NODUL THYROID
DISUSUN OLEH
Hardianti Agri
110 210 0123
1
CASE PRESENTATION
A. Identitas Pasien
- Nama : Nn. C
- MR : 125778
- Umur : 18 Tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Masuk RS : 08/9/2015
- Pekejaan : Mahasiswa
- Alamat : Griya Alam Permai F13
B. Anamesis
Keluhan utama
2
Riwayat paparan radiasi sebelumnya tidak ada
Riwayat berobat sebelumnya pernah
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Sakit Sedang / Gizi Cukup / Composmentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84x/menit, reguler, kuat angkat, isi dan tegangan cukup
Nafas : 20x/menit, spontan.
Suhu : 36,6ºC (Axilla)
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 160 cm
Kepala : Normocephali, tidak terdapat benjolan ataupun lesi,
distribusi rambut merata warna hitam, rambut tidak mudah
dicabut.
Mata : Pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, konjungtiva
pucat -/-, skleraikterik - /-, edema palpebra -/-, refleks
cahaya +/+,exopthalmus -/-
Hidung : deviasi (-), darah (-), epistaksis (-), rhinore (-)
Telinga : Abses (-), nyeri tekan tragus (-), othore (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), atrofi papil lidah (-), faring hiperemis,
tonsil T1/T1.
Leher : Tedapat pembesaran tiroid lobus dextra berukuran
±3x3cm, bentuk reguler, warna kulit sesuai dengan sekitar,
ikut gerakan menelan, tidak ada edema atau hematom,
3
trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar
getah bening.
Retraksi suprasternal (-). JVP 5-2 cmH2O.
Thorax
Inspeksi : Bentuk thorax normal, barrel chest (-), pergerakan dada
simetris saat statis dan dinamis, tipe pernapasan
thoracoabdominal, retraksi sela iga ICS (-)
Palpasi : Sela iga tidak melebar, nyeri tekan (-),massa (-)
Pulmo
Anterior Posterior
Simetris kanan dan kiri, tidak ada Vertebra : Normal
Inspeksi dada tertinggal.
Sela iga tidak melebar, fremitus Sela iga tidak melebar, fremitus
Palpasi taktil kanan dan kiri normal taktil kanan dan kiri normal
simetris, nyeri tekan (-) simetris, nyeri tekan (-)
Pulmo dextra et sinistra : sonor Pulmo dextra et sinistra : sonor
Perkusi
4
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+), normoperistaltik
Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan
Colok Dubur : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : kulit basah -,tremor pada tangan -/-
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Status Lokalis
Regio colli Dextra
o Inspeksi:
Terlihat benjolan di leher kanan sebesar biji nangka , bentuk
reguler, warna kulit sesuai dengan sekitar, ikut gerakan
menelan, tidak ada edema atau hematom.
o Palpasi:
5
Teraba massa tumor soliter 1 buah pada leher kanan berukuran
±3x3cm, konsistensi padat kenyal, mobile, permukaan rata, batas
tegas, ikut gerak menelan. Nyeri tekan tidak ada, batas atas di
submandibula kanan, batas bawah kesan intra thoracis, batas
samping melewati M. sternocleidomastoideus, letak Ishmus
dibawah kartilago krikoidea.
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
\
PARAMETER NILAI NILAI RUJUKAN
\WBC 7,3 x 103/uL 4,00 – 10,0
\RBC 4,64 x 106/uL 4,00 – 6,00
HGB 13,3 gr/dL 12 – 16
HCT 40,6 % 37,0 – 48,0
PLT 362 x 103/Ul 150 – 400
CT 7 4 – 10
BT 5 3–7
PT 11,6 inr 1,09 10,8 – 14,4
APTT 30,8 26,4 – 37,6
PARAMETER NILAI NILAI RUJUKAN
HBsAg (ICT) Non Reactive Non Reactive
Anti HCV (ICT) Non Reactive Non Reactive
GDS 100 mg/dL 140
Ureum 31 mg/dL 10 – 50
Kreatinin 0,70 mg/dL L (<1,3), P(<1,1)
SGOT 29 U/L <38
SGPT 30 U/L <41
6
TSHs 1,575 mIU/ml 0,5-4,7
FT4 18,95 ng/dl 10-23
Kesan :
Aspek Bronchitis
Tidak tampak metastasis pada foto thorax ini
USG Tiroid
7
Kesan : Multiple nodul thyroid bilateral
8
- Thyriod lobus kanan : Ukuran membesar 2,31x1,54 cm. Tampak lesi
isodens, batas tegas, tepi regular, ukuran 2,1x1,x2,3 cm. Tampak
hipervascularisasi, Tidak tampak kalsifikasi
9
- Thyriod lobus kiri : Ukuran dalam batas normal. Tampak lesi
hipodens, batas tegas, tepi reguler, ukuran 1,9x1,3x1,4
- Isthmus tidak menebal.
- Tidak tampak pembesaran KGB cervical.
Sitologi
- Makroskpik: diterima 1 jaringan irisan warna putih coklat, 2 kaset.
- Mikroskopik: sediaan jaringan tiroid menunjukkan proliferasi folikel
tiroid dengan ukuran bervariasi besar dan kecil dilapisi epitel kuboid
selapis , berisi massa koloid, tidak tampak gambaran keganasan pada
sediaan ini.
- Kesimpulan: Struma kolloides
- ICD 10: Nontoxic diffuse goitre
E. Resume
10
gizi cukup, composmentis. Status vitalis dalam batas normal.
Pemeriksaan Inspeksi pada region colli dexta tampak benjolan di leher
kanan sebesar biji nangka , bentuk reguler, warna kulit sesuai dengan
sekitar, ikut gerakan menelan, tidak ada edema atau hematom. Pada
palpasi teraba massa tumor soliter 1 buah pada leher kanan berukuran
±3x3cm, konsistensi padat kenyal, mobile, permukaan rata, batas tegas,
ikut gerak menelan. Nyeri tekan tidak ada, batas atas di submandibula
kanan, batas bawah kesan intra thoracis, batas samping melewati M.
sternocleidomastoideus, letak Ishmus dibawah kartilago krikoidea.
F. Diagnosis kerja
Nodul Thyroid Dextra
G. Pemeriksaan Penunjang
FNA
H. Diagnosis Pasti
Struma difus non toxic
I. Rencana Tindakan
Isthmolobectomy Dextra
J. Prognosis
Dubia
11
12
NODUL THYROID
I. PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid memiliki fungsi utama untuk memproduksi hormon
tiroksin yang berperan dalam pertumbuhan dan metabolisme.1 Kelenjar tiroid ini
pun dapat mengalami gangguan anatomis maupun fungsional, yang salah satunya
berupa nodul tiroid. Nodul tiroid merupakan pembengkakan atau massa yang
teraba pada kelenjar tiroid. Ada yang bersifat jinak dan ganas. Penegakan
diagnosis nodul tiroid meliputi beberapa modalitas, yaitu: anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.2
Penatalaksanaan nodul tiroid meliputi penggunaan obat-obatan, pembedahan,
maupun dengan radioterapi. Guna menentukan modalitas terapi yang digunakan
adalah sangat perlu untuk mengetahui diagnosis penyakit secara klinis dan
histopatologis.1
Apabila pembedahan dipilih dalam penatalaksanaan nodul tiroid, terdapat
banyak penyulit yang berkaitan dengan banyaknya struktur penting yang berjalan
di dekat tiroid, serta kelainan endokrin yang mungkin timbul. Dalam pelaksanaan
pembedahan tersebut, tentu saja peranan anestesi sangat penting, mengingat
operasi dilakukan dekat dengan jalan nafas yang sewaktu-waktu dapat
menyebabkan tersumbatnya jalan nafas tersebut.3 Oleh karenanya yang menjadi
perhatian dalam pelaksanaan anestesi adalah membuat dan menjaga jalan nafas
agar tetap aman selama pembedahan berlangsung. Yang tidak kalah penting
adalah gangguan fungsi tiroid, baik itu hipotiroid ataupun hipertiroid, akan
memberikan dampak pada banyak sistem organ dan hal ini kemungkinan akan
mengakibatkan gangguan-gangguan selama pengelolaan anestesia, mulai dari
sebelum operasi, durante operasi, hingga pasca operasi. Dengan demikian,
pengelolaan anestesia yang tepat dan efektif merupakan hal yang terpenting agar
terciptanya keamanan dan kenyamanan pasien dalam menjalani terapi
pembedahan.
13
II. ANATOMI DAN HISTOLOGI KELENJAR TIROID
Tiroid terletak di bagian dalam dari otot sternotyhroid dan sternohyoid
setinggi vertebra C5 sampai T1. Pada orang dewasa beratnya adalah 15-20 gram,
terdiri dari dua lobus laterali, ukuran 4 cm x 2 cm, menempel pada sisi lateral
kartilago tiroid dengan batas atas ismus sedikit di bawah kartilago krikoid dan
bawahnya sampai ring trakea ke-4. Ismus merupakan bagian yang menyatukan
kedua lobus tiroid sepanjang trakea, biasanya di anterior dari cincin trakea kedua
dan ketiga. Kelenjar tiroid ini dibungkus kapsul jaringan fibrous tipis, pada sisi
posterior melekat erat pada trakea dan laring (ligemen suspensorium dari Berry)
sehingga akan ikut bergerak sewaktu menelan. Kapsul ini juga penetrasi ke dalam
kelenjar sehingga terbentuk pseudolobulus yang berisi beberapa folikel.1,4
Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gr/menit, kira-kira 50 kali
lebih banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya. Arteri dan vena
yang melayani tiroid adalah: Arteri tiroidea superior yang merupakan cabang dari
arteri karotis eksterna dan memberi darah sebesar 15-20%. Sebelum mencapai
kelenjar tiroid, arteri ini bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus
posterior, yang akan beranastomosis dengan cabang arteri tiroidea inferior.
Kemudian terdapat Arteri tiroidea inferior yang merupakan lanjutan dari trunkus
tiroservikalis yang berasal dari Arteri subklavia, dan memberikan darah paling
banyak, yaitu sekitar 76-78%. Perdarahan tiroid juga dilayani oleh Arteri tiroidea
ima, yakni arteri yang berjalan ke arah ismus kelenjar tiroid, yang merupakan
percabangan dari arkus aorta (atau Arteri brakiosefalika) dan memberi darah 1-2
%. Namun Arteri tiroidea ima ini tidak selalu ada, namun jika ada cukup besar
sehingga dapat membahayakan ketika dilakukan trakeostomi.1
Tiga pasang vena biasanya mengalirkan vena dari pleksus tiroid pada
permukaan anterior kelenjar tiroid dan trakea. Vena tiroid superior mengalirkan
darah dari kutub superior kelenjar, vena tiroid tengah mengalirkan darah dari
pertengahan lobus dan vena tiroid inferior mengalirkan darah dari kutub inferior
dan atau ismus. Vena tiroid superior dan tengah mengalirkan darah ke Vena
14
jugularis interna dan Vena tiroid inferior mengalirkan darah ke Vena
brakiosefalika (kebanyakan yang kiri).1
Tiroid mempunyai jaringan saluran getah bening yang menuju ke kelenjar
getah bening di daerah laring di atas ismus (Delphian Node), kelenjar getah
bening para trakeal dekat n. Rekuren, dan kelenjar getah bening bagian depan
trakea. Dari kelenjar-kelenjar tersebut akhirnya bergabung, kemudian alirannya
diteruskan ke kelenjar getah bening rantai jugular. 1,4
Kelenjar tiroid mendapatkan inervasi saraf simpatik yang berasal dari
ganglion servikalis yang berjalan bersama arteri. Saraf ini berperan dalam
mengatur aliran darah sesuai dengan kebutuhan produksi hormon. 1,4
Secara makroskopik, jaringan tiroid terutama terdiri dari folikel-folikel yang
berbentuk bulat. Setiap folikel terdiri dari sel folikel kuboid satu lapis dan
mengelilingi lumen yang mengandung koloid. Jika dirangsang sel folikel menjadi
bentuk kolumnar dan sel akan mengeluarkan koloid. Sedangkan bila tertekan, sel
akan menjadi pipih dan koloid terkumpul di dalamnya.5
15
Fungsi kelenjar tiroid yang utama adalah memproduksi hormon tiroksin
yang berperan dalam pertumbuhan dan metabolisme. Hormon tiroid yang
disintesis oleh kelenjar tiroid sangat tergantung pada jumlah dari iodium yang
masuk kedalam tubuh kita. 1
Iodium yang dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid diperoleh dari makanan
dan juga minuman dalam bentuk iodida atau ion iodat. Ion iodat tersebut nantinya
akan dikonversi menjadi iodida di dalam lambung. Iodida tersebut nantinya akan
diabsorpi dari saluran cerna ke dalam darah. Biasanya sebagian besar dari iodida
tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, setelah seperlima dari asupan
iodium tersebut diserap oleh sel-sel tiroid untuk sintesis hormon tiroid. 1,5
Sintesis dari hormon tiroid dalam kelenjar tiroid meliputi 5 tahapan utama
yaitu: 5
a. Transport aktif ion iodida melewati membran basal menuju ke dalam sel tiroid
(iodide trapping)
b. Oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil pada tiroglobulin.
c. Coupling dari molekul iodotirosin dalam tiroglobulin untuk membentuk
hormon tiroid
d. Proteolisis dari tiroglobulin, yang nantinya akan menyebabkan pelepasan dari
iodotironin dan iodotirosin
e. Deiodinasi dari iodotirosin dalam sel tiroid oleh enzim deiodinase intratiroid.
Sekitar 90% hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam sirkulasi berupa tiroksin
(T4). Sedangkan 10% sisanya dalam bentuk triiodotironin (T3) yang merupakan
bentuk aktif dari hormon tiroid. Walaupun demikian sebagian besar T4 di jaringan
perifer akan dirubah menjadi T3 ataupun bentuk metabolit inaktif yakni reverse
T3. Di dalam sistem sirkulasi, sebagian besar T4 dan T3 berikatan dengan protein
plasma, dimana 80% berikatan dengan T4-binding globulin, 10% - 15% berikatan
dengan T4-binding prealbumin, dan sisanya berikatan dengan albumin. 4,5
Hormon tiroid memiliki efek di tingkat selular, organ dan sistemik. Di tingkat
seluler hormon tiroid menyebabkan transkripsi inti dari sejumlah besar gen. Oleh
karena itu, sejumlah besar enzim protein, protein transport, protein struktural, dan
zat lainnya akan meningkat. Di tingkat organ, hormon tiroid memiliki beberapa
16
efek antara lain meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitasnya sehingga akan
meningkatkan juga curah jantung, meningkatkan konsumsi O2 dan produksi CO2
yang akan dikompensasi dengan peningkatan pernapasan pasien dan juga volume
tidal, juga meningkatkan pembentukan tulang. Sedangkan efek hormon tiroid di
tingkat sistemik adalah meningkatkan metabolisme selular dan produk akhir
metabolisme dimana akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan
dari aliran darah ke dalam jaringan. 4,5
Untuk menjaga agar tingkat metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka
setiap saat harus disekresikan hormon tiroid dalam jumlah yang tepat. Agar hal ini
dapat tercapai, terdapat beberapa mekanisme pengaturan hormon tiroid, antara
lain: 5
a. Hypothalamic-pituitary-thyroid axis, dimana thyrotropin-releasing hormone
(TRH) dari hipotalamus menstimulasi dan melepaskan thyroid-stimulating
hormone (TSH) kelenjar pituitari anterior, dimana nantinya akan merangsang
sekresi dari hormon tiroid.
b. Enzim deiodinase di kelenjar pituitari dan jaringan perifer yang memodifikasi
efek dari T4 dan T3
c. Autoregulasi sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid itu sendiri dalam
hubungannya dengan suplai iodium
d. Stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh TSH receptor autoantibodies.
Berikut ini disajikan secara skematis produksi hormon tiroid:
17
Gambar 2 Produksi Hormon Tiroid
Sumber: Bruner J. Hormones (Diperbaharui: 12 September 2003).
2.2 Nodul Tiroid
2.2.1 Definisi dan klasifikasi
Yang dimaksud dengan nodul tiroid adalah pembengkakan atau massa yang
teraba pada kelenjar tiroid. Nodul tiroid dapat teraba pada salah satu atau kedua
lobus dari kelenjar tiroid. Nodul tiroid tersebut dapat bersifat jinak ataupun
bersifat ganas. Oleh sebab itu, sebagai dokter harus mampu menggunakan metode
yang efektif untuk mampu membedakan apakah nodul tesebut bersifat jinak atau
akan bersifat ganas. 2
Adapun jenis-jenis dari nodul tiroid dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
18
2.2 Epidemiologi
Nodul tiroid yang terdeteksi melalui palpasi didapatkan sebanyak 4% - 7% dari
seluruh populasi. Namun melalui pemeriksaan ultrasonografi angka prevalensi
nodul tiroid meningkat yakni sebanyak 19% - 67%. Sekitar 5% - 10% dari nodul
tiroid yang terdeteksi bersifat ganas. 2
Kejadian nodul tiroid pada wanita adalah empat kali lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Nodul tiroid juga lebih sering ditemui pada
masyarakat yang tinggal di daerah yang miskin akan iodium, misalnya di
pegunungan. Angka kejadian nodul tiroid juga meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Nodul tiroid juga sering dijumpai pada seseorang yang
memiliki riwayat terkena radiasi. 2
2.2.2 Etiologi
Terdapat beberapa penyebab dari terjadinya nodul tiroid, yaitu:
19
daerah lehernya, penekanan pada daerah leher atau nyeri jika terjadi perdarahan
spontan pada nodul tersebut. Di samping itu, pada beberapa pasien juga mengeluh
seperti terasa tercekik, nyeri pada daerah servikal, disfagia, dan suara yang
serak.1,5,6
Pada saat melakukan anamnesis, perlu ditanyakan beberapa hal berhubungan
dengan kelainan endokrin yang mungkin terjadi, yakni gejala-gejala dari
hipotiroid (berat badan bertambah, intoleransi suhu dingin, konstipasi, refleks
hipoaktif, myalgia, dan depresi) atau hipertiroid (penurunan berat badan,
intoleransi terhadap panas, diare, refleks hiperaktif, dan gugup). Selain itu perlu
juga ditanyakan riwayat dari keluarga yang pernah menderita nodul tiroid, karena
terdapat beberapa tipe nodul tiroid yang diturunkan secara genetik walaupun
angka kejadiannya sangat kecil seperti Familial Medullary Thyroid Cacinoma
(MTC), Multiple Endocrine Neoplasia Type 2(MEN 2), Familial Papillary
Thyroid Tumors, Familial Polyposis Coli, Gardner’s syndrome, atau Cowden
disease.7,8
Setelah melaksanakan anamnesis, akan diperoleh informasi apakah
pembesaran tiroid tersebut bersifat jinak ataupun menjurus ke arah ganas. Adapun
tanda-tanda agar kita waspada (red flag) yang menunjukkan bahwa nodul tiroid
tersebut bersifat ganas dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.2
20
Pemeriksaan yang dlakukan adalah dengan melakukan palpasi pada kedua
lobus kelenjar tiroid, dan keakuratannya sangat tergantung pada pemeriksa. Pada
pemeriksaan penderita, nodul tiroid yang kita dapatkan mungkin saja bersifat
nodular atau halus, lokal ataupun difus, keras atau lembut, dapat dimobilisasi atau
terfiksir, dan terasa nyeri saat dipegang ataupun tidak. Nodul yang berukuran
kurang dari 1 cm mungkin saja tidak dapat terpalpasi kecuali nodul tersebut
terletak pada bagian anterior dari lobus tiroid.2
Selain palpasi dari nodul tiroid tersebut, kita juga perlu memeriksa apakah
ada pembesaran dari kelenjar getah bening pada daerah kepala dan leher. Karena
salah satu tanda dari keganasan tiroid adalah terdapatnya limpadenopati pada
daerah servikal disamping dari ditemukannya nodul yang lebih dari 4 cm, keras
dan terfiksir, atau suara serak. 2
21
pada kelenjar tiroid. Ultrasonografi juga disarankan pada pasien dengan riwayat
keluarga yang pernah atau menderita tiroid karsinoma. 2,8
Pemeriksaan penunjang lain yang mungkin dilakukan adalah dengan
menggunakan pemeriksaan nuklear yakni “thyroid scan”. Pemeriksaan ini
dilakukan pada pasien yang mengalami penurunan pada TSH serum. Pemeriksaan
ini mengukur jumlah iodium radioaktif yang terperangkap pada nodul.
Normalnya, pengambilan iodium pada kedua lobus tiroid adalah sama. Nodul
diklasifikasikan menjadi “cold” jika terjadi penurunan ambilan iodium, dan “hot”
jika terjadi peningkatan ambilan iodium. Nodul yang bersifat “hot” tidak pernah
menunjukkan keganasan, sedangkan nodul yang bersifat “cold” mungkin saja
menunjukkan keganasan. 8
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nodul tiroid adalah pertama-tama dilakukan pemeriksaan
klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek
beningna. Bila nodul tersebut suspek maligna, dibedakan atas apakah kasus
tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka
dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok
parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemo-
radioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku. Dari 5 kemungkinan hasil yang
didapat, tindakan tiroidektomi total dikerjakan jika hasilnya adalah karsinoma
folikulare, karsinoma medulare, dan karsinoma anaplastik.9
Selanjutnya bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna, dilakukan tindakan
FNAB (Biopsi Aspirasi Jarum Halus). Terdapat 2 kelompok hasil yang mungkin
didapat, yaitu: hasil FNAB suspek maligna (foliculare pattern atau hurthl cell)
maka dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku.
Sedangkan jika hasil FNAB benigna pemberian tiroksin (T4) selama 6 bulan,
kemudian dievaluasi. Jika nodul telah mengalami regresi, pemberian tiroksin (T4)
tetap dilanjutkan dengan dosis yang cukup untuk menekan TSH serum. Namun
22
jika tidak ada perubahan atau bertambah besar, sebaiknya dilakukan tindakan
isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku.9
Pembedahan yang dilakukan adalah thyroid lobectomy, meliputi total
lobectomy atau near-total lobectomy baik itu disertai atau tanpa isthmectomy.
Dalam melakukan pembedahan harus dihindari terangkatnya kelenjar paratiroid
dan rusaknya nervus laryngeal rekurens yang berjalan di belakang kelenjar tiroid.
Jika kelenjar paratiroid ikut terangkat, maka pasien akan mengalami kejang tetani,
akibat dari turunnya kadar kalsium dalam darah. Sedangkan jika terjadi kerusakan
pada nervus laryngeal rekurens maka akan terjadi paralisis pita suara, dan pasien
akan mengalami kesulitan dalam berbicara pasca operasi. Oleh sebab itu
disarankan untuk memeriksa secara teliti dari keberadaan keempat kelenjar
paratiroid dan nervus laryngeal rekurens selama melakukan operasi.8,10
23
DAFTAR PUSTAKA
24