatlah kedua ujuung puncak
itu melingkari paha yang cedera. Buatlah beberapa lingkaran padadasar segitiga, lalu kedua
ujungnya di ikatkan melingkar di pinggang.

e.Balut segitiga untuk tangan


Bila seluruh telapak tangan akan dibalut, dapat dipakai perban segitiga. Letakkandasar segitiga
pada telapak tangan. Ujung puncak segitiga dililitkan ke pungung tangan, sehingga seluruh jari-
jari tertutup. Lalu kedua ujung dasar segitiga dililitkan beberapa kali pada pergelangan tangan
dan diikat. Bila segitiga terlalu besar buatlah beberapa kali lipatan pada dasar segitiga.

Demikian pula caranya bila


hendak membalut segitiga pada kaki. Perban pada anggota badan berbentuk bulat panjang
A. Perban Pada Anggota Badan Berbentuk Bulat Panjang

• Membalut biasa (dolabra currens)


1. mulailah membalut dari distal (jauh dari jantung) mengarah ke proksimal (ke arah jantung).
Cara ini adalah ascendens (naik).
2. Membalut cara dolabra reversa dapat pula dimulai dari proksimal lalu turun ke distal. Cara ini
disebut descendens (turun), namun prinsip membalutnya tetap sama.
3. Mula-mula perban dililitkanpada anggota gerak (misalnya lenganatas).4.Lalu secara perlahan-
lahan balutan digerakkan ke atas,sampai seluruh bagian yang luka tertutup. Tentu saja balutan
digerakkan ke atas, sampai seluruh bagian yangluka tertutup. Tentu saja luka atau koreng harus
diobati terlebih dahulu dan ditutup dengan kassa steril, sebelum dibalut.
4. Balutan terakhir dililitkan beberapa kali di tempat yang sama, lalu dilekatkan dengan plester
atau dibelah dua ujungnya lalu diikat.
B. Membalut pucuk rebung
• dolabra reversa
1. Kita ambil saja contoh lengan atas.Buatlah lilitan perban pada distal lengan atas, lalu
berangsur-angsur lilitan itu bergerak ke arah proksimal.
2. Setiap satu lilitan, perbannya dilipat (reversa) lalu dililitkan kembali pada lengan.
3. Lipatan kedua diletakkan di atas lipatan pertama. Akhir lipatan dilekatkan dengan plester.
4. Membalut anggota gerak berbentuk kerucutLengan bawah dan tungkai bawah berbentuk
kerucut, harus dibalut:

• cara membalut pucuk rebung


a. dolabra reversa
– cara balutan spiral (dolabra repens).
Cara balutan spiral (dolabra repens)
1. Perban dililitkan kencang dan lilitan perban itumengikuti lengan bawah, sehingga tetap
melekat erat pada anggota gerak. Akan ada bagian kulit yang tidak tertutup.2.Setelah sampai ke
ujung anggota yang diperban.Untuk menutup bagian yang terbuka, putarlah kembali perban ke
arah mulainya balutan.
• Membalut persendian Untuk membalut persendian dipakai:- cara balut silang (spica)
-cara membalut silang (spica )
membalut silang dipakai pada pergelangan tangan(spica manus) atau pergelangan kaki (spika
pedis).
Cara melakukan balutan spika manus dan spika pedis kurang lebih sama. Oleh karena itu, yang
akanditerangkan hanya spiral manus saja.

 Cara Membuat Silang Pergelangan Tangan (Spica Manus Descendens)


1.Mulailah dengan melilitkan perban beberapa kali pada pergelangan tangan, lalu a rahkan
perban ke distal melilit punggung tangan dan telapak tangan
. 2.Masukkan lilitan di antara ibu jari dan jari telunjuk, miring pada punggung tangan menuju
pergelangan tangan.
3.Lilitkan satu kali lalu ulangi pekerjaan itu sambil menggeser perbansedikit demi sedikit
sehingga seluruh pergelangan tangan terbalut. Ujung perban akir diletakkan dengan sepotong
plester.
 Cara balut silang pada pergelangan tangan (Spica Manus Ascendens)
1.Pergelangan tangan dapat pula dibuat silang mulai dari distal (dari jari- jari) ke proksimal (ke
pergelangan tangan).
2.Balutkanlah perban beberapa kali pada keempat jari tangan (tidak termasuk ibu jari). Mulailah
dari ujung jari-jari, lalu sambil membalutgeserkan perban ke arah proksimal (ke pangkal jari-
jari).
3.Sesampainya perban pada pangkal jari-jari, arahkan perban ke punggung tangan terus ke
pangkal ibu jari. Putar di pangkal telapak tangan menuju punggung tangan, terus ke sela jari
telunjuk dan ibu jari.
4.Lilitkan lagi pada punggung tangan dan pangkal ibu jari, sambil digeser sedikit ke arah
pergelangan tangan, sehingga lewat lagi pada pangkal pergelangan tangan menuju ke sela ibu jari
dan jari telunjuk.Pekerjaan itu diulangi terus sambil seluruh punggung tangan terbalut.
Akhirnya lilitkan beberpa kali perban pada pergelangan tangan,lalu ujung perban di plester.

 Membalut Silang Sendi Pergelangan dan Ibu Jari (Spica Pollicis Descendens)
1.Balutkan perban beberapa kali pada pergelangan tangan. Melalui punggung tangan menuju ke
ibu jari, lilitkan satu kali. Arahselanjutnya adalah ke pergelangan tangan dan kembali lagi ke ibu
jari. Lilitkan lagi satu kali.Teruskan dengan setiap kali lilitan digeser sedikit sehingga seluruh ibu
jari terbalut.
2.Lilitkan perban terakhir pada pergelangan tangan dilekatkan dengan plester.
 Membalut sendi pergelangan tangan dan seluruh ibu jari (Spica Pollicis Ascendens)

1.Lekatkan perban dari pangkal ke puncak ibu jari, lalu ke pangkal ibu jari-jari sisi lain hingga
beberapa lapis.
2.Kemudian lilitkan perban mengelilingi ibu jari beberapa kali, sambil di geser sedikit demi
sedikit ke arah proksimal.
3.Setelah setengah ibu jari terbalut, perban kitaarahkan ke punggung tangan, lalu telapak
tangan,dan kembali melilit ibu jari. Teruskan sampai seluruh ibu jari terbalut.
4.Akhirnya perban dilillitkan beberapa di pergelangan tangan dan ujungnya dilekatkan dengan
plester.

 Membalut sendi siku dan lutut


• Untuk membuat sendi siku dan lutut dipakai cara balut penyu atau testudo.
Balut sendi testudo ada dua variasi yaitu testudo reversa dan testudo inversa. Sebagai contoh
membalut sendi siku, maka membalut sendi lutut sama saja caranya.

• Membalut Sendi Siku Cara Penyu Keluar (Testudo Cubiti Reversa)


1.bengkokkan sedikit sikku yang akan dibalut
2.balutkan perban beberapa kali pada pertengahan siku
3.arahkan lilitan perban bergantian ke proksimal (lengan atas) dan kedistal (lengan bawah)
4.lanjutkan lilitan perban ke lengan atas dan ke lengan bawah berulang-ulang sampai seluruh
sendi siku terbalut.
5.ujung lilitan perban terakhir dilekatkan dengan plester.
• Membalut sendi siku cara penyu nasuk (Testudo Cubiti Inversa)
1.balutlah perban beberapa kali pada lengan atas.
2.lilitan selanjutnya dilakukan bergantian pada lengan bawah dan lenganatas sambil sedikit demi
sedikit digeser ke arah sendi
3.sebelum mengakhiri lilitan perban, lilitkanlah beberapa kali di tengah-tengah siku, kemudian
letakkanlah ujung perban dengan plester atau buat simpul.

 Membuat sendi pergelangan kaki secara balut silang (Spica Pedia Descendens)
1.balutkanlah perban beberapa kali pada pergelangan kaki.
2.dari pinggir lateral (luar) kaki, perban melalui punggung kaki menujuke mata kaki medial
(dalam).
3.lilitkanlah perban ke belakang pergelangan kaki menuju ke mata kaki(luar) kemudian peban
diarahkan ke punggung kaki lagi.
4.lalu putarlah perban ke telapak kaki. Selanjutnya, diulangi cara pembalutan tadi dengan
menggeser sedikit demi sedikit ke arah proksimal,sehingga seluruh sendi terbalut

D AFTAR PUSTAKA

http://www.ziddu.com/download/18871280/pembidaian.docx.html diakses tanggal 12 september


2012
http://hartiningsih26.blogspot.com/2010_09_01_archive.html diakses tanggal 12 september 2012
http://materi-sehat.blogspot.com/2011/05/pembidaian.html diakses tanggal 12 september 2012
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/orthopedic-surgery/1990528-tujuan-dan-prinsip-
pembidaian/#ixzz26GFkWZq5 diakses tanggal 12 september 2012

OP (Standard Operational Procedure) Pemasangan Bidai

Pengertian:
Pemasangan bidai adalah suatu tindakan untuk mengatasi atau membantu pasien yang
mengalami patah tulang sehingga tidak terjadi pergerakan / pergeseran sehingga pasien tidak
merasa sakit.

Tujuan:
1. Mencegah pergerakan tulang
2. Mengistirahatkan tulang yang patah

Prosedur:
Alat:
1. Spalk/bidai sesuai ukuran
2. Kasa balutan panjang, elastis verban, atau mitela
3. Gunting
Prosedur:
1. Memberitahukan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan.
2. Jika terjadi perdarahan, hentikan dulu perdarahan dengan menekan dan mengikat bagian yang
luka dengan kain bersih.
3. Posisikan tubuh pasien yang akan dipasang spalk pada posisi anatomi.
4. Ukur bidai pada 2 sendi.
5. Pasang penyanggah tulang yang patah agar patahan tulangnya tidak semakin parah baik
menggunakan spalk/bidai, tongkat, kayu, dll yang ringan dan kuat dibalut tapi tidak membuat
ikatan atau balutan di bagian yang patah atau terluka.
6. Jangan membalut terlalu kuat atau terlalu longgar.

SOP pembalutan dan pembidaian


PEMBALUTAN

Pengertian
Membalut adalah tindakan untuk menyangga atau menahan bagian tubuh agar tidak bergeser atau
berubah dari posisi yang dikehendaki.

Tujuan :
• menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser pada tempatnya
• mencegah terjadinya pembengkakan
• menyokong bagian tubuh yang cedera dan mencegah agar bagian itu tidak bergeser
• mencegah terjadinya kontaminasi

Alat dan bahan


• mitella adalah pembalut berbentuk segitiga
• dasi adalah mitella yang berlipat-lipat sehingga berbentuk seperti dasi
• pita adalat pembalut gulung
• plester adalah pembalut berperekat
• pembalut yang spesifik
• kassa steril

Prosedur pembalutan
1. perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan ini:
a. bagian dari tubuh yang mana?
b. Apakah ada luka terbuka atau tidak?
c. Bagaimnan luas luka tersebut?
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak?
2. pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan dapat salah satu atau kombinasi
3. sebelum dibalut jika luka terbuka perlu diberi desinfeksi atau dibalut dengan pembalut yang
mengandung desinfeksi atau dislokasi perlu direposisi.
4. tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan:
• dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
• sesedikit mungkin gerak bagian tubuh yang lain
• usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita
• tidak menggangu peredaran darah, misalanya pada balutan berlapis-lapis yang paling bawah letaknya
di sebelah distal
• tidak mudah kendor atau lepas

Cara membalut:
1. Dengan mitella
a. salah satu sisi mitella dilkipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali
b. pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan di luar bagian yang akan dibalut, lalu ditarik
secukupnya dan kedua ujung sisi itu diikatkan
c. salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan atau diikatkan pada
tempat lain maupun dapat dibiarkan bebas, hla ini tergantung pada tempat dan kepentingannya.

2. Dengan dasi
a. Pembalut mitella dilipat-lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita dengan masing-masing ujung
lancip
b. Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
c. Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum diikat arahnya saling menarik
d. Kedua ujungnya diikatkan secukupnya

3. Dengan pita
a. berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut maka dipilih pembalutan pita ukuran lebar yang sesuai
b. balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang diletakkan dari proksimal ke
distal menutup sepanjang bagian tubuh yang akan dibalut kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan
dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan ynag satu dengan bebatan
berikutnya
c. kemudian ujung yang dalam tadi diikat dengan ujung yang lain secukupnya.

4. Dengan plester
a. jika ada luka terbuka
• luka diberi obat antiseptic
• tutup luka dengan kassa
• baru lekatkan pembalut plester
b.jika untuk fiksasi
• balutan plester dibuat “strapping” dengan membebat berlapis-lapis dari distal ke proksimal dan untuk
membatasi gerakan tertentu perlu kita yang masing-masing ujungnya difiksasi dengan plester.

PEMBIDAIAN

Bidai atau splak adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang
digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi)
memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit.
Sedangkan prinsip pembidaian adalah:
a. lakukan pembidaian di tempat dimana anggota badan mengalami cidera (korban dipindahkan)
b. lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tuklang jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada
tidaknya patah tulang
c. melewati minimal dua sendi yang berbatasan

Syarat-syarat pembidaian
a. siapakan alat-alat selengkapnya
b. bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur lebih dulu pada
anggota badann yang tidak sakit
c. ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor
d. bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan
e. ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah
f. kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai
g. sepatu, gelang, jam tangan dann alat pengilat perlu dilepas.

Standart Operating Procedure


pembalutan dan pembidaian

Tahap Pre-Interaksi
a. Mengecek dokumentasi/data klien
b. Mencuci tangan
c. menyiapkan alat

Tahap Orientasi
a. Memberikan salam kepada paien, siapa nama pasien dan memperkenalkan diri
b. Memberitahu klien tujuan dan prosedur tindakan
c. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

Tahap Kerja
a. Memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya
b. Menanyakan keluhan utama klien
c. Memeriksa bagian tubuh yang akan dibalut, cedera dengan inspeksi dan palpasi gerakan
d. Melakukan tindakan pra-pembalutan (membersihkan luka, mencukur, memberi desinfektan, kasa
steril)
e. Memilih jenis pembalutan yang tepat
f. Cara pembalutan dilakukan dengan benar (posisi dan arah balutan)

Tahap terminasi
a. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan (subyektif dan obyektif), hasil pembalutan : mudah lepas,
menggangu peredaran darah, mengganggu gerakan lain)
b. Berikan reinforcement positif pada klien
c. Kontrak pertemuan selanjutnya (waktu, kegiatan, tampat)
d. Merapikan dan kembalikan alat
e. Mencuci tangan
f. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

sumber:

materi keperwatan Akper Purworejo

Anda mungkin juga menyukai