Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit

adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan

kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna

(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah

sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan

pusat penelitian medik.

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan

kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat

dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya

pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna


dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang

dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan

dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.

Untuk menyelenggarakan fungsinya, maka rumah sakit

menyelenggarakan kegiatan:

a. Pelayanan medis.

b. Pelayanan dan asuhan keperawatan.

c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis.

d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan.

e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan.

f. Administrasi umum dan keuangan.

Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009

tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah

sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan

melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat

kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber

daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan

dalam pemberian pelayanan kesehatan.


d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta

pengaplikasian teknologi dalam bidang kesehatan dalam

rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

B. Tinjauan Umum Konsep Mutu Pelayanan

1. Definisi Peningkatan Mutu Pelayanan

Menurut Azwar (1996) dalam Maria (2017), mutu adalah

tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang di

amati, dan juga merrepakan kepetuhan terhadap standar yang

telah ditetepkan. Sementara Crosby (1984) dalam Maria ( 2017)

menyatakan, mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah

ditetapkan.

Mutu merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh

dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam

memuaskan kebutuhan pelanggan baik berupa kebutuhan yang

dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat (Supriyanto dan

Wulandari, 2011).

Peningkatan mutu pelayanan adalah derarajat memberikan

pelayanan secara efisien dan efektif sesuai dengan standar

pelayanan yang dlaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan

kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil


penelitian dalam pengembangan pelayanan kesehatan sehingga

tercapai derajat kesehatan yang optimal. ( Nursalam, 2013 ).

Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat

kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai

standar profesi, standar pelayanan profesi dan standar

pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang

tersedia di rumah sakit secara wajar, efesien dan efektif serta

diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma,

etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan

keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat

konsumen. Mutu pelayanan kesehatan umumnya dikaitkan

dengan pelayanan kesehatan kepada perorangan yang diberikan

oleh suatu institusi atau fasilitas kesehatan seperti rumah sakit.

2. Dimensi Mutu

a. Dimensi Mutu Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry

Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1988),

terdapat sepuluh dimensi atau ukuran yang menentukan mutu

pelayanan atau jasa, antara lain sebagai berikut:

1) Tangible (Nyata)

Berupa wujud fisik yang ditampilkan oleh organisasi

pelayanan keperawatan. Wujud fisiktersebut antara lain


berupa gedung, ruang perawatan, peralatan, fasilitas, dan

tampilan fisik perawatnya.

2) Reliability (Keandalan)

Kendalan mencakup kinerja (performance), kemampuaqn

untuk diandalankan (Dipendability), serta dapat memenuhi

janji yang ditawarkan dalam memberikan pelayanan.

3) Responsiveness (Tanggap)

Tanggap artinya sigap dalam merespons dan memberikan

pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pelanggan

(pasien, keluarga pasien dan masyarakat).

4) Competence (Kompetensi)

Kompetensi mencakup kemampuan kognitif (pengetahuan)

dan keterampilan (skill) yang baik tentang produk dan jasa

yang ditawarkan yakni pelayanan keperawatan, kepeda

pasien.

5) Acess (Kemudahan)

Kemudahan dalam menjaga layanan, yakni mudah di

hubungi dan mudah ditemui. Dimensi ini dipengaruhi oleh

ketersediaan fasilitas, jarak lokasi, dan sistem informasi

yang mudah diakses pelanggan.

6) Courtesy (Keramahan)

Seorang perawat harus memperhatikan hal-hal seperti

sopan santun, ramah, respek, perhatian, menghargai, dan


lain-lain, yang dmulai sejak pasien pertama kali masuk

rumah sakit sampai keluar dari rumah sakit. Keramaan tidak

hanya diberikan saat perawat terlibat kontak langsung

dengan pasien, tetapi juga berkomunikasi lewat telepon.

7) Communiaztion (Komunikasi)

Komunikasi efektif merupakan urat nadi yang menentukan

keberhasilan pelayanan keperawatan. Organisasi

keperawatan yang harus dapat menyediakan media

komunikasi yang mempermudahkan hubungan perawat-

pasien dengan pesaan dan informasi yang mudah

dipahami. Seorang perawat juga harus memberi perhatian,

mendengarkan keluhan pasien, serta mempertahankan

kontak mata.

8) Credibility (Kepercayaan)

Perawat sebagaI customer service harus jujur dalam setiap

tindakan, terpecaya, dan mampu memberikan pelayanan

terbaik. Kredibilitas seorang perawat juga dapat dilihat dari

prestasi dan reputasinya.

9) Security (Keamanan)

Perawat harus memberikan rasa aman bagi pasien dari

berbagai kemungkinan resiko. Rasa aman dapat diberikan

saat perawat berperan sebagai advocad. Peran advocad

antara lain memberikan penjelasan tentang efek samping


seluruh tindakan keperawatan terhadap pasien,

memberikan kebebasan keluarga dalam memilih dokter dan

sebagainya.

10) Understanding (Pemahaman)

Sebagai perawat yang memberikan layanan yang

berkualitas, kita harus mampu memahami kebutuhan dan

dan keinginan pasien (knowingthe customer).

b. Dimensi Mutu Menurut Tjong

Tjong (2004), menyatakan bahwa terdapat lima dimensi

mutu bpelayanan, antara lain sebagai berikut:

1) Realibility (Keandalan)

Keandalan sama dengan dapat dipercaya. Pelayanan

hanya dapat diberikan jika dipercaya oleh pelanggan. Untuk

dapat dipercaya, pelayanan haru7s konsisten.

2) Responsiveness (Responsif)

Responsif sama artinya dengan ketanggapan. Secara

sederhana, responsifdapat didefinisikan sebagai kecepatan

dan ketanggapan.

3) Makes Customer Feel Valued (Buat Pelanggan Merasa

Dihargai)
Pelanggaan mempunyai pikiran bahwa merekalah orang

yang sangat penting pada waktu itu. Perawat harus belajar

bagaimana cara menghargai pasien.

4) Emphaty (Empati)

Empati dapat menjembatani pembicaraan menuju ke arah

solusi. Melalui empati pula, pemberi pelayanan akan

merasakan hal yang sama seperti pelanggan, sehingga

lebih memahami kebutuhan pelanggan.

5) Competence (Kompetensi)

Kompetensi lebih difokuskan pada staf yang berhubungan

dengan langsung dengan pelanggan. Pelanggan

cenderung tidak mau berhubungan dengan manajer.

Mereka lebih inginkan orang pertama yang ditemui sebagai

pemecah masalah mereka..

3. Pengukuran Mutu Pelayanan

Menurut Donabedian, mutu pelayanan dapat diukur dengan

menggunakan tiga variabel yaitu: Input, proses dan

output/outcome.

1. Input adalah segala suber daya yang diperlukan untuk

melakukan kegiatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas

peralatan, teknologi, organisasi dan informasi.

2. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi

pelayanan dengan konsumen (pasien dan masyarakat ).


Setiap tindakan medis/keperawatan harus

mempertimbangkan yang dianut pada diri pasien. Setiap

tindakan korektif dibuat dan meminimalkan resiko

terulannya keluahan atau ketidakpuasan pada pasien

lainnya. Program keselamatan pasien bertujuan untuk

meningkatkan keselamatan pasien dan meningkatkan

mutu pelayanan. Interaksi profesional uang lain adalah

pengembangan akreditas dalam meningkatkan mutu

rumah sakit dengan indikator pemenuhan standar

pelayanan yang ditetapkan Kementrian Kesehatan RI.

ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional untuk

sistem manajemen kualitas yang bertujuan untuk

menjamin kesesuaian dari suatu proses pelayanan

terhadap kebutuhan persyaratan yang yang

dispefikasikan oleh pelanggan dan rumah sakit.

Keilmuan selalu diperbaharui untuk menjamin bahwa

tindakan medis/keperawatan yang dilakukan telah

didukung oleh bukti ilmiah yang muktahir. Interaksi

profesional selalu memperhatikan asas etika terhadap

pasien yaitu:

a. Berbuat hal-hal yang baik (beneficence) terhadap

manusia khususnya pasien, staf klinis dan non klinis,

masyarakat dan pelanggan secara umum.


b. Tidak menimbulkan kerugian ((nonmaleficence)

terhadap manusia.

c. Menghormati manusia (repect for persons)

menghormati hak otonomi, martabat, kerahasiaan,

berlaku jujur, terbuka dan empati.

d. Berlaku adil (justice) dalm memberikan layanan.

3. Ouput/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau

pelayanan keperawatan, yaitu berupa perubahan yang

terjadi pada konsumen termaksud keputusan dari

konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit

tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik

telah meghasilkan output yang baik pula.

4. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan

Peningkatan mutu pelayanan dilakukan dalam berbagai

macam cara yang akan di jelaskan sebagai berikut

1. Mengembangkan akreditas dalam meningkatkan mutu

rumah sakit dengan indikator pemenuhan standar

pelayanan yang diterapkan Kementrian Kesehatan.

2. ISO 9001:2000 yaitu standar internasional untuk sistem

manajemen kualitas yang bertujuan menjamin

kesesuaian proses pelayanan terhadap kebutuan

persyaratan yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan

rumah sakit.
3. Memperbarui keilmuan untuk menjamin bahwatindakan

medis/keperawatan yang dilakukan telah didukung bukti

ilmiah yang mutakhir.

4. Good corparate governance yang mengatur aspek

institusional dan aspek bisnis dalam peyelenggaran

sarana pelayanan kesehatan dengan dengan

memperhatikan transparansi dan akuntabilitas sehingga

tercapai manajemen yang efesien dan efektif.

5. Clinical governance merupakan bagian dari corparate

governance yaitu sebuah kerangka kerja organisasi

pelayanan kesehatan yang bertaggung jawab atas

peningkatan mutusecara kesinambungan. Tujuannya

adalah tetap menjaga standar pelayanan yang tinggi

dengan menciptakan lingkungan yang kondusif. Clinical

governance menjelaskan hal-hal penting yang harus

dilakukan seorang dokter dalam menangani

konsumennya (pasien dan keluarganya).

6. Membanngun aliansi strategis dengan rumah sakit lain

baik didalam atau luar negeri. Kerja sama lintas sektor

dan lintas fungsi harus menjadi bagian dari budaya

rumah sakit seperti halnya kerja sama tim yang baik.

7. Melakukan evaluasi terbadap steategi pembiayaan,

sehingga tatif pelayanan bisa bersaing secara global,


misalnya outsourcing investasi, contractingout dan untuk

fungsi tertentu seperti cleaning service, gizi, laundry dan

perpakiran.

8. Orientasi pelayanan. Sering terjadi benturan nilai, di satu

pihak masih kuatnya nilai masyarakat secara umum

bahwa rumah sakit adalah institusi yang mengutamakan

fungsi sosial.

9. Orientasi bisnis dapat besar dampak positifnya bila

potensi negatif dapat dikendalikan. Misalnya, tindakan

medis yang berlebihan dan sebenarnya tidak brmanfaat

bagi pasien menciptakan peluang terjadinya manipulasi

pasien demi keuntungan finansial bagi pemberi layanan

kesehatan. Perlu mekanisme pembinaan etis

mengimbangi dua sistem nilai yang dapat bertentangan,

yaitu antara fungsi sosial dan fungsi bisnis.

5. Indikator Penilaian Mutu Pelayanan

Mutu pelayanan rumah sakit akan selalu terkait dengan

struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan rumah sakit

tersebut. Mutu pelayanan rumah sakit juga dapat dikaji tingkat

kemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan

dan tingkat efisinsi rumah sakit. Secara umum aspek penilaian

evaluasi, dokumen, intrumen dan audit (EDIA)

1. Aspek struktur (input).


Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah

rumah sakit meliputi M1 (tenaga) M2 (sarana prasarana), M3

(metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran)

dan lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika

sistem RS tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu

pelayanan. Kuliatas stuktur RS di ukur dari tingkat kewajaran,

kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing

komponen struktur.

2. Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga

profesi lain yang mengadakan interaksi secara profesional

dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk

penilaian tentang penyakit pasien, pengadakan diagnosis,

rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan,

penanganan penyakit dan prosedur pengobatan.

3. Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan

tenaga lain terhadap pasien.

a. Indikator – indikator mutu pelayanan yang mengacu pada

aspek pelayanan.

b. Indkator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi

rumah sakit.
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien

dapat diukur dengan jumlah keluhan dari

pasien/keluarganya, surat pembaca di koran, surat

kaleng, surat masuk di kotak saran, dan lainnya.

d. Indikator cakupan pelayanan sebuah rumah sakit.

e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien.

C. Tinjauan Konsep Gaya Kepemimpinan

1. Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan menurut Amirullah (2015) adalah orang

yang memiliki wewenang untuk memberi tugas, mempunyai

kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain

dengan melalui pola hubungan yang baik guna mencapai tujuan

yang telah ditentukan. Menurut Griffin (2000) pengertian

kepemimpinan dibagi menjadi 2 konsep yaitu sebagai proses dan

sebagai atribut. Sebagai proses, pemimpin difokuskan kepada apa

yang dilakukan oleh para pimpinannya yaitu proses dimana para

pimpinan menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas

organisasi.

Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan

karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang manajer. Menurut Erni

Tisnawati dan Kurniawan Saefullah (2005) kepemimpinan adalah

seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi prilaku

orang lain tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang


yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak

memimpin mereka.

Oleh karena itu kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu

proses mempengaruhi dan mengarahkan para karyawannya dalam

melakukan tugas atau pekerjaan yang telah diberikan kepada

mereka dan hal ini merupakan potensi untuk mampu membuat

orang lain (yang dipimpin) mengikuti apa yang dikehendaki

pimpinannya menjadi realita.

2. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri-ciri yang

digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran

tercapai atau gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi

yang disukai dan sering diterapkan seorang pemimpin Berikut ini

ada beberapa gaya kepemimpinan. Berdasarkan kepribadian gaya

kepemimpinan dibedakan menjadi:

a. Gaya kepemimpinan Kharimastik

Gaya kepemimpinan kharismatis adalah gaya kepemimpinan

yang mampu menarik atensi banyak orang, karena berbagai

faktor yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang merupakan

anugerah dari Tuhan Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis

ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona dengan

cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Gaya

kepemimpinan kharismatis bisa efektif jika :


 Mereka belajar untuk berkomitmen, sekalipun seringkali

mereka akan gagal.

 Mereka menempatkan orang-orang untuk menutupi

kelemahan mereka,dimana kepribadian ini berantakan

dan tidak sistematis.

b. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya pemimpin yang

memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari

dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan

tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin, sedangkan para

bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. Dalam

gaya kepemimpinan otoriter, pemimpin mengendalikan semua

aspek kegiatan. Ciriciri gaya kepemimpinan Otoriter yaitu:

 Wewenang mutlak terpusat pada pemimpin

 Keputusan selalu dibuat oleh pemimpin;

 Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin;

 Komunikasi berlangsung dalam satu arah dari pimpinan

kepada bawahan;

 Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan

atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara kredit;

 Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan

saran pertimbangan atau pendapat;


 Lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi

dan kesetiaan sempurna dari bawahan tanpa syarat, dan

cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman;

 Pimpinan menentukan semua keputusan yang bertalian

dengan seluruh pekerjaan dan memerintahkan semua

bawahan untuk melaksanakannya;

 Pemimpin menentukan semua standar bagaimana

bawahan melakukan tugas;

 Adanya sanksi yang jelas jika seorang bawahan tidak

menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang

telah ditentukan.

c. Gaya Keepmimpinan Demokratis

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin

yang memberikan wewenang secara luas kepada para

bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan

bawahan sebagai suatu tim yang utuh.

Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin

memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung

jawab para bawahannya. Gaya kepemimpinan demokratis ini

akan efektif bila :

 Pemimpin mau berjuang untuk berubah ke arah yang

lebih baik;
 Punya semangat bahwa hidup ini tidak selalu win-win

solution, ada kalanya terjadi win-loss solution.

 Pemimpin harus mengupayakan agar dia tidak selalu

kalah, tetapi ada kalanya menjadi pemenang.

Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis yaitu:

 Wewenang pemimpin tidak mutlak;

 Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang

kepada bawahan;

 Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara

pimpinan dan bawahan;

 Komunikasi berlangsung secara timbal balik, baik yang

terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun sesama

bawahan;

 Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan

atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar;

 Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan;

 Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan

saran, pertimbangan atau pendapat;

 Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih

bersifat permintaan dari pada intruksi;

 Pimpinan memperhatikan dalam bersikap dan bertindak,

adanya saling percaya, saling menghormati.


d. Gaya Kepemimpinan Moralis

Gaya kepemimpinan moralis adalah gaya kepemimpinan

yang paling menghargai bawahannya. Kepribadian dasar pemimpin

model ini adalah biru. Biasanyaseorang pemimpin bergaya moralis

sifatnya hangat dan sopan kepada semua orang. Pemimpin

bergaya moralis pada dasarnya memiliki empati yang tinggi

terhadap permasalahan para bawahannya. Segala bentuk

kebijakan ada dalam diri pemimpin ini. Orang–orang datang karena

kehangatannya akan terlepas dari segala kekurangannya.

Pemimpin bergaya moralis adalah sangat emosinal. Dia sangat

tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang

pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat. Gaya

kepemimpinan moralis ini efektif bila :

 Keberhasilan seorang pemimpin moralis dalam

mengatasi kelabilan emosionalnya

 seringkali menjadi perjuangan seumur hidupnya;

 Belajar mempercayai orang lain atau membiarkan

melakukan dengan cara mereka, bukan dengan cara

anda

Ciri –ciri gaya kepemimpnan moralitas yaitu:

 Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibel dalam

melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi

batasan serta berbagai produser;


 Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-

tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di

samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang

berhasil, sebagai dorongan;

 Hubungan antara atasan dan bawahan dalam suasana

yang baik secara umum manajer bertindak cukup baik;

 Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang

berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan

sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk

memberikan pendapatannya.

Menurut Sjafri dan Aida (2007 ) ketikamanajer sudah

menentukan gaya kepemimpinan maka keberhasilan untuk menjadi

seorang pemimpin dapat diukur dari berbagai segi, antara lain

adalah:

 Keberhasilan karyawan dan kelompoknya dalam

mencapai tujuan organisasi/perusahaan,

 Kepuasan maksimum di kalangan karyawan,

 Derajat konflik horizontal dan vertikal yang relatif kecil

 Perputaran karyawan diantara kelompok pada periode

tertentu yang relatif rendah,

 Tingkat ketidakhadiran karyawan yang relatif rendah,

 Produktivitas kerja karyawan yang meningkat.

3. Teori – Teori Gaya Kepemimpinan


Menurut Wirawan (2013) Teori-teori kepemimpinan paling

banyak dibahas oleh para teoritis dan penelitian kepemimpinan

adalah teori mengenai gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan

sangat penting karena gaya kepemimpinan mencerminkan apa

yang dilakukan oleh pimpinan dalam mempengaruhi para

pengikutnya untuk merealisasi misinya. Teori gaya kepemimpinan

sering merupakan bagian dari teori kepemimpinan lainnya. Teori-

toeri gaya kepemimpinan berdasarkan penelitian diantaranya

adalah :

a. Teori Ohio State University

Teori berdasarkan dua dimensi yaitu:

1. Dimensi consideration (dimensi perhatian terhadap

bawahan) adalah tinggi tendahnya pimpinan bertindak dan

berprilaku dengan pola bersahabat dan mendukung,

menunjukkan perhatian terhadap bawahannya dan

memperhatikan kesejahteraan, indikator prilaku

kepemimpinan dalam dimensi ini adalah:

 Membantu bawahan dalam menyelesaikan

tugas;Menyediakan waktu untuk mendengarkan dan

mendiskusikan masalahdan keluhan yang dihadapi

bawahan;

 Menerima saran bawahan;


 Memperlakukan bawahan dengan cara yang sama;

dan

 Memperhatikan kesejahteraan bawahan.

2. Dimensi initiating structure (Perhatian terhadap tugas)

adalah tinggi rendahnya pimpinan mendefinisikan dan

menstrukturasi dan menentukan peran bawahannya dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Indikator perilaku

pemimpin dalam dimensi ini adalah:

 Mengkritik dan marah terhadap bawahannya yang

malas dan berkinerja renda;

 Memberikan tugas kepada bawahannya secara rinci;

 Mengingatkan bawahan untuk mengikuti prosedur

standar kerja dan standar kinerja;

 Menentukan target keluaran;

b. Teori University of Michigan

1. Perilaku Berorientasi pada Penugasan

Para manajer yang efektif melakukan pekerjaan yang

berbeda dengan para bawahannya. Mereka

mengkonsentrasikan dirinya pada fungsi prilaku ketugasan

seperti perencanaan, pensekedulan pekerjaan,

mengoordinasi aktivitas bawahan, menyediakan sumber-

sumber dan bantuan teknis yang diperlukan bawahan.

2. Perilaku Berorientasi Hubungan


Para manajer dengan gaya ini memusatkan

perhatiannya pada hubungan antar manusia. Mereka sopan

dan mendukung bawahannya dengan percaya diri serta

berupaya memahami problemyang dihadapi bawahannya.

4. Fungsi dan Sifat Kepemimpinan

Menurut Amirullah (2015:)terdapat lima fungsi

kepemimpinan yang hakiki, yaitu:

a. Fungsi penentu arah

Keterbatasan sumber daya organisasi mengharuskan

pemimpin utnuk mengelola dengan efektif, dengan kata

lain arah yang hendak dicapi oleh organisasi menuju

tujuannya yang harus sedemikian rupa sehingga

mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sasaran dan

perasaan yang ada. Arah yang dimaksud tertuang dalam

strategi dan taktik yang disusun oleh pimpinan dalam

organisasi

b. Fungsi sebagai juru bicara

Fungsi ini mengarahkan seorang pemimpin untuk

berperan sebagai penghubung antara organisasi dengan

pihak-pihak luar yang berkepentingan seperti pemilik


saham, pemasok, penyalur, lembaga keuangan, dan

instansi pemerintah yang terkait.

c. Fungsi sebagai komunikator

Fungsi pemimpin sebagai komunikator lebih

ditekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan

sasaran-sasaran, strategi, dan tindakan yang harus

dilakukan oleh bawahan.

d. Fungsi sebagai mediator

Konflik-konflik yang terjadi atau adanya perbedaan-

perbedaan kepentingan dalam organisasi menuntut

kehadiran seorang pemimpin dalam menyelesaikan

permasalahan yang ada. Jadi, kemampuan menjalankan

fungsi kepemimpinan selaku mediator yang rasional,

obyektif, dan netral merupakan salah satu indikator ektifitas

kepemimpinan seseorang.

e. Fungsi sebagai integrator

Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya dan

tenaga, serta diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan

keterampilan dapat menimbulkan sikap, prilaku, dan

tindakan berkotak-kotak dan oleh karenanya tidak boleh

dibiarkan berlangsung terus menerus. Dengan kata lain

diperlukan integrator (pimpinan) terutama pada hirarki

puncak organisasi.
Untuk menjamin tercapainnya optimalisasi seorang

pemimpin, maka pemimpin juga harus memiliki sifat-sifat dan ciri-

ciri dari kepemimpinan yang mendukung fungsi

kepemimpinnannya. Sifat-sifatdan ciri-ciri dari kepemimpinan yang

berhasil dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Watak dan kepribadian yang terpuji. Agar para bawahan

maupun orang yang berada di luar organisasi

mempercayainya, seorang pemimpin harus mempunyai

watak dan kepribadian yang terpuji.

b. Keinginan melayani bawahan. Seorang pemimpin harus

percaya pada bawahan. Ia mendengarkan pendapat

bawahan dan berkeinginan untuk membantu mereka

menimbulkan dan mengembangkan keterampilan mereka

agar karir mereka meningkat.

c. Memahami kondisi lingkungan. Seorang pemimpin tidak

hanya menyadari tentang apa yang sedang terjadi

disekitarnya, tetapi juga harus memiliki pengertian yang

memadai, sehingga dapat mengevaluasi perbedaan kondisi

organisasi dan para bawahan.

d. Intelegensi yang tinggi. Seorang pemimpin harus memiliki

kemampuan berfikir pada taraf yang tinggi. Ia dituntuk

menganalisis problem dengan efektif, belajar dengan cepat,

dan memiliki minat yang tinggi untuk mendalami ilmu.


e. Berorientasi ke depan. Seorang pemimpin harus memiliki

instuisi, kemampuan memprediksi, dan visi sehingga dapat

mengetahui sejak awal tentang organisasi yang

dikelolanya.

f. Sikap terbuka dan lugas. Pemimpin harus sanggup

mempertimbangkan fakta-fakta dan inovasi yang baru.

Lugas namun konsisten pada pendiriannya.

Anda mungkin juga menyukai