Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di

negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai

gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, Namun gangguan tersebut

dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan

individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta

dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari, 2012).


Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas cenderung

meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

kesulitan ekonomi, tekanan di pekerjaan dan deskriminasi meningkatkan resiko

penderita gangguan jiwa. Peningkatan angka penderita gangguan jiwa akan terus

menjadi masalah dan tantangan bagi tenaga kesehatan. Sumber daya manusia

yang berkualitas sangat diharapkan untuk mengatasi hal tersebut (Suliswati

dkk, 2005).

Secara umum gangguan jiwa dibagi dalam dua golongan besar yaitu Psikosis

dan Non-psikosis. Gangguan Psikosis ditandai dengan dua gejala utama yaitu tidak

adanya pemahaman diri (Insight) dan ketidakmampuan menilai realitas (reality

testing ability, RTA), sedangkan golongan Non-psikosis kedua gejala utama tersebut

masih baik. Salah satu jenis gangguan jiwa golongan Psikosis yang terbanyak di

dunia adalah Skizofenia (Hawari, 2012).

Tampak bahwa gejala – gejala skizofrenia menimbulkan gejala berat dalam

kemampuan individu berfikir dan memecahkan masalah, kehidupan efek dan

1
mengganggu relasi sosial. Semua itu mengakibatkan pasien skizofrenia mengalami

penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat

terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain (Arif,

2006).

Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi skizofrenia

di Indonesia adalah 0,3 – 1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 – 45 tahun,

namun ada juga yang berusia 11 - 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila

penduduk di Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka di perkirakan sekitar 2 juta jiwa

menderita skizofrenia. Angka ini menunjukkan jumlah pasien gangguan kesehatan

jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia

menderita kelainan jiwa seperti cemas, depresi, hingga skizofrenia (Arif, 2006).

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi ditengah masyarakat.

Berawal dari stress yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi.

Orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi

keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta kognisi (Lubis,

2009). Depresi dapat menjadi penyakit yang sangat mengganggu kehidupan sehari-

hari, namun kemungkinan untuk mengobati individu depresi bagi yang mencari

bantuan pengobatan sangat tinggi. Kadang-kadang depresi juga bisa hilang dengan

sendirinya tanpa harus mengalami pengobatan. Pada kasus depresi berat diperlukan

terapi dan pengobatan efektif untuk mengurangi depresi namun pada kasus depresi

ringan dan sedang dapat melakukan terapi terhadap diri sendiri untuk mengurangi

gejala-gejala depresi (Lubis, 2009).

BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2
PADA KLIEN DENGAN DEPRESI

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai

dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan

sehingga hilangnya kegairahan hidup. (Hawari, 2001, hal.19)


Depresi adalah suatu mood sedih (disforia) yang berlangsung lebih

dari empat minggu, yang disertai prilaku seperti perubahan tidur, gangguan

konsentrasi, iritabilitas, sangat cemas, kurang bersemangat, sering menangis,

waspada berlebihan, pesimis, merasa tidak berharga, dan mengantisipasi

kegagalan. (DSM-IV-TR,2000 dalam Videbeck, 2008, hal.388)


Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan

perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan.

(Purwaningsih, 2009, hal. 130)


Depresi adalah keadaan emosional yang ditunjukkan dengan

kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri,

ketidakberdayaan dan keputusasaan. (Isaacs, 2004, hal. 121)


Dari keempat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa depresi

adalah gangguan alam perasaan yang disertai oleh komponen psikologik dan

komponen somatic yang terjadi akibat kesedihan yang panjang.

2. Rentang Respon Emosional

Respon adaptif Respon maladaptif

Responsif Reaksi Supresi Reaksi Mania/Depresi


kehilangan kehilangan yang
memanjang

yang wajar 3
Menurut Purwaningsih (2009) Reaksi Emosi dibagi menjadi dua

yaitu:
a. Reaksi Emosi Adaptif
Merupakan reaksi emosi yang umum dari seseorang terhadap rangsangan

yang diterima dan berlangsung singkat. Ada 2 macam reaksi adaptif :


1) Respon emosi yang responsive
Keadaan individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya. Pada

rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan

internal.
2) Reaksi kehilangan yang wajar
Merupakan posisi rentang yang normal dialami oleh individu yang

mengalami kehilangan. Pada rentang ini individu menghadapi realita

dari kehilangan dan mengalami proses kehilangan, misalnya

Bersedih, berhenti kegiatan sehari – hari, takut pada diri sendiri,

berlangsung tidak lama.

b. Reaksi Emosi Maladaptif


Merupakan reaksi emosi yang sudah merupakan gangguan, respon ini

dapat dibagi 3 tingkatan yaitu :


1) Supresi
Tahap awal respon emosional maladaptive, individu menyangkal,

menekan atau menginternalisasi semua aspek perasaannya terhadap

lingkungan.
2) Reaksi kehilangan yang memanjang
Supresi memanjang  mengganggu fungsi kehidupan individu
Gejala : bermusuhan, sedih berlebih, rendah diri.
3) Mania/ Depesi
Merupakan respon emosional yang berat dan dapat dikenal melalui

intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik individu dan fungsi social.

3. Psikopatologi
Alam perasaan adalah kekuatan/ perasaan hati yang mempengaruhi

seseorang dalam jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya berada

4
dalam afek yang tidak stabil tapi tidak berarti orang tersebut tidak pernah

sedih, kecewa, takut, cemas, marah dan saying emosi ini terjadi sebagai

kasih sayang sesorang terhadap rangsangan yang diterimanya dan

lingkungannya baik internal maupun eksternal. Reaksi ini bervariasi dalam

rentang dari reaksi adaptif sampai maladaptive.

a. Penyebab Terjadinya Depresi


Penyebab utama depresi pada umumnya adalah rasa kecewa dan

kehilangan. Tak ada orang yang mengalami depresi bila kenyataan

hidupnya sesuai dengan keinginan dan harapannya.


1) Kekecewaan
Karena adanya tekanan dan kelebihan fisik menyebabkan

seseorang menjadi jengkel tak dapat berfikir sehat atau kejam pada

saat – saat khusus jika cinta untuk diri sendiri lebih besar dan pada

cinta pada orang lain yang menghimpun kita, kita akan terluka, tidak

senang dan cepat kecewa, hal ini langkah pertama depresi jika luka

itu direnungkan terus – menerus akan menyebabkan kekesalan dan

keputusasaan.
2) Kurang Rasa Harga Diri
Ciri - ciri universal yang lain dari orang depresi adalah

kurangnya rasa harga diri, sayangnya kekurangan ini cenderung

untuk dilebih – lebihkan menjadi estrim, karena harapan – harapan

yang realistis membuat dia tak mampu merestor dirinya sendiri, hal

ini memang benar khususnya pada individu yang ingin segalanya

sempurna yang tak pernah puas dengan prestasi yang dicapainya.


3) Perbandingan yang tidak adil

5
Setiap kali kita membandingkan diri dengan seseorang yang

mempunyai nilai lebih baik dari kita dimana kita merasa kurang dan

tidak bisa sebaik dia maka depresi mungkin terjadi.

4) Penyakit
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan depresi adalah

organic contoh individu yang mempunyai penyakit kronis kanker

payudara dapat menyebabkan depresi.


5) Aktivitas mental yang berlebihan
Orang yang produktif dan aktif sering menyebabkan depresi.
6) Penolakan
Setiap manusia butuh akan rasa cinta, jika kebutuhan akan

rasa cinta itu tak terpenuhi maka terjadilah depresi. (Anonymous,

2004)
Menurut Nanda (2005-2006) adapun Faktor – faktor yang berhubungan

dengan sedih kronis adalah:


1) Kematian orang yang dicintai
2) Pengalaman sakit mental/ fisik kronis, cacat (retardasi mental,

sklerosis multiple, prematuritas, spina bifida, kelainan persalinan,

sakit mental kronis, infertilitas, kanker, sakit Parkinson)


3) Pengalaman satu atau lebih kejadian yang memicu (krisis dalam

manajemen penyakit, krisis berhubungan dengan stase

perkembangan, kehilangan kesempatan yang dapat meningkatkan

perkembangan, norma social atau personal)


4) Ketergantungan tak henti pada pelayanan kesehatan dengan

mengingat kehilangan.

b. Gejala Klinis Depresi


Menurut Hawari (2001) secara lengkap gejala klinis depresi adalah

sebagai berikut :

6
1) Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun,

tidak semangat, merasa tidak berdaya;


2) Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan;
3) Nafsu makan menurun;
4) Berat badan menurun;
5) Konsentrasi dan daya ingat menurun
6) Gangguan tidur: insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya

hipersomnia (terlalu banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai

dengan mimpi – mimpi yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi

orang yang telah meninggal;


7) Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak

berdaya);
8) Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi

melakukan hobi, kreativitas menurun, produktivitas juga menurun;


9) Gangguan seksual (libido menurun);
10) Pikiran – pikiran tentang kematian, bunuh diri.
c. Tingkat Depresi
1) Depresi Ringan
Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir

komunikasi social dan rasa tidak nyaman.


2) Depresi Sedang
a) Afek : murung, cemas, kesal, marah, menangis
b) Proses pikir : perasaan sempit, berfikir lambat, berkurang

komunikasi verbal, komunikasi non verbal meningkat.


c) Pola komunikasi : bicara lambat, berkurang komunikasi verbal,

komunikasi non verbal meningkat.


d) Partisipasi social : menarik diri tak mau bekerja/ sekolah,

mudah tersinggung.
3) Depresi Berat
a) Gangguan Afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung,

inisiatif berkurang
b) Gangguan proses pikir
c) Sensasi somatic dan aktivitas motorik : diam dalam waktu

lama, tiba – tiba hiperaktif, kurang merawat diri, tak mau

7
makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan

lingkungan.

4. Penatalaksanaan Depresi
Menurut (Tomb, 2003, hal.61)
Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan beberapa

memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung

pada diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respon terhadap terapi

sebelumnya.
a. Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan,

empati, pengertian dan optimistic. Bantu pasien mengidentifikasi dan

mengekspresikan hal – hal yang membuatnya prihatin dan

melontarkannya. Identifikasi factor pencetus dan bantulah untuk

mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem eksternal (misal,

pekerjaan, menyewa rumah), arahkan pasien terutama selama periode

akut dan bila pasien tidak aktif bergerak. Latih pasien untuk mengenal

tanda – tanda dekompensasi yang akan dating. Temui pasien sesering

mungkin (mula – mula 1 – 3 kali per minggu) dan secara teratur, tetapi

jangan sampai tidak berakhir atau untuk selamanya. Kenalilah bahwa

beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan anda (melalui

kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk akal, dll.).

psikoterapi berorientasi tilikan jangka panjang, dapat berguna pada

pasien depresi minor kronis tertentu dan beberapa pasien dengan depresi

mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai konflik.


Terapi Kognitif – Perilaku dapat sangat bermanfaat pada pasien

depresi sedang dan ringan. Diyakini oleh sebagian orang sebagai

“ketidakberdayaan yang dipelajari”, depresi diterapi dengan memberikan

8
pasien latihan keterampilan dan memberikan pengalaman – pengalaman

sukses. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan

menghilangkan pikiran – pikiran negative dan harapan – harapan

negative. Terapi ini mencegah kekambuhan.


Deprivasi tidur parsial (bangun mulai di pertengahan malam dan

tetap terjaga sampai malam berikutnya), dapat membantu mengurangi

gejala – gejala depresi mayor buat sementara. Latihan fisik (berlari,

berenang) dapat memperbaiki depresi, dengan mekanisme biologis yang

belum dimengerti dengan baik.

b. Terapi Fisik
Semua depresi mayor dan depresi kronis atau depresi minor yang

tidak membaik membutuhkan antidepresan (70 – 80 % pasien berespon

terhadap antidepresan), meskipun yang mencetuskan jelas terlihat atau

dapat diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau salah satu antidepresan

terbaru. Apabila tidak berhasil, pertimbangkan antidepresan trisiklik,

atau MAOI (terutama pada depresi “atipikal”) atau kombinasi beberapa

obat yang efektif bila obat pertama tidak berhasil. Waspadalah terhadap

efek samping dan bahwa antidepresan “dapat” mencetuskan episode

manik pada beberapa pasien bipolar (10 % dengan TCA, dengan SSRI

lebih rendah, tetapi semua koonsep tentang “presipitasi manic” masih

diperdebatkan). Setelah semuh dari episode depresi pertama, obat

dipertahankan untuk beberapa bulan, kemudian diturunkan, meskipun

demikian pada beberapa pasien setelah satu atau lebih kekambuhan,

membutuhkan obat rumatan untuk periode panjang. Antidepresan saja

(tunggal) tidak dapat mengobati depresi psikosis unipolar.

9
Litium efektif dalam membuat remisi gangguan bipolar, mania

dan mungkin bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan

beberapa depresi unipolar. Obat ini cukup efektif pada bipolar serta

untuk mempertahankan remisi dan begitu pula pada pasien unipolar.

Antikonvulsan tampaknya juga sama baik dengan litium untuk mengobati

kondisi akut, meskipun kurang efektif untuk rumatan. Antidepresan dan

litium dapat dimulai secara bersama – sama dan litium diteruskan setelah

remisi. Psikotik, paranoid atau pasien sangat agitasi membutuhkan

antipsikotik, tunggal atau bersama – sama dengan antidepresan, litium

atau ECT – antidepresan antipikal yang baru saja terlihat efektif.


ECT mungkin merupakan terapi terpilih :
a) Bila obat tidak berhasil setelah satu atau lebih dari 6 minggu

pengobatan,
b) Bila kondisi pasien menuntut remisi segera (misal, bunuh diri yang

akut),
c) Pada beberapa depresi psikotik,
d) Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat (misal pasien tua

yang berpenyakit jantung). Lebih dari 90 % pasien memberikan

respons.

B. Konsep Dasar Askep Dengan Gangguan Alam Perasaan


1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Genetik
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan

melalui garis keturunan. Frekwensi gangguan alam perasaan

meningkat pada kembar monozigote dari dizigote.


2) Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan oleh perasaan marah

yang dialihkan pada diri sendiri.

10
Diawali dengan proses kehilangan  terjadi ambivalensi terhadap

objek yang hilang  tidak mampu mengekspresikan kemarahan 

marah pada diri sendiri.


3) Teori Kehilangan
Berhubungan dengan factor perkembangan : misalnya kehilangan

orang tua pada masa anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan

orang yang sangat dicintai. Individu tidak berdaya mengatasi

kehilangan.
4) Teori kepribadian
Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan

seseorang mengalami depresi atau mania.


5) Teori Kognitif
Mengemukakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang

dipengaruhi oleh penilaian negative terhadap diri sendiri, lingkungan

dan masa depan.


6) Teori Belajar Ketidakberdayaan
Mengemukakan bahwa depresi dimulai dari kehilangan kendali diri,

lalu menjadi pasif dan tidak mampu menghadapi masalah. Kemudian

individu timbul keyakinan akan ketidakmampuan mengendalikan

kehidupan sehingga ia tidak berupaya mengembangkan respon yang

adaptif.
7) Model perilaku
Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian

(reinforcement) positif selama berinteraksi dengan lingkungan.

8) Model Biologis
Mengemukakan bahwa pada keadaan depresi terjadi perubahan

kimiawi, yaitu defisiensi katekolamin, tidak berfungsi endokrin dan

hipersekresi kortisol.
b. Faktor Presipitasi
Stressor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi

factor biologis, psikologis dan social budaya. Factor biologis meliputi

11
perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat – obatan atau berbagai

penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma dan ketidakseimbangan

metabolism. Factor psikologis meliputi kehilangan kasih saying,

termasuk kehilangan cinta, seseorang, dan kehilangan harga diri. Factor

social budaya meliputi kehilangan peran, perceraian, kehilangan

pekerjaan.
c. Perilaku dan Mekanisme koping
Perilaku yang berhubungan dengan depresi bervariasi. Pada keadaan

depresi kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi

agitasi. Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang

memanjang adalah denial dan supresi, hal ini untuk menghindari tekanan

yang hebat. Depresi, yaitu perasaan berduka yang belum digunakan

adalah represi, supresi, denial dan disosiasi.


d. Adapun perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut

Purwaningsih (2009) adalah :


1) Afektif : sedih, cemas, apatis, murung, kebencian, kekesalan, marah,

perasaan ditolak, perasaan bersalah, merasa tak berdaya, putus asa,

merasa sendirian, merasa rendah diri, merasa tak berharga.


2) Kognitif : ambivalen, bingung, ragu – ragu, tidak mampu

berkonsentrasi, hilang perhatian dan motivasi, menyalahkan diri

sendiri,pikiran merusak diri,rasa tidak menentu, pesimis.


3) Fisik : sakit perut, anoreksia, mual, muntah, gangguan pencernaan,

konstipasi, lemas, lesu, nyeri, kepala pusing, insomnia, nyeri dada,

over acting, perubaha berat badan, gangguan selera makan, gangguan

menstruasi, impotensi, tidak berespon terhadap seksual.


4) Tingkah laku : agresif, agitasi, tidak toleran, gangguan tingkat

aktifitas, kemunduran psikomotor, menarik diri, isolasi social,

12
irritable (mudah marah, menangis, tersinggung), berkesan

menyedihkan, kurang spontan, gangguan kebersihan.


2. Analisa Data
a. Data subjektif
Klien mengatakan sedih, klien mengatakan tidak bergairah untuk

bekerja, klien mengatakan menyesal, klien mengatakan merasa bersalah,

klien merasa ditolak, klien merasa tidak berdaya, merasa tidak berharga.
b. Data obyektif
Klien tampak sedih, murung, lambat, lemah, lesu, tidak bergairah,

cemas, marah.
3. Rumusan Masalah
a. Resiko Prilaku Kekerasan pada diri sendiri
b. Kepedihan kronis
c. Harga diri rendah kronis
d. Koping individu tak efektif

4. Pohon Masalah

Resiko Prilaku kekerasan

Terhadap diri sendiri

Kepedihan kronis ......core problem

Harga diri rendah kronis

Koping individu tak efektif

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umum muncul pada klien dengan gangguan

alam perasaan : depresi yaitu :


1) Resiko Prilaku kekerasan pada diri sendiri berhubungan dengan
gangguan mental depresi.

13
2) Kepedihan kronis berhubungan dengan gangguan konsep diri (harga diri
rendah).
3) Harga diri rendah kronis berhubungan dengan kegagalan.
4) Koping individu tak efektif berhubungan dengan tingkat percaya diri

tidak adekuat dalam kemampuan koping.

6. Rencana tindakan keperawatan


a. DP 1 : Resiko Prilaku kekerasan pada diri sendiri berhubungan dengan

gangguan mental depresi.

NOC :
1) kontrol impuls marah
2) Pengendalian merusak diri
3) Pengendalian bunuh diri
NIC :
1) Membantu mengontrol marah
Kegiatannya :
a) Bina Hubungan saling percaya.
b) Anjurkan pasien menemui perawat bila ada perasaan marah.
c) Ajarkan cara mengekspresikan marah secara fisik (memukul

bantal, Olahraga, menulis).


d) Bantu pasien mengidentifikasi penyebab marah
e) Identifikasi bersama pasien keuntungan mengekspresikan

marah secara adaptif dan tidak melukai diri.


f) Anjurkan pasien menggunakan ketenangan (nafas dalam).
g) Berikan role model bagaimana mengekspresikannya.
h) Support pasien dalam melaksanakannya.
i) Berikan reinforcement.
2) Manajemen perilaku ; melukai diri sendiri
Kegiatan :
a) Tetapkan motif atau alasan dari perilaku merusak diri
b) Pindahkan benda-benda yang membahayakan dari

lingkungan pasien.
c) Lakukan restrain untuk membatasi pergerakan dan

kemampuan untuk melukai diri.


d) Anjurkan pasien menggunakan strategi koping (latihan

asertif, latihan kontrol impuls, dan relaksasi progresif).

14
e) Anjurkan pasien untuk menemui perawat apabila ada pikiran

untuk melukai diri.


f) Delegatif dalam pemberian obat-obatan yang sesuai untuk

menurunkan kecemasan, menstabilkan mood dan

menurunkan stimulasi merusak diri.


3) Pencegahan bunuh diri
Kegiatan :
a) Anjurkan pasien untuk kontrak secara verbal untuk tidak

melakukan bunuh diri.


b) Beritahu pasien dan keluarga tentang tanda, gejala dan dasar

fisiologi dari depresi.


c) Beritahu keluarga bahwa resiko bunuh diri akan meningkat

bila terjadi depresi berat.


d) Anjurkan keluarga dan teman-temannya untuk memberikan

support.
e) Rujuk pasien ke psikiater.

b. DP 2 : Kepedihan kronis berhubungan dengan gangguan konsep diri


(harga diri rendah).
NOC : klien tidak mengalami kepedihan kronis
NIC :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
2) Dorong dan beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
3) Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
4) Bantu klien untuk mengidentifikasi cara yang tepat untuk
mengatasi sedih kronis
5) Beri pujian atas kemampuan klien mengatasi sedih kronis
6) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat
klien dengan depresi
7) Delegatif dalam pemberian terapi obat

c. DP 3 : Harga diri rendah kronis berhubungan dengan kegagalan

NOC : harga diri meningkat

15
NIC :

1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik.

2) Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan

3) Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain

4) Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya

5) Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya

6) Jangan mengejek/mengolok-olok pasien

7) Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi

situasi

8) Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap

dirinya.

9) Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam

pencapaian tujuan.

d. DP 4 : Koping individu tak efektif berhubungan dengan tingkat percaya

diri tidak adekuat dalam kemampuan koping.


NOC : koping klien meningkat
NIC :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik.
2) Anjurkan pasien mengidentifikasi gambaran yang realistik

terhadap perubahan peran.


3) Berikan informasi tentang diagnosa, perawatan dan prognosa

penyakitnya.
4) Berikan pasien pilihan yang realistic tentang aspek perawatan.
5) Anjurkan pasien berhubungan dengan orang lain yang mempunyai

kesamaan tujuan dan kesenangan.


6) Anjurkan mengikuti kegiatan sosial dan masyarakat

16
7) Anjurkan pasien menjalankan ibadah agamanya.
8) Evaluasi kemampuan pasien membuat keputusan.
9) Anjurkan pasien mengidentifikasi kekuatan dan kemampuannya.
10) Bantu pasien memecahkan masalah dengan cara yang konstruktif.

7. Evaluasi

Adanya perubahan respon maladaptif kearah adaptif klien dapat ;

a. Klien dapat melakukan kontrol impuls marah, klien dapat melakukan

pengendalian merusak diri, klien dapat melakukan pengendalian

bunuh diri

b. Klien tidak mengalami kepedihan kronis


c. Harga diri meningkat
d. Koping klien meningkat

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga

hilangnya kegairahan hidup. Reaksi Emosi dibagi menjadi dua yaitu : Reaksi

emosi adaptif dan reaksi emosi maladaptif. Penyebab utama depresi pada

umumnya adalah rasa kecewa dan kehilangan. Tingkat depresi dibedakan

menjadi 3, yaitu : depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat.

Penatalaksanaan depresi meliputi terapi psikologik dan terapi fisik. Masalah

keperawatan yang muncul pada klien dengan depresi yaitu : Resiko Prilaku

Kekerasan pada diri sendiri, kepedihan kronis, harga diri rendah kronis, dan

koping individu tak efektif.

B. Saran

Dalam keterbatasan yang penulis miliki, tentunya makalah ini sangat


jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan saran yang baik sangat kami
harapkan guna memperbaiki dan menunjang proses perkuliahan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D. (2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:

EGC.

Keliat, B.A. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Nanda. (2012-2014). Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Purwaningsih, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta : Nuha Medika.

Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Tomb, David A. (2003). Buku Saku Psikiatri. (Ed. 6). Jakarta : EGC.

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M, Nancy R. Ahern. (2011). Diagnosis Keperawatan . Jakarta: EGC

19
20

Anda mungkin juga menyukai