Oleh :
Lili Nailufhar
1504738
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah tentang pemanfaatan kulit pisang ini. Saya sangat berharap karya tulis
ilmiah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dalam penanganan
limbah kulit pisang yang banyak dihasilkan dari berbagai kegiatan di masyarakat
sehari-hari, salah satunya dapat dimanfaatkan untuk menjadi adsorben logam
berat dalam air sehingga dapat meminimalisir terjadinya pencemaran air. Dewasa
ini Indonesia masih mengalami masalah tentang kelangkaan air bersih sehingga
masih sangat membutuhkan sanitasi yang layak. Pembuatan biocharcoal atau
arang hayati berbasis limbah kulit pisang ini diharapkan dapat menjadi solusi
untuk memecahkan masalah tersebut.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dalam proses adsorbsi ada yang disebut adsorben dan adsorbat. Adsorben
adalah media penyerap sedangkan adsorbat adalah substansi yang diserap
yang dalam penelitian ini adalah cemaran yang terkandung dalam limbah
cair. Jenis adsorben yang sering digunakan dalam proses adsorbsi
diantaranya adalah pasir aktif, gel silika, tempurung kelapa, arang aktif,
zeolit, dan kombinasi dari bahan-bahan tersebut. Penelitian tentang
pembuatan bioadsorben logam berat sudah sering dilakukan, salah satunya
adalah pembuatan bioadsorben dari limbah kulit-kulit bahan pangan yang
berpotensi untuk dirubah menjadi karbon penyerap logam.
Selama ini adsorben yang sering digunakan dalam pengolahan air
bersih adalah arang aktif komersil. Arang aktif yang biasa dijual di pasaran
adalah arang aktif yang terbuat dari tempurung kelapa, kayu, dan batu bara
(Lempang, 2014). Ketiga bahan baku tersebut masih memungkinkan untuk
diolah menjadi produk lainnya yang lebih bernilai ekonomis tinggi sehingga
dibutuhkan solusi bahan baku baru yang bersifat alami dan memiliki
ketersediaan yang cukup untuk pembuatan arang aktif. Di sisi lain, pisang
adalah salah satu buah yang sudah sangat sering dimanfaatkan di Indonesia.
Indonesia bahkan menjadi salah satu negara pengekspor pisang di dunia.
Jumlah produktivitas pisang pun semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Grafik produktivitas buah pisang di Indonesia dari tahun 2012 – 2016 dapat
dilihat pada Gambar 1.1.1.
75
70
65
60
55
50
2012 2013 2014 2015 2016
Tahun
2
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa angka produktivitas pisang
di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan
produktivitas pisang tersebut akan berakibat pada meningkatnya jumlah
limbah kulit pisang yang dihasilkan mengingat jumlah kulit pisang cukup
banyak yaitu sekitar 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Oleh karena
itu dapat diperkirakan bahwa jika pada tahun 2016 produktivitas pisang
mencapai 85 ton/ha maka jumlah kulit pisang bisa mencapai 28,33 ton/ha.
Menurut data Badan Pusat Statistik Indonesia memiliki 16 sentra pisang
berdasarkan jumlah produksinya. Berikut data sebaran sentra pisang di
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1.1.
3
Jumlah kulit pisang yang banyak dihasilkan dapat diolah menjadi suatu
produk yang bernilai guna tinggi dalam masyarakat. Kandungan selulosa
dalam kulit pisang dapat diubah menjadi karbon aktif yang memiliki
kemampuan untuk mengadsorbsi berbagai macam jenis logam berat dalam
air seperti Fe, Mn, Pb, Zn, dan logam lainnya. Menurut penelitian (Adinata,
2013) kulit pisang dapat dijadikan sebagai bahan karbon aktif yang nilai
karbonisasinya mencapai 95,96 %. Bahkan menurut penelitian (Castro dkk,
2011) menyatakan bahwa kulit pisang sudah mampu menarik logam berat
dari air tanpa harus terlebih dahulu diproses menjadi karbon aktif.
Berdasarkan permasalahan pencemaran air dan kelangkaan air bersih
oleh logam berat di Indonesia dan fakta bahwa kulit pisang sangat
berpotensi untuk dijadikan sebagai karbon aktif, penulis menggagaskan
suatu ide yaitu “Pemanfaatan Arang Hayati (Biocharcoal) Berbasis Limbah
Kulit Pisang Sebagai Adsorben Logam Berat Pada Proses Pengolahan Air
Bersih”. Gagasan ini juga sejalan dengan tujuan perkembangan
berkelanjutan (Sustainable Development Goals 2030) point keenam berupa
pengadaan air bersih dan sanitasi layak yang saat ini sedang dicanangkan
oleh Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana potensi limbah kulit pisang sebagai bahan baku pembuatan
biocharcoal ?
2. Bagaimana proses pembuatan biocharcoal dari limbah kulit pisang ?
3. Bagaimana prospek ekonomi pembuatan biocharcoal dari limbah kulit
pisang ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui potensi limbah kulit pisang sebagai bahan baku
pembuatan biocharcoal.
2. Untuk mengetahui proses pembuatan biocharcoal dari limbah kulit
pisang.
3. Untuk mengetahui prospek ekonomi pembuatan biocharcoal dari
limbah kulit pisang.
4
1.4. Manfaat Penulisan
1. Memberikan solusi bagi permasalahan kelangkaan air bersih yang
terjadi di Indonesia.
2. Memberikan informasi kepada pemerintah dan masyarakat luas tentang
kebermanfaatan limbah kulit pisang sebagai adsorben logam berat pada
air yang tercemar.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Studi Pendahuluan
Tahap ini penulis melakukan eksplorasi tentang masalah
pencemaran air oleh logam berat yang mengakibatkan kelangkaan
air bersih. Oleh karena itu dilakukan penelusuran potensi limbah
kulit pisang sebagai bahan baku pembuatan biocharcoal.
1.5.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya air
dimana ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita
per tahun. Meskipun begitu, Indonesia masih saja mengalami
kelangkaan air bersih. Permasalahan tersebut disebabkan karena
ketersediaan air di Indonesia tidak diimbangi dengan sanitasi yang
layak sehingga mengakibatkan langkanya air bersih. Oleh karena
itu dilakukan penelusuran lebih lanjut tentang potensi limbah kulit
pisang menjadi biocharcoal, proses pembuatannya, dan prospek
ekonomi dari pemanfaatan limbah kulit pisang tersebut.
1.5.3. Studi Pustaka
Tahap ini penulis berusaha untuk mengumpulkan sumber-
sumber yang dapat dijadikan acuan untuk menemukan informasi
yang dicari berdasarkan rumusan masalah. Sumber tersebut bisa
berupa jurnal penelitian dan lain-lain.
1.5.4. Analisis dan Sintesis
Tahap ini penulis menganalisis hasil temuan studi pustaka
dan mensintesisnya menjadi sebuah gagasan yang utuh sehingga
bisa menjadi solusi permasalahan-permasalahan yang sejak awal
ditemukan.
5
1.5.5. Penarikan Kesimpulan
6
BAB II
TELAAH PUSTAKA
7
jarang dimanfaatkan oleh masyarakat. Kulit buah pisang umumnya
digunakan sebagai makanan ternak dan hanya dibuang begitu saja sebagai
sampah. Hal ini tidak memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat dan
negara. Oleh karena itu kulit pisang diolah menjadi biocharcoal sehingga
akan bermanfaat dalam menanggulangi pencemaran logam berat terutama
dalam pengolahan air bersih.
Logam berat yang dibuang ke lingkungan cenderung tidak
terdegradasi, tersirkulasi dan biasanya terakumulasi melalui rantai makanan
yang merupakan ancaman bagi hewan dan manusia (Chen, dkk., 1996 dalam
Nirmala dkk, 2015). Dampak dari keberadaan logam berat dalam organisme
hidup dapat menghambat aktivitas enzim, termasuk sistem antioksidan
(Chen, dkk., 1996 dalam Nirmala dkk, 2015). Ion-ion logam berat bersifat
toksik meskipun pada konsentrasi yang rendah (dalam ppm) dan umumnya
sebagai polutan utama bagi lingkungan (Supriyanto, 2012). Penelitian
tentang pemanfaatan bahan-bahan organik yang dijadikan sebagai bahan
penyerap telah banyak dilakukan, bahan-bahan organik tersebut diubah
menjadi arang hayati untuk mengadsorpsi logam berat sehingga dapat
mengurangi pencemaran dan penyakit yang diakibatkan logam-logam berat
tersebut (Kawasaki dkk., 2006).
Dewasa ini pencemaran logam berat banyak terjadi pada sumber-
sumber air yang menyebabkan langkanya air bersih. Sumber- sumber
tersebut diantaranya adalah sungai, sumur, dan bahkan lautan. Pencemaran
tersebut mengakibatkan rusaknya ekosistem dan biota-biota perairan.
Pencemaran logam berat terhadap sumber-sumber air juga berakibat fatal
bagi manusia. Pencemaran tersebut sering terjadi di daerah-daerah yang
dekat dengan kawasan perindustrian. Limbah industri yang mengandung
logam berat biasanya akan langsung mengalir ke sumber-sumber air di
sekitarnya dan lingkungan akan tercemar. Pemanfaatan biocharcoal sebagai
adsorben bisa menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan tersebut. Air
yang sudah tercemar dan mengandung logam berat bisa dibersihkan
kembali dengan cara adsorbsi. Proses adsorbsi yang dilakukan harus
menggunakan jenis adsorben yang mampu menyerap logam berat.
8
Gambar. 2.1.1. Pencemaran air oleh logam berat
Proses pengolahan air bersih dapat dilakukan dengan banyak cara antara
lain adsorbsi, filtrasi, koagulasi dan flokulasi, dan lain-lain. Proses adsorbsi
memiliki prinsip yang tidak jauh berbeda dengan filtrasi. Dalam proses adsorbsi
dibutuhkan adsorben yang bertindak sebagai penyerap. Salah satunya adalah
bioadsorben berupa arang hayati dari kulit pisang yang mampu menyerap logam
berat dalam air. Skema proses pengolahan air bersih dengan metode kombinasi
metode koagulasi, adsorbsi, dan filtrasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.2.
9
2.2. Limbah Kulit Pisang
Pisang adalah buah yang kaya akan zat gizi yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh, seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Namun
dewasa ini seiring dengan banyaknya penelitian yang telah dilakukan,
diketahui bahwa limbah buah pisang berupa kulitnya juga memiliki
kandungan yang bermanfaat sehingga dapat diolah menjadi produk yang
lebih bernilai tinggi, salah satunya menjadi arang hayati sebagai adsorben
logam berat. Limbah kulit buah pisang yang tidak dimanfaatkan dan
umumnya dibuang sebagai sampah akan berdampak terhadap meningkatnya
limbah padat yang dibuang ke lingkungan. Salah satu upaya mengatasinya
adalah memanfaatkan kulit pisang tersebut menjadi hal lain yang lebih
bermanfaat seperti arang hayati (biocharcoal).
Tabel 2.2.1. Kandungan Gizi Kulit Pisang
Unsur Komposisi
Air 69,80 %
Karbohidrat 18,50 %
Lemak 2,11 %
Protein 0,32 %
Kalsium 715 mg/100 g
Fosfor 117 mg/100 g
Besi 0,6 mg/100 g
Vitamin B 0,12 mg/100 g
Vitamin C 17,5 mg/100 g
Sumber : Adinata, 2013
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa kulit pisang
mengandung karbohidrat berupa pektin dan selulosa. Dalam (Kupchik dkk,
2005) dikatakan bahwa kulit pisang kepok mengandung pektin yang dapat
menyerap logam berat karena mengandung gugus karboksil. Selain itu
kandungan protein yang memiliki gugus amina dalam kulit pisang juga
memungkinkan kulit pisang untuk menyerap logam berat. Menurut (Castro
dkk, 2011) kulit pisang memiliki kemampuan dalam mengikat ion logam
berat karena dalam kulit pisang terdapat berbagai gugus fungsi yang
10
berperan sebagai gugus aktif seperti gugus hidroksil (-OH), gugus
karboksilat (-COOH), dan gugus amina (-NH2). Gugus molekul pektin dan
selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.2.1. dan 2.2.2.
11
berubah menjadi karbon. Biocharcoal juga bisa disebut sebagai bioadsorben
karena biocharcoal memiliki kemampuan untuk menyerap logam-logam
yang ada disekitarnya. Untuk meningkatkan kemampuan penyerapan, arang
harus diubah menjadi arang aktif. Arang aktif dapat dibedakan dengan arang
berdasarkan sifat pada permukaannya. Permukaan arang masih ditutupi oleh
deposit hidrokarbon yang menghambat keaktifannya, sedangkan permukaan
arang aktif relatif telah bebas dari deposit, permukaannya luas dan pori-
porinya telah terbuka, sehingga memiliki daya serap tinggi. Untuk
meningkatkan daya serap arang, maka bahan tersebut dapat diubah menjadi
arang aktif melalui proses aktivasi. Proses aktivasi arang aktif dapat
dilakukan secara fisik maupun dengan cara kimia.
Arang aktif tidak hanya mengandung atom karbon saja, tetapi juga
mengandung sejumlah kecil oksigen dan hidrogen yang terikat secara kimia
dalam bentuk gugus-gugus fungsi yang bervariasi, misalnya gugus karbonil
(CO), karboksil (COOH), fenol, lakton, dan beberapa gugus eter. Oksigen
pada permukaan arang aktif, kadang-kadang berasal dari bahan baku atau
dapat juga terjadi pada proses aktivasi dengan uap (H2O) atau udara.
Keadaan ini biasanya dapat menyebabkan arang bersifat asam atau basa.
Pada umumnya bahan baku arang aktif mengandung komponen mineral.
Komponen ini menjadi lebih pekat selama proses aktivasi arang. Di samping
itu, bahan-bahan kimia yang digunakan pada proses aktivasi sering kali
menyebabkan perubahan sifat kimia arang yang dihasilkan. Berdasarkan
sifat fisika, arang aktif mempunyai beberapa karakteristik, antara lain
berupa padatan yang berwarna hitam, tidak berasa, tidak berbau, bersifat
higroskopis, tidak larut dalam air, asam, basa ataupun pelarut-pelarut organi
k (Lempang, 2014). Di samping itu, arang aktif juga tidak rusak akibat
pengaruh suhu maupun penambahan pH selama proses aktivasi.
Pemanfaatan arang aktif dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang,
antara lain bidang industri, kesehatan, lingkungan, dan pertanian.
Penggunaan arang aktif di industri adalah untuk pemurnian larutan seperti
industri gula, sirup, air minum, sayuran, lemak, minyak, minuman alkohol,
dan bahkan arang aktif juga digunakan pada produk-produk kecantikan
12
seperti lulur, shampo, sabun, dll. Dalam bidang kesehatan, arang aktif bisa
menjadi penyerap racun eksternal dan terapi diet sekretonik. Sedangkan
untuk lingkungan, arang aktif bisa dimanfaatkan sebagai adsorben logam
dalam limbah-limbah industri dan penjernih air (Lempang, 2014).
Mutu biocharcoal yang baik adalah yang memiliki karakteristik yang
mirip dan mendekati dengan arang aktif yang selama ini beredar di pasaran.
Oleh karena itu setiap proses pembuatan biocharcoal harus dilakukan
pengujian terhadap karakteristiknya dan kemudian dibandingkan dengan
standar mutu arang aktif. Standar mutu arang aktif menurut SNI dapat
dilihat pada tabel 2.3.1.
Tabel 2.3.1. Standar Mutu Arang Aktif
Parameter Standar Mutu
Rendemen -
Kadar Air Maks. 15 %
Kadar Abu Maks. 10 %
Daya Serap Iod Min. 750 mg/g
Sumber : SNI 06-3730-1995
Rendemen pengolahan arang aktif tergantung pada bahan baku dan
faktor perlakuan aktivasi (suhu, waktu dan bahan pengaktif). Peningkatan
suhu aktivasi menurunkan rendemen arang aktif. Suhu aktivasi yang
semakin meningkat menyebabkan reaksi dalam retort semakin cepat dan
berakibat pada peningkatan degradasi pada arang. Peningkatan waktu
aktivasi juga mengakibatkan berkurangnya rendemen arang aktif. Semakin
lama waktu aktivasi semakin banyak bagian arang yang terdegradasi. Di
samping itu, aktivasi dengan uap H2O juga berpengaruh terhadap
berkurangnya rendemen arang aktif dibandingkan dengan aktivasi panas.
Penggunaan uap H2O dalam proses aktivasi menyebabkan pencucian
hidrokarbon yang terdapat pada permukaan arang sehingga bobot arang
aktif yang dihasilkan berkurang (Lempang, 2014).
13
BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
14
Pemanfaatan biocharcoal bisa diterapkan pada berbagai macam jenis
air yang tercemar, baik air sumur, air danau, air sungai, dan air laut. Namun
dalam proses penyerapan logam harus mempertimbangkan faktor-faktor
yang dapat memengaruhi efektifitas adsorbsinya sebagai berikut :
Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang
teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel
dan jumlah dari adsorben
Jenis adsorbat
Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan
adsorpsi. Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah
diadsorb dibandingkan rantai yang lurus.
Struktur molekul adsorbat
Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan penyisihan
sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan
Konsentrasi Adsorbat
Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak
jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben
Temperatur
Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap
adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih
terbuka. Namun pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya
adsorben sehingga kemampuan penyerapannya menurun
pH
pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi
pada bioadsorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi
Waktu Kontak
Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi
maksimum terjadi pada waktu kesetimbangan (Adinata, 2013).
15
Sebelum melakukan proses adsorbsi terhadap logam dalam air
sebaiknya harus dipahami dan diteliti terlebih dahulu tentang faktor-faktor
tersebut agar dapat menghasilkan proses adsorbsi yang sempurna.
Biocharcoal yang digunakan dalam proses penyerapan logam berat bisa
berbentuk serbuk kasar, bubuk halus, dan pecahan arang besar. Bentuk
biocharcoal erat hubungannya dengan teknik adsorbsi. Biocharcoal yang
berbentuk bubuk halus bisa digunakan dengan cara mencampurkannya
dengan air yang mengandung logam lalu diendapkan dan dipisahkan.
Sedangkan untuk bentuk serbuk kasar dan pecahan arang besar bisa
digunakan sebagai filter yang berbentuk saringan dengan melewatkan air
yang mengandung logam dalam sela-sela biocharcoal.
Arang aktif kulit pisang diketahui mampu mengadsorbsi beberapa
jenis logam berat yang sering mencemari air dan sumber air. Arang aktif
kulit pisang kepok mampu mengadsorbsi logam Pb (II) sebanyak 0,4791
mg/g (Arninda dkk, 2014) dan logam Fe sebanyak 65,02 % (Wulandari,
2013). Selain itu perendaman kulit pisang tanduk yang berukuran kecil
selama 24 jam juga mampu menurunkan kadar logam Cd sebesar 42,33 %
(Priyoharjo, 2015).
3.2. Proses Pembuatan Biocharcoal dari Limbah Kulit Pisang
Proses pembuatan arang aktif dilakukan dalam tiga tahap. Tahapan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Dehidrasi yaitu proses penghilangan air
b) Karbonisasi yaitu proses penguraian selulosa organik menjadi unsur
karbon serta mengeluarkan senyawa-senyawa non karbon. Proses
karbonisasi dapat pula dikatakan sebagai perubahan kulit pisang
menjadi karbon.
c) Aktivasi yaitu proses pembentukan dan penyusunan karbon sehingga
pori- pori menjadi lebih besar (Lempang, 2014).
Tahapan proses pembuatan biocharcoal dari kulit pisang adalah
sebagai berikut.
16
1. Dehidrasi kulit pisang
Pengeringan kulit pisang di bawah sinar matahari selama 3 hari atau
dioven selama 2 jam sampai benar-benar kering.
2. Karbonisasi kulit pisang
Pengarangan kulit pisang dalam furnace pada suhu 400 0C sampai
menjadi arang atau bisa pula dilakukan dengan membakar kulit pisang
dalam kiln drum sampai menjadi arang.
3. Aktivasi arang kulit pisang
Arang diaktivasi dengan cara fisika maupun kimia dan dicuci dengan
aquades hingga netral lalu dikeringkan (Sanjaya dan Agustine, 2015).
17
Kulit Pisang
Biocharcoal Kulit
Pisang
18
cerobong asap. Agar penutup kiln drum dapat dengan mudah dipasang dan
dibuka, maka dipasang dua buah gagang yang masing-masing terletak antara
pinggir dan lubang penutup kiln drum. Cerobong asap berbentuk silinder dengan
panjang 40 cm dan diameter 10 cm.
Untuk memudahkan memasang dan melepas corobong asap, maka pada dua
sisi cerobong dipasang dua buah gagang yang letaknya bersebelahan. Pada saat
pembuatan arang, kiln drum harus diletakkan di atas tungku. Oleh karena itu,
harus dibuat tungku tembok dengan menggunakan semen, pasir dan batu bata.
Tungku tembok berbentuk cincin dengan diameter lingkar luar 8 cm lebih besar
dari diameter kiln drum, lebar 10 cm dan tinggi 10 cm. Pada sisi tungku tersebut
dibuat dua buah lubang yang saling berhadapan dengan ukuran (panjang x lebar x
tinggi) masing-masing 10 x 10 x 10 cm. Untuk memudahkan menutup lubang
tungku pada saat proses pembakaran selesai, maka dibuat dua buah penutup
lubang dengan ukuran (panjang x lebar x tinggi) masing-masing 10 x 9,8 x 10 cm
menggunakan campuran semen dan pasir yang dibuat dengan cara dicetak.
Sedangkan metode modern dilakukan dengan mengarangkan kulit pisang
pada furnace dengan mengatur suhunya sesuai dengan suhu pengarangan yang
dibutuhkan. Metode pengarangan dengan menggunakan furnace akan
mempersingkat waktu pengarangan dikarenakan terdapat suhu dan waktu
pengarangan dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.
Proses aktivasi arang kulit pisang bisa dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan metode aktivasi kimia dan fisika, berikut akan dijelaskan satu-persatu
mengenai metode aktivasi tersebut.
1. Aktivasi cara kimia
Aktivasi cara kimia pada prinsipnya adalah perendaman arang dengan
senyawa kimia sebelum dipanaskan. Pada proses pengaktifan secara kimia,
arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam, lalu ditiriskan
dan dipanaskan pada suhu 600- 900 °C selama 1 - 2 jam. Pada suhu tinggi
bahan pengaktif akan masuk di antara sela-sela lapisan heksagonal dan
selanjutnya membuka permukaan yang tertutup. Bahan kimia yang dapat
digunakan yaitu H3PO4, NH4Cl, AlCl3, HNO3, KOH, NaOH, KMnO4, SO3,
H2SO4 dan K2S (Kienle, 1986 dalam Lempang, 2014). Pemakaian bahan
19
kimia sebagai bahan pengaktif sering mengakibatkan pengotoran pada arang
aktif yang dihasilkan. Umumnya aktivator meninggalkan sisa-sisa berupa
oksida yang tidak larut dalam air pada waktu pencucian. Oleh karena itu,
dalam beberapa proses sering dilakukan pelarutan dengan HCl untuk
mengikat kembali sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan
arang aktif dan kandungan abu yang terdapat dalam arang aktif (Lempang,
2014).
2. Aktivasi cara fisika
Aktivasi arang secara fisika menggunakan oksidator lemah, misalnya
uap air, gas CO2, N2, O2 dan gas pengoksidasi lainnya. Oleh karena itu, pada
proses ini tidak terjadi oksidasi terhadap atom-atom karbon penyusun arang,
akan tetapi oksidator tersebut hanya mengoksidasi komponen yang
menutupi permukaan pori arang. Prinsip aktivasi ini dimulai dengan
mengaliri gas-gas ringan, seperti uap air, CO2, atau udara ke dalam retort
yang berisi arang dan dipanaskan pada suhu 800-1000 °C. Pada suhu di
bawah 800 °C, proses aktivasi dengan uap air atau gas CO2 berlangsung
sangat lambat, sedangkan pada suhu di atas 1000 °C, akan menyebabkan
kerusakan struktur kisi-kisi heksagonal arang (Manocha, 2003 dalam
Lempang, 2014).
3.3. Prospek Ekonomi Biocharcoal Berbasis Limbah Kulit Pisang
Harga arang aktif komersil di pasaran adalah Rp. 20.000 per kg.
Arang aktif yang biasa dijual di pasaran adalah arang aktif yang terbuat dari
tempurung kelapa, kayu, dan batu bara (Lempang, 2014). Tidak jarang
masyarakat menggunakan arang aktif komersil sebagai pembersih dan
penjernih air yang seakan-akan masyarakat harus mengeluarkan uang untuk
mendapatkan air bersih sehingga harus ditemukan solusi lain yang lebih
ekonomis bagi masyarakat. Selain itu ketiga bahan baku arang aktif
komersil seperti tempurung kelapa, kayu, dan batu bara masih memiliki
kemungkinan terhambat dalam ketersediaannya.
Batu bara adalah salah satu sumberdaya alam yang tidak dapat
diperbaharui sehingga akan sangat berisiko tinggi jika menggunakan
batubara sebagai bahan baku arang aktif karena sewaktu-waktu batubara
20
karena tingkat ketersediaannya tidak selalu terjamin. Sedangkan untuk
bahan baku tempurung kelapa pun masih tidak bisa terjamin tingkat
ketersediaannya karena kelapa merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang hanya banyak diproduksi di beberapa daerah tertentu di Indonesia
sehingga akan sulit jika ingin memasok bahan baku secara berkelanjutan.
Begitu pula halnya dengan bahan baku kayu, mengingat luas hutan di
Indonesia yang semakin lama semakin menurun akibat ulah illegal manusia
maka jumlah kayu yang dihasilkan pun terbilang menurun. Berdasarkan
permasalahan-permasalahan tersebut harus ditemukan suatu solusi bahan
baku pengganti yang dapat dijadikan sebagai arang aktif mengingat fungsi
dan manfaat arang aktif sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Arang aktif kulit pisang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan arang komersil, diantaranya yaitu ketersediaan kulit pisang yang
tidak akan pernah habis di Indonesia serta pemanfaatan kulit pisang yang
masih sangat terbatas, pemanfaatan kulit pisang menjadi arang aktif bisa
mengurangi jumlah limbah dan sampah kulit pisang yang mencemari
lingkungan, pembuatan arang aktif kulit pisang bisa dilakukan secara
konvensional oleh masyarakat dengan memanfaatkan limbah yang berada di
sekitarnya. Selain itu menurut penelitian (Lindayanti, 2006b dalam Hadi,
2011) menyatakan bahwa rendemen arang yang terbuat dari tempurung
kelapa adalah 22,5 % sedangkan rendemen arang yang terbuat dari kulit
pisang, yaitu 31 % (Sanjaya dan Agustine, 2015). Berdasarkan data
penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rendemen arang yang terbuat dari
kulit pisang lebih banyak dibandingkan dengan arang yang terbuat dari
tempurung kelapa. Masyarakat terutama yang di pedesaan pasti sudah tidak
asing dengan kulit pisang karena sebaran produktivitas pisang hampir
merata di seluruh wilayah di Indonesia. Limbah kulit pisang yang dihasilkan
bisa menjadi solusi pengolahan air bersih masyarakat terutama masyarakat
pedesaan yang masih bermasalah dengan langkanya air bersih. Masyarakat
bisa dengan mudah mengarangkan kulit pisang secara konvensional dan
proses aktivasi bisa dilakukan secara fisika sehingga tidak butuh biaya
untuk membeli aktivator kimia. Dengan mengolah limbah kulit pisang
21
menjadi arang aktif, masyarakat bisa menghemat biaya Rp. 20.000 untuk
membeli arang aktif dan bisa mengaplikasikannya secara langsung sebagai
adsorben di semua sumber air.
Sedangkan pemerintah pun bisa mencanangkan suatu program
pemanfaatan limbah pangan yaitu kulit pisang sebagai bahan baku baru
dalam pembuatan biocharcoal sebagai adsorben logam pada pengolahan air
bersih. Ketersediaan kulit pisang yang melimpah merupakan peluang besar
bagi pemerintah Indonesia untuk menghemat bahan baku seperti batubara,
kayu, dan tempurung kelapa sehingga ketiga bahan tersebut bisa diolah atau
diaplikasikan menjadi produk lain yang lebih menguntungkan di Indonesia.
Seperti halnya kayu yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam
produk mebel dan hiasan sehingga akan bernilai jual lebih tinggi
dibandingkan diolah menjadi arang. Pemanfaatan limbah kulit pisang
menjadi biocharcoal memiliki dua keuntungan utama yaitu dapat
mengurangi penumpukan limbah dan menciptakan bahan baku baru dalam
pembuatan biocharcoal yang mudah dan ekonomis untuk dipraktikkan oleh
masyarakat pada semua kalangan. Pemanfaatan limbah kulit pisang menjadi
biocharcoal sebagai adsorben logam berat pada proses pengolahan air
bersih dapat dikatakan ekonomis karena masyarakat tidak perlu
mengeluarkan uang Rp. 20.000 untuk membeli per kg arang komersil untuk
mengolah air bersih dan cukup membuatnya sendiri dan memanfaatkan
sumber daya sekitarnya untuk mengolah air bersih.
22
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Limbah kulit pisang berpotensi untuk dijadikan sebagai biocharcoal
dikarenakan mengandung selulosa dan pektin yang berpotensi untuk
diolah menjadi arang aktif sebagai adsorben logam berat pada
pengolahan air bersih.
2. Pembuatan biocharcoal dilakukan dengan tiga tahap yaitu dehidrasi
kulit pisang, karbonisasi kulit pisang menjadi arang, dan aktivasi
arang menjadi arang aktif yang bisa dilakukan secara fisika atau
kimia.
3. Pemanfaatan kulit pisang menjadi biocharcoal memiliki prospek
ekonomi yang bagus karena masyarakat tidak perlu mengeluarkan
uang untuk mengolah air bersih karena bisa mengolahnya sendiri
dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya.
4.2. Saran
Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kapasitas
pemakaian biocharcoal kulit pisang untuk menentukan skala produksinya
dalam jumlah yang besar.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Produced From Vegetable Biomass. Journal Of Water And Environment
Technology, 4(1), 78-82
Kienle, H.V. (1986). Carbon di dalam: F.T. Campbell, R. Pfefferkom and J.F.
Rounsaville (Penyunting). Ulman’s Encyclopedia of Industrial Chemistry.
5th Completely Resived Edition, Volume 5. Cancer Chemotherapy to
Ceramics Colorants. VCH, Weinheim.
Kupchick, L. A., Kartel, N. T., Bogdanov,E. S., Begdanova,O. V., Dan
Kupchick,M. P. (2005). Chemical Modification Of Pectin To Improve It’s
Sorption Properties. Rusian Journal Of Apllied Chemistry. National
University Of Alimentary Technologies. Kiev. Ukraine. 79(3): 457
Lempang, M., (2014)., Pembuatan dan Kegunaan Arang Aktif ., Info Teknis
EBONI Vol. 11 No. 2., Makassar : Balai Penelitian Kehutanan
Lindayanti. (2006b). Teknologi Pembuatan Arang Tempurung Kelapa. Liptan
Agdex:161/78 No. 01/BPTP Jambi/2006.
Nirmala., Agustina, V, M, T., Suherman., (2015)., Adsorpsi Ion Tembaga (Cu)
Dan Ion Besi (Fe) Dengan Menggunakan Arang Hayati (Biocharcoal) Kulit
Pisang Raja (Musa sapientum) J. Akad. Kim. 4(4): 189-196., Palu :
Universitas Tadulako
Pertiwi, C., (2013). Pengaruh Iradiasi Sinar Terhadap Pembentukan Ikatan Silang
Kulit Pisang-Epiklorohidrin. Skripsi.,Jakarta : Program Studi Kimia
Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah
Priyoharjo, A.M. (2015)., Pemanfaatan Kulit Pisang Tanduk (Musa Paradisiacafa
Corniculata)Sebagai Salah Satu Bioadsorben Logam Berat Cd(Ii) Pada
Limbah Cair., Cimahi : Universitas Jenderal Achmad Yani
Purnama, J. (2011). Pencemaran Logam Berat. Diunduh Kembali Dari
Http://Bloggerzaka.Blogspot.Com/2011/04/Pencemaranlogam-Berat-
Timbal-Pb-Di.Html. Diakses Pada Januari 2018
Rusliana, E., (2010). Karakteristik Briket Bioarang Limbah Pisang Dengan
Perekat Tepung Sagu. Makalah Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan
Proses., Semarang : Universitas Diponegoro
Sanjaya, A, S., Agustine, R, P., (2015)., Studi Kinetika Adsorpsi Pb
Menggunakan Arang Aktif Dari Kulit Pisang., Konversi, Volume 4 No. 1,
Samarinda : Universitas Mulawarman
Sni 06-3730-1995., Standar Mutu Arang Aktif., Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional
Supriyanto, R. (2012). Studi Analisis Spesiasi Ion Logam Cr(Iii) Dan Cr(Vi)
Dengan Asam Tanat Dari Ekstrak Gambir Menggunakan Spektrometri Uv-
Vis. Jurnal Sains Mipa, 17(1), 35-42.
Syauqiah, I., Amalia, M., Kartini, H, A., (2011)., Analisis Variasi Waktu Dan
Kecepatan Pengaduk Pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat
Dengan Arang Aktif., Nfo Teknik, Volume 12 No. 1, Juli 2011.,
25
Wulandari. (2013). Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok (Musa Acuminate
Balbisiana C.) Sebagai Media Penjernih Air. Samarinda : Politeknik
Pertanian Negeri Samarinda
Wulandari. (2013). Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok (Musa Acuminate
Balbisiana C.) Sebagai Media Penjernih Air. Samarinda : Politeknik
Pertanian Negeri Samarinda
Yudo, S., (2005)., Kondisi Pencemaran Logam Berat di Perairan Sungai DKI
Jakarta., JAI, Vol 2, No. 1., Jakarta : Pusat Teknologi Lingkungan-BPPT
26