PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di
negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai
individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta
meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang
penderita gangguan jiwa. Peningkatan angka penderita gangguan jiwa akan terus
menjadi masalah dan tantangan bagi tenaga kesehatan. Sumber daya manusia
dkk, 2005).
Secara umum gangguan jiwa dibagi dalam dua golongan besar yaitu Psikosis
dan Non-psikosis. Gangguan Psikosis ditandai dengan dua gejala utama yaitu tidak
testing ability, RTA), sedangkan golongan Non-psikosis kedua gejala utama tersebut
masih baik. Salah satu jenis gangguan jiwa golongan Psikosis yang terbanyak di
1
mengganggu relasi sosial. Semua itu mengakibatkan pasien skizofrenia mengalami
terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain (Arif,
2006).
di Indonesia adalah 0,3 – 1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 – 45 tahun,
namun ada juga yang berusia 11 - 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila
penduduk di Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka di perkirakan sekitar 2 juta jiwa
jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia
menderita kelainan jiwa seperti cemas, depresi, hingga skizofrenia (Arif, 2006).
Berawal dari stress yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi.
keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta kognisi (Lubis,
2009). Depresi dapat menjadi penyakit yang sangat mengganggu kehidupan sehari-
hari, namun kemungkinan untuk mengobati individu depresi bagi yang mencari
bantuan pengobatan sangat tinggi. Kadang-kadang depresi juga bisa hilang dengan
sendirinya tanpa harus mengalami pengobatan. Pada kasus depresi berat diperlukan
terapi dan pengobatan efektif untuk mengurangi depresi namun pada kasus depresi
ringan dan sedang dapat melakukan terapi terhadap diri sendiri untuk mengurangi
BAB II
2
PADA KLIEN DENGAN DEPRESI
dari empat minggu, yang disertai prilaku seperti perubahan tidur, gangguan
adalah gangguan alam perasaan yang disertai oleh komponen psikologik dan
yang wajar 3
Menurut Purwaningsih (2009) Reaksi Emosi dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Reaksi Emosi Adaptif
Merupakan reaksi emosi yang umum dari seseorang terhadap rangsangan
internal.
2) Reaksi kehilangan yang wajar
Merupakan posisi rentang yang normal dialami oleh individu yang
lingkungan.
2) Reaksi kehilangan yang memanjang
Supresi memanjang mengganggu fungsi kehidupan individu
Gejala : bermusuhan, sedih berlebih, rendah diri.
3) Mania/ Depesi
Merupakan respon emosional yang berat dan dapat dikenal melalui
3. Psikopatologi
Alam perasaan adalah kekuatan/ perasaan hati yang mempengaruhi
seseorang dalam jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya berada
4
dalam afek yang tidak stabil tapi tidak berarti orang tersebut tidak pernah
sedih, kecewa, takut, cemas, marah dan saying emosi ini terjadi sebagai
seseorang menjadi jengkel tak dapat berfikir sehat atau kejam pada
saat – saat khusus jika cinta untuk diri sendiri lebih besar dan pada
cinta pada orang lain yang menghimpun kita, kita akan terluka, tidak
senang dan cepat kecewa, hal ini langkah pertama depresi jika luka
keputusasaan.
2) Kurang Rasa Harga Diri
Ciri - ciri universal yang lain dari orang depresi adalah
yang realistis membuat dia tak mampu merestor dirinya sendiri, hal
5
Setiap kali kita membandingkan diri dengan seseorang yang
mempunyai nilai lebih baik dari kita dimana kita merasa kurang dan
4) Penyakit
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan depresi adalah
2004)
Menurut Nanda (2005-2006) adapun Faktor – faktor yang berhubungan
mengingat kehilangan.
sebagai berikut :
6
1) Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun,
berdaya);
8) Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi
mudah tersinggung.
3) Depresi Berat
a) Gangguan Afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung,
inisiatif berkurang
b) Gangguan proses pikir
c) Sensasi somatic dan aktivitas motorik : diam dalam waktu
7
makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan
lingkungan.
4. Penatalaksanaan Depresi
Menurut (Tomb, 2003, hal.61)
Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan beberapa
sebelumnya.
a. Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan,
akut dan bila pasien tidak aktif bergerak. Latih pasien untuk mengenal
mungkin (mula – mula 1 – 3 kali per minggu) dan secara teratur, tetapi
pasien depresi minor kronis tertentu dan beberapa pasien dengan depresi
8
pasien latihan keterampilan dan memberikan pengalaman – pengalaman
b. Terapi Fisik
Semua depresi mayor dan depresi kronis atau depresi minor yang
obat yang efektif bila obat pertama tidak berhasil. Waspadalah terhadap
manik pada beberapa pasien bipolar (10 % dengan TCA, dengan SSRI
9
Litium efektif dalam membuat remisi gangguan bipolar, mania
beberapa depresi unipolar. Obat ini cukup efektif pada bipolar serta
litium dapat dimulai secara bersama – sama dan litium diteruskan setelah
pengobatan,
b) Bila kondisi pasien menuntut remisi segera (misal, bunuh diri yang
akut),
c) Pada beberapa depresi psikotik,
d) Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat (misal pasien tua
respons.
10
Diawali dengan proses kehilangan terjadi ambivalensi terhadap
orang tua pada masa anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan
kehilangan.
4) Teori kepribadian
Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan
adaptif.
7) Model perilaku
Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian
8) Model Biologis
Mengemukakan bahwa pada keadaan depresi terjadi perubahan
hipersekresi kortisol.
b. Faktor Presipitasi
Stressor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi
11
perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat – obatan atau berbagai
pekerjaan.
c. Perilaku dan Mekanisme koping
Perilaku yang berhubungan dengan depresi bervariasi. Pada keadaan
memanjang adalah denial dan supresi, hal ini untuk menghindari tekanan
12
irritable (mudah marah, menangis, tersinggung), berkesan
klien merasa ditolak, klien merasa tidak berdaya, merasa tidak berharga.
b. Data obyektif
Klien tampak sedih, murung, lambat, lemah, lesu, tidak bergairah,
cemas, marah.
3. Rumusan Masalah
a. Resiko Prilaku Kekerasan pada diri sendiri
b. Kepedihan kronis
c. Harga diri rendah kronis
d. Koping individu tak efektif
4. Pohon Masalah
5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umum muncul pada klien dengan gangguan
13
2) Kepedihan kronis berhubungan dengan gangguan konsep diri (harga diri
rendah).
3) Harga diri rendah kronis berhubungan dengan kegagalan.
4) Koping individu tak efektif berhubungan dengan tingkat percaya diri
NOC :
1) kontrol impuls marah
2) Pengendalian merusak diri
3) Pengendalian bunuh diri
NIC :
1) Membantu mengontrol marah
Kegiatannya :
a) Bina Hubungan saling percaya.
b) Anjurkan pasien menemui perawat bila ada perasaan marah.
c) Ajarkan cara mengekspresikan marah secara fisik (memukul
lingkungan pasien.
c) Lakukan restrain untuk membatasi pergerakan dan
14
e) Anjurkan pasien untuk menemui perawat apabila ada pikiran
support.
e) Rujuk pasien ke psikiater.
15
NIC :
komunikasi terapeutik.
situasi
dirinya.
pencapaian tujuan.
komunikasi terapeutik.
2) Anjurkan pasien mengidentifikasi gambaran yang realistik
penyakitnya.
4) Berikan pasien pilihan yang realistic tentang aspek perawatan.
5) Anjurkan pasien berhubungan dengan orang lain yang mempunyai
16
7) Anjurkan pasien menjalankan ibadah agamanya.
8) Evaluasi kemampuan pasien membuat keputusan.
9) Anjurkan pasien mengidentifikasi kekuatan dan kemampuannya.
10) Bantu pasien memecahkan masalah dengan cara yang konstruktif.
7. Evaluasi
bunuh diri
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
hilangnya kegairahan hidup. Reaksi Emosi dibagi menjadi dua yaitu : Reaksi
emosi adaptif dan reaksi emosi maladaptif. Penyebab utama depresi pada
keperawatan yang muncul pada klien dengan depresi yaitu : Resiko Prilaku
Kekerasan pada diri sendiri, kepedihan kronis, harga diri rendah kronis, dan
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
EGC.
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Tomb, David A. (2003). Buku Saku Psikiatri. (Ed. 6). Jakarta : EGC.
19
20