Anda di halaman 1dari 9

KOMPLIKASI VARICELLA YANG MENYEBABKAN KEMATIAN

DEFINISI

Varisela adalah infeksi akut oleh virus varisela-zozter yang menyerang kulitdan mukosa,
klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi dibagian sentral
tubuh.

Sinonim : chickenpox, cacar air.

EPIDEMIOLOGI

Varisela terdapat di seluruh dunia, sebelum diperkenalkan vaksinasi di Eropa dan Amerika
Utara tahun 1995 tercatat varisela terjadi pada 90 % anak sebelum usia 10 tahun dan kurang dari
5 % pada usia lebih dari 15 tahun. Di Amerika Serikat sejak tahun 1988 sampai dengan 1995
terdapat sekirat 11.000 kasus varisela dan 100 diantaranya meninggal setiap tahunnya. Puncak
kejadian varisela pada awal musim dingin dan musim semi. Faktor resiko terbesar sehingga
harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit bahkan meninggal yaitu pada infant dan
juga dewasa disamping terkait status imunologis seseorang. Terhitung lebih dari 90 % dari
populasi antenatal telah mendapat serotipe IgG sehingga hampir selalu mendapat kekebalan
terhadap suatu infeksi. Karena tingginya tingkat imunitas dan jarang terjadi kontak dengan
penderita varisela selama kehamilan, maka jarang terjadi infeksi primer pada ibu hamil dan
terhitung 2-3 dari 1000 kehamilan dengan komplikasi akibat infeksi VZV. Di Kanada dari
jumlah kehamilan 350.000 setiap tahun terdapat 700 – 1050 kehamilan dengan varisela.

ETIOLOGI

Varisela disebabkan oleh infeksi primer dari virus varisela-zozter yang merupakan famili
herpes virus dan hanya terdapat satu jenis serotipe varisela-zozter virus. Virus ini dapat
diinokulasikan dengan menggunakan biakan dari fibroblas paru embrio manusia kemudian
dilihat dibawah mikroskop elektron. Di dalam sel yang terinfeksi akan tampak adanya sel raksasa
berinti banyak (multinucleated giant cell) dan adanya badan inklusi eosinofilik jernih
(intranuclear eosinophilic inclusion bodies). Pada kontak pertama dengan manusia menyebabkan
penyakit varisela atau cacar air, karena itu varisela dikatakan sebagai infeksi akut primer.
Penderita dapat sembuh, atau penderita sembuh dengan virus yang menjadi laten (tanpa
manifestasi klinis) dalam ganglia sensoris dorsalis, jika kemudian terjadi reaktivasi maka virus
akan menyebabkan penyakit Herpes zoster.

Herpes Virus

Dalam famili herpes virus terdapat beberapa patogen manusia yang sangat penting. Sifat
herpes virus yang penting adalah kemampuannya dalam menyebabkan infeksi yang bertahan
seumur hidup dalam inangnya dan mampu aktif kembali secara berkala. Seringkali pengaktifan
kembali berhubungan dengan status imunologis seseorang yang menurun dan menimbulkan
manifes yang berbeda dari infeksi primernya.

Terdapat 6 herpes virus yang sering menginfeksi manusia : virus herpes simpleks 1 dan 2, virus
varisela-zozter, sitomegalovirus, virus ebstein Bar, herpes virus 6.

Herpes virus adalah virus yang besar dan susah di bedakan antar subfamilinya kecuali
menggunakan mikroskop elektron. Virus ini merupakan virus DNA dengan rantai utas ganda,
dalam bentuk toroid dan di kelilingi oleh lapisan protein simetris ikosahedral serta mempunyai
162 kapsomer. Virus ini mampu mensintesis enzime (seperti polimerase DNA, timidin kinase)
jika sudah masuk ke dalam sel yang terinfeksi dan sangat berguna dalam replikasi virus.

PATOFISIOLOGI

Varisela-zozter virus sebagian besar didapat dari inhalasi droplet pernafasan pada orang
yang terinfeksi dan bisa juga melalui kontak langsung dengan cairan vesikel walaupun
kemungkinan penularan melalui cara ini sangat rendah. Setelah virus masuk melalui mukosa
traktus respiratorius bagian atas ataupun melalui mukosa konjungtiva, virus ini berpoliferasi
(multiplikasi awal) pada nodus limfa regional yang berlangsung 2-4 hari yang diikuti dengan
penyebaran melalui pembuluh darah dan cairan limfe (viremia primer) pada hari ke 4-6 setelah
infeksi. Fase ini membawa virus menuju ke sistem retikuloendotelial (RES) dan mengalami
multiplikasi sekunder yang lebih masif terutama di hati dan limpa. Pada saat multiplikasi
sekunder inilah sebenarnya sistem imun non-spesifik bekerja, namun jika sistem imun tidak bisa
mengimbangi kecepatan multiplikasi maka terjadi viremia sekunder. Pada viremia sekunder
mulai muncul gejala prodromal berupa demam, malaise, nyeri kepala dan diikuti dengan invasi
ke endotel dan epidermis. Fase viremia sekunder ini yang mungkin memegang peranan penting
pada varisela dengan pregnancy yaitu virus dapat mencapai uterus melalui transplasenta. Fase
penularan yaitu 2 hari sebelum muncul rash sampai semua vesikel menjadi krusta yang kira kira
5 hari sejak erupsi kulit pertama muncul. Di epidermis virus ini menginfeksi lapisan malphigi
dan menimbulkan akantolisis (hilangnya jembatan sel biasanya pada stratum spinosum) diikuti
oleh edema baik edema interseluler (spongiosis) dan edema intraseluler sehingga menghasilkan
vesikel. IgM, IgG dan IgA dapat diteksi pada 2-5 hari setelah awitan dan mencapai puncak pada
minggu ke 11/111. IgM dan IgA menurun dan menghilang dalam satu tahun, sedangkan igG
menurun perlahan lahan dan menetap seumur hidup. Orang yang terdeteksi serum antibodi tidak
selalu sakit jika terpapar virus ini dan virus ini dapat berjalan retrogad dari epedermis menuju ke
serabut saraf sensori lokal dan dapat laten di ganglion radiks dorsal yang dapat reaktivasi jika
sistem imun tubuh menurun.

Terdapat jurnal yang menyebutkan bahwa tidak tertutup kemungkinan bahwa akan
terjadi reinfeksi varisela, hal ini telah di perkirakan sekitar 4,5% - 13% kasus. Reinfeksi ini
terjadi pada pasien yang onset pertama pada usia muda (biasanya < 12 bulan), infeksi awal
ringan, dan paparan kedua dari kerabat dengan yang tinggal serumah dengan pasien. Hipotesis
lain menyebutkan bahwa kegagalan sistem imun untuk melakukan suatu imun memori juga
memegang peranan penting dalam reinfeksi varisela tersebut.

Infeksi Varisela pada Kehamilan (Maternal)

Rata rata angka kematian berhubungan dengan varisela meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Ini terbukti bahwa kematian pada dewasa 15 kali lebih besar dibandingkan
pada anak anak. Berdasarkan Centers for Disease Control and prevention terdapat peningkatan
kasus fatal dari 2,7 per 100.000 orang kelompok usia 15-19 tahun menjadi 25,2 per 100.000
orang kelompok usia 30-39 tahun. Angka kematian pada pasien dewasa lebih tinggi pada
kelompok wanita hamil dibandingkan dengan yang tidak hamil, dan biasanya kematian
disebabkan oleh respiratory disease. Berdasarkan estimasi ini bahwa 5 %-10 % wanita hamil
dengan varisela cenderung menyebabkan pnemonitis. Faktor resiko yang mendukung terjadinya
pnemonitis pada kehamilan dengan varisela adalah merokok dan terdapat > 100 lesi. Komplikasi
pnemonitis dapat terjadi pada hari ke 4 atau lebih. Pada studi penelitian prospektif terdapat 12
dari 21 wanita hamil yang sudah mendapatkan terapi asiklovir membutuhkan intubasi dan
ventilasi mekanik pada trimester 2 atau 3. Kematian tertinggi pada wanita hamil dengan onset
infeksi pada trimester 3 dan tidak ada subjek penelitian yang meninggal dengan onset varisela
pada trimester 2.

Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada beberapa
pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang mengenai sistem
pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi,
nyeri dada pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah
timbulnya ruam.Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar
luas dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian
maupun keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan pada kehamilan.
Janin dapat meninggal karena kelahiran prematur atau kematian ibu karena varicella pneumonia
berat, tetapi varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara subtansial meningkatkan
kematian janin. Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai komplikasi, viremia pada ibu
dapat menyebabkan infeksi intrauterin ( kongenital ), dan dapat menyebabkan abnormalitas
kongenital. Varicella perinatal ( varicella yang terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran ) lebih
serius daripada varicella yang terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian.

Infeksi Varisela pada Kehamilan (Fetal)

Varisela bermanifes pada fetus baik sebagai kongenital varisela sindrom (embriopati) atau
juga sebagai neonatal varisela (bukan kongenital tetapi varisela menginfeksi pada 10 hari masa
kehidupan bayi). Sejak dilaporkan kasus pertama kali pada tahun 1947, terdapat kongenital
varisela sindrom sebanyak 41 per tahun di amerika serikat, 4 kasus pertahun di canada, dan 7
kasus per tahun di German. Varisela pada awal kehamilan (0,4% sebelum 13 minggu dan 2 %
pada minggu ke 13-20 umur kehamilan) dapat mengakibatkan malformation atau deformasi
melalui infeksi transplasenta dengan manifes berupa korioretinitis, atrofi korteks serebral,
hidronefrosis, dan defek/ cacat pada tulang serta kulit dengan pengurangan tungkai secara
parsial. Studi kohort lain yang dilakukan di Canada, resiko terjadinya malformasi kongenital
pada 0,4 % trimester pertama, 2% trimester 2 dan 0% pada trimester 3 berdasar onset infeksi
varisela. Sebelumnya terdapat penelitian yang dilakukan Tan dan Koren menyatakan bahwa
terdapat 9 kasus fetal varisela sindrom terjadi pada onset kehamilan 21 minggu-28 minggu. Akan
tetapi, sebagian besar studi kohort tidak ada bukti yang menyatakan resiko terjadinya embriopati
pada onset lebih dari 20 minggu usia kehamilan. Infeksi dengan onset 5 hari sebelum melahirkan
dapat menjadi resiko terjadinya neonatal varisela karena IgG ibu belum cukup adekuat untuk
memasuki plasenta.

Infeksi Varisela pada Trimester Pertama dan Kedua

Pada trimester pertama dan kedua merupakan perhatian khusus karena pada waktu ini dapat
terjadi embriopati. Patofisiologi congenital varisela sindrom/ congenital varisela-zozter
sindrom/fetal herpes-zozter masih sebatas hipotesis tetapi lebih disetujui bahwa itu merupakan
reinfeksi dari herpes zozter karena di asumsikan bahwa imunitas pada fetus belum matur saat
usia kehamilan di trimester satu dan kedua. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa lesi kulit
mengikuti dermatom seperti pada herpes zozter, kurang berkembangnya muskuloskeletal sistem
secara segmental dan somatic atau sistem saraf otonom.

MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi Klinik varisela (cacar air) terbagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodormal dan
stadium erupsi.

 Stadium Prodormal

Stadium ini dimulai setelah masa inkubasi yang berlangsung 8-14 hari bahkan bisa lebih lama
pada pasien yang sudah mendapatkan imunisasi pasif dengan zozter imune globulin (ZIG) dan
zozter imune plasma (ZIP). Pasien akan merasa demam yang tidak terlalu tinggi (sub-febris)
selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala ringan, anoreksia, dan malaise. Stadium ini jarang terjadi
pada anak anak tetapi lebih nyata pada pasien dewasa. Stadium ini berlangsung 1-3 hari sampai
muncul erupsi kulit.

 Stadium erupsi
Pada stadium ini ditandai dengan munculnya ruam kulit mulai dari eritema sampai vesikel-pustul
yang akan cepat berubah menjadi krusta. Lesi pada varisella khas ditandai seperti “ dew drops on
rose petals” dimulai dari sentral tubuh dan menyebar secara sentrifugal ke daerah perfifer seperti
wajah, leher, kulit kepala dan secara cepat akan terdapat badan dan ekstremitas. Ruam akan
tampak lebih jelas pada bagian badan yang tertutup, dan jarang pada telapak tangan ataupun
telapak kaki. Total lesi yang ditemukan bervariasi mulai jumlah sedikit sampai 50-500 buah.
Makula eritema kemudian akan cepat berubah menjadi papula, vesikel, pustula, dan krusta.
Erupsi ini sering disertai rasa gatal. Perubahan erupsi kulit berlangsung sangat cepat sekitar
dalam 8-12 jam, sehingga varisela secara khas dalam perjalanan penyakitnya didapatkan bentuk
papula, vesikel, dan krusta dalam waktu yang bersamaan, ini disebut polimorf. Vesikel akan
berada pada lapisan sel dibawah kulit dan membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum,
sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam Gambaran vesikel khas, bulat, berdinding
tipis, tidak umbilicated, menonjol dari permukaan kulit, dasar eritematous, terlihat seperti tetesan
air mata/embun “tear drops”. Cairan yang terdapat di dalam vesikel bermula cairan jernih,
kemudian dapat berubah menjadi vesikel besar dengan cairan keruh yang diakibatkan oleh
serbukan sel radang polimorfonuklear sehingga menjadi pustula. Setelah itu terjadi absorpsi/
penyerapan dari cairan oleh sistem limfatik dan lesi mulai mengering dimulai dari bagian tengah
sehingga memunculkan bentuk delle dan akhirnya terbentuk krusta. Krusta tersebut akan terlepas
dalam 1-3 minggu tergantung pada dalamnya kelainan kulit. Bekas lesi tersebut akan membentuk
suatu cekungan dangkal berwarna merah muda, dapat terasa nyeri, kemudian berangsur-angsur
hilang. Lesi-lesi pada membran mukosa (hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna, saluran
kemih, vagina dan konjungtiva) tidak langsung membentuk krusta, vesikel-vesikel akan pecah
dan membentuk luka yang terbuka, kemudian sembuh dengan cepat. Karena lesi kulit terbatas
terjadi pada jaringan epidermis dan tidak menembus membran basalis, maka penyembuhan kira-
kira 7-10 hari terjadi tanpa meninggalkan jaringan parut, walaupun lesi hyper-hipo pigmentasi
mungkin menetap sampai beberapa bulan. Penyulit berupa infeksi sekunder dapat terjadi ditandai
dengan demam yang berlanjut dengan suhu badan yang tinggi (39-40,5 oC) mungkin akan
terbentuk jaringan parut.

KOMPLIKASI
Pada anak anak jarang menimbulkan komplikasi, sedangkan komplikasi yang paling sering
pada pasien dewasa adalah pnemonia, enselafitis, karditis, glomerulonefritis, hepatitis, keratitis,
konjungtivitis, otitis, arteritis dan berbagai macam kelainan darah seperti purpura. Varisela
pnemonia adalah komplikasi tersering pada ibu hamil yang terinfeksi varisela pada trimester ke
3.

· Varisela Pnemonia
Varisela pnemonia biasanya muncul 1-6 hari setelah awal munculnya rash pada kulit.
Gejala dan tanda biasanya berupa takipnue, dipsnue, batuk, demam, biasanya disertai pleuritic
chest pain, dan hemoptisis. Tetapi tidak tertutup kemungkinan nyeri dada dan sesak muncul
sebelum muncul rash. Temuan pada pemeriksaan fisik sangat minimal dan hasil foto torak
menandakan nudolar atau intersisial pnemonitis. Lesi yang terdapat di varisela pnemonia
merupakan kerusakan endotel pembuluh darah kecil, nekrosis sel, serbukan mononuklear sel,
fibronosis eksudat dan makrofag dinding alveoli.

Terapi yang digunakan untuk varisela pnemonia juga merupakan terapi standar untuk
varisela kutaneus yaitu aciklovir. Belum ada bukti yang menyebutkan bahwa penggunaan
antiviral terapi berguna untuk mencegah komplikasi termasuk varisela pnemonia, tetapi sudah
banyak evidence yang membuktikan pemberian aciclovir selama masa inkubasi dapat mencegah
atau memodifikasi penyakit. Imunoglobulin yang terbukti efektif adalah VZIG terutama pada
pasien dengan imunocompremized dan wanita hamila yang terbukti telah kontak dengan orang
yang terinfeksi varisela. Penggunaan VZIG paling efektif jika digunakan <96 jam setelah kontak
dengan penderita varisela. Bukti terbaru dengan menggunakan vaksin varisela ternyata efektif
dalam mencegah atau memodifikasi perberatan varisela jika di berikan <5 hari setelah terpapar
tetapi dikontraindikasikan untuk wanita hamil.

Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi
ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan
iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim
secara langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi
kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.

DIAGNOSIS
Infeksi varisela secara rutin ditegakkan dengan gambaran klinis dan atau perubahan
serologi. Menurut Alkalay et al untuk menegakkan congenital varisela sindrom dengan beberapa
kriteria dibawah ini :

· Terbukti ibu mengalami gambaran varisela secara umum pada waktu hamil
· Terdapat lesi kongenital dengan distribusi dermatomal dan atau cacat neurologis, cacat mata,
hipoplasia pada tungkai
· Bukti infeksi varisela intra uterin meliputi (deteksi DNA virus pada bayi, adanya IGM
spesifik, dan terdapat IgG yang menetap lebih dari 7 bulan serta penampilan lesi zozter pada
masa infant)
Diagnosis prenatal dapat di tegakkan dengan pemeriksaan USG dengan ditemukan deformitas
ekstermitas, mikrosepali, hidramnion, hidrosepalus dan kalsifikasi jaringan lunak, serta IUGR.
Hal yang paling penting adalah untuk pemeriksaan USG paling efektif dilakukan yaitu pada 5
minggu setelah muncul ruam pertama pada ibu karena untuk kurang dari 4 minggu terbukti tidak
efektif dan sering gagal mendeteksi.

tabel ini menunjukkan diagnosis prenatal menggunakan USG dan PCR sebagai risk faktor CVS. \

MANAJEMEN

Pencegahan

· Vaksin varisela yang telah dilisensikan di amerika serikat pada bulan maret tahun 1995
terbukti efektif menurunkan kejadian varisela selama kehamilan. Studi di Jepang membuktikan
bahwa 97% antibodi varisela positif pada anak usia 7-10 tahun setelah mendapat vaksinasi.
Wanita yang menghendaki vaksinasi dianjurkan untuk menghindari kehamilan selama satu bulan
karena vaksin ini berupa vaksin hidup. Wanita yang mendapatkan vaksinasi saat menyusui tetap
dapat melanjutkan menyusui karena tidak ada bukti DNA virus yang mencapai air susu.
· VZIG wanita hamil dengan riwayat paparan yang signfikan (dalam 1 rumah, face to face
setidaknya dalam 3 menit, berada dalam satu ruangan sekitar 1 jam, atau berbagi ruangan rumah
sakit dengan penderita varisela). Di anjurkan sebelum diberikan VZIG di lakukan test serologi
terlebih dahulu. VZIG diberikan secara intramuskular sebelum 96 jam setelah kontak dengan
varisela karena di pertahankan sebelum melewati fase viremia kedua dan belum mencapai uterus.
Rata rata setelah 3 minggu VZIG perlu perulangan untuk menstabilkan imunoglobulin. VZIG
juga harus diberikan pada neonatus dengan riwayat ibu positif varisela dalam 5 hari sebelum
melahirkan sampai 2 hari setelah melahirkan. Dosis yang di anjurkan adalah 1255U/ 10 kg atau
0.5 ml/kg IM (0.5 ml/kg IV) dengan maksimal dosis 625U. Dosis yang sering dipakai VZIG 0-10
kg=125 IU, 10-20 kg=250 IU, 20-30 kg=375 IU, 30-40 kg=500 IU, > 40 k5=625 IU.Peningkatan
dosis pada neonatus tidak mencegah infeksi tetapi dapat meringankan penyakit. VZIG akan
memperpanjang masa inkubasi sampai 28 hari. Penemuan terbaru menyebutkan pemberian
VZIG melalui IV lebih efektif dan memberikan perlindungan lebih cepat jika dibandingkan
melalui IM.
Terapi Antiviral

Asiklovir adalah sintesis nukleoside yang merupakan analog dari guanin, ketika terfosfolariasi
oleh enzim yang di bentuk oleh sel terinfeksi akan menghambat DNA polimerase virus dan
menghentikan multiplikasi virus herpes. Ketika diberikan dalam 24 jam setelah muncul ruam
telah terbukti efektif dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas varisela. Pada kasus
yang gawat seperti varisela pnemonia pada kehamilan trimester ke 2 jarang menggunakan
asiklovir oral karena bioavaliditas nya rendah, maka dari itu sering digunakan asiklovir
intravena. Dosis asiklovir IV adalah 10-15mg/kgBB atau 500mg/m2 IV setiap 8 jam selama 5-10
hari pada varisela pnemonia dan harus segera di mulai pada 24 – 72 jam setelah muncul rash.
Asiklovir tergolong aman dan tidak menimbulkan malformasi janin. Valaciklovir terbukti lebih
mudah diserap jika dibandingkan dengan asiklovir tetapi data mengenai keamanan terhadap janin
masih terbatas.

Anda mungkin juga menyukai