MALFORMASI ANORECTAL
Rectum dan anus merupakan lokasi dari penyakit-penyakit yang sering ditemukan pada
manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rectum saat terjadi
peristaltic massa. Bila defekasi tidak sempurna, rectum relaksasi dan hasrat untuk defekasi
hilang. Air tetap harus diabsorpsi dari massa feses, menyebabkan feses menjadi keras,
sehingga defekasi selanjutnya menjadi lebih sukar. Akibat tekanan feses berlebihan
menyebabkan kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna yang merupakan salah satu
penyebab vena varikosa rectum. Inkontinensia feses dapat diakibatkan oleh kerusakan otot
sfingter ani atau kerusakan medulla spinalis. Daerah anorektal sering merupakan tempat
abses dan fistula. Kanker kolon dan rectum merupakan kanker saluran cerna yang sering
terjadi. Malformasi anorektal adalah kondisi dimana tidak terdapat anus atau anus abnormal.
(Price, 1995)
2.Definisi Penyakit
Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasi kongenital di mana rectum tidak
mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum
pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan
tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina.
(Wong, 2003)
Klasifikasi:
Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain:
a.Yang sering pada laki-laki
1.Fistula pirenium (kutaneus)
Adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita mempunyai lubang kecil
terletak di perineum, sebelah anterior dari titik pusat, sfingter eksterna didekat skrotum pada
pria / vulva pada perempuan.
2.Fistula rektrovesika
Pada penderita dengan fistula rektrovesika, rektum berhubungan dengan saluran kencing
pada setinggi leher vesika urinaria.
3.Fistula rektrouretra
Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra (uretra
bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat).
4.Anus imperforate tanpa vistula
Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin
Rectum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas kulit perineum
5.Atresium rektum
Adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomaly anorektum
Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik padakedua jenis kelamin. Tanda yang unik pada
cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal anul & anus yang normal.
Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit
b.Yang sering pada permpuan
1.Kloaka persisten
Pada kasus kloaka persisten ini , rectum, vagina dan saluran kencing bertemu dalam satu
saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris.
2.Fistula vestibular
Adalah cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum bermuara ke dalam vestibula
kelamin perempuan sedikit diluar salaput dara.
Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum dengan otot puborektal :
a.Kelainan letak rendah (low anomalies)
Pada letak ini rektum menyambung pada otot puborektal,spinter interna dan eksterna fungsi
berkembang normal, tidak ada hubungan dengan traktus genitourinaria.
b.Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies)
Rektum terletak dibawah otot puborektal, terdapat cekungan anus, dan posisi spinter eksterna
normal.
c.Kelainan letak tinggi (high anomalies)
Akhir rektum terletak diatas otot puborektal, tidak terdapat spinter interna dan terdapat
hubungan dengan genitourinaria pada laki-laki fistula rektouretra, pada perempuan
rektovaginal.
Malformasi anorektal terdiri dari berbagai macam bentuk. Beberapa bentuk tersebut
diantaranya adalah:
Congenital anal stenosis
Anal membrane atresia.
Anal agenesis
Rectal atresia
Rectoperitoneal fistula
Rectovaginal fistula
(Nelson, )
3.Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah:
1.Malformasi Anus
Gangguan pertumbuhan dan fusi serta pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2.Malformasi Rektum
Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital serta gangguan
perkembangan septum anorektal yang memisahkannya (terjadi fistel).
(Mansjoer, 2000)
4.Manifestasi Klinis
Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut:
1.Perut kembung, sedang muntah timbul kemudian.
2.Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja.
3.Kejang usus.
4.bising usus meningkat.
5.Distensi abdomen.
6.Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak fistel).
7.Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.
(Betz, 2002 )
5.Patofisiologi
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus
dari tonjolan embrionik. Begitu juga pada malformasi rektum berawal dari gangguan
pemisahan kloaka jadi rektum dan sinus urogenital dan perkembangan septum unorektal yang
memisahkannya. Kedua malforamsi membentuk fistel-fistel yang menghambat pengeluaran
mekonium kolon sehingga terjadi obstruksi usus yang nampak gambaran perut kembung,
distensi abdomen, muntah dengan cairan mula-mula berwarna hijau kemudian bercampur
tinja. Distensi abdomen yang terjadi menyebabkan penekanan intra abdomen ke torakal
sehingga klien mengalami gangguan pola nafas.
Kegagalan pengeluaran mekonium menimbulkan refluks kolon sehingga muntah-muntah
didukung ketidaknormalan anus serta rektum. Hal ini mengganggu pola eliminasi feses.
Malformasi harus segera ditangani yang pertama untuk tindakan sementara dengan kolostomi
baru kemudian dilakukan pembedahan definitif sesuai dengan letak defeknya. Pasca
pembedahan pasien tirah baring lama-kelamaan akan menyebabkan intoleransi aktivitas.
Adanya perlukaan pada jaringan akan menimbulkan nyeri serta resiko tinggi infeksi karena
luka merupakan part entry kuman. Selain itu juga menimbulkan kerusakan integritas kulit.
Anestesi yang diberikan juga mempengaruhi penurunan fungsi organ, misal penurunan sistem
pernafasan, penurunan fungsi jantung dan penurunan peristaltik usus.
(Nelson, 1999)
6.Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan colok dubur, pada atresia rektum jari tidak masuk lebih 1–2 cm.
2.Protosigmoidoskopi, anoskopi, radiografi lateral terbalik.
3.Urogram intravena; sistourethrogram: dilakukan pada waktu miksi harus dilakukan karena
seringnya malformasi traktuf urinarius menyertai anomali ini.
4.Rontgenologis kolumna vertebralis: untuk mengetahui kelainan yang menyertai yaitu
anomali vertebra.
5.Pemeriksaan inspeksi dan palpasi daerah perineum secara dini.
6.Ultrasound: dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rektal.
7.Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan cara menusukkan jarum tersebut
sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm,
defek itu disebut defek tingkat tinggi.
8.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi anorektal ada dua
macam yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan definitive, sebagai berikut:
1.Tindakan Sementara
a.Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera dipuasakan untuk
pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum, bayi harus segera dikirim ke ahli bedah
yaitu dilakukan kolostomi transversum akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan
dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi dan sigmoidkolostomi. Khusus
untuk defek tipe kloaka pada perempuan selain kolostomi juga dilakukan vaginostomi dan
diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5 tahun).
b.Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/ diiris hanya pada garis
hitam di kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan apabila ada lubang dilanjutkan
dengan kelingkin yang dilapisi vaselin didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung
rektum kemudian ujung rektum di insisi tanpa dijahit. Pada defek letak rendah langsung
dilakukan terapi definitif yaitu anorektoplasti posterior sagital (PSARP), sisanya dilakukan
kolostomi sementara.
2.Tindakan Definitif
a.Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan
mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi berumur 6 bulan
dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti posterior sagital (PSAVURP).
b.Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek ;
1)Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal dimple dilakukan insisi
dianal dimple melalui tengah sfingter ani eksternus.
2)Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung ditembus tapi lebih dulu
fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila tidak bisa kasus dianggap dan diperlakukan sebagai
kasus malformasi rektum.
c.Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan mencapai 10 kg
tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal atau abdomino perineal dimana kolon
distal ditarik ke aneterior ke muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada anomali
ini, sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter internus, sehingga kontinensi
fekal tergantung pada fungsi muskulus pubo rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan kelainan
tinggi tanpa muskulatur atau muskolatur yang buruk, kontinensia mungkin didapat secara
lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan menggunakan otot yang ada, pengencangan
otot kemudian dengan levator plasti, nasihat tentang diet dan memelihara "neorektum" tetap
kosong, kemajuan dapat dicapai.
(Wong, 1999)
9.Komplikasi.
1.Asidosis hiperkloremia
2.Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3.Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
4.Komplikasi jangka panjang :
a.Eversi mukosa anal
b.Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c.Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
d.Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
e.Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f.Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
g.Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi )
(Betz, 2002 )
2)Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder terhadap distensi
abdomen.
Tujuan : Pola nafas normal/ terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam dengan kriteria hasil: RR normal (30 – 60 x/ menit), reguler, tidak menggunakan otot
bantu pernafasan, tidak ditujukkannya penggunaan cuping hidung dalam bernafas.
Intervensi :
a)Posisikan anak pada posisi yang nyaman dengan penggunaan bantal 30°.
Rasionalisasi : untuk efisiensi ventilasi maksimum
b)Catat TTV dan irama jantung
Rasionalisasi : takikardi, disritmia dan perubahan tekanan dapat menunjukkan efek hipoksia
sistemik pada fungsi jantung.
c)Berikan O2 sesuai dengan kebutuhan
Rasionalisasi : dapat memperbaiki dan mencegah hipoksia
d)Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas adventisius seperti : krekel,mengi .
Rasionalisasi : biasanya bunyi nafas menurun.
e)Inspeksi adanya sianosis.
Rasionalisasi : Mengindikasikan adanya kekurangan oksigen ke jaringan.
4)Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam laktat sekunder terhadap tirah
baring.
Tujuan : Toleransi aktivitas meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam dengan kriteria hasil; setelah beraktivitas klien tidak mengalami kelelahan dibuktikan
dengan (RR: 30 – 60 x/ menit, Nadi: 120 – 140x/ menit).
Intervensi :
a)Periksa tingkat toleransi fisik anak
Rasionalisasi : Dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kelelahan anak.
b)Beri periode istirahat dan tidur yang sesuai dengan kondisinya
Rasionalisasi : Istirahat digunakan untuk menghemat energi dan kelelahan dapat berkurang.
c)Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
Rasionalisasi : Lingkungan yang tenang dapat meningkatkan rentang istirahat klien untuk
penghematan energi.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta.
Ngastiyah. 1995. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta.
Nelson, 1999. Ilmu Kesehatan Anak. EGC, Jakarta.
Silbernagl, Stefan. Atlas Berwarna & Teks Fisiologi. 2000. Hipokrates, Jakarta.
Syaifuddin, 1997. Anatomi Fisiologi. EGC, Jakarta.
Syamsudin, R. Song. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta.
Wong, Dona L. 2003. Pedoman Keperawatan Pediatrik. EGC, Jakarta.
Malformasi anorektal (anus imperforate) ialah suatu malformasi kongenital dimana rektum
tidak mempunyai jalan keluar. Jadi pada kasus ini anus tertutup sama sekali dan tebalnya
bagian yang tertutup ini bermacam-macam.
Klasifikasi Malformasi Anorektal
Terdapat 3 macam bentuk anus imperforate :
Penyebabnya tidak diketahui. Tidak ada faktor resiko jelas yang mempengaruhi seorang anak
dengan anus imperforata. Tetapi, hubungan genetik terkadang ada. Paling banyak kasus anus
imperforata jarang tanpa adanya riwayat keluarga, tetapi beberapa keluarga memiliki anak
dengan malformasi.
Patofisiologi Malformasi Anorektal
Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus berkembang dari bagian dorsal
usus atau ruang cloaca ketika mesenchym bertumbuh ke dalam membentuk septum
anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum dan canalis anus secara dorsal dari
vesica urinaria dan uretra. Ductus cloaca adalah penghubung kecil antara 2 usus.
Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis menutup ductus ini selama 7 minggu kehamilan.
Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar; membran analis
dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan tuberculum analis dan
invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang mengarah ke rectum tetapi terpisah
oleh membran anal. Membran pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.
Secara klinik pada bayi ditemukan tidak adanya mekonium yang keluar dalam waktu 24-48
jam setelah kelahiran atau tidak tampak adanya lubang anus. Untuk mengetahui kelainan ini
secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui
anus.
Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah
terdapat anus imperforata atau tidak. Bila anus terlihat normal dan terdapat penyumbatan
yang lebih tinggi dari perineum maka gejala akan timbul dalam 24-48 jam, berupa perut
kembung, muntah, tidak bisa buang air besar dan ada yang mengeluarkan tinja dari vagina
atau ureter.
Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Malformasi Anorektal
Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum dilakukan
pada gangguan ini
Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium
Pemeriksaan sinar-X lateral inverse (teknik Wangensteen-Rice) dapat menunjukkan adanya
kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada atau di dekat perineum; dapat
menyesatkan jika rectum penuh dengan mekonium yang mencegah udara sampai keujung
kantong rectal
Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal
Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan jarum tersebut
sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm,
defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas yang tidak jelas
mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah
pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah,
anak pada umumnya mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi
konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun akibat
ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadinya kontinensia. Kira-kira 90%
anak perempuan dengan fistula vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar,
66% anak laki-laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan
fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan anus
imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.
Asidosis hiperkloremia
Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
Komplikasi jangka pendek :
Eversi mukosa anal
Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Semakin
tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomaly tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur
penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 9-12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat
badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong
rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran tersebut
dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua tahap tindakan
pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya dapat
diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah. Defek yang lebih berat
umumnya disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil
tindakan pembedahan. Anus imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk
membuka pasase feses.
Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti perineal atau
colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan bagian atas colon dengan dinding
anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini
dibentuk dari ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke kulit.
Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan terkumpul dalam
kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu. Pengobatan pada anus
malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan operasi PSARP (Posterio Sagital
Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.
Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT).
Teknik lama ini mempunyai resiko gagl tinggi karena harus membuka dinding abdomen
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang asuhan
keperawatan pada anak dengan malformasi anorektal.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.2 Embriologi
Secara embriologis, didalam saluran penceranaan berasal dari Foregut, midgut dan Hindgut.
Foregut akan membentuk faring, system pernafasan bagian bawah, esophagus, lambung,
sebagian duodenum, hati dan system bilier serta pancreas. Midgut membentuk usus halus,
sebagian duodenum, sekum, apendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum.
Hindgut meluas dari Midgut hingga ke membrane kloaka, membrane ini terusun dari
endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai minggu
keempat disebut sebagai primitive gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum
urorektalis menghasilkan anomaly letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomaly letak
rendah atau infra levator berasal dari efek perkembangan prokoderm dan lipatan genital. Pada
anomaly letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal, sedangkan otot sfingter
eksetrnus dan tidak ada atau rudimeter.
2.1.3.2 Anus
Merupakan lubang di ujung slauran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphincter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
2.1.4 Etiologi
Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum diketahui. Namun para ahli
memperkirakan malformasi anorektal (MAR) ini merupakan anomaly gastrointestinal dan
genitourinaria yang bersifat congenital (suriyadi dan Rita yuliani. 2001 : 198)
2.1.5 Patofisiologi
Malformasi anorektal dapat terjadi karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum. Dalam
perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan
berkembang jadi genitor urinary dan struktur anorektal. Malformasi anorektal terjadi karena
tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 mingggu selama
perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sacral dan
abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Malformasi
anorektal dapat terjadi karena tida adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wong 2004 : 520
Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung dari letak ujung atresia
terhadap dasar panggul, sehingga anomaly tersebut dibuat menjadi tipe rendah, tipe
intermediate, dan tipe tinggi.
Perbedaan dari 3 tipe diatas dapat dilihat dibawah ini :
1. Tipe Bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis. Terdapat sfingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinaius.
2. Tipe Intermediet
Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan sfingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Tipe tinggi
Ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhubungan dengfan fistula genitourinarius rektouretal (pria) atau rektovaginal (wanita).
Laki – laki
Golongan I : Tindakan :
1. Fistel urine Kolostomi neonatus pada usia 4-6
2. Atresia rekti bulan
3. Perineum datar
4. Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit pada invertogram
Golongan II : Tindakan :
1. Fistel perineum Operasi definitif neonatus tanpa
2 Membran anal kolonostomi
3 Stenosis ani
4 Bucket handle
5 Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit pada invertogram
Perempuan
Golongan I : Tindakan :
1 Kloaka Kolostomi neonatus pada usia 4-6 bulan
2 Fistel vagina
3 Fistel vestibulo ano
4 Atresia rekti
5 Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit pada
invertogram
Golongan II : Tindakan :
1 Fistel perineum Operasi definitif neonatus tanpa kolonostomi
2 Stenosis ani
3 Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit pada
invertogram
2.1.9.1 Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk penatalaksanaan awal
malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya dekomprasi, diversi, dan sebagai
proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi usus. Kolostomi pada kolon desendens
mempunyai beberapa keuntungan disbanding dengan kolostomi pada kolon asendens atau
transversum. Bagian distal dari kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi
karena tidak digunakan. Dengan kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan
mengalami disfungsi menjadi lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat
tejadinya diare cair sampai dilakukan peneutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan
dengan melakukan kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih
mudah dilakukan jika kolostomi terletak di bagian kolon desendens.
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi distal
akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs. Bila stoma terletak di kolon
proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko
terjadinya asidosis metabolic. Loop kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma
proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rectum.
Distensi rectum yang lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible
disertai dengan kelainan hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan
konstipasi di kemudian hari. Double barrel transversocolostomy dextra dengan tujuan
dekomprasi dan diversi memiliki keuntungan antara lain :
1 Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak menimbulkan
kesulitan
2 Tidak terlalu sulit dikerjakan
3 Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon distal
4 Feses kolon kanan relative tidak berbau dibanding kolon kiri oleh karena pembusukan
feses.
5 Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus tidak normal), tidak
adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau
pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi
perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
2) Riwayat intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan persalinan, berat badan
lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya pernafasan, tangisan pertama dan tindakan
khusus.
3) Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang berlebihan paralisis, konvulsi,
demam, kelainan congenital, kesulitan menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.
3) Pemeriksaan Fisik
Pra Operatif
a) Daerah perineum dan
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari hubungan fistula ke kulit
untuk menemukan muara anus ektopik atau stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka
panjang untuk melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama
urine) untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi segeranya.
b) Abdomen
- Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).
- Amati adanya distensi abdomen.
- Ukur lingkar abdomen.
- Dengarkan bising usus (4 kuadran).
- Perkusi abdomen
- Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
d) TTV
- Pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus.
Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah
terdapat anus imperforata atau tidak.
- Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)
- Ukur nadi (terjadinya takikardia)
Post Operatif
a) Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat badan, tinggi badan.
b) Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah
c) System pernapasan
Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal
d) Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis
e) Sistem Pencernaan
Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah atau menghilang. Adanya nyeri tekan
dan lepas pada daerah abdomen karena ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post
operasi PSARP. Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi, warna pink
seperti cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan stoma dan bagaimana jumlah dan tipe
feses. Bentuk abdomen datar, tekstur kulit lembut. Pada saat palpasi apakah adanya
pembesaran atau massa, kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat kemali setelah dicabut,
tidak adanya pembesaran hepar dan limpa,pada saat auskultasi terdengar bising usus, pada
saat perkusi apakah terdapat bunyi timpani atau danles.
f) System endokrin
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya pembesaran
kelenjar tiroid dan paratiroid.
g) Sistem Genitourinaria
Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter, pada laki-laki bentuk
genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya,
adanya fistula.
h) Sistem Muskuloskeletal
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji ROM, kekuatan otot,
dan reflex.
i) Sistem Integumen
Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya penurunan
turgor kulit dan peningkatan suhu tubuh.
j) Sistem persarafan
Kaji fungsi serebral dan cranial klien
4) Data Penunjang
Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya : haemoglobin, leukosit,
hematokrit dan trombosit.
Dan pada data laboratorium klien dengan post operasi (baru operasi) biasanya ditemukan
adanya peningkatan leukosit dari 10.000/mm3, hal ini menunjukan adanya infeksi oleh
mikroorganisme. Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya penurunan akibat adanya
perdarahan yang mlebih saat operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun setelah post
operasi yang lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang menyimpang dari harga
normal.
B. Analisis data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori teori yang dihubungkan dengan
data-data yang ditemukan saat pengkajian, mengintreprastasikan data atau membandingkan
dengan standar fsiologi setelah dianalisa maka akan didapat penyebab terjadinya masalah
pada klien.
Data tersebut dapat diperoleh dari keadaan pasien yang tidak sesuai dengan standar criteria
yang sudah ada. Untuk itu perawat harus jeli memahami tentang standar keperawatan sebagai
bahan pembandingan, apakah keadan kesehatan klien sesuai atau tidak dengan standar yang
ada.
Pengelompokan data adalah mengelompokan data-data klien dimana klien mengalami
permasalahan kesalahan atau keperawatan berdasarkan criteria permasalahannya, setelah data
dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dan
merumuskannya.
Post Operatif
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder
terhadap pemberian anestesi.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada pembedahan
3) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
4) Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan. intake
tidak adekuat
5) Ganguan eliminasi berhubungan dengan …..
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan
7) Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya
kemampuan fisik dan proses hospitalisasi
8) Kurang pengetahuan berhubungan pendidikan kesehatan tentang perawatan kolostomi
2.2.3 Perencanaan
Pra Operatif
No. Diagnosa Keperawatan Prencanaan
Tujuan Intervensi
1. Gangguan pola nafas Setelah dilakukan perawatan 1. Posisikan anak pada posis
berhubungan dengan selama 3x24 jam pola nafas nyaman dengan pengguanan banta
penekanan torakal sekunder efektif, dengan kriteria : 2. Catat TTV dan irama jantung
terhadap distensi abdomen - RR normal (30-60x/menit)
- Bunyi nafas regular 3. Berikan O2 sesuai d
- Tidak menggunakan otot kebutuhan
bantu pernafasan 4. Auskultasi bunyi nafas
- Tidak ada pernafasan adanya bunyi nafas adventisius se
cuping hidung krekel, mengi
5. Inpeksi adanya sianosis
Post Operatif
No. Diagnosa Keperawatan Prencanaan
Tujuan Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan perawatan 1. Catat kecepatan/keda
berhubungan dengan selama 3x24 jam, pola nafas klien pernafasan, auskultasi bunyi nafas
penurunan kapasitas paru efektif, dengan kriteria: adanya pucat, sianosis,
sekunder terhadap - Klien tidak mengalami 2. Posisikan klien
0
pemberian anestesi. sianosi meninggikan kepala 30
- Tidak ada hipoksia
- Respirasi rate normal (30- 3. Ubah posisi secara periodic
60 x/menit) dan regular
- Tidak ada suara ngorok 4. Berikan O2 sesuai kebutuhan
2. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan perawtan 1. Ukur suhu tubuh setiap 4 jam
berhubungan dengan selama 3x24 jam, tidak terdapat 2. Gunakan teknink septic dan
perlukaan jaringan pada infeksi, dengan kriteria: medic
pembedahan - Suhu normal : 36,50C – 3. Lakukan perawatan luka d
370C hati-hati agar luka tetap bersih
- tidak ada tanda-tanda 4. Ganti balutan luka setelah
radang (merah, bengkak, panas post operasi
area luka)
- balutan kering dan bersih. 5. Kolaborasi pem
antimicrobial / antibiotic
kebutuhan
3. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan 1. Kaji dan catat adanya penin
terputusnya kontinuitas selama 3x24 jam, nyeri nyeri
jaringan berkurang, dengan kriteria:
- Klien tidak menangis
terus, ekspresi wajah wajar (tidak 2. Hindari palpasi area pemb
menahan nyeri). kecuali jika diperlukan
3. Berikan lingkungn yang n
dan tenang
4. Kolaborasi pemberian a
sesuai dan pantau keefektifannya
4. Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan perawatan 1. Pertahankan potensi selang
nutrisi : kurang dari selama 3x24 jam, kebutuhan gastrik. Jangan mengembalikan
kebutuhan berhubungan nutrisi klien terpenuhi dengan selang bila terjadi perubahan posis
dengan. intake tidak adekuat kriteria: 2. Berikan perawatan oral
- BB klien naik teratur
- Hasil pemeriksaan 3. Kolaborasi pemberian cairan
laboratorium seperti Hb, Ht, dan 4. Awasi pemeriksaan laborat
elektrolit dalam keadaan normal Misalnya Hb / Ht dan elektrolit.
3.1 Kesimpulan
Malformasi anorektal adalah kelainan kongenital yang relatif sering dan seringkali disertai
dengan kelainan kongenital lain. Kelainan-kelainan inilah yang seringkali bertanggung jawab
atas morbiditas dan mortalitas penderita MAR. Oleh karena itu, evaluasi yang seksama harus
dilakukan terhadap bayi penderita MAR untuk meminimalisir komplikasi-komplikasi ini.
Penyebab kasus MAR belum diketahui secara pasti, dan tindakan pembedahan pada Terapi
pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan. Semakin tinggi
lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan tinggi, dilakukan kolostomi
beberapa hari setelah lahir. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui
sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula, bila ada, harus ditutup. Defek membrane
mukosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal.
3.2 Saran
Bagi seorang perawat untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir
harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai
sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung
tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus
terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul
dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.
Bagi seorang ibu lebih memperhatikan bila bayinya belum bab dalam waktu 24-48 jam, agar
segera datang kepusat pelayanan kesehatan untuk memeriksakan bayinya atau berkonsultasi
dengan tenaga kesehatan agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya.