Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Landasan Teori
1. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik atau kelainan
heterogen dengan karakteristik kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya,
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah (ADA, 2012; Perkeni, 2011; Soegondo dkk, 2004;dan Smeltzer,
2008).
Menurut kriteria diagnostik Perkeni (2011), seseorang dikatakan menderita
diabetes melitus jika memiliki kadar gula darah puasa > 126 mg/dl dan pada tes
gula darah sewaktu > 200 mg/dl. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi
dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.

2. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA (2014) dan Muhlisin (2015) ada 4
diantaranya yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Disebabkan karena kerusakan sel β, tipe ini biasanya menyebabkan defisiensi
insulin absolut. Diabetes melitus tipe I ini dimulai dari adanya penyakit
autoimun dimana system imun tubuh diserang yang kemudian berdampak pada
produksi sel pankreas. Akibat menurunnya insulin menyebabkan ikatan
karbohidarat dalam darah terganggu.
b. Diabetes Melitus tipe 2
Disebabkan karena sekretorik insulin cacat genetik secara progresif dari latar
belakang insulin yang resisten. Menurut Hudak dan Gallow (2010), diabetes
melitus tipe 2 merupakan dampak dari ketidakseimbangan insulin dalam tubuh
akibat obesitas, gaya hidup, dan pola makan. Konsumsi karbohidrat yang
berlebih menyebabkan ketidakseimbangan ikatan insulin dan karbohidrat dalam
darah.
c. Diabetes melitus gestasional
Tingginya gula darah hanya terjadi pada masa kehamilan dan akan hilang
sendiri setelah melahirkan (ADA, 2014 dan Muhlisin, dkk; 2015).
d. Diabetes tipe lain
Disebabkan karena penyebab dari penyakit lain, misalnya cacat genetik pada
fungsi sel β, cacat genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas
seperti fibrosis kistik serta dampak penyakit dan obat-obatan kimia seperti
dalam pengobatan HIV / AIDS atau setelah transplantasi organ.

3. Manifestasi Klinis
Ada beberapa tanda dan gejala seseorang mengalami diabetes mellitus
diantaranya yaitu : (Gustaviani, 2007; Lewis, dkk ; 2011, dan Perkeni, 2011).
a) Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b) Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c) Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia).
d) Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel
akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan
penurunan secara otomatis.
e) Malaise atau kelemahan
4. Etiologi dan Faktor Resiko
Menurut (ADA (2012), Gustaviani (2007); Ignativicius & Workman (2006);
Perkeni (2011); Smeltzer et al; 2008 dan Tarwoto (2012) ada beberapa faktor yang
dapat menyebabkan diabetes mellitus diantaranya :
a) Riwayat keturunan dengan diabetes, misalnya pada diabetes melitus tipe 1
diturunkan sebagai sifat heterogen, multigenik. Kembar identik mempunyai
resiko 25% - 50%, sementara saudara kandung beresiko 6% dan anak beresiko
5% (Black, 2009 dalam Tarwoto, 2012)
b) Lingkungan seperti virus (cytomegalovirus, mumps, rubella) yang dapat
memicu terjadinya autoimun dan menghancurkan sel-sel beta pankreas, obat-
obatan dan zat kimia seperti alloxan, streptozotocin, pentamidine
c) Usia diatas 45 tahun
d) Tidak mempunyai aktivitas fisik / kurang olah raga
e) Keturunan dari ras yang mempunyai risiko tinggi seperti Afrika Amerika,
Latin, Asia Amerika
f) Obesitas, berat badan lebih : BB ≥ 20% BB ideal atau IMT ≥ 25 kg/m2
g) Hipertensi, tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, 8) Riwayat gestasional diabetes
melitus (Smeltzer, 2004 dalam Tarwoto, 2012)
h) Riwayat diabetes dalam kehamilan, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi
cacat atau berat badan lahir bayi > 4000 gram
i) Wanita dengan sindrom polikistik ovarium, 11) A1C ≥ 5,7 % atau Riwayat
gangguan toleransi glukosa
j) Riwayat atau penderita Penyakit Jantung Koroner, TBC, atau hipertiroidisme
k) Kolesterol HDL lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl dan atau trigliserida
lebih dari 250 mg/dl
(ADA (2012), Gustaviani (2007); Ignativicius & Workman (2006); Perkeni
(2011); Smeltzer et al; 2008 dan Tarwoto (2012)

5. Patofisiologi
Patofisiologi diabetes melitus dapat diawali dari penurunan jumlah insulin
yang menyebabkan glukosa sel menurun atau tidak ada sama sekali, sehingga
energi di dalam sel untuk metabolisme seluler berkurang, kondisi tersebut direspon
tubuh dengan meningkatkan kadar glukosa darah. Respon tersebut antara lain
sensasi lapar, mekanisme lipolisis dan glukoneogenesis. Jika respon tersebut terjadi
berkepanjangan maka tubuh mengalami penurunan protein jaringan dan
menghasilkan benda keton. Kondisi ini dapat mengakibatkan ketosis dan
ketoasidosis (Daniels, 2012).
Hipergilkemi menyebabkan gangguan pada aktivitas leukosit dan
menimbulkan respon inflamatorik sehingga menyebabkan viskositas darah
meningkat dan membentuk trombus terutama pada mikrovaskuler, hal ini
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada pembuluh darah mikro sebagai gejala
gangguan sirkulasi di jaringan perifer (Jokela, 2009). Kerusakan mikrovaskuler
juga diakibatkan karena stimulasi hepar untuk mengkonversi glukosa darah yang
tinggi menjadi trigliserida, hal ini berakibat pada peningkatan kadar trigliserida
dalam darah. Tingginya kadar trigliserida akan meningkatkan resiko arterosklerosis
(Talayero, 2011).
Kadar glukosa tinggi yang berkepanjangan dapat mengakibatkan gangguan
jalur metabolisme poliol/alkohol sehingga meningkatkan sorbitol. Kadar sorbitol
yang tinggi mengakibatkan gangguan kondusi impuls syaraf sehingga terjadi
gangguan neuropati diabetik (Fauci, 2009). Kadar glukosa yang tinggi juga dapat
merusak membran kapiler nefron pada ginjal akibat angiopati. Kerusakan nefron
yang progresif akan berujung pada glomerulosklerosis. Kerusakan ini terjadi akibat
beban yang berlebih kadar gula darah sehingga membran glomerulus kehilangan
daya filtrasinya (Smeltzer, 2010).
Rendahnya produksi insulin atau rendahnya uptake insulin oleh sel-sel tubuh
dapat menimbulkan gangguan metabolik berupa peningkatan asam lemak darah,
kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein. Jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka
akan memicu terjadinya angiopati yang dapat menimbulkan komplikasi pada
retina, ginjal, jantung koroner dan stroke (Smeltzer, 2010).

6. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2008) dan Tjokroprawiro (2006) menyatakan bahwa
komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi koma diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik dan hipoglikemia. Reaksi hipoglikemia terjadi akibat
tubuh kekurangan glukosa. Reaksi koma diabetik terjadi karena kadar gula darah
dalam tubuh terlalu tinggi, lebih dari 600 mg/dl. Komplikasi kronik yang dapat
muncul pada pasien diabetes melitus adalah makroangiopati, mikroangiopati dan
neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti
kapiler retina mata dan kapiler ginjal. Berbagai studi yang telah ada menyatakan
bahwa penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 yang menjaga kadar glukosa
plasma rata – rata tetap rendah menunjukkan insiden komplikasi mikrovaskuler
berupa timbulnya retinopati diabetik, nefropati, dan neuropati yang lebih rendah

7. Penatalaksanaan
Komplikasi diabetes melitus harus dicegah sedini mungkin dengan cara
penatalaksanaan yang tepat. Menurut Perkeni (2011) dalam pengelolaan/tata
laksana diabetes melitus tipe 2, terdapat 4 pilar yang harus dilakukan dengan tepat
diantaranya yaitu:
a) Pendidikan / Edukasi
Edukasi merupakan proses interaksi pembelajaran yang direncanakan
untuk mempengaruhi sikap serta ketrampilan orang lain, baik individu,
kelompok, atau masyarakat, sehingga melakukan apa yang diharapkan
pendidik. Edukasi juga merupakan upaya penambahan pengetahuan baru, sikap
dan ketrampilan melalui penguatan praktik dan pengalaman tertentu
(Notoatmodjo, 2007; Potter & Perry, 2009; Smeltzer & Bare, 2008).
Dalam edukasi, perawat memberikan informasi kepada klien yang
membutuhkan perawatan diri untuk memastikan kontinuitas pelayanan dari
rumah sakit ke rumah (Falvo, 2004; Potter & Perry, 2009).
Peran perawat sebagai educator dimana pembelajaran merupakan health
education yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat
pencegahan. Perawat harus mampu memberikan edukasi kesehatan dalam
pencegahan penyakit, pemulihan, penyusunan program health education serta
memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan. Agar perawat dapat
bertindak sesuai perannya sebagai educator pada pasien dan keluarga, maka
perawat harus memiliki pemahaman terhadap prinsip-prinsip pengajaran dan
pembelajaran (Bastable, 2014).
b) Terapi Gizi Medis
Pengelolaan diet pada penderita diabetes melitus sangat penting. Tujuan
dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu penderita memperbaiki gizi
dan untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik yaitu ditunjukkan
pada pengendalian glukosa, lipid dan tekanan darah. Penatalaksanaan diet bagi
penderita diabetes melitus tipe 2 ini merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes melitus secara total.
Menurut Smeltzer et al; (2008) yang mengutip dari ADA (2008) bahwa
perencanaan makan pada penderita diabetes melitus meliputi :
- Memenuhi kebutuhan energi pada penderita diabetes melitus,
- Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti
vitamin dan mineral
- Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
- Menghindari makan-makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien
diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit
makrovaskuler akan menurun
- Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
c) Latihan Jasmani / Olah raga
Kegiatan jasmani sehari-hari yang dilakukan secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang teratur dapat menyebabkan kontraksi otot
meningkat, sehingga permeabilitas membran sel terhadap glukosa meningkat
dan resistensi insulin berkurang. Ada beberapa latihan jasmani yang disarankan
bagi penderita diabetes melitus, diantaranya: jalan, bersepeda santai, jogging
dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani (Klein, 2004).
d) Intervensi Farmakologis
Penderita diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap
hari. Penderita diabetes melitus tipe 2, umumnya perlu minum obat antidiabetes
secara oral atau tablet. Penderita diabetes memerlukan suntikan insulin pada
kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet (Perkeni,
2011).
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan oleh dokter khusus
bagi diabetesi. Obat penurun glukosa darah bukanlah hormon insulin yang
diberikan secara oral. OHO bekerja melalui beberapa cara untuk
menurunkan kadar glukosa darah.
2) Insulin
Insulin merupakan basis pengobatan penderita diabetes melitus tipe I yang
harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis preparat, dosis
insulin, waktu dan cara penyuntikan insulin, serta penyimpanan insulin
(Suyono dkk, 2011).

B. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
a) Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melaksanakan acara dan koma
b) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung ibarat IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
c) Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d) Nutrisi
Nausea, vomitus, berat tubuh menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e) Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan ibarat mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f) Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g) Respirasi
h) Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
i) Keamanan
j) Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
k) Seksualitas
l) Adanya peradangan pada tempat vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut b/d biro injuri fisik
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bekerjasama dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi bekerjasama dengan faktor
biologis.
c) Kerusakan integritas jaringan bekerjasama dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
d) Kerusakan mobilitas fisik bekerjasama dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot
e) Kurang pengetahuan bekerjasama dengan tidak mengenal (Familiar) dengan
sumber informasi.
f) Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
g) PK: Hipo / Hiperglikemi
h) PK : Infeksi
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
biro injuri fisik asuhan 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan,tingk frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
at 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
kenyamanan klien 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
meningkat, dan sebelumnya.
dibuktikan dengan 4. Kontrol ontro lingkungan yang menghipnotis nyeri ibarat suhu ruangan, pencahayaan,
level nyeri: kebisingan.
klien dapat 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
melaporkan nyeri 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
pada petugas, 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
frekuensi nyeri, 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
ekspresi wajah, 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
dan menyatakan 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain wacana pemberian analgetik tidak berhasil.
kenyamanan fisik 11. Monitor penerimaan klien wacana administrasi nyeri.
dan psikologis, TD
120/80 mmHg, N: Administrasi analgetik :.
60-100 x/mnt, RR: 1. Cek acara pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
16-20x/mnt 2. Cek riwayat alergi..
Control 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
nyeri dibuktikan 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
dengan klien 5. Berikan analgetik sempurna waktu terutama ketika nyeri muncul.
melaporkan gejala 6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
nyeri dan control
nyeri.
2. Ketidakseimbang Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
an nutrisi kurang asuhan 1. kaji pola makan klien
dari kebutuhan keperawatan, klien 2. Kaji adanya alergi makanan.
tubuh bd mengambarkan 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
ketidakmampuan status nutrisi 4. Kolaborasi dg andal gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
tubuh adekuat dibuktika 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
mengabsorbsi zat- n dengan BB stabil 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
zat gizi tidak terjadi mal 7. Berikan informasi wacana kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
bekerjasama nutrisi, tingkat Monitor Nutrisi
dengan faktor energi adekuat, 1. Monitor BB setiap hari jikalau memungkinkan.
biologis. masukan nutrisi 2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
adekuat 3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan,
abuh dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
3. Kerusakan Setelah dilakukan Wound care
integritas jaringan asuhan 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan pembagian terstruktur
bd faktor keperawatan, mengenai pengaruh ulcers
mekanik: Wound healing 2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar
perubahan meningkat 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri
sirkulasi, dengan criteria: 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
imobilitas dan Luka mengecil 5. Lakukan nekrotomi K/P
penurunan dalam ukuran dan 6. Lakukan tampon yang sesuai
sensabilitas peningkatan 7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
(neuropati) granulasi jaringan 8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melaksanakan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
4.. Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
mobilitas fisik bd Asuhan 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami
tidak nyaman keperawatan, dapat 2. Kolaborasi dengan fisioterapi
nyeri, intoleransi teridentifikasi 3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
aktifitas, Mobility level 4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
penurunan Joint movement: 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan
kekuatan otot aktif. 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.
Self care:ADLs Exercise promotion
Dengan criteria 1. Bantu identifikasi acara latihan yang sesuai
hasil: 2. Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat
1. Aktivitas fisik Exercise terapi ambulasi
meningkat 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi
2. ROM normal 2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi
3. Melaporkan 3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu
perasaan Self care assistance:
peningkatan Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.
kekuatan 1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri,
kemampuan berpakaian, makan dan toileting klien
dalam bergerak 2. Berikan perlindungan kebutuhan sehari – hari hingga klien dapat merawat secara mandiri
4. Klien bisa 3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya.
melaksanakan 4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
aktivitas 5. Dorong klien melaksanakan acara normal keseharian sesuai kemampuan
5. Kebersihan diri 6. Promosi acara sesuai usia
klien terpenuhi
walaupun
dibantu oleh
perawat atau
keluarga
5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process
pengetahuan asuhan keperawatan, 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga wacana proses penyakit
wacana penyakit pengetahuan klien 2. Jelaskan wacana patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang
dan perawatan meningkat. mungkin
nya Knowledge : Illness 3. Sediakan informasi wacana kondisi klien
Care dg kriteria: 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi wacana
1. Tahu Diitnya perkembangan klien
2. Proses penyakit 5. Sediakan informasi wacana diagnosa klien
3. Konservasi energi 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dibutuhkan untuk mencegah
4. Kontrol infeksi komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakiT
5. Pengobatan 7. Diskusikan wacana pilihan wacana terapi atau pengobatan
6. Aktivitas yang 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
dianjurkan 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
7. Prosedur 10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
pengobatan 11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
8. Regimen/aturan 12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
pengobatan 13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas
9. Sumber-sumber kesehatan
kesehatan 14. kolaborasi dg tim yang lain.
10. Manajemen
penyakit
6. Defisit self careSetelah dilakukan Bantuan perawatan diri
asuhan keperawatan, 1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
klien bisa Perawatan 2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan
diri. 3. Beri perlindungan hingga klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
Self care :Activity Daly 4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Living (ADL) dengan 5. Anjurkan klien untuk melaksanakan acara sehari-hari sesuai kemampuannya
indicator : 6. Pertahankan acara perawatan diri secara rutin
1. Pasien dapat 7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
melaksanakan 8. Berikan reinforcement atas perjuangan yang dilakukan dalam melaksanakan
acara sehari-hari perawatan diri sehari hari.
(makan,
berpakaian,
kebersihan,
toileting,
ambulasi)
2. Kebersihan diri
pasien terpenuhi
7. PK: Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia:
Hipo/Hiperglikem asuhan keperawatan, 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
i diharapkan perawat 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin,
akan menangani dan lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
meminimalkan episode 3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit hingga kadar
hipo / hiperglikemia gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan andal gizi untuk dietnya.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan
amis aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur
atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan saluran IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jikalau tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jikalau terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder
asuhan keperawatan, 2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
perawat akan 3. Batasi pengunjung bila perlu.
menangani / 4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan ketika kontak dan sesudahnya.
mengurangi komplikasi 5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
defesiensi imun 6. Lakukan basuh tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.
13. Monitor hitung granulosit dan WBC.
14. Ambil kultur jikalau perlu dan laporkan bila hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien wacana tanda dan gejala infeksi.

Anda mungkin juga menyukai