Anda di halaman 1dari 10

IMPLEMENTASI METODE LEAN SIX SIGMA SEBAGAI UPAYA MEMINIMASI

WASTE PADA PT. PRIME LINE INTERNATIONAL

IMPLEMENTATION OF LEAN SIX SIGMA METHOD TO MINIMIZE WASTE IN PRIME


LINE INTERNATIONAL LTD

Wieke Rossaria Dewi1),Nasir Widha Setyanto2),Ceria Farela Mada T.3)


Program Studi Teknik Industri, Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail : wiekerd14@yahoo.com1),nazzyr_lin@ub.ac.id2),ceria_fmt@ub.ac.id3)

Abstrak
PT.Prime Line International merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang garment.
Pada PT.Prime Line International masih terdapat permasalahan, khususnya pada bagian produksi. Tahapan
pada penelitian ini menggunakan tahap define, measure, analyze dan improve (DMAI). Pada tahap define
diketahui tujuh type waste yang terdapat pada proses produksi, yaitu waiting, defect, overproduction,
unnecessary inventory, inappropriate processing, excess transportation, dan unnecessary motion. Dari
ketujuh waste tersebut, terdapat tiga waste yang paling berpengaruh yaitu waiting dengan prosentase
kejadian sebesar 95.81% dan nilai level sigma sebesar 0,00, defect dengan prosentase kejadian sebesar
2,64% dan nilai level sigma sebesar 2,84, serta overproduction dengan prosentase kejadian sebesar 0,76%
dan nilai level sigma sebesar 3,55. Rekomendasi untuk waiting adalah dengan pengaturan ulang pengiriman
setiap product order (PO). Rekomendasi untuk defect adalah dengan peningkatan inspeksi dan juga
membuat SOP. Sedangkan Rekomendasi untuk overproduction adalah memperbaiki metode pemotongan kain
dan juga meningkatkan komunikasi dengan pihak pemesan.

Kata kunci: DMAI, FMEA, lean six sigma, seven waste

1. Pendahuluan PT. Prime Line International


Perkembangan bisnis pada beberapa merupakan perusahaan manufaktur yang
tahun ini sangatlah pesat, terutama bisnis bergerak di bidang garment. Garment yang
pada industri manufaktur. Selama lebih dari dihasilkan oleh PT. Prime Line International
dua puluh tahun, peran industri manufaktur merupakan garment dengan jenis kemeja
dalam perekonomian Indonesia telah formal dan brand yang digunakan adalah
meningkat secara substansial (Kurniati dan Manly. PT. Prime Line International
Yanfitri, 2010). Perkembangan bisnis yang merupakan perusahaan dengan job order
pesat berdampak pada persaingan bisnis yang intern dan ekstern, dengan prioritas pada job
sangat tajam dan ketat pada pasar domestik order intern. Job order intern pada
maupun pasar internasional. Salah satu cara perusahaan ini berasal dari dalam
terbaik dalam memenangkan pasar adalah perusahaan, sedangkan job order ekstern
dengan mengendalikan kualitas produk yang berasal dari luar perusahaan.
dihasilkannya. Produk Dalam proses produksinya PT. Prime
Pengendalian kualitas juga dapat Line International ini masih terdapat
berdampak positif kepada bisnis melalui dua beberapa permasalahanyang harus dihadapi.
cara yaitu dampak terhadap biaya produksi Beberapa permasalahan yang harus dihadapai
dan dampak terhadap pendapatan (Gaspersz, oleh perusahaan ini yaitu mulai dari
2002). Sehingga pengendalian kualitas overproduction yang terjadi pada tahun 2012,
menjadi hal yang perlu ditingkatkan pada tepatnya pada bulan Februari ketika ada job
setiap perusahaan, termasuk pada PT. Prime order ekstern untuk jenis kemeja yang
Line International. Dimana pengendalian berbeda dari yang biasanya diproduksi.PT.
kualitas yang terjadi pada PT. Prime Line Prime Line International mendapatkan total
International saat ini masih berdasarkan order sebesar 1.800 unit kemeja dengan
pengalaman, sehingga belum terdapat metode motif Rick, Pepe, Petro White, dan Petro
yang pasti. Oleh sebab itu metode dengan Black tetapi produk yang dihasilkan sebesar
teori yang pasti sangat diperlukan pada 2.948 unit kemeja sehingga mengakibatkan
perusahaan ini. overproduction. Perbedaan motif antara job
order ekstern dan intern, mengakibatkan

47
overproduction yang terjadi tidak dapat Berdasarkan penelitian terdahulu dan
menutupi kebutuhan intern perusahaan, berkaitan dengan beberapa permasalahan
selain itu kelebihan jumlah produk dengan yang terjadi pada PT. Prime Line
jumlah order mencapai 38% yang melebihi International, maka perlu adanya perbaikan
dari safety stock sebesar 20%. Unnecessary dengan metode yang tepat. Dengan
inventory dikarenakan kelebihan inventory pendekatan lean yang diharapkan dapat
yang terjadi sebesar 558 unit kemeja pada digunakan untuk melakukan analisis dan
bulan Februari ketika terdapat job order perbaikan untuk mengurangi waste yang
ekstern, sehingga mengakibatkan disinyalir dapat meningkatkan biaya
unnecessary inventory sebesar 18%. produksi, sedangkan pendekatan six sigma
Sedangkan permasalahan yang lain dikombinasikan dengan menggunakan
adalahwaiting yang penyebab utamanya, metode FMEA, dapat digunakan untuk
dikarenakan terjadi penumpukan barang melakukan analisis dan perbaikan untuk
setengah jadi di rak cutting, sewing, dan mengurangi defect yang terjadi pada produk.
finishinghingga sebesar 144.344 unit barang Sehingga pada penelitian ini, akan
setengah jadi selama tahun 2012. menggunakan metode lean six sigma yang
Waste selanjutnya adalah defect nantinya akan dikombinasikan dengan
product yang terjadi pada produk akhir metode FMEA pada tahap improve, yang
adalah 3979 kemeja atau kemungkinan gagal digunakan sebagai pendukung metode lean
per sejuta kesempatan adalah 90.000 dengan six sigma. Berdasarkan hasil identifikasi
level sigma sebesar 2,84. Dengan demikian, masalah yang telah disampaikan, maka dapat
angka defect di atas dianggap masih cukup di buat beberapa rumusan masalah, yaitu
jauh dari level six sigma 6,00 atau 3,4 cacat dengan metode lean six sigma waste
untuk setiap juta kesempatan (Gasperz, manakah yang ditemukan paling berpengaruh
2006), dan kedepannya perusahaan dan harus segera diminimasi, faktor-faktor
berencana ingin menerapkan six sigma. apa saja yang menyebabkan waste pada
Selain empat type waste yang diketahui proses produksi di PT.Prime Line
permasalahannya, dalam pembahasan ini International, Rekomendasi perbaikan apa
juga akan dibahas tiga typewaste lagi yang harus dilakukan untuk meminimasi
yaitu excess transportasi, unnecesarry waste.
motions dan unnecessary processes.
2. Metode Penelitian
Bahwasanya adapun rujukan penelitian
Metode penelitian yang dilakukan
terdahulu yang pernah dilakukan oleh
dalam penelitian ini adalah penelitian
beberapa peneliti mengenai masalah waste.
deskriptif dan penelitian kuantitatif.
Nurwidiana dan Aman (2009) merupakan
peneliti, yang dalam penelitiannya berjudul
2.1 Studi Lapangan
“Evaluasi Hasil Implementasi Lean Six
Studi lapangan yang dilakukan dalam
Sigma Berdasarkan Nilai COPQ
penelitian ini adalah kegiatan observasi,
Menggunakan Pendekatan FMEA”
untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan
membahas mengenai konsep lean six sigma
fakta-fakta yang ada secara lebih dalam.
yang ditinjau dari cost of poor quality.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Satrio
(2007) juga menggunakan Lean Six Sigma, 2.2 Studi Pustaka
Studi pustaka bertujuan untuk mencari
dalam penelitiannya yang berjudul
informasi guna menunjang penelitian yang
“Implementasi Pendekatan Lean Six Sigma
dilaksanakan, berasal dari jurnal, teks book,
Pada Produksi Garam Dengan Menggunakan
laporan penelitian terdahulu, internet, serta
Metode FMEA (Studi kasus: PT Susanti
pustaka lainnya, yang berhubungan dengan
Megah)” penelitian ini yang bertujuan untuk
metode lean six sigma, dan FMEA.
menganalisa dan melakukan peningkatan
kualitas produksi garam dengan pendekatan
Lean Six Sigma serta menggunakan metode 2.3 Identifikasi Masalah
Untuk mengetahui dan memahami
FMEA untuk mengetahui kegagalan yang
permasalahan, tahap awal yang harus
terjadi.
dilakukan adalah mengidentifikasi

48
permasalahan pemborosan yang terjadi pada 2) Pengukuran Defective product dilakukan
PT. Prime Line International. melaluidiagram kontrol (P-Chart).
c. Analyze
2.4 Perumusan Masalah Mengidentifikasikan penyebab
Pada perumusan masalah peneliti harus masalah kualitas dan memberikan
merumuskan masalah-masalah apa yang akan rekomendasi perbaikan pada permasalahan
diteliti, sehingga mempermudah dalam yang ada dengan menggunakan root cause
proses penelitian. analysis. Root cause analysis digunakan
sebagai pedoman teknis dari fungsi-fungsi
2.5 Penentuan Tujuan Penelitian oprasional proses produksi untuk
Penetapan tujuan dimaksudkan agar memaksimalkan nilai-nilai kesuksesan
peneliti dapat fokus pada masalah yang akan tingkat kualitas produk sebuah perusahaan
diteliti, sehingga penelitian dapat dilakukan pada waktu bersamaan dengan memperkecil
secara sistemastis dan tidak menyimpang dari resiko-resiko kegagalan.
permasalahan yang akan diteliti. d. Improve
Merupakan tahap peningkatan kualitas
2.6 Metode Pengumpulan Data lean six sigma dengan memberikan
Metode pengumpulan data yang rekomendasi perbaikan. dengan
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan FMEA. FMEAdisini adalah
dengan melakukan pengamatan langsung di FMEA process untuk mendeteksi resiko yang
perusahaan yang menjadi objek penelitian. teridentifikasi pada saat proses sekaligus
Metode pengumpulan data yang dilakukan memberikan rekomendasi perbaikan.
adalah wawancara, observasi, dokumentasi,
dan brainstorming. 2.8 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran merupakan
2.7 Pengolahan dan Analisis Data langkah akhir dari proses penelitian.
Metode yang digunakan mengacu pada
prinsip-prinsip yang terdapat dalam metode 3. Pengolahan Data Dan Pembahasan
leansix sigma. Metode ini digunakan untuk 3.1 Identifikasi Proses Produksi
mengantisipasi terjadinya kesalahan atau Proses produksi garment Manly secara
defect dengan menggunakan langkah-langkah umum sepanjang value stream dimulai dari
terukur dan terstruktur. Dengan berdasar proses cutting, sewing hingga finishing.
pada data yang ada, maka continuous Detail aktifitas setiap proses produksi adalah
improvement dapat dilakukan berdasar sebagai berikut:
metodologi lean six sigma yang meliputi : 1. Cutting
a. Define Cutting merupakan bagian pertama
Pada tahapan ini tahap dilakukan dalam proses produksi. Pada bagian
dengan tujuan untuk mengidentifikasi waste cutting terdapat suatu proses pemotongan
yang ada dalam proses produksi. Identifikasi pada kain yang telah digelar, sesuai
waste juga diperlukan sebagai dasar dalam dengan pola pakaian yang sudah dibuat,
merancang perbaikan yang terfokus pada maupun penyetrikaan. Aktifitas cutting
waste. Cara yang ditempuh adalah: yang pertama dilakukan dengan
1) Mengidentifikasi aliran proses produksi menggunakan alat pemotong manual,
pada PT. Prime Line International, sedangkan untuk pematangan dilakukan
dengan membuat value stream mapping. pemotongan menggunakan mesin, yang
2) Mengidentifikasi proses produksi yang dijalankan oleh manusia. Selain itu pada
tergolong dalam VA, NVA, dan NNVA. bagian cutting tidak hanya proses
3) Mengidentifikasi waste yang menjadi pemotongan saja, tetapi sebelum
pembahasan. dipotong juga ada aktivitas inspeksi dan
b. Measure gelar kain.
Pengukuran dilakukan pada setiap tipe 2. Sewing merupakan suatu bagian, yang di
waste. Tahap pengukuran dengan dalamnya terdapat proses
pengambilan sampel pada PT. Prime Line menggabungkan setiap potongan kain,
International dilakukan sebagai berikut : dimana proses penggabungan dilakukan
1) Melakukan perhitungan DPMO. dengan cara menjahit.

49
3. Finishing merupakan bagian terakhir dari aktivitas VA (Value Added). Sehingga dapat
proses produksi garment Manly. Pada diketahui bahwa sebagian besar aktivitas
aktivitas finishing ini dilakukan proses memberikan nilai tambah terhadap proses
pembersihan pakaian dari scrap benang- produksi garment Manly.
benang yang menempel pada pakaian.
Selain itu juga dilakukan proses 3.2.4. Identifikasi Waste Sepanjang Value
penyetrikaan pada kemeja yang sudah Stream
jadi agar rapi, lalu melipatnya dan yang Identifikasi Waste Sepanjang Value
terakhir adalah packaging. Stream adalah sebagai berikut :
Data yang berhasil dikumpulkan a. Overproduction
berupa data waktu tiap aktivitas, waktu Waste overproduction terjadi ketika
TMU, data target produksi selama satu tahun, proses produksi, karena jumlah produk
data hasil produksi selama satu tahun, data yang diproduksi lebih besar dari jumlah
defect, dan data kerusakan mesin. Data yang order yang diterima. Waste
telah didapatkan akan diolah dengan tool overproduction terjadi pada tahun 2012,
yang terdapat pada metode lean six sigma. tepatnya pada bulan Februari ketika ada
job order ekstern untuk jenis kemeja yang
3.2 Define berbeda dari yang biasanya diproduksi.
Pada tahap define dilakukan beberapa PT. Prime Line International mendapatkan
aktivitas yaitu : total order sebesar 1800 unit kemeja,
tetapi produk yang dihasilkan sebesar
3.2.1. Value Stream Mapping (VSM) 2948 sehingga mengakibatkan
Value Stream Mapping (VSM) overproduction. Perbedaan motif antara
menggambarkan secara keseluruhan aktivitas job order ekstern dan intern,
dalam proses produksi garment Manly. Dari mengakibatkan overproduction yang
penggambaran VSM ini dapat diperoleh terjadi tidak dapat menutupi kebutuhan
secara jelas gambaran mengenai aliran fisik. intern perusahaan, selain itu kelebihan
Selain itu, dapat juga dijadikan dasar dalam jumlah produk dengan jumlah order
analisis dan rencana perbaikan proses mencapai 38% yang melebihi dari safety
produksi. Langkah yang dilakukan dalam stock sebesar 20%.
penggambaran VSM adalah mendefinisikan b. Defect
aliran material dalam proses produksi Defect yang terjadi pada PT.Prime Line
garment Manly. International diketahui ketika pada
aktivitas finishing.
3.2.2. Aliran Material Proses Produksi c. Inappropriate processing
Berdasarkan hasil brain storming dan Inappropriate processing terjadi ketika
pengamatan yang dilakukan maka aliran fisik pekerja melakukan aktivitas atau proses
proses produksi garment Manly adalah yang tidak memiliki nilai tambah bagi
inspeksi bahan baku kain, proses produksi produk garment. Non value added pada
yang dimulai pada bagian cutting pada tahap identifikasi aktivitas proses produksi
gelaran kain, dilanjutkan pada bagian sewing hanya sebesar 0,92% yang lebih kecil dari
yang berfungsi untuk menggabungkan nilai prosentase total value added.
potongan kain, yang terakhir adalah bagian Sehingga dari angka tersebut dapat
finishing. diketahui Inappropriate processing tidak
signifikan untuk dibahas lebih lanjut.
3.2.3. Identifikasi Aktivitas Sepanjang d. Waiting
Value Stream Faktor-faktor waiting yang terjadi yaitu
Identifikasi Aktivitas Sepanjang Value set up mesin, perbaikan mesin yang rusak,
Streamdengan beberapa aktivitas yang tidak waiting karena penumpukan barang
bernilai tambah sepanjang value stream yaitu setengah jadi di rak
0,92% merupakan aktivitas NVA (Non Value e. Excess transportation
Added) dan 25,91% merupakan aktivitas Excess transportasi tidak terjadi pada
NNVA (Neccessary but Non Value Added). PT.Prime Line International. Karena jarak
Sedangkan sisanya yaitu sebesar 73,17% setiap aktivitas relatif berdekatan.Hal ini
darikeseluruhan aktivitas merupakan dapat dilihat dari waktu transportasi pada

50
identifikasi aktivitas produksi sebesar kancing, pemasangan label yang salah,
588,2 detik sehingga excess transportasi kesalahan pemasangan krah
tidak signifikan untuk dibahas lebih lanjut. 3. Overproduction
f. Unnecessary inventory Hanya ada satu CTQ untuk waste
Unnecessary inventory yang terjadi adalah overproduction ini terjadi disebabkan
penumpukan produk jadi di gudang ketika jumlah produk yang diproduksi lebih
bulan Februari pada tahun 2012, ketika besar dari jumlah pesanan.
ada job order ekstern untuk jenis kemeja
yang berbeda dari yang biasanya 3.3 Measure
diproduksi. Penumpukan produk jadi ini 3.3.1. Perhitungan DPMO
bersifat temporer karena produk tersebut Measure merupakan tahap kedua dari
akan diambil oleh pemesan dalam jangka siklus DMAIC yang berkaitan dengan
waktu dekat sesuai waktu yang beberapa aktivitas pengukuran dan
ditentukan. Total produk yang lebih besar perhitungan pada waste yang telah
dari total order inilah yang menimbulkan diidentifikasi pada tahap define. Adapun
unnecessary inventory sebesar 558 kemeja waste yang ada dalam tahap measure, yaitu:
atau 18% dari hasil produksi. 1. Waiting
g. Unnecessary motion Berdasarkan identifikasi CTQ waste
Pekerjaan dalam proses produksi garment waiting pada tahap define, dapat
termasuk kegiatan yang dilakukan secara diketahui penyebab terjadinya waste
berulang-ulang. Dari hasil identifikasi dan waiting adalah karena waktu
pengamatan langsung yang dilakukan keterlambatan bahan baku, waktu
dapat diketahui bahwa peletakkan bahan lamanya penumpukan produk setengah
dan alat-alat telah sesuai dengan prinsip jadi pada rak bagian cutting, sewing dan
ergonomi. Selain itu dari hasil identifikasi finishing. Sehingga terdapat dua CTQ
gerakan tangan kiri dan tangan kanan (Critical to Quality) waste waitingyang
diketahui bahwa gerakan tangan kiri dan terjadi. Selanjutnya menentukan
kanan cukup seimbang. Sehingga waste besarnya Defect Per Million Opportunity
motion tidak signifikan untuk diamati (DPMO) dan menentukan level sigma
lebih lanjut. dengan langkah-langkah yang
ditunjukkan pada Tabel 1.
3.2.5. Identifikasi Waste yang Paling
Berpengaruh Tabel 1. Perhitungan Level Sigma Waste Waiting
Dari hasil identifikasi waste No Tindakan Persamaan
didapatkan 80% waste yang paling Banyaknya jumlah target
1 153.950
berpengaruh adalah waste waiting. Walaupun yang terpenuhi
waste terbesar adalah waiting tetapi disini Banyaknya jumlah produk
waste yang menjadi pembahasan pada tahap 2 yang hilang karena 144.344
waiting
selanjutnya ada tiga yaitu waiting dengan
prosentase 95,81%, defect dengan prosentase 3 Tingkat kegagalan=(2)/(1) 0,94
2,65%, dan overproduction dengan Banyaknya CTQ potensial
prosentase 0,76%. 4 yang menyebabkan 1
kegagalan
Peluang tingkat kegagalan
3.2.6. Identifikasi CTQ 5 per karakteristik CT 0,94
Identifikasi CTQ dilakukan pada =(3)/(4)
typewaste, sebagai berikut: Kemungkinan gagal per
1. Waiting 6 satu juta kesempatan = 940.000
Jenis waste wating adalah waktu set up (5)*1000000
mesin, waktu penumpukan barang Konversi DPMO ke level
7 0,00
setengah jadi di rak dan waktu perbaikan sigma
mesin. Level sigma
8 Kesimpulan
2. Defect sebesar 0,00
Identifikasi CTQ defect warna pada baju 2. Defect
yang berbeda, kesalahan pemasangan Berdasarkan identifikasi CTQ defect,
dapat diketahui penyebab terbesar

51
terjadinya defect adalah warna baju yang perusahaan yang melakukan order pada
berbeda, kesalahan pemasangan kancing, PT. Prime Line International.
pemasangan label yang salah, kesalahan
pemasangan krah, tetapi karena jumlah Tabel 3.Perhitungan Level Sigma Waste
cacat yang ada merupakan gabungan ke Overproduction
empatnya, dan tidak adanya data No Tindakan Persamaan
pengklasifikasian jumlah cacat untuk Banyaknya jumlah target
masing-masing penyebab, sehingga 1 56.023
yang terpenuhi
hanya terdapat satu CTQ (Critical to Banyaknya jumlah produk
2 1.148
Quality) defect yang paling sering terjadi. yang hilang karena waiting
Selanjutnyamenentukan besarnya defect 3 Tingkat kegagalan =(2)/(1) 0,02
Per Million Opportunity (DPMO) yang Banyaknya CTQ potensial
menunjukkan banyaknya cacat per satu 4 yang menyebabkan 1
juta kesempatan dan menentukan level kegagalan
sigma dengan langkah-langkah yang Peluang tingkat kegagalan
ditunjukkan pada Tabel 2. 5 per karakteristik CTQ = (3) 0,02
/ (4)
Tabel 2.Perhitungan Level Sigma Waste Defect Kemungkinan gagal per
6 satu juta kesempatan = 20.000
No Tindakan Persamaan (5)*1000000
Banyaknya jumlah target Konversi DPMO ke level
1 44.022 7 3,55
yang terpenuhi sigma
Banyaknya jumlah produk Level sigma
2 3.979 8 Kesimpulan
yang hilang karena waiting sebesar 3,55
3 Tingkat kegagalan=(2)/(1) 0,09
3.3.2. Perhitungan dengan P-Chart untuk
Banyaknya CTQ potensial
Waste Defect
4 yang menyebabkan 1
kegagalan Dari data defect melalui observasi
sebanyak 98 kali, total ukuran sampel adalah
Peluang tingkat kegagalan 32324, dan total banyak cacat sebesar maka
0,09
5 per karakteristik CTQ dapat diketahui besarnya CL, UCL dan juga
=(3)/(4)
LCL, melalui perhitungan sebagai berikut:
Kemungkinan gagal per
90.000 Rata-rata ukuran sampel = = 329,84
6 satu juta kesempatan =
(5)*1000000 ̅
Konversi DPMO ke level
7 2,84
sigma = =0,12
Level sigma
8 Kesimpulan
sebesar 2,84 ̅ ̅
̅ √
3. Overproduction
Berdasarkan identifikasi CTQ waste
overproduction pada tahap define, dapat = √ = 0,18
diketahui penyebab terjadinya
̅ ̅
overproduction adalah karena jumlah ̅ √
produk yang melebihi permintaan.
Sehingga terdapat satu CTQ (Critical to = √ = 0,07
Quality) waste overproduction yang
terjadi. Selanjutnya menentukan
besarnya Defect Per Million Opportunity Dari perhitungan UCL dan LCL dari data
(DPMO) dan menentukan level sigma defect maka dapat digambarkan pada p-chart,
dengan langkah-langkah yang yang ditampilkan pada Gambar 1 dan
ditunjukkanpada Tabel 3. Namun waste diketahui bahwa masih ada nilai defect yang
ini tidak memiliki tingkat resiko yang berada diluar batas atas dan bawah sehingga
tinggi karena kelebihan dari produk masih perlu untuk dilakukannya suatu
tersebut akan diserahkan pada pihak tinjauan ulang dan perbaikan proses produksi
guna untuk mengurangi defect produk.

52
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88 91 94 97
proporsi cacat UCL LCL CL

Gambar 1. P-Chart Waste Defect

3.4 Analyze pemasangan kancing dan label


Pada tahap ini dilakukan analisis faktor ditunjukkan pada Gambar 3.
penyebab waste pada proses produksi
berdasarkan CTQ dengan menggunakan Penumpukan barang
setengah jadi
diagram root cause analysis. pada rak cutting,
sewing dan finishing
Adapun waste yang ada dalam tahap
analyze antara lain :
1. Waiting
Material Man Method
Berdasarkan CTQ waste waiting, maka
waste yang memiliki prioritas untuk
Proses produksi Tidak ada Metode pengiriman
dianalisis penyebabnya adalah penumpukan pada satu hari sistem barang
lebih dari satu pemindahan ke aktivitas
barang setengah jadi pada rak cutting, PO yang baku selanjutnya dalam lot
sewing, dan finishing terjadi karena barang yang besar

harus menumpuk di rak masing-masing Ukuran PO Tidak ada job


Pengiriman
yang kecil description
bagian terlebih dahulu hingga satu jenis kain mengenai orang yang barang
bertanggung dilakukan
(PO). Setelah satu PO terkumpul baru Perusahaan masih jawab melakukan sebesar satu
PO
dikirimkan pada aktivitas selanjutnya. menerima
permintaan-
pemindahan barang

Sehingga menyebabkan penungguan proses permintaan kecil

selanjutnya. Penungguan proses tersebut


Perusahaan tidak
hingga dapat menyebabkan tidak adanya mengkategorikan antara
aktivitas produksi pada proses selanjutnya. pesanan besar dan kecil

Jadi jika proses cutting sudah menghasilkan


satu PO produk, maka aktivitas sewing dan Gambar 2. Root Cause Analysis Penumpukan
finishing baru bisa berjalan. Diagram root Barang Setengah Jadi pada Rak
cause analysis untuk penumpukan barang Cutting, Sewing, dan Finishing
setengah jadi pada rak cutting, sewing dan
finishing ditunjukkan pada Gambar 2. b. Kesalahan pemasangan kancing dan
2. Defect label. Diagram root cause analysis untuk
Berdasarkan CTQ defect, maka waste kesalahan pemasangan kancing dan
yang memiliki prioritas untuk dianalisis labelditunjukkan pada Gambar 4.
penyebabnya adalah: c. Kesalahan pemasangan krah. Diagram
a. Warna baju yang berbeda root cause analysis untuk kesalahan
Warna baju yang berbeda pada pemasangan krah ditunjukkan pada
menyebabkan hasil akhir produk tidak Gambar 5.
sesuai yang diinginkan. Diagram root 3. Overproduction
cause analysis untuk kesalahan Berdasarkan CTQ overproduction,
maka waste yang dianalisis penyebabnya

53
adalah jumlah produk yang melebihi
Kesalahan
perkiraan. Diagram root cause analysis untuk Pemasangan
overproduction ditunjukkan pada Gambar 6. krah

Warna pada kemeja


yang berbeda
Man Method

Kurangnya ketrampilan
Cara menjahit yang
dan ketepatan
Material Method salah
pada penjahit dalam
memasang krah

Cacat pada kain Metode pemotongan Pekerja tidak tepat dalam


menggabungkan krah ketika
Tidak adanya pelatihan sebelum maupun ketika
Perubahan warna bagi pekerja baru menjahit
Belang pada Ada beberapa
Sepanjang satu
kain potongan pola yang
gulungan kain
harus
disiapkan untuk Tidak adanya SOP
proses pemotongan Keterbatasan waktu dan biaya yang diletakkan di
Kesalahan pengerjaan Kesalahan setiap meja pekerja
pada supplier pengerjaan
pada supplier
Satu potongan pola Gambar 5. Root Cause Analysis Kesalahan
Metode inspeksi butuh kain yang cukup
Metode inspeksi Pemasangan Krah
panjang
Lolosnya kain cacat Lolosnya kain cacat
ketika inspeksi Jumlah produk
ketika inspeksi yang
Setiap gulung kain tidak
dilakukan pembagian melebihi
Metode inspeksi permintaan
Metode inspeksi secara benar
dilakukan secara sampling dilakukan secara sampling

Keterbatasan waktu Keterbatasan waktu Man Method


dan sumber daya dan sumber daya

Kesepakatan
Gambar 3. Root Cause Analysis Warna Baju antara pihak Metode pemotongan
perusahaan dan
Yang Berbeda pemesan

Kesalahan komunikasi Ada banyak


Kesalahan antara pihak gulungan kain
pemasangan perusahaan dan yang harus
pemesan disiapkan
kancing dan label

Satu gulungan kain


Tidak ada cross check antara menghasilkan
kedua belah pihak mengenai banyak kemeja
jumlah produk yang telah
Man Method diproduksi
Setiap gulungan kain
tidak dilakukan
pembagian untuk
pemotongan pola
Kesalahan joki Metode dalam
memberikan penyimpanan kancing
jenis kancing dan dan label yang tidak Gambar 6. Root Cause Analysis Jumlah Produk
label pada penjahit tepat yang Melebihi Permintaan

3.5 Improve
Tidak diberi keterangan setiap Tidak diberi keterangan setiap
jenis jenis
Berdasarkan identifikasi waste pada
kancing dan label untuk kancing dan label untuk proses produksi yang dilakukan pada tahap
kain dan kemeja jenis dan kain dan kemeja jenis dan define terdapat beberapa waste yang
ukuran apa ukuran apa
signifikan untuk diamati yaitu unnecessary
inventory dan overproduction.Pada tahap
Gambar 4. Root Cause Analysis Kesalahan improve akan diberikan beberapa
Pemasangan Kancing dan Label

54
rekomendasi perbaikan terkait dengan waste Gasperz, Vincent(2006),Continuous Cost
yang terjadi sepanjang value stream pada Reduction Through Lean-Sigma Approach,
proses produksi garment yang dapat dilihat PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
pada Lampiran 1.
Kurniati, Yati danYanfitri (2010), Dinamika
4. Penutup Industri Manufaktur dan Respon Terhadap
Kesimpulan berdasarkan hasil Siklus Bisnis.http://www.bi.go.id/NR/
penelitian yang telah dilakukan pada proses rdonlyres/093687C6-AD32-453B-80A7-
produksi garment PT.Prime Line 977FE94F9562/21680/YatiKurniatiYanfitri.p
International adalah sebagai berikut : df., diakses pada hari Jumat, 10 Agustus
1. Waste yang paling berpengaruh pada 2012 Pk.18.30 WIB.
proses produksi adalah waiting dengan
prosentase kejadian sebesar 95,81% dan Nurwidiana, dan Moehamad Aman (2009),
level sigma 0,00, defect dengan Evaluasi Hasil Implementasi Lean Six Sigma
prosentase kejadian sebesar 2,64% dan Berdasarkan Nilai COPQ Menggunakan
level sigma 2,84, dan juga Pendekatan FMEA, Universitas
overproduction dengan prosentase Muhammadiyah Magelang,
kejadian sebesar 0,76% dan level sigma Magelanghttp://maman6366.files.wordpress.
3,55. com/2009/05/evaluasi-hasil-implementasi-
2. Faktor penyebab dari tiga waste yang lean-six-sigma-berdasarkan-nilai-copq-
paling berpengaruh, adalah sebagai menggunakan-pendekatan-fmea.doc. diakses
berikut: pada hari Jumat, 10 Agustus 2012 Pk.18.45
a. Penyebab yang utama pada waste WIB.
waiting adalah penumpukan barang
setengah jadi pada rak cutting, Satrio, B. B., Supriyanto, dan Hari (2007),
sewing dan finishing. Implementasi Pendekatan Lean Six Sigma
b. Penyebab yang utama pada waste Pada Produksi Garam Dengan
defect adalah warna pada kemeja Menggunakan Metode FMEA (Studi kasus:
yang berbeda. PT Susanti Megah), Skripsi Sarjana tidak
c. Penyebab yang utama pada waste dipublikasikan, Teknik Industri,Institut
overproduction adalah jumlah Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
produk yang melebihi permintaan.
3. Rekomendasi untuk nilai RPN tertinggi
masing-masing waste, yaitu:
a. Rekomendasi untuk jenis waste
waiting adalah Pengiriman barang
dilakukan dengan lot kecil.
b. Rekomendasi yang diberikan untuk
waste defect adalah Peningkatan
inspeksi pada saat kedatangan bahan
baku khususnya kain.
c. Rekomendasi yang diberikan untuk
waste overproduction adalah
mengirimkan hasil pencatatan jumlah
produk setiap harinya kepada pihak
pemesan.

Daftar Pustaka

Gasperz, Vincent (2002),Pedoman


Implementasi Program Six Sigma
Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000,
MBNQA, dan HACCP, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

55
Lampiran 1
Tabel FMEA Proses Produksi
Waste CTQ Severity Penyebab Waste Occurance Rekomendasi Control Detection RPN
Penumpukan Pengiriman barang dilakukan sebesar satu PO 4 Pengiriman barang dilakukan dengan lot kecil 2 84
barang Mengubah penjadwalan produksinya 2 42
setengah jadi Perusahaan tidak mengkategorikan antara
3 Dilakukannya pemisahan rak dan tempat pengiriman
Waiting pada rak 7 permintaan besar dan kecil 2 42
untuk setiap PO pada masing-masing bagian
cutting, Tidak ada job description mengenai orang yang
sewing dan Membuat Standar Operation Procedure (SOP)
bertanggung jawab melakukan pemindahan 3 3 42
finishing pemindahan barang
barang
Peningkatan inspeksi pada saat kedatangan bahan
3 72
baku khususnya kain.
Metode inspeksi dilakukan secara sampling 6
Melakukan peningkatan pengamatan pada saat
2 48
Warna pada dilakukannya proses penggelaran kain
kemeja yang Metode pemotongan yang dilakukan untuk satu
4
berbeda gulung kain, dilakukan dengan membagi satu
Setiap gulung kain tidak dilakukan pembagian gelaran menjadi beberapa bagian, dan setiap bagian
7 2 56
secara benar dipotong untuk menghasilkan beberapa jumlah
badan, krah, kaki krah, lengan, saku, dan bagian
lainnya.
Metode dalam penyimpanan kancing dan label
Defect Kesalahan Tempat untuk penyimpanan kancing dan label diberi
yang tidak diberi keterangan untuk setiap jenis
pemasangan nama untuk setiap jenis kancing dan label yang
4 kancing dan label yang berbeda, serta diberi 4 1 16
label dan berbeda, serta diberi keterangan jenis kancing dan
keterangan jenis kancing dan label untuk kain
kancing label untuk kain dan kemeja jenis dan ukuran apa.
dan kemeja jenis dan ukuran apa
Membuat Standar Operation Procedure (SOP)
3 54
tentang tahapan dan cara menjahit krah yang benar
Kesalahan Cara menjahit yang salah 6 Diperlukan sebuah alat untuk menjepit krah dengan
pemasangan kaki krah agar krah tidak akan bergeser ketika 2 36
3
krah dijahit.
Kurangnya ketrampilan dan ketepatan pada Memberikan pelatihan pada pekerja yang sering
5 2 30
penjahit dalam memasang krah melakukan kesalahan
Membagi satu gulung kain menjadi beberapa bagian,
dan setiap bagian dipotong untuk menghasilkan
2 2 12
Jumlah Setiap satu gulungan kain tidak dilakukan beberapa jumlah badan, krah, kaki krah, lengan,
Overpro produk yang pembagian setiap beberapa jumlah pola saku, dan bagian lainnya..
3
duction melebihi Mencatat jumlah hasil potongan kain pada setiap
2 2 12
permintaan bagian gelaran
Tidak adanya cross check setiap harinya Mengirimkan hasil pencatatan jumlah produk setiap
3 2 18
mengenai jumlah produk yang sudah diproduksi harinya kepada pihak pemesan

56

Anda mungkin juga menyukai