Anda di halaman 1dari 2

Profil Uji Kompetensi Dokter Indonesia

Bab I. Pendahuluan

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan tersedianya pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas, maka permasalahan yang
menyangkut pendidikan kedokteran sebagai penyedia tenaga dokter di Indonesia dewasa ini semakin kompleks dan
majemuk.

Melewati awal abad ke-21, pendidikan kedokteran berkembang cepat seiring dengan kemajuan yang pesat di bidang
ilmu kedokteran serta munculnya tantangan globalisasi dan terjadinya transisi epidemiologi. Hal ini mengakibatkan
terjadinya pula perubahan pada tatanan pelayanan dan sistem kesehatan, sehingga kebutuhan akan tenaga kesehatan
mengalami pergeseran pula. Kebutuhan atas dokter saat ini baik dari segi kuantitas maupun kualitas makin meningkat
seiring dengan proses globalisasi dan berkembangnya perdagangan bebas serta meningkatnya iklim kompetisi di
dalam dan luar negeri. Disamping itu, paradigma pengelolaan pendidikan kedokteran saat ini semakin menuntut adanya
standarisasi, akuntabilitas, inovasi/pengembangan, serta penjaminan kualitas proses dan luaran pendidikan kedokteran
di Indonesia.
Pada sisi yang lain, berkenaan dengan upaya penataan praktik kedokteran di Indonesia, saat ini telah diberlakukan
beberapa peraturan mulai dari undang – undang no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, permenkes no 1419
Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter & Dokter Gigi dan peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 1
tahun 2005 tentang registrasi dokter dan dokter gigi, di mana dinyatakan bahwa izin praktik dapat diberikan kepada
seorang dokter setelah mendapatkan sertifikat lulus uji kompetensi. Dengan demikian saat ini dibutuhkan suatu
perangkat uji kompetensi dokter sebagai upaya dari aktualisasi berbagai peraturan praktik kedokteran tersebut dalam
rangka peningkatan dan standarisasi kualitas dokter Indonesia. Menindaklanjuti pemberlakuan peraturan – peraturan di
atas, AIPKI berupaya untuk berperan aktif dalam upaya pengembangan dan implementasi uji kompetensi tersebut
dengan harapan bahwa hal tersebut dapat mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia.

Bab II. Tujuan


Tujuan dari Uji Kompetensi Dokter Indonesia adalah untuk memberikan informasi berkenaan kompetensi pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap dari para lulusan dokter umum secara komprehensif kepada pemegang kewenangan dalam
pemberian sertifikat kompetensi sebagai bagian dari persyaratan registrasi, untuk kemudian seorang dokter dapat
mengurus pengajuan surat ijin praktek dokter atau “medical license”

Bab III. Standar Kelulusan

Mengingat Uji kompetensi ini sangat menentukan bagi karier seorang dokter dan akan dijadikan acuan kompetensi
secara nasional, maka proses penentuan standar kelulusan harus dilakukan dengan melibatkan komponen yang dapat
mewakili pemegang kebijakan seperti para pendidik dari fakultas kedokteran, dokter yang melakukan praktik, organisasi
profesi, depkes atau unsur pemerintah dan masyarakat. Metode yang dipakai adalah PAP atau criterion reference
dengan menggunakan panel expert judge. Seseorang dapat mendaftarkan dirinya untuk menjadi panel expert judge ,
namun kemudian dipilih oleh badan pelaksana dengan kriteria merupakan ahli di bidang kedokteran dan menguasai
teknik standard setting dengan memperhatikan keterwakilan stakeholder. Untuk memberikan keseimbangan antara
standar kompetensi yang bersifat mutlak dan pertimbangan proporsi kelulusan uji kompetensi maka metode yang akan
digunakan adalah Hofstee Method

Bab IV: Materi Ujian

Sesuai dengan tujuan dari Uji Kompetensi ini, maka materi yang diujikan harus sesuai dengan kompetensi atau
standard profesi yang dibutuhkan dokter Indonesia sebagaimana tertuang dalam KIPDI 3 dengan tetap memperhatikan
aspek – aspek lain sehingga dapat menjamin sifat komprehensifnya. Berkenaan tujuan dari ujian ini adalah untuk
mengetahui atau menguji kompetensi seorang dokter, maka ujian akan menitikberatkan pada prinsip-prinsip ilmu
kedokteran dasar dan klinik yang sangat penting di dalam praktek klinik di masyarakat maupun di dalam pendidikan
kedokteran tahap pascasarjana, dengan mengutamakan penguasaan prinsip – prinsip dasar mekanisme timbulnya
penyakit, “Clinical Reasoning”, serta “Critical Thinking” dalam kerangka pemecahan masalah / Problem solving.
Keseluruhan soal yang dikembangkan harus bersifat terintegrasi dan menguji secara utuh kompetensi yang dibutuhkan
seorang dokter dalam menghadapi berbagai permasalahan kesehatan dan klinis yang akan dihadapinya. Secara lebih
rinci komposisi materi ujian disusun berdasarkan berbagai tinjauan yang akan menjamin sifat komprehensif dari ujian.
(Dapat dilihat pada Bab VI).

Bab V: Jenis atau tipe soal ujian


Jenis atau tipe soal ujian adalah berupa soal pilihan berganda dengan lima pilihan jawaban soal. Soal terdiri ”stem” soal
yang berbentuk skenario (”vignette”), pertanyaan, dan lima pilihan jawaban dengan satu jawaban benar. Jumlah soal-
soal ujian seluruhnya adalah 200 soal. Untuk kepentingan pengembangan soal secara lebih rinci pengembangan soal
dengan vignette dituangkan dalam dokumen “ANEX 1 petunjuk pembuatan soal”.

Bab VI: Garis Besar Komposisi Materi Ujian


1. Tinjauan 1
a. Ketrampilan dasar klinis (10 – 20%)
b. Aplikasi biomedis, behavior, clinical, & epidemiologi pada kedokteran keluarga (40 – 60%)
c. Komunikasi efektif (10 – 20%)
d. Manajemen masalah kesehatan primer (10 – 20%)
e. Penelusuran, kritisi, dan manajemen informasi (2 – 5%)
f. Profesionalisme, moral, dan etika praktik kedokteran (5 – 10%)
g. Kesadaran, pemeliharaan, dan pengembangan personal (5 – 10%))
2. Tinjauan 2
a. Kognitif (20 – 40%)
b. Procedural knowledge (20 – 40%)
c. Konatif (20 – 40%)
3. Tinjauan 3
a. Recall (5 – 10%)
b. Reasoning (90 – 95%)
4. Tinjauan 4 : Proses normal dan patologi
a. Pertumbuhan, perkembangan, dan degenerasi (15 – 25%)
b. Kelainan genetik dan kongenital (15 – 25%)
c. Penyakit Infeksi dan Imunologi (15 – 25%)
d. Penyakit neoplasma (15 – 25%)
e. Penyakit akibat trauma atau kecelakaan (15 – 25%)
5. Tinjauan 5 : Organ dan Sistem
a. Saraf dan perilaku (Neurobehaviour) (5 – 15%)
b. Kepala dan leher (Head and Neck) (5 – 15%)
c. Endokrin dan Metabolisme (Endocrine and Metabolism) (5 – 15%)
d. Saluran cerna, hepatobilier, dan pankreas (Gastrointestinal, hepatobilier and pancreas) (5 – 15%)
e. Saluran pernafasan (Respiratory) (5 – 15%)
f. Ginjal dan saluran kemih (Urogenital) (5 – 15%)
g. Jantung, pembuluh darah dan sistem limfatik (Cardiovascular and limfatik) (5 – 15%)
h. Darah dan sistem kekebalan tubuh (Hematoimmunology) (5 – 15%)
i. Kulit, otot, tulang dan jaringan lunak (Dermatomusculoskeletal) (5 – 15%)
j. Reproduksi (Reproductive) (5 – 15%)
6. Tinjauan 6
a. Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (20-30%)
b. Penapisan/Diagnosis (20-30%)
c. Manajemen/Terapi (20-30%)
d. Rehabilitasi (10-20%)
7. Tinjauan 7
a. Individu (20 – 40%)
b. Keluarga (20 – 40%)
c. Masyarakat (20 – 40%)

sumber : www.ukdi.org

Anda mungkin juga menyukai