Anda di halaman 1dari 24

I.

PRESENTASI KASUS

A. Identitas Penderita
Nama : Nn. P
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun
B. Keluhan Utama
Benjolan pada bagian kelopak mata atas di mata kanan.
C. Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik mata RSMS dengan keluhan benjolan pada
bagian kelopak mata atas di mata kanan. Benjolan tersebut berjumlah 1 buah,
dan terletak pada bagian kelopak mata atas di mata kanan. Keluhan ini
dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak
mengetahui pasti keadaan benjolan saat pertama kali muncul, termasuk tidak
mengetahui ukuran awalnya. Benjolan dirasakan tidak semakin membesar
sampai hari dibawa ke poli RSMS. Pasien mengakui tidak mengetahui
keadaan apa yang bisa memperparah atau memperkecil benjolan tersebut.
Pasien mengatakan keluhan tersebut tidak disertai rasa sakit, gatal, kemerahan,
maupun bengkak. Namun pasien merasa mengganjal dan mengganggu
penampilannya karena terdapat benjolan di kelopak matanya.
Pasien bercerita sebelumnya pernah mengalami keluhan yang sama
sekitar 1 tahun sebelum keluhan yang kedua muncul, letaknya sama yaitu pada
bagian kelopak mata atas di mata kanan. Benjolan yang pertama kali dirasakan
pasien tersebut hilang dengan sendiri sekitar 3 hari sejak pertama kali muncul.
Pasien mengakui tidak mengetahui apa yang menyebabkan benjolan tersebut
hilang karena sebelumnya pasien tidak berobat ke dokter atau memberi obat
apapun. Pasien mengakui tidak pernah mengalami keluhan berupa benjolan
yang bengkak, nyeri, maupun merah dengan ujung berwarna putih atau keluar
nanah sebelumnya. Pasien menyangkal adanya riwayat infeksi, riwayat
trauma, dan riwayat operasi mata.
Keluhan yang dirasakan pasien saat ini terjadi yang kedua kalinya. Saat
ini pasien ke dokter karena benjolan terasa mengganjal, tidak kunjung hilang

1
seperti keluhan yang pertama kali dirasakan, dan merasa mengganggu
penampilan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat kacamata (+) 1 tahun dan saat ini rasakan masih nyaman dan jelas,
riwayat sakit yang sama (+) 1 tahun yang lalu, riwayat produksi lemak
berlebih (+), riwayat blefaritis (-), riwayat hordeolum (-), riwayat alergi (-),
riwayat trauma pada mata (-), riwayat operasi mata (-), riwayat diabetes
mellitus (-), riwayat hipertensi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat kacamata (-), riwayat sakit yang sama (-), riwayat diabetes mellitus (-
), riwayat hipertensi (-), riwayat alergi (-).
Riwayat Sosial Ekonomi:
Nn. P merupakan anak pertama dari pasangan suami istri yang tinggal
di Sukabumi Selatan RT 06/04 Kebonjeruk yang merupakan perumahan padat
penduduk. Nn. P tinggal serumah dengan ayah, ibu, dan adik laki-laki. Ayah
bekerja sebagai pegawai negeri di suatu kantor dan ibunya adalah ibu rumah
tangga.
Pasien mengaku sering berjerawat, mempunyai komedo yang banyak,
dan keluar minyak berebih pada wajah, bertambah parah jika cuaca panas dan
stress. Sehari – hari pasien bekerja sebagai pekerja kantoran. Intensitas
menggunakan kosmetik pada mata (eye liner, eye shadow, maskara) yaitu
kurang lebih 2 kali dalam 1 minggu. Jarak kantor dan rumah pasien sekitar 5
km, pasien setiap harinya mengendarai motor dengan menggunakan helm dan
kacamata, namun sering tidak menutup kaca helm.

D. Status Pasien
TD : 120/60 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
S : 36.7 oC
TB : 164 cm
BB : 46 kg

2
IMT : 17.10 kg/m2 (underweight)

E. Status Oftalmologik

OCULI DEXTRA OCULI SINISTRA


0,05 VISUS 0,05
1,0 VISUS 1,0
KACAMATA
0,05 S -3,25= 1,0 VISUS KOREKSI 0,05 S -3,00= 1,0
Ukuran normal, gerak ke Ukuran normal,
segala arah (+) BOLA MATA gerak ke segala arah
(+)
Trikiasis (-), distrikiasis (-), Trikiasis (-),
madarosis (-) SILIA distrikiasis (-),
madarosis (-)
Benjolan (+) 1 buah, ukuran Benjolan (-);
3 mm x 2 mm, batas regular, Pseudoptosis (-);
permukaan halus, warna Edema (-); ptosis (-
PALPEBRA
seperti kulit sekitar, );
SUPERIOR
immobile, nyeri tekan (-); lagoftalmus (-);
Pseudoptosis (-); hordeolum (-)
Edema (-); ptosis (-);

3
lagoftalmus (-); hordeolum (-
)
Edema (-), hordeolum (-), Edema (-),
hiperemis (-), massa (-), hordeolum (-),
entropion (-), ektropion (-), PALPEBRA hiperemis (-), massa
trikiasis (-) INFERIOR (-), entropion (-),
ektropion (-),
trikiasis (-)
Folikel (-), sekret (-), papil KONJUNGTIVA Folikel (-), sekret (-
hipertrofi (-) PALPEBRA ), papil hipertrofi (-)
Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva
KONJUNGTIVA
injeksi siliar (-) (-), injeksi siliar (-)
BULBI
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Warna putih (+), Ikterik (-), Warna putih (+),
blue sclera (-) SKLERA Ikterik (-), blue
sclera (-)
Ukuran normal, injeksi Ukuran normal,
perikorneal (-), infiltrate (-), injeksi perikorneal
folikel (-), edema (-), (-), infiltrate (-),
KORNEA
keratokonus (-), keratoglobus folikel (-), edema (-
(-) ), keratokonus (-),
keratoglobus (-)
Bilik mata depan dalam, Bilik mata depan
BILIK MATA
hifema (-), hipopion (-) dalam, hifema (-),
DEPAN
hipopion (-)
Warna coklat gelap, nodul (- Warna coklat gelap,
), bentuk regular IRIS nodul (-), bentuk
regular
Bentuk bulat, batas regular, Bentuk bulat, batas
diameter ± 2 mm, letak reguler, diameter ±
PUPIL
sentral, refleks direk (+), 2 mm, letak sentral,
refleks indirek (+) refleks direk (+),

4
refleks indirek (+)
Lensa (+), keruh (-) LENSA Lensa (+), keruh (-)
Berwarna merah jingga FUNDUS Berwarna merah
REFLEX jingga
(tidak dilakukan) KORPUS (tidak dilakukan)
VITREOUS
Tonodigital normal TIO Tonodigital normal
(tidak dilakukan) SISTEM (tidak dilakukan)
LACRIMALIS
Lapang pandang normal TES Lapang pandang
KONFRONTASI normal

F. Ringkasan Pemeriksaan
1. Anamnesis
Keluhan utama: Benjolan pada bagian kelopak mata atas di mata kanan
a. RPS
1) Onset : 2 minggu yang lalu
2) Lokasi : pada bagian kelopak mata atas di mata
kanan
3) Kualitas : tidak semakin membesar, tidak
mengganggu aktivitas
4) Kuantitas : 1 buah
5) Faktor memperberat : -
6) Faktor memperingan : -
7) Keluhan tambahan : mengganjal (+), sakit (-), gatal (-),
kemerahan (-), bengkak (-),
b. RPD
Riwayat kacamata (+) 1 tahun dan saat ini rasakan masih nyaman dan
jelas, riwayat sakit yang sama (+) 1 tahun yang lalu, riwayat produksi
lemak berlebih (+), riwayat blefaritis (-), riwayat hordeolum (-),
riwayat alergi (-), riwayat trauma pada mata (-), riwayat operasi mata
(-), riwayat diabetes mellitus (-)

5
c. RPK
Riwayat sakit yang sama (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat
hipertensi (-), riwayat alergi (-)
d. RSE
Produksi minyak pada wajah yang berlebih, berjerawat, dan komedo
yang banyak. Riwayat penggunaan kosmetik pada mata yaitu kurang
lebih 2 kali dalam 1 minggu. Sering tidak menutup kaca helm saat
berkendara.
2. Pemeriksaan fisik
a. Visus
VOD : 0,05 S -3,25= 1,0
VOS : 0,05 S -3,00= 1,0
b. Palpebra superior OD
Benjolan 1 buah, ukuran 3 mm x 2 mm, batas regular, permukaan
halus, warna seperti kulit sekitar, immobile, nyeri tekan (-),
pseudoptosis (-) pada palpebra superior OD

G. Diagnosis Diferensial
OD hordeolum interna
OD hordeolum eksterna
OD karsinoma sel basal
OD karsinoma kelenjar sebasea
OD adenokarsinoma

H. Diagnosis Kerja
OD kalazion, ODS myopia

I. Terapi
1. Ekskokleasi kalazion
2. Edukasi:
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita adalah
kalazion yang bersifat jinak.

6
b. Menjelaskan kepada pasien kemungkinan besar penyebabnya karena
produksi minyak yang berlebih diperparah dengan penggunaan
kosmetik dan debu – debu yang bisa menyumbat kelenjar minyak.
c. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini tidak menular, kecuali
jika disertai tanda – tanda infeksi.
d. Menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan area mata
dan kesehatan umum (misalnya, istirahat, manajemen stress, diet yang
tepat) agar menjaga fungsi kulit yang baik.
e. Menjelaskan kepada pasien agar mengurangi penggunaan kosmetik,
membersihkan wajah dari minyak, menghindari debu atau polusi.
f. Menjelaskan kepada pasien bahwa kesembuhan penyakit ini tergantung
tepat tidaknya tatalaksana yang diberikan, pada pasien ini dengan
melihat klinis lesinya sebaiknya di rujuk ke dokter spesialis mata untuk
dilakukan pengambilan benjolan tersebut.
g. Menjelaskan kepada pasien bahwa kemungkinan penyakit ini bisa
kambuh.

J. Prognosis
OD
Quo ad visam Bonam
Quo ad vitam Bonam
Quo ad sanationam Dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam Bonam

K. Usulan/Rencana
Rujuk dan kontrol ke dokter spesialis mata.

7
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Palpebra
Palpebra atau kelopak mata adalah alat menutup mata yang berguna
untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan
bola mata. Selain berfungsi sebagai pelindung bola mata, palpebra juga
berfungsi untuk mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata
di depan kornea (Ilyas, 2015). Palpebra terdiri dari lipatan tipis yang terdiri
atas kulit, otot, dan jaringan fibrosa (Vaughan, 2015). Bagian – bagian dari
kelopak mata yaitu sebagai berikut (Ilyas, 2015):
1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian tubuh lain karena
lebih tipis, longgar, elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak
subkutan.
2. M.orbicularis oculi
M.orbicularis oculi terletak di bawah kulit palpebra, berjalan
sirkular di palpebra superior et inferior. M.orbicularis oculi yang terdapat
di dekat margo palpebra disebut M.rioland M.orbicularis yang berfungsi
menutup bola mata dan dipersarafi oleh N.facialis.
3. Jaringan areolar
Jaringan areolar terdapat dibawah M.orbiculari oculi, berhubungan
dengan lapisan subaponeurotik dari kulit kepala.
4. Tarsus
Trasus merupakan struktur penyokong dari palpebra terdiri dari
jaringan fibrosa padat, yang disebut tarsus superior et inferior. Kelenjar
meibom terdapat pada tarsus, yaitu 40 di palpebra superior dan 20 di
palpebra inferior.
5. Konjungtiva palpebra
Konjungtiva palpebra terdapat dibagian posterior dari palpebra
yang melekat erat pada tarsus. Tepi palpebra dipisahkan oleh garis kelabu
(batas mukokutan) menjadi tepi anterior dan posterior. Tepi anterior terdiri
dari silia atau bulu mata, glandula zeiss dan glandula moll. Glandula zeiss

8
adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel
rambut pada dasar silia. Glandula moll adalah modifikasi kelenjar keringat
atau sudorifera yang bermuara kedalam satu baris dekat silia. Tepi
posterior palpebra berkontak dengan bola mata dan sepanjang tepi ini
terdapat muara kecil dari kelenjar sebasea yang telah dimodifikkasi
(glandula meibom atau tarsal).
Rrefraktor palpebra berfungsi membuka palpebra. Pada palpebra
superior diperankan oleh M.levator palpebra dan bagian lebih dalam yang
terdiri dari M.muller (tarsalis superior). M.levator palpebra berregio pada
anulus foramen orbita dan berinsersio pada tarsus atas dengan sebagian
menembus M.orbicularis oculi menuju kulit kelopak bagian tengah. Pada
palpebra inferior refraktor palpebra diperankan oleh M.rectus inferior dan
berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan orbicularis oculi. Otot
polos dari refraktor palpebra dipersarafi oleh nervus simpatis sedangkan
M.rectus inferior dan M.levator palpebra diinervasi oleh N.occulomotor.
Vaskularisasi palpebra yaitu oleh arteri palpebra. Persarafan sensorik
papebra superior yaitu didapatkan dari ramus frontal N.V, sedangkan palpebra
inferior oleh percabangan N. II dan cabang kedua N.V.

Gambar 2.1 Anatomi palpebra

9
B. Histologi palpebra
Lapisan luar kelopak mata terdiri dari kulit tipis. Epitel terdiri dari
epitel berlapis gepeng dengan papilla. Dermis, terdapat folikel rambut dengan
kelenjar sebasea dan kelenjar sudorifera. Lapisan interior kelopak mata adalah
membran mukosa yang disebut konjungtiva palpebra. Bagian ini terletak dekat
dengan bola mata. Epitel pda palpebra yaitu epitel skuamous kompleks pada
kulit yang berlanjut menjadi epitel kolumner komplek dengan sedikit sel
goblet (epitel pada konjungtiva palpebra) (Eroschenko, 2008).
Lamina propia konjungtiva palpebra yang tipis mengandung serat
elastis dan kolagen. Bagian bawah lamina propia adalah lempeng jaringan ikat
kolagenosa padat yang disebut tarsus, tempat ditemukannya kelenjar sebasea
yang besar yaitu kelenjar tarsal (meibom atau glandula sebasea tarsalis).
Muara kelenjar meibom ini yaitu bermuara ke dalam duktus sentralis yang
berjalan sejajar dengan konjungtiva palpebra dan bermuara di tepi kelopak
mata. Ujung bebas kelopak mata terdapat silia atau bulu mata. Bulu mata
berhubungan dengan kelenjar sebasea kecil (kelenjar zeiss). Diantara folikel -
folikel rambut silia terdapat kelenjar sudorifera (glandula moll atau glandula
sudorifera palpebrais) (Eroschenko, 2008).
Kelopak mata mengandung tiga jenis otot, yaitu bagian palpebra otot
rangka (musculus orbicularis oculi); otot rangka siliaris (riolan atau musculus
ciliaris) di bagian folikel rambut, bulu mata, dan kelenjar tarsal; dan otot polos
yaitu otot tarsal superior (muller atau musculus tarsalis superior). Jaringan ikat
kelopak mata mengandung sel adiposa, pebuluh darah, dan jaringan limfoid
(Eroschenko, 2008).

10
Gambar 2.2 Histologi palpebra (Bergman, 2017).

C. Fisiologi palpebra
Masing – masing bola mata dilindungi di permukaan anterior oleh
palpebral, rambut halus, dan silia. Palpebra dan silia melindungi mata dari
benda asing dan sinar yang berlebihan. Di atas masing – masing mata terdapat
glandula lakrimalis sekretorik yang terus menerus mennghasilkan sekresi
lakrimal atau air mata. Kedipan menyebarkan sekresi lakrimal diseluruh
permukaan luar bola mata dan permukaan dalam bola mata. Sekresi lakrimal
mengandung mukus, garam, dan enzim antibakterial lisozim. Sekresi lakrimal
membersihkan, melindungi, melembabkan, dan melumasi permukaan mata
(konjungtiva dan kornea) (Eroschenko, 2008).
Kelenjar tarsal (glandula meibom) menghasilkan sekresi yang
membentuk lapisan berminyak di permukaan lapisan air mata (tear film).
Fungsi ini untuk mencegah penguapan lapisan air mata yang normal. Kelenjar
keringat (moll) menghasilkan sekresi yang dialirkan ke dalam folikel bulu
mata (Eroschenko, 2008).

D. Definisi
Kalazion atau kista meibom adalah lesi inflamasi granulomatous
kronik steril (lipogranuloma) kelenjar meibom yang disebabkan oleh retensi
kelenjar meibom sehingga mengakibatkan tertahannya sekresi sebasea

11
(Kumar, 2017; Khan, 2017). Granuloma tersebut berisi berbagai sel inflamasi
termasuk sel epiteloid, makrofag, neutrofil, eosinofil, dan limfosit (Khan,
2017).
Umumnya, kalazion ditandai dengan pembengkakan setempat yang
tidak terasa sakit dan berkembang dalam minggu. Awal penampakannya mirip
dengan hordeolum, perbedaannya dengan horedeolum yaitu pada kalazion
tidak terdapat tanda-tanda peradangan akut. Kalazion cenderung membesar
lebih jauh dibandingankan dengan hordeolum dan tidak menimbulkan rasa
sakit (Vaughan, 2010).

E. Etiologi
Kalazion disebabkan oleh penyumbatan drainase kelenjar non-infeksi,
yang menyebabkan ekstravasasi sekresi meibom ke dalam jaringan lunak
kelopak mata. Hal ini diikuti oleh reaksi inflamasi sekunder fokal. Gangguan
yang menyebabkan meibom yang tidak normal menjadi predisposisi kalazion,
yang karenanya bisa banyak atau berulang. Terjadinya kalazion karena proses
penyumbatan yang dapat dikaitkan dengan hal berikut (Deschenes, 2017;
Kumar, 2017):
1. Kebersihan yang buruk
Kebersihan atau hygiene yang buruk berhubungan dengan kejadian
kalazion. Hal ini dibuktikan pada penelitian Kumar tahun 2017 bahwa
wanita yang menggunakan eyeliner dan beberapa kosmetik lainnya secara
signiifikan (p 0,03) mempunyai risiko mengalami kalazion maupun
blefaritis (Pattrip, 2009; Bamford, 2006).
2. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah penyakit peradangan kronis yang
menyerang daerah seboroik kulit. Hal ini mengakibatkan hipersekresi
sebum atau minyak sehingga bisa menyumbat duktus glandula meibom
dan terjadi kalazion (Beruardes, 2010).
3. Jerawat rosacea
Rosacea adalah penyakit kulit wajah kronis yang ditandai dengan
eritema, papula, pustula dan telangiektasia. Salah satu manifestasi

12
penyakit ini yaitu radang mata dan kelopak mata, sehingga bisa berrisiko
terjadinya kalazion (Crawford, 2004; Oltz, 2011).
4. Blefaritis kronis
Penelitian Kumar tahun 2017 bahwa blefaritis, hordeolum secara
signiifikan (p 0,03) berisiko mengalami kalazion (Pattrip, 2009; Bamford,
2006).
5. Konsentrasi lipid darah tinggi
Konsentrasi lipid serum tinggi menyebabkan hipersekreasi meibom.
Hipersekresi meibom menyebabkan penyumbatan duktus glandula
meibom dan terjadi kelainan glandula meibom (Knop, 2011). Hal ini juga
dapat menyebabkan blepharitis yang juga merupakan faktor risiko
kalazion (Crawford, 2004; Oltz, 2011).
6. Trauma kelopak mata
Mekanisme trauma dan mata yang biasa adalah luka tumpul. Trauma
mengganggu struktur kelopak mata. Jika tarsal mengalami trauma,
anatomi dan fisiologi kelenjar meibom juga mengalami perubahan dan
kalazion mungkin terjadi.
7. Immunodefisiensi
Berulangnya kejadian kalazion disebabkan karena hiper-IgE atau
karena mengalami defisit imun (sarkoma kaposi yang kebanyakan diderita
pasien AIDS).
8. Infeksi virus
Kalazion bisa berhubungan dengan konjungtivitis viral, jadi perlu hati
– hati jika pada pasien konjungtivitis viral ditemukan folikel difus. Namun
pada penelitian Kumar tahun 2017 faktor risiko ini tidak signifikan (p
0,76).
9. Timbul secara spontan
Lesi bisa muncul di tempat lesi yang sama, misalnya setelah
perkembangan hordeolum internal atau eksternal.
10. Stres (mekanisme belum diketahui)
11. Operasi kelopak mata

13
F. Epidemiologi
Data statistik kalazion di Internasional dan di Amerika Serikat tidak
diketahui. Prevalensi kejadian kalazion di seluruh dunia juga tidak diketahui.
Kejadian kalazion terkait ras belum diketahui (Deschenes, 2017).
Berdasarkan usia, kalazion dapat terjadi pada semua kelompok usia,
lebih sering terjadi pada orang dewasa (terutama yang berusia 30-50 tahun)
dibandingkan pada anak-anak. Hal tersebut dikaitkan dengan kemungkinan
peningkatan hormon androgenik yang dapat meningkatkan viskositas sebum.
Kalazion jarang terjadi pada usia yang ekstrim, namun pada anak - anak kasus
ini masih ditemukan (Deschenes, 2017).
Kalazion tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin karena bisa terjadi pada
laki-laki dan perempuan. Namun penggunaan produk kosmetik kelopak mata
yang sering digunakan oleh perempuan menyebabkan atau memperparah
kondisi (Deschenes, 2017).
Kalazion yang rekuren pada pasien lanjut usia, harus
mempertimbangkan kondisi yang mungkin mirip dengan kalazion (misalnya
karsinoma sebasea, karsinoma sel skuamosa, karsinoma adhesi mikrokritis,
tuberkulosis). Kalazion yang rekuren pada anak-anak atau dewasa muda harus
segera melakukan evaluasi terhadap konjungtivitis virus dan sindrom
hiperimmunoglobulinemia E (Deschenes, 2017).

G. Patomekanisme
Kalazion atau granuloma konjungtiva terbentuk akibat gangguan pada
produksi lipid. Hal tersebut kemungkinan karena enzim dari bakteri,
membentuk jaringan granulasi sehingga mengakibatkan proses inflamasi
granulomatosa. Inflamasi tersebut akan menghambat sekresi glandula sebasea,
kemudian menyebar ke jaringan sekitar (Deschenes, 2017).
Proses inflamasi yang terjadi pada kalazion bersifat steril dan kronis
yang mengandung sel limfosit, lipid laden makrofag. Hal tersebut yang
membedakan kalazion dan hordeolum internal atau eksternal (terjadi karena
proses peradangan pirogen akut yang mengandung sel polimorfonuklear).
Karena glandula meibom terdapat di tarsal plate, maka edem akibat

14
penyumbatan kelenjar ini terbatas di konjungtiva palpebra, terkadang kalazion
dapat membesar menembus keluar dari tarsal plate (Deschenes, 2017).

H. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Beberapa hari pertama, benjolan di kelopak mata tampak merah,
bengkak, dan nyeri, tetapi hal ini tidak terjadi pada semua pasien. Setelah
satu sampai dua hari benjolan tersebut menjadi keras dan tidak ada
keluhan merah, bengkak, maupun nyeri. Keluhan bisa disertai dengan
gejala komplikasi berupa astigmatisma yaitu pasien juga mengeluhkan
pandangan kabur (Lowth, 2016).
Kalazion sering terjadi di kelopak atas, dimana jumlah kelenjar
meibom lebih banyak dibandingkan yang terdapat di kelopak mata bawah.
Kejadian yang dialami pasien ini biasanya berulang atau riwayat pernah
mengalami hal serupa. Beberapa pasien yang mempunyai kalazion,
benjolan yang di kelopak mata tersebut bisa hilang dengan sendiri setelah
2 - 8 minggu. Anamnesis untuk kalazion secara umum perlu ditanyakan
meliputi riwayat keluhan yang sama, sering keluar minyak yang
berlebihan, dan jerawat. Produksi lemak dan minyak berlebih dapat
menyumbat duktus glandula meibom sehingga terjadi kalazion (Lowth,
2016).
Gejala yang mungkin dirasakan pasien dengan kalazion sebagai berikut
(Lowth, 2016):
a. Pembengkakan kelopak mata
b. Kekakuan kelopak mata
c. Sensitif terhadap cahaya
d. Berat dari kelopak mata
e. Rasa seperti mengantuk
2. Pemeriksaan Fisik
Kalazion umumnya ditandai dengan (Lowth, 2016; Ilyas, 2015):
a. Benjolan pada palpebra (seringnya palpebra superior)

15
b. Benjolan bersifat tunggal jarang multipel, immobile, keras, warna sama
seperti kulit (tidak hiperemis), tidak nyeri saat di palpasi
c. Pemeriksaan visus bisa menurun, jika terdapat komplikasi
astigmatisma
d. Pseudoptosis
e. Tidak ditemukan adenopati preaurikuler

Gambar 2.3 Kalazion di kedua palpebra superior (Lowth, 2016)

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (Ilyas, 2015;
Vaughan, 2009; Ayumi, 2017; Elsayed, 2015):
a. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan melalui sampel dari biopsi ini
diindikasikan untuk kalazion yang berulang, untuk menghindari
kesalahan diagnosis dengan kemungkinan adanya keganasan. Lesi
pada tahap awal akan menunjukkan karakteristik berupa munculnya sel
neutrophil, kemudian diikuti dengan adanya sel limfosit, sel plasma,
makrofag, sel mononuklear, eosinophil, dan multinucleated giant cell.
Hasil pemeriksaan menunjukkan proliferasi endotel asinus dan respon
radang granulomatosa yang melibatkan sel – sel kelenjar jenis
Langerhans.

16
Gambar 2.4 Histopatologi kalazion
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan granuloma limfohistiosit
dengan banyak bentuk sel dan sel raksasa (giant cell) di dalam dermis
dan lemak subkutan, beberapa sel raksasa memiliki ruang kosong yang
kecil di sitoplasma (Gambar b-d) (Ayumi, 2017).

b. Kultur
Pemeriksaan kultur tidak ditemukan pertumbuhan bakteri maupun
jamur.

I. Diagnosis Banding
1. Hordeolum interna dan hordeolum eksterna
Hordeolum adalah infeksi kelenjar. Hordeolum interna terjadi
karena infeksi pada glandula meibom, sedangkan hordeolum eksterna
karena infeksi di glandula zeiss atau moll. Infeksi ini sebagian besar
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala – gejala yang muncul pada
hordeolum adalah adanya tanda – tanda inflamasi akut, berupa nyeri,
merah, dan bengkak. Hordeolum interna dapat menonjol ke kulit atau ke
permukaan konjungtiva, sedangkan hordeolum eksterna selalu menonjol
ke kulit (Ilyas, 2015; Vaughan, 2009).

17
Pengobatan hordeolum adalah kompres hangat 3-4 kali sehari
selama 10-15 menit. Jika keadaan tidak membaik dalam 48 jam, dilakukan
insisi dan drainase bahan purulen. Teknik insisi dilakukan secara vertikal
pada permukaan konjungtiva untuk menghindari terpotongnya kelenjar
meibom. Sayatan ini dipencet untuk mengeluarkan sisa nanah. Jika
hordeolum menonjol keluar, dibuat insisi horizontal pada kulit untuk
mengurangi luka parut. Pemberian salep antibiotik pada saccus
konjungtiva setiap 3 jam. Antibiotik sistemik diindikasikan jika terjadi
selulitis (Ilyas, 2015; Vaughan, 2009).

Gambar 2.5 (A) Hordeolum eksterna (B) Hordeolum interna (Gaddie,


2010).
2. Karsinoma sel basal
Karsinoma sel basal adalah keganasan pada palpebra yang paling
sering dijumpai. Sembilan puluh persen keganasan pada palpebra
merupakan karsinoma sel basal. Karsinoma sel basal mempunyai
predileksi pada palpebra inferior dan kantus medial (Elsayed, 2015).
3. Karsinoma kelenjar sebasea
Karsinoma kelenjar sebasea adalah keganasan kedua terbanyak
pada palpebra. Gambaran klinis berspektrum luas biasanya berbentuk
nodul kecil, keras, seperti kalazion. Sering kelihatan seperti kalazion yang
tidak khas dan berulang (Elsayed, 2015).
4. Adenokarsinoma
Adenokarsinoma merupakan keganasan yang terjadi baik berasal
dari kelenjar meibom atau zeiss. Bentuknya mirip dengan kalazion.
Benjolan yang keras, tidak nyeri, bengkak, dan tidak terfiksasi pada kulit
akan tetapi pada jaringan yang berada dibawahnya (Elsayed, 2015).

18
J. Penatalaksanaan
Tatalaksana pada kalazion yaitu sebagai berikut (Ilyas, 2015; Vaughan, 2009;
Elsayed, 2015):
1. Konservatif
Terapi konservatif disarankan pada pasien yang mengalami tahap
awal kalazion. Terapi konservatif tersebut meliputi kompres hangat selama
10 menit 4 kali sehari, pemijatan pada palpebra, dan pemberian steroid
topikal. Kompres hangat ini dilakukan jika belum ditemukan adanya
supurasi.
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan pada penderita kalazion yang disertai dengan
blefaritis dan rosacea acne. Antibiotik yang diberikan yaitu doxycycline
50-100 mg 1 kali sehari atau lymecycline 400 mg 1 kali sehari selama 3
bulan. Tetrasiklin tidak boleh diberikan untuk ibu hamil dan anak – anak
karena akan berefek pada gigi dan tulang. Sebagai alternatifnya bisa
diberikan eritromisin atau azitromisin.
3. Terapi kombinasi
Prosedur intervensi pada terapi kombinasi termasuk injeksi steroid
intralesi, insisi, dan kuretase. Penelitian oleh Goawalla dan Lee
mengkombinasikan injeksi triamsinolon asetonid 0,2 mL dengan
kandungan 10 mg/mL, insisi, dan kuretase. Tiga minggu setelah dilakukan
terapi kombinasi tersebut 87% pasien sembuh total, jika dibandingkan
dengan pemijatan pada palpebra yaitu 84%, dan kompres hangat yaitu
46%.
Terdapat perdebatan mengenai pemberian injeksi steroid pada
kalazion. Komplikasi pemberian injeksi steroid tersebut bisa
mengakibatkan kehilangan penglihatan, atrofi subkutan, depigmentasi
kulit, dan kulit pasien yang lebih gelap. Selain itu, kalazion yang disertai
dengan blefaritis akan mengakibatkan lesi yang semakin parah. Oleh
karena itu, kebanyakan klinisi tidak menggunakan injeksi steroid untuk
terapi kalazion.

19
4. Ekskokleasi kalazion
Prosedur ekskokleasi kalazion yaitu ditetesi dengan anestesi
topikal (pantokain) terlebih dahulu. Obat anestesi infiltrat disuntikkan di
bawah kulit depan kalazion. Kalazion dijepit dengan klem, dibalik,
sehingga konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat. Insisi tegak lurus margo
palpebra kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih. Klem kalazion
dilepas dan diberi salep mata. Abses palpebra pengobatannya dilakukan
dengan insisi dan pemasangan drain kalau perlu diberi antibiotik lokal dan
sistemik. Analgetik dan sedatif diberikan bila sangat diperlukan untuk
rasa sakit.

Gambar 2.6 Ekskokleasi kalazion (Elsayed, 2015)

K. Komplikasi
Eksaserbasi peradangan akut dapat menyebabkan pecahnya ke anterior
(melalui kulit) atau ke posterior (melalui konjungtiva), membentuk granuloma
pyogenikum. Peradangan berkelanjutan juga bisa menyebabkan granuloma
pirogenik. Pembengkakan dan penyembuhan yang terus-menerus dapat
menyebabkan iritasi pada mata. Progresi kalazion dapat menyebabkan
kerusakan pada kelopak mata, termasuk depigmentasi, hiperpigmentasi,
fibrosis tarsal yang berikutnya terjadi dengan entropion, dan madarosis
(kehilangan bulu mata). Kalazion dapat menjadi predisposisi selulitis
preseptal, terutama pada individu dengan atopi (Deschenes, 2017).
Kalazion besar yang terletak di pusat dapat menyebabkan gangguan
penglihatan dengan menekan kornea, yaitu bisa menyebabkan hiperopia dan

20
atau astigmatisma mekanis. Kejadian astigmatisma meningkat jika ditemukan
kalazion dengan ukuran yang besar, terletak di tengah dan dekat dengan pusat
kornea (Ki Won Jin, 2017). Penurunan penglihatan juga telah dilaporkan
dengan kalazion kelopak mata atas (Deschenes, 2017; Ilyas, 2015; Vaughan,
2009).

L. Prognosis
Pasien yang menerima terapi biasanya memiliki hasil yang sangat baik.
Kalazion yang tidak diobati kadang-kadang bisa hilang secara spontan namun
peradangan akut cenderung bertahan. Bila tidak diobati, lesi baru sering
terjadi, dan drainase yang tidak memadai dapat menyebabkan kekambuhan
lokal (Deschenes, 2017).

21
III. KESIMPULAN

A. Nn. P, perempuan, 23 tahun, datang ke poliklinik mata RSMS dengan keluhan


benjolan pada bagian kelopak mata atas di mata kanan. Keluhan ini dirasakan
sejak 2 minggu SMRS. Benjolan tidak disertai sakit, gatal, kemerahan,
maupun bengkak. Benjolan dertai rasa mengganjal. Terdapat riwayat penyakit
yang sama dan di lokasi yang sama 1 tahun yang lalu, namun sembuh dengan
sendirinya.
B. Pemeriksaan fisik Nn. P pada pemeriksaan visus OD 0,05 S -3,25= 1,0 dan
visus OS 0,05 S -3,00= 1,0. Palpebra superior OD ditemukan adanya benjolan
1 buah, ukuran 3 mm x 2 mm, batas regular, permukaan halus, warna seperti
kulit sekitar, immobile, nyeri tekan (-), serta pseudoptosis.
C. Diagnosis pasien Nn. P adalah OD kalazion dan ODS miopia dengan
penatalaksanaan rujuk ke dr.Sp.M untuk dilakukan ekskokleasi kalazion.
D. Kalazion merupakan inflamasi granulomatous kronik steril (lipogranuloma)
kelenjar meibom
E. Penatalaksanaan kalazion berupa terapi konservatif, antibiotik, atau terapi
kombinasi, atau ekskokleasi kalazion
F. Prognosis dari kalazion adalah baik jika mendapat terapi yang optimal,
walaupun sering menimbulkan rekurensi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ayumi, K., Koji, N., Eiko, M., Hajime, N., Daisuke, S. 2017. External chalazion
as reddish and intractable lower eyelid nodules in a child. Journal of
Dermatology.44: 93-94.

Bamford, J.T.,Gessert, C.E., Renier, C.M. 2006. Childhoodstye and adult rosacea.
J Am Acad Dermatol. 55(6):951-955.

Bergman, A.R., Afifi, A.K., Heidger, P.P. 2017. Anatomy Atlases. Atlas of
Microscopic Anatomy. 16.

Bernardes, T.F., Bonfioli, A.A. 2010. Blepharitis, Seminars in Ophthalmology.


25: 79-83.

Crawford, G.H., Pelle, M.T., James, W.D. 2004. Rosacea: I. Etiology,


pathogenesis, and subtype classification. J Am AcadDermatol. 51:327–
341.

Deschenes, J. 2017. Chalazion. [Online]. Available at:


https://emedicine.medscape.com/article/1212709-overview#a4 [Diakses
10 Febuari 2018].

Elsayed, M.A., Al-Kahtani, S. 2015. Chalazion Management: Evidence and


Questions. Ophthalmis Pearls. 37-39.

Eroschenko, V.P. 2008. Atlas Histologi DiFiore dengan Korelasi Fungsional.


Edisi 11. Jakarta. Penerbit Buku kedokteran EGC.
Gaddie, B. 2010. Hordeolum and Chalazion. Advance Ocular Care. 44-46.
Ilyas, S., Yulianti, S.R. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
Khan, T.H., Zafar, S., Ul-Huda, W. 2017. Efficacy of Intralesional Triamcinolone
Acetonide for the Treatment of Chalazion. Pakistan Journal of
Ophthalmology. 33(1):46-50.
Ki Won Jin., Young Joo Shin., Joon Young Hyon.2017. Effects of chalazia on
corneal astigmatism Large-sized chalazia in middle upper eyelids
compress the cornea and induce the corneal astigmatism. Biomed
Central. 1-9.
Knop, E., Knop, N., Millar, T., Obata, H., Sullivan, D.A. 2011. The international
workshop on meibomian gland dysfunction: report of the subcommittee on
anatomy, physiology, and pathophysiology of the meibomian gland. Invest
Ophthalmol Vis Sci. 30; 52(4):1938-1978.

23
Kumar, K., Pathak, A.K., Verma, A., Dwivedi S. 2017. Study of Incidence And
Risk Factors of Chalazion in Bundelkhand Region. IOSR Journal of
Dental and Medical Sciences. 16(5): 5-8.

Lowth, M., Tidy, C. 2016. Chalazion. Patient Platform Limited. 1-5

Oltz, M., Check, J. 2011. Rosacea and its ocular manifestations. Optometry.
82:92–103.

Patterip,S.A.,Chessa, M.L. 2009. Recurrent giant chalazia in


hyperimmunoglobulin E (Job’s) syndrome. Int Ophthalmol. 29(5):415-
417.

Vaughan & Asbury. Ophtamologi Umum. Ed. 17, EGC: 2009.

24

Anda mungkin juga menyukai