Anda di halaman 1dari 14

PKPA “PEMANTAUAN TERAPI OBAT”

Pasien (Dyspneu Susp. Pneumonia)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering
mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal
dan alveoli, pneumonia lobular melibatkan bagian dari lobus, dan pneumonia
lobus melibatkan seluruh lobus. Komplikasi meliputi hipoksemia, gagal
respiratorik, efusi pleura,empiema, abses paru dan bakteremia disertai
penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis,
endokarditis dan perikarditis.Umumnya prognosisnya baik bagi orang-orang
yang memiliki paruparu normal dan ketahanan tubuh yang cukup baik
sebelum pneumonia menyerang.
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan
gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50
kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan
berkurang) (Riskesdas, 2013). Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan
memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan
pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada
pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris. Pneumonia
merupakan penyakit peradangan paru dan sistem pernafasan dimana alveoli
membengkak dan terjadi penimbunan cairan. Pneumonia dapat disebabkan
oleh berbagai macam faktor, meliputi infeksi bakteri, virus, jamur, atau
parasit. Pneumonia juga dapat diakibatkan oleh bahan kimia atau kerusakan
fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker
paru atau penyalahgunaan alkohol. Gejala khas pneumonia dapat berupa
batuk berdahak kemerahan serta lekosotosis, nyeri pleural, demam menggigil,
sesak nafas atau gabungan dari beberapa gejala tersebut. Serangan pada
pneumonia biasanya tidak mendadak, khususnya pada orang tua dan hasil
dari foto thoraks dapat memberikan gambaran awal dari pneumonia.

B. Tujuan
1. Menilai kerasionalan atau ketepatan terapi farmakologi pada pasien.
2. Memberikan rekomendasi untuk pemecahan DRP yang ditemukan di
lapangan.
3. Evaluasi Terapi pada pasien sesuai dengan perkembangan kondisi pasien
berdasarkan data klinis.
4. meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat.
5. Monitoring parameter keberhasilan terapi obat pasien.
6. Mampu menjalin komunikasi terapetik dengan tenaga kesehatan lain,
pasien dan atau keluarga psien dalam rangka kerasionalan pengobatan
untuk keberhasilan terapi.
7. Mampu memberikan rekomendasi Therapeutic Drug Monitoring (TDM)
bila diperlukan.
8. Mampu membuat dan menjaga dokumen pengobatan pasien sesuai dengan
standar profesi dan ketentuan yang berlaku.

C. Kegiatan
1. Melakukan identifikasi Drug Related Problem (DRP)
2. Melakukan monitoring terapi
3. Melakukan intervensi/ komunikasi care plan dengan dokter/ perawat/
tenaga kesehatan lain/ pasien
4. Melakukan follow up atau monitoring
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup


kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Tujuan PTO yaitu meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan
risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Pada kegiatan Pemantauan
Terapi Obat, dituntut untuk melakukan pemantauan terapi obat pada satu pasien
dengan kasus pneumonia. Kegiatan Pemantauan Terapi Obat dilakukan dengan
melihat catatan pengobatan pada rekam medik pasien terlebih dahulu kemudian
melakukan visite langsung ke pasien dengan menanyakan kondisi terkini pasien
setelah mendapatkan terapi pengobatan.
Kegiatan PTO diawali dengan pengumpulan data pasien. Pasien yang
dilakukan PTO adalah pasien atas nama S, umur 61 tahun, dirawat di bangsal Al
Kautsar 257 Bed 4. Keluhan utama pasien yaitu sesak, batuk dan pilek.
Pengambilan data pengobatan pasien dilakukan pada tanggal 4, 5, 6, 7, dan pasien
pulang pada sore hari tanggal 8 September 2017. Berikut data lengkap yang
diperoleh berdasarkan hasil PTO pasien tersebut:
A. Identitas Pasien
Nama pasien S Ruang/ No. bed Al Kautsar, 257 Bed 4
No. RM 13-91-31 Tanggal masuk 04-09-2017
Umur/ BB 61 TH/ -kg Tanggal keluar 08-09-2017
dr. Yuni Iswati
Status pasien BPJS PBI Dokter
Raharjo

B. Kondisi Pasien
Keluhan utama : Riwayat penyakit keluarga :
Sesak, Batuk, Pilek -
Diagnosa : Riwayat pengobatan pasien : -
Dyspneu Susp. Penumonia
Bronchitis
Riwayat penyakit: - Riwayat alergi obat/ makanan: -
C. Kondisi Vital Sign
Jenis Tanggal
Pemeriksaan 04/09/2017 05/09/2017 06/09/2017 07/09/2017 08/09/2017 09/09/2017
Tekanan darah 130/80 174/85 98/63 105/65 107/67 -
Nadi/ HR 100 x/ menit - - - -
Respiratory Rate 20x/ menit - - - -
Suhu (T0C) 38,5°C 37 °C 36,6°C 36,4°C 36,8°C -

D. Data Hasil Laboratorium


Parameter Nilai Rujukan Tanggal
04/09/2017 07/09/2017
Leukosit (%) 4000-11000 38.600 15.100
Eosinofil 1-3 0L -
Neutrofil 50-70 81 H -
Limfosit 20-40 13 L -
Basofil 0-1 0 -
Monosit (%) 2-8 6 -
Hb 12-18 16,4 13,6
Eritrosit 4,1-5,3 5,49 -
Hematokrit 37-54 47 41
MCV 77-91 85,1 -
MCH 27-34 29,8 -
Trombosit 150-400 366 351
RDW CV 11-16 15,6 -
RDW SD 35-58 61,3 H -
GDS 60-100 143 H -
E. Data Hasil Pemeriksaan Penunjang Lain
Jenis Pemeriksaan Tanggal Periksa Nilai/ Hasil Rujukan Hasil Pemeriksaan

F. Monitoring Efek Terapi


Nama Dosis/ Parameter Monitoring Pemberian Obat Dan Respon Terapi
Obat Aturan Respon Obat 04/09/2017 05/09/2017 06/09/2017 07/09/2017 08/09/2017
Pakai P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Ceftazidim 1 gram angka √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
tiap 12 leukosit dan 09.00 20.00 09.00 20.00 09.00 20.00 09.00 20.00 09.00 20.00
jam penurunan
suhu badan
Gentamycin 160 mg angka √ √ - √ √ √
(2 ampul leukosit dan 09.00 08.00 08.00 08.00 08.00
tiap 24 penurunan
jam) suhu badan
Ranitidin 1 ampul Nyeri dada √ √ √ √ √ √ √ √ √
tiap 12 (Lambung) 09.00 20.00 09.00 20.00 09.00 20.00 09.00 20.00 09.00 20.00
jam
Inhalasi Tiap 8 Repiratory √
Combivent jam Rate 09.00
Pulmicort Tiap 8 Repiratory √
jam Rate 09.00
Flutias MDI 2 puff Repiratory √ √
125 Tiap 12 Rate 20.00 08.00
jam

G. Drug Related Problem


Problem DRP Penilaian Rekomendasi Tindak Lanjut Ket.
Ya Tidak
Indikasi (standar terapi & symptom)
a. Indikasi tanpa √ Batuk sesak pasien Diberikian Flutias 125 Monitoring RR pasien -
obat Pasien tidak bisa dosis 2x sehari 2 puff. Frekuensi Batuk dan
menggunakan Untuk agent Mucolitic pilek
inhhalasi. Selama rekomendasi Ambroxol
beberapa hari agar mempermudah
waktu belum pengeluaran dahak.
mendapatkan Dosis 3xsehari 1 tablet
tindakan pengganti
obat sesaknya,
kemudian pasien
mengeluh batuk
dan pilek yang
tidak berkurang
b. Obat tanpa √ Pasien tidak Ranitidine yang Monitoring tanda gejala
indikasi memiliki riwayat diberikan dihentikan stress ulcer
magh, dan tidak ada
gejala stress ulcer
(tidak ada keluhan
lambung)
Pilihan Terapi
a. Tidak sesuai √
pedoman terapi
b. Tidak sesuai √
kondisi pasien
c. Tidak sesuai √
administrasi
Dosis
a. Over doses √
b. Under dose √
Interaksi Obat √
c. Obat-obat √
d. Obat-makanan √
e. Obat-penyakit √
Inkompatibilitas √
Ketidakpatuhan √
(incompliance/
patient adherence)
Efek Samping/ ADR/ √
alergi
Berdasarkan data yang didapatkan dari rekam medik pasien, diketahui
pasien di diagnosis oleh dokter Dyspneu Suspect Pneumonia, dan pasien
merupakan pasien yang mendapatkan gejala pneumonia dari lingkungan
(pneumonia community) dan pada hari berikutnya pasien juga didiagnosa
mengalami bronchitis. Pada tanggal 5 dan 6 Pasien masih mengeluhkan batuk dan
pilek yang tidak berkurang dan sangat mengganggu terutama pada pagi hari.
Selain itu pasien juga mengeluhkan kepala pusing akan tetapi sesak nafas sudah
berkurang. Pada saat dilakukan pemantauan terapi obat pasien diberikan
combivent dan pulmicort secara inhalasi pada hari hedua tanggal 5 september.
Dari hasil penelusuran apoteker bahwa pasien tidak bisa menggunakan inhalasi
tersebut dikarenakan pada saat di inhalasi pasien merasa semakin sesak dan
kemudian inhalasi dihentikan karena sesak pasien juga telah berkurang. Pasien
terlihat sesak, lemah pada saat hari pertama masuk RS. Tanda vital pasien pada
hari pertama (4 september) TD=130/80mmHg, HR=100x/menit, RR=20x/menit
suhu=38,5°C. Dari hasil pemeriksaan lab diketahui bahwa angka leukosit=
36.800. dari gambaran klinis tersebut pasien didiagnosa Dyspneu suspect
Pneumonia. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2003,
bahwa diagnosis yang menandakan pneumonia diantaranya :
 Batuk-batuk bertambah
 Perubahan karakteristik dahak / purulen
 Suhu tubuh > 38°C (aksila) / riwayat demam
 Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
 Leukosit > 10.000 atau < 4500
Berdasarkan sumber tersebut dari hasil pemeriksaan tanda vital, hasil lab
angka leukosit, maka pasien di diagnosa Suspect pneumonia. Pada hari rabu (6
september) pasien kembali mengeluhkan batuk yang mengganggu dan tidak
kunjung berkurang, pasien juga mengeluhkan pilek yang sangat mengganggu. Hal
ini menjadi DRP ada indikasi dan tidak ada obat. Selain itu dari penelusuran
riwayat penyakit bahwa pasien tidak memiliki riwayat magh, dan selama dirumah
sakit juga tidak pernah mengalami gejala tersebut seperti terasa perih di lambung,
ataupun pasien tidak mendapatkan obat yang memiliki efek samping iritasi
lambung. pasien hanya mendapatkan antibiotik dan berdasarkan penelusuran dari
antibiotik tersebut tidak memiliki potensi mengiritasi lambung. pasien
mendapatkan terapi ranitidine. Rekomendasi agar ranitidine dihentikan
mengurangi polifarmasi karena memberikan obat tanpa indikasi berpotensi
menimbulkan masalah baru bagi pasien. Pada hari pertama pasien mengalami
demam tinggi akan tetapi tidak diberi terapi untuk penurun panas,mengingat suhu
badan pasien sangat tinggi 38,5°C. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI) tahun 2003, pada penderita pneumonia community di rawat jalan untuk
pengobatan suportif/ simptomatik disebutkan bila panas tinggi perlu dikompres
atau minum obat penurun panas, dan Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan
ekspektoran meskipun pemberian mucolytic pada beberapa guideline belum
menunjukkan manfaat yang konsisten atau yang dapat dijadikan acuan (Chang et
al, 2014). Akan tetapi pada kasus ini diperlukan pemberian mucolytic tersebut
agar dahak pasien dapat dikeluarkan sehingga tidak menganggu jalur pernafasan
pada pasien. Rekomendasi yang direkomendasikan ambroxol tablet dengan dosis
3x sehari 1 tablet (30 mg). Pada tanggal 7 pasien mendapatkan pemberian flutias
125 dengan dosis 2xsehari 2 puff untuk penanganan sesaknya, dan pada tanggal 8
keluhan pasien sesak, batuk dan pilek sudah berkurang setelah pemberian inhaler
tersebut. Kemudian untuk penurun panas direkomendasikan parasetamol. Padas
hari kedua suhu pasien masih 37°C karena belum mendapatkan terapi antipiretik,
akan tetapi pada hari ketiga (7 september) suhu pasien kembali normal dan angka
leukosit mulai turun signifikan pada pemeriksaan 7 september tersebut yaitu
15.100 masih termasuk kategori tinggi.
Pada pneumonia, dengan angka leukosit yang tinggi, pasien diberikan
antibiotik ceftazidim dan gentamycin. Menurut PDPI (2003) bila apsien
pneumonia dicurigai infeksi pseudomonas, maka antibiotik yang digunakan yaitu
sefalosporin antipseudomonas atau karbapenem iv ditambah fluorokuinolon
antipeudomonas (siprofloksasin iv) atau aminoglikosida iv. Diketahui bahwa
ceftazidim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi 3 yang bersifat
antipseudomonas dan gentamycin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida
dan sudah sesuai dengan pedoman PDPI tahun 2003. Sedangkan menurut
guideline yang lain Depkes RI 2005, untuk antibiotic pneumonia dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel. 1 Terapi antibiotic pada pneumonia


Dari tabel di atas juga disebutkan pemberian gentamicin dengan dosis 4-6
mg/kgbb, dan kombinasi pemberian ceftazidime 0,5-1 gram/ hari. Dilihat dari
pedoman tersebut bahwa pemberian ceftazidim 2 gram/hari dengan interval tiap
12 jam. Jika dilihat over dosis akan tetapi sumber lain menurut medscape untuk
dosis pneumonia uncomplicated dosis ceftazidime dapat diberikan 0,5-1gram tiap
delapan jam secara iv, itu berarti total ceftazidime yang diberikan mencapai 1,5-3
gram/ hari, sehingga masih dikatakan tidak overdosis mengingat pertimbangan
pasien tersebut gemuk. Pada kasus ini, hasil kultur bakteri yang dilakukan belumk
keluar sehingga untuk penanganannya menggunakan terapi empirik gentamycin
dan ceftazidim. Menurut guideline ATS for CAP in Adult (2007), antibiotik
empric yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Pada pasien rawat inap non - ICU terapi empiric untuk pasien yaitu golongan
Fluoroquinolone (recomendasi level evidance 1). Akan tetapi pada kasus ini
pemberian antibiotik sudah tepat.
Pada saat pulang, tanggal 8 september sore, pasien diberikan antibiotic
cefixime 200 mg, methyl prednisolon 4 mg, kemudian untuk anti sesaknya pasien
mendapatkan terapi teofillin, salbutamol dan ambroxol. Terdapat interaksi antara
methylprednisolon dan teofilin yaitu methylprednisolon dapat menurunkan efek
dari teofilin (Medscape) bisa dimonitoring terapi terasebut dan tidak
menimbulkan masalah yang serius.

BAB IV
KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil pemantauan terapi obat pada pasien maka dapat


disimpulkan bahwa pemilihan terapi obat sudah sesuai dengan acuan.
2. Terapi empiric untuk pasien Penumonia community Acquired pada Pada
pasien rawat inap non - ICU terapi empiric untuk pasien yaitu golongan
Fluoroquinolone (recomendasi level evidance 1).
3. Pada pemantauan terapi obat ditemukan DRP obat tanpa indikasi
(ranitidin) dan indikasi tanpa obat khususnya pemberian parasetamol
untuk penurun panas, dan pemberian agen mucolitik karena dahak
mengganggu pasien serta.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1. Kementerian Keseharan


Republik Indonesia : Jakarta.
IDSA/ATS Guidelines for CAP in Adults, 2007, Infectious Diseases Society of
America/American Thoracic Society Consensus Guidelines on the
Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults, America.
Chang et al, 2014, Over-the-counter (OTC) medications to reduce cough as an
adjunct to antibiotics for acute pneumonia in children and adults (Review).
Cochrane Database of Systematic Reviews.
Depkes RI, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, pneumonia Komuniti, Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
http://www.medscape.com/. Diakses pada tanggal 9 September 2017.

Anda mungkin juga menyukai