Anda di halaman 1dari 8

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun oleh atom pusat yang merupakan

logam yang mempunyai orbital kosong yang akan mendapatkan donor pasangan elektron
bebas dari liganya membentuk ikatan kovalen koordinasi jumlah atom donor akan
meningkatkankestabilan kompleks (Shriver,1990). Percobaan ini dilakukan untuk
menentukan komposisi ion kompleks dimana kompleks yang digunakan itu besi salisilat dan
logam Fe sebagai ion pusat. Metode job adalah pengukuan absorbansi dari suatu larutan
kompleks dengan variasi atau berbagai macam fraksi mol dari dua komponen tetapi dengan
jumlah totl volume larutan yang sama (Hendayana, 1994).
Komposisi larutan kompleks yang dibuat dari campuran Fe3+ dan larutan asam
salisilat, ditentukan dengan metode ini dengan cara mengevaluasikan harga n untuk
kesetimbangan.
Fe3+ + N asa ↔ [ Fe (asa)n]3+ (Khopkar, 1990)
Percobaan dilakukan dengan membuat larutan kompleks besi salisilat dalam 9 tabung reaksi
dengan berbagai konsentrasi atau fraksi mol dimana setiap larutan mempunyai komposisi
total yang sama yaitu 10 mL. Larutan Fe3+ 0,001 M dibuat dengan melarutkan 0,0482 gram
serbuk ammonium besi (III) sulfat dalam larutan HCl 0,001 M sampai 100 mL. Larutan asam
salisilat dibuat dengan melarutkan 0,0138 gram kristal asam salisilat dalam larutan HCl 0,001
M sampai 100 mL. Kemudian dalam tabung reaksi dibuat Fe3+ dan asam salisilat dengan
fraksi mol asam salisilat (x)= 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; dan 0,9. Larutan diukur
serapanya pada panjang gelombang 450 nm, 500 nm, 520 nm, 560 nm, dan 610 nm.
Fe3+ yang digunakan adalah bubuk putih abu-abu yang diperoleh melalui oksidasi
besi(II) sulfat yang dilarutkan dalam asam belerang encer dengan menggunakan suatu
pengoksidasi. Sedangkan asam salisilat merupakan asam ortohidroksi benzoat yang
mempunyai rumus C6H4(OH)COOH. Asam salisilat membentuk jarum-jarum tidak berwarna
yang memiliki titik lebur 1550C. Asam salisilat sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih
larut dalam air panas (Svehla, 1990).

OH

COOH (Svehla, 1990).


Gambar 5.3.1. Struktur Asam Salisilat

Kompleks ammonium besi (iii) sulfat larut dan membentuk larutan tak berwarna. Fungsi
penambahan HCl sebagai pelarut Fe agar larutan dihasilkan kompleks Fe3+ yang stabil serta
mencegah hidrolisis Fe3+ ketika direaksikan dengan aquades membentuk Fe(OH)3 yang
berwarna coklat (Svehla,1990). Reaksi yang terjadi yaitu :
Fe3+ + H2O Fe3+ (aq) + H2O (Svehla, 1990)
Kuning
Penambahan HCl dalam pelarutan asam salisilat berfungsi agar kompleks besi salisilat
setelah kedua larutan (Fe3+ dan asam salisilat ) dicampurkan terbentuk dengan stabil dan
hanya sedikit yang terurai dalam air bahkan tidak terurai sama sekali (Svehla, 1990). Selain
itu penambahan HCl dilakukan agar tidak terbentuk endapan. Proses pengenceran pada kedua
larutan tersebut bertujuan agar kerja diionisasi dalam larutan terbentuk ion – ion pembentuk
kompleks yaitu Fe3+ dan asam salisilat karena yang bereaksi yaitu ion – ionnya bukan
senyawanya. Reaksi yang terjadi pada pembuatan kompleks besi (iii) salisilat adalah :
NH4Fe(SO4)2 H2O Fe3+ + NH4+ +2SO42- (Svehla, 1990)
Ammonium besi sulfat
Konsentrasi HCl yang digunakan sangat kecil yaitu 0,001M karena pada konsentrasi tinggi
(biasanya 0,01M) jarak rata – rata antara zat pengadsorpsi menjadi kecil sehingga masing –
masing zat mempengaruhi harga molar adsorptivitas dan pengaruh ini dapat dihindari dengan
pengenceran. Karena pada konsentrasi dibawah 0,01 M pengaruh interaksi molekul
molekulnya tidak berarti kecuali untuk ion – ion organik tertentu yang molekulnya besar
(Hendayana, 1994)
Langkah selanjutnya yaitu pencampuran fraksi mol asam salisilat 0,1 artinya sebanyak 1 mL
asam salisilat yang ditambahkan dengan 9 mL Fe3+ sehingga volume totalnya menjadi 10 mL.
Proses ini dilakukan hingga fraksi mol 0,9. Setiap kenaikan fraksi mol dari asam salisilat
untuk kesembilan larutan adalah 0,1 mol. Variasi dari fraksi mol yang di buat bertujuan untuk
menentukan serapan masing – masing warna kompleks yang terbentuk. Hasil pencampuran
kedua larutan adalah larutan berwarna ungu dengan tingkat kepekatan yang tinggi. Asam
salisilat bertindak sebagai pengompleks atau ligan bagi Fe3+ yang merupakan atom pusatnya.
Reaksinya yaitu :
Fe3+ + asa [Fe(asa)]3+
[Fe(asa)] + asa
3+
[Fe(asa)2]3+
[Fe(asa)2]3+ + asa [Fe(asa)3]3+ (Svehla,1990)
Berikut adalah hasil percobaan yang di peroleh

Gambar 5.3.2 larutan campuran


Kompleks warna yang terbentuk adalah warna ungu. Warna ini disebabkan adanya transisi
elektronik dari kompleks tersebut. Kompleks ini menunjukkan warna komplementernya
karena atom pusatnya memiliki orbital d yang belum terisi penuh elektron.

Adanya orbital d yang belum terisi penuh ini menyebabkan kemungkinan terjadinya transisi
elektronik dari orbital d yang tingkat energinya rendah keorbital d yang tingkat energi tinggi .
struktur kompleks ini adalah oktahedral, sehingga transisi yang terjadi dari orbital tg ke eg
yaitu :
Senyawa kompleks oktahedral akan membentuk kompleks berwarna karena terjadi
pemecahan orbital d. Warna kompleks yang terbentuk tergantung logam pusat dan jenis
ligannya. Apabila ligan yang digunakan adalah ligan medan kuat maka akan mempengaruhi
jarak t2g dan eg ∆0.

Jarak antara t2g dan eg ketika digunakan ligan medan kuat maka Δ0 nya lebih besar
daripada besarnya energi untuk berpasangan (Δ0 > P). Hal ini menyebabkan elektron tidak
bisa mengisi orbital di atasnya karena energinya sangat tinggi sehingga elektron mengisi
dibawah (low spin). Semakin tinggi energi yang dibutuhkan untul eksitasi elektron maka
panjang gelombang yang diserap semakin kecil dan meyebabkan warna yang dipancarkan
semakin gelap. Sebalikny jika yang digunakan adalah ligan medan lemah maka jarak Δ0 lebih
kecil daripada besarnya energi untuk berpasangan (Δ0 < P)(Sukardjo, 1992).

Hal ini menyebabkan elektron bisa mengisi orbital di atasnya karena energinya
rendah. Semakin rendah energi yang dibutuhkan untuk eksitasi, maka panjang gelombang
yang diserap akan semakin besar dan warna yang dihasilkan akan semakin terang. Hal ini
sesuai dengan ketentuan Planck sebagai berikut :

Fraksi mol 0,5 memiliki kepekatan warna yang lebih tinggi berdasarkan urutan warna yang
dihasilkan (Gambar 5.3.2). Hal ini terjadi karena adanya kesetimbangan pada fraksi mol asam
salisilat 0,5. Volume larutan asam salisilat 5 mL dan larutan Fe3+ 5 mL. Konsentrasi yang
sama tersebut menyebabkan tingkat energi orbital kosongpada ion logamnya yatu Fe3+. Syarat
terbentuknya senyawa kompleks adalah ion tersebut mempunyaiorbital kosong dengan
tingkat energi kurang lebih sama dengan jumlah pasangan elektron yang diberikan (Arsyad,
2001). Adapun warna larutan semakin pekat dari fraksi mol 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 dan makin
pudar pada fraksi mol 0,6; 0,7; 0,8; 0,9.
Langkah selanjutnya semua larutan diukur serapannya pada panjang gelombang 450
nm, 500 nm, 520 nm, 560 nm, dan 610 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
Pengukuran dengan menggunakan panjang gelombang tersebut dikarenakan dalam hal ini
warna komplementer yang dihasilkan dari percobaan ini adalah ungu yang merupakan warna
komplementer dari biru-hijaupanjang gelombang 610-750 nm (Day dan Underwood, 2002).
Pengukuran ini dilakukan karena larutan-larutan yang fraksi molnya berbeda-beda
mengandung ion komplek dalam komposisi tertentu. Komposisi tersebut ditentukan dengan
analisis kualitatif menggunakan spektrofotometer UV-VIS sehingga komplek yang dominan
dapat diketahui.
Spektrofotometer merupakan alat yang menghasilkan sinar spektrum dengan panjang
gelombang tertentu yang dapat diukur melalui intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
diabsorbsi pada fotometer. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum tampak yang
kontinu, monokromatir sel pengabsorbsi untuk larutan blanko dan sampel. Prinsip dari
spektrofotometer UV-VIS adalah apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan
yang berwarna maka radiasi pada panjang gelombang tertentu akan diabsorbsi secara selektif
dan radiasi atau sinar lainnya akan diteruskan (Khokar, 1990). Sebelum larutan diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer harus dipastikan larutan yang akan diukur tidak
terlalu pekat. Hal ini dikarenakan kepekatan dari suatu larutan akan mempengaruhi nilai
absorbansinya. Menurut Day dan Underwood (2002), jika energi peralihan (transisi) pada
cahaya tampak maka komponen cahaya tersebut akan diserap dan cahaya yang diteruskan
adalah warna komplementer.
Larutan Fe3+ (blanko) dalam spektrofotometer diukur absorbansinya. Hasil absorbansi
yang diperoleh dari hasil pengukuran digunakan untuk menentukan harga y yang semua
larutan tersebut. harga y yang diperoleh menggunakan rumus:
Y = A - (1-x) Az
dimana A adalah absorbansi sampel dan Az absorbansi blanko. Nilai y yang diperoleh
digunakan untuk membuat kurva hubungan antara y (sumbu y) dengan fraksi mol dari asam
salisilat (x). Selanjutnya harga n diperoleh dengan menggunakan rumus :
n= x
1-x
Berikut grafik perbandingan fraksi mol (x) vs y:
Gambar 5.3.3. Kurva hubungan x dan y pada panjang gelombang 450 nm.
Berdasarkan kurva tersebut dapat dilihat bahwa absorbansi tertinggi terdapat pada
fraksi mol 0,5. Nilai absorbansi mengalami peningkatan dari fraksi mol asam salisilat 0,1
sampai 0,5 kemudian mengalami penurunan hingga fraksi mol 0,9. Nilai absorbansi tertinggi
pada fraksi mol asam salisilat sesuai warna yang paling pekat. Hal tersebut sesuai dengan
hukum Lambert-beer yaitu bahwa absorbansi berbanding lurus terhadap konsentrasi dimana
semakin tinggi konsentrasi maka nilai absorbansi meningkat (Day dan Underwood, 2002).
Kurva diatas menunjukkan hubungan x dan y pada panjang gelombang 400 nm. Nilai y
maksimum terbentuk pada saat fraksi mol asam salisilat 0,5 yaitu 0,55 dengan campuran 5
mL Fe3+ dan 5 mL asam salisilat. Adapun harga n yang diperoleh yaitu 1.

Gambar 5.3.4. Kurva hubungan x dan y pada panjang gelombang 500nm


Kurva diatas menunjukkan bahwa nilai y maksimum dicapai ketika fraksi mol asam salisilat
0,5 yaitu sebesar 0,494 dengan pencampuran 5 mL Fe3+ dan 5 mL asam salisilat. Nilai n yang
diperoleh adalah 1.
Gambar 5.3.5 kurva hubungan x dengan y pada panjang gelombang 520 nm
Kurva diatas menunjukkan hubungan nilai y terhadap x pada panjang gelombang 520
nm.Nilai y maksimum terbentuk saat fraksi mol asam salisilat sebesar 0,5 yaitu sebesar
0,517dengan pencampuran sebanyak 5 Ml asam salisilatdan 5 mL Fe3+. Harga n yang
diperoleh adalah 1

Gambar 5.3.6 Kurva hubungan x dengan y pada panjang gelombang 560 nm.
Kurva diatas menunjukkan hubungan antara x dan y. Nilai y maksimum dicapai ketika fraksi
mol asam salisilat 0,5 yaitu sebesar 0,4895 dengan pencampuran sebanyak 5 mL asam
salisilat dan 5 mL Fe3+. Harga n yang diperoleh yaitu 1.
Gambar 5.3.7. Kurva hubungan x dan y pada panjang gelombang 610 nm
Kurva diatas menunjukan nilai y maksimum ketika fraksi mol asam salisilat 0,5 7ait sebesar
0.335. nilai harga n ysng diperoleh adalah 1
Titik diatas menunjukan bahwa titik puncak maksimumnya sama untuk setiap panjang
gelombang yaitu pada fraksi mol asam salisilat 0,5 yang menunjukan tepat bereaksi dengan
Fe3+ yang akan menunjukan bahwa setelah komplek [Fe(asa)]3+ tercapai terjadi penurunan
nilai n. Hal tersebut menandakan bahwa grafik hasil percobaan mengikuti metode job, yaitu
jika absorbansinya dialirkan terhadap fraksi mol dari suatu konstituen dapat menghasilkan
puncak maksimum dan titik y dimana setelah komplek yang sesuai dengan keadaan ini
tercapai maka nilai absorbansinya ( sekaligus nilai y) akan menurun. Berdasarkan hasil
percobaan yang diperoleh dapat diketahui bahwa panjang gelombang 570 nm yang memiliki
nilai y paling tinggi. Hal ini sesuai dengan refrensi bahwa warna ungu merupakan warna
komplementer dari hijau yang diserap pada panjang gelombang 500-560 nm (Khopkar,
1996).
Haga n yang diperoleh pada panjang gelombang 450, 500, 520, 560, dan 610 nm
yaitu sebesar 1. Menurut Khopkar (1990), nilai n=1 menunjukan bahwa komplek yang
terbentuk dalam larutan merupakan [Fe(asa)]3+ sehingga akan terjadi keseimbangan menurut
persamaan ;
Fe3+ + asa  [Fe(asa)]3+
Spesies yang paling dominan yaitu kompleks [Fe(asa)]3+, strukturnya adalah ;
COOH COOH

O Fe O
O
(Svehla,1990)

Asam salisilat merupakan ligan monodentat dengan 1 atom donor electron yaitu 0.
Asam salisilat bertindak sebagai pengompleks atu ligan bagi Fe3+ yang merupakan atom
pusat. Reaksinya adalah :

(Svehla, 1990)
Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode Job yang dapat memberikan nilai
n sebagai komposisi kompleks suatu larutan, namun metode Job ini memiliki beberapa
kelemahan antara lain :
a. Hanya untuk menentukan komposisi kompleks yang sederhana.

b. Tidak dapat digunakan apabila tetapan kesetimbangan tidak diketahui dengan pasti.

c. Hanya ditinjau dari suatu kompleks kesetimbangan kompleksnya meskipun kesetimbangam


yang terbentuk lebih dari satu kesetimbangan yang teranalisis dan hanya yang bersifat
dominan.

d. Tingkat keakuratan masih kurang.

e. Spesies yang dominan juga belum pasti diketahui (Ewing, 1985).

Anda mungkin juga menyukai