Anda di halaman 1dari 109

KARAKTERISTIK PENDERITA BATU SALURAN KEMIH

YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA


ELISABETH MEDAN TAHUN 2015-2016

SKRIPSI

OLEH
SINTA M. Y SIHALOHO
NIM. 131000422

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


KARAKTERISTIK PENDERITA BATU SALURAN KEMIH
YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH MEDAN TAHUN 2015-2016

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
SINTA M. Y SIHALOHO
NIM. 131000422

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “KARAKTERISTIK


PENDERITA BATU SALURAN KEMIH YANG DIRAWAT INAP DI
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2015-2016” ini
beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak
melakukan penjiplakkan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan
ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan keapada saya
apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam
karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2017

(Sinta M. Y Sihaloho)
NIM. 131000422

i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Penyakit BSK merupakan penyebab nyeri ketiga tersering pada saluran


kemih setelah infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna. Di Amerika
Serikat, sekitar 13% pria dan 7% wanita akan membentuk batu ginjal selama
hidup mereka, dan prevalensi di negara- negara industri terus meningkat. Penyakit
BSK dapat menyerang penduduk diseluruh dunia tidak terkecuali penduduk di
Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik penderita BSK yang
dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2015-2016. Jenis
penelitian adalah penelitian deskriptif dengan desain case series.Populasi
penelitian ini adalah semua data penderita BSK yang dirawat inap di Rumah Sakit
Umum Santa Elisabeth Medan tahun 2015-2016 yaitu sebanyak 332, sampel
sebesar 181 yang diambil secara simple random sampling.
Hasil penelitian diperoleh proporsi penderita BSK terbanyak pada
kelompok umur ≥ 45 tahun (57,7%), laki-laki (63,5%), Batak (86,7%), Kristen
Protestan (57,5%), Wiraswasta (27,6), Kawin (89,5%), dan tempat tinggal berada
di Luar Kota Medan (57,5%), saluran kemih atas (97,8%),>1 keluhan (57,5%),
hidronefrosis (42,5%), kreatinin normal (47,5%),ureum normal (65,2%), tindakan
operasi (50,8%), Lama rawatan rata-rata adalah 5hari, sembuh (67,4%). Tidak ada
perbedaan antara jenis kelamin berdasarkan letak batu, keluhan utama
berdasarkan letak batu, penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu, lama
rawatan rata-rata penderita BSK berdasarkan letak batu, penatalaksanaan medis
berdasarkan kreatinin darah dan penatalaksanaan medis berdasarkan ureum darah.
Ada perbedaan lama rawatan rata-rata penderita BSK dengan penatalaksanaan
medis.
Kepada pasien dengan keluhan BSK agar segera memeriksakan diri ke
dokter sehingga apabila terbukti menderita penyakit BSK dapat langsung
diberikan penanganan medis.

Kata Kunci : BSK, Karakteristik Penderita, Rumah Sakit Santa Elisabeth

iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Urolithiasis disease is the third mosted common cause of pain in the urinary tract
after Urinary Tract Infections (UTI) and Benign Prostatic Hiperflasia (BPH). In the
United States, about 13% of men and 7% of women will establish kidney stone during
their lifetime and prevalence continues to increase in industrialized countries.
Urolithiasis can attack people around the world, without exception for resident of
Indonesia.
The aims to identify characteristics of Urolithiasis who hospitalized at Santa
Elisabeth Hospital Medan in 2015-2016 . This is a descriptive study with case series
design. Population is all data of patient’s Urolithiasis who was hospitalized in Santa
Elisabeth General Hospital Medan 2015-2016 are 332 patient data, 181 samples taken
by simple random sampling.
The results shows that the largest proportion of Urolithiasis patients was ≥45
years old (57,7%), male (63,5%), Bataknese (86,7%), ProtestantChristian (57,5%),
Entrepreneur ( 27.6), married (89.5%),and Outside of Medan (57.5%), upper urinary
tract (97.8%),> 1 complaint (55,8%), hydronephrosis ( 42.5%), normal creatinin
(47,5%), normal ureum (65,2%), operation treatment (50.8%), average lenght of stay at
hospital is 5 days, healed (67,4%)
There was no significant difference in proportion between genre based on the
location of stone, the main complaint based on the location of stone, medical treatment
based on the location of stone, medical treatment based on the creatinine of blood,
medical treatment based on ureum of blood, the average lenght of stay at hospital based
on the location of the stone average lenght of stay at hospital. There was a significant
difference in proportion between in the average length of based on the medical
management.
It was rekomended that patient that patients who have symptomps of Urolithiasis
to get medical treatment immediately.

Key Words: Urolithiasis, Patient Characteristics, Santa Elisabeth Hospital

iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih karuniaNya

sehingga skripsi yang berjudul “Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih

yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-

2016” dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tuaku tercinta, untuk Ayah

(Maddin Sihaloho S.Pd), Ibu (Nurmi Napitu) dan Kakak, Abang, Adik saya

(Imelda, Ira, Binsar, Sahman, Gifson, Gunawan, Sarah) yang tiada henti

memberikan dukungan, doa dan motivasi kepada penulis selama ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, begitu banyak orang-orang yang telah

memberikan bantuan, dukungan, motivasi, dan doa. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

v
Universitas Sumatera Utara
4. drh. Rasmaliah, M.Kes dan Drs. Jemadi, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing,

terima kasih atas bimbingan dan dukungan kepada penulis selama penulisan

skripsi.

5. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dan dr. Fazidah A. Siregar, M.Kes,

Ph.D sebagai Penguji , terima kasih atas bimbingan dan dukungan kepada

penulis selama penulisan skripsi.

6. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik selama

penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

7. Seluruh Dosen FKM USU dan Staf FKM USU yang telah memberikan ilmu,

bimbingan serta dukungan moral kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan di FKM USU.

8. Dr. Maria Christina MARS selaku Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan yang telah memberikan izin peneliti untuk mendapatkan data-data

yang diperlukan dalam penelitian ini.

9. Sahabat-sahabat SMA (Rara, Titin, Devita, Sonita), terimakasih untuk doa

dan dukungan serta pemikiran yang diberikan.

10. Sahabat-sahabat terbaik dan seperjuangan (Tere, Susyen, Yosefa, Ira, Siska,

Claodia, Vivi, Mai, Lovita), terimakasih untuk doa dan dukungan serta

pemikiran yang diberikan.

11. Teman-teman PBL Sukajadi yang tak terlupakan (Yosefa, Mami Bunga,

Pizay, Susi, Jannah, Septo) dan seluruh keluarga besar di Desa Sukajadi,

Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai , terima kasih atas

semangat kebersamaan dan doa yang diberikan.

vi
Universitas Sumatera Utara
12. Teman-teman LKP di Puskesmas Kampung Baru Kota Medan (Hertati, Susi,

Leli, Serlin, Eka) yang banyak memberikan semangat dan dukungan kepada

penulis untuk skripsi ini.

13. Teman-teman BMP (Yossi, Mega, Ikbal, Kristian) yang banyak memberikan

semangat dan dukungan kepada penulis untuk skripsi ini.

14. Keluarga Besar Epidemiologi Angkatan 2013 dan seluruh pihak yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Medan, Oktober 2017

Sinta M.Y Sihaloho

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
ABSTRAK .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7


2.1 Sistem Saluran Kemih .......................................................................... 7
2.1.1 Saluran Kemh Atas ..................................................................... 8
2.1.2 Saluran Kemih Bawah ................................................................. 9
2.2 Pengertian Batu Saluran Kemih ............................................................ 10
2.3 Letak Batu Saluran Kemih .................................................................... 11
2.4 Komposisi Batu Saluran Kemih ............................................................ 13
2.5 Etiologi Batu Saluran Kemih ................................................................ 17
2.6 Gejala Batu Saluran Kemih ................................................................... 19
2.7 Epidemiologi Batu Saluran Kemih ........................................................ 23
2.7.1 Distribusi dan Frekuensi Batu Saluran Kemih ............................. 23
2.7.2 Determinan Batu Saluran Kemih ................................................. 24
2.8 Pencegahan Batu Saluran Kemih .......................................................... 29
2.8.1 Pencegahan Primordial ................................................................ 29
2.8.2 Pencegahan Primer ...................................................................... 29
2.8.3 Pencegahan Sekunder.................................................................. 30
2.8.4 Pencegahan Tersier ..................................................................... 34
2.9 Kerangka Konsep ................................................................................. 35

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 36


3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 36
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................. 36
3.2.1 Lokasi Penelitian ......................................................................... 36
3.2.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 36
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................. 36
3.3.1 Populasi ...................................................................................... 36
3.3.2 Sampel ........................................................................................ 37
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 38

viii
Universitas Sumatera Utara
3.5 Metode Analisis Data............................................................................ 38
3.6 Definisi Operasional ............................................................................. 38

BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 42


4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian................................................................... 42
4.1.1 gambaran Umum Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ............... 42
4.1.2 Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan .................................... 42
4.1.3 Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ................................... 42
4.1.4 Falsafah Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ............................. 42
4.1.5 Tujuan dan Fungsi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ............. 43
4.2 Deskriptif ............................................................................................. 43
4.2.1 Sosiodemografi Penderita BSK .............................................. 43
4.2.2 Letak Batu .............................................................................. 46
4.2.3 Keluhan Utama ....................................................................... 47
4.2.4 Kelainan Organik Ginjal ......................................................... 48
4.2.5 Gangguan Fungsi Ginjal ......................................................... 49
4.2.6 Penatalaksanaan Medis ........................................................... 50
4.2.7 Lama Rawatan Rata-Rata ....................................................... 50
4.2.8 Keadaan Sewaktu Pulang ........................................................ 51
4.3 Hasil Uji Bivariat .................................................................................. 51
4.3.1 Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu ................................... 51
4.3.2 Keluhan Utama Berdasarkan Letak Batu................................. 52
4.3.3 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu ..................... 53
4.3.4 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kreatinin Darah ............. 54
4.3.5Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Ureum Darah .................. 55
4.3.4 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Letak batu ................. 56
4.3.5 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan
Medis ..................................................................................... 57

BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 58


5.1 Deskriptif ............................................................................................. 58
5.1.1 Umur dan Jenis Kelamin ............................................................ 58
5.1.2 Suku............................................................................................ 60
5.1.3 Agama ........................................................................................ 61
5.1.4 Pekerjaan .................................................................................... 62
5.1.5 Status Perkawinan ....................................................................... 63
5.1.6 Tempat Tinggal ........................................................................... 64
5.1.7 Letak Batu .................................................................................. 66
5.1.8 Keluhan Utama ........................................................................... 68
5.1.9 Kelainan Organik ginjal .............................................................. 69
5.1.10 Kreatinin ................................................................................... 71
5.1.11 Ureum ....................................................................................... 72
5.1.12 Penatalaksanaan Medis.............................................................. 73
5.1.13 Lama Rawatan Rata-Rata .......................................................... 74
5.1.14 Keadaan Sewaktu Pulang .......................................................... 75
5.2 Hasil Uji Bivariat .................................................................................. 76

ix
Universitas Sumatera Utara
5.2.1 Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu ................................... 76
5.2.2 Keluhan Utama Berdasarkan Letak Batu................................. 77
5.2.3 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu ..................... 78
5.2.4 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kreatinin Darah ............. 79
5.2.5 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Ureum Darah ................. 81
5.2.6 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Letak batu ................. 82
5.2.7 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan
Medis ..................................................................................... 83

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 85


6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 85
6.2 Saran .................................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 88


LAMPIRAN

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ......................... 43

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Agama, Suku,


Pekerjaan dan Tempat Tinggal di RS Elisabeth Medan Tahun
2015-2016 ....................................................................................... 44

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita BSK Luar Kota Medan di RS


Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ................................................. 46

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di RS


Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ................................................. 46

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keluhan Utama di


RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016............................................ 47

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan 1 Keluhan di RS


Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ................................................. 47
Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap
Berdasarkan Kombinasi Keluhan di RS. Haji Medan Tahun 2005-
2007 ................................................................................................ 48
Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Kelainan Organik
Ginjal di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ............................. 49

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Gangguan Fungsi


Ginjal di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ............................. 49

Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Penatalaksanaan


Medis di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ............................. 50

Tabel 4.11 Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK di RS Elisabeth Medan


Tahun 2015-2016 ............................................................................ 50

Tabel 4.12 Keadaan Sewaktu Pulang Penderita BSK di RS Elisabeth Medan


Tahun 2015-2016 ............................................................................ 51

Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita BSK Berdasarkan


Letak Batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2015-2016 ........ 52

Tabel 4.14 Distribusi Proporsi Keluhan Utama Penderita BSK berdasarkan


Letak Batu Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-
2016 ............................................................................................... 52

xi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.15 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita BSK
Berdasarkan Letak Batu Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun
2015-2016 ....................................................................................... 53

Tabel 4.16 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kreatinin


Darahl Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2015-2016 .............. 54

Tabel 4.17 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kreatinin


Darah Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2015-2016 ............... 55

Tabel 4.18 Distribusi Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK Berdasarkan


Letak Batu Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2015-2016 ....... 56

Tabel 4.19 Distribusi Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK Berdasarkan


Penatalaksanaan medis Rata-rata Di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Tahun 2015-2016 ............................................................................ 57

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Saluran Kemih Pada Manusia .............................................. 7

Gambar 2.2 Anatomi Ginjal Normal Dan Anatomi Ginjal Dengan Batu Saluran
Kemih ............................................................................................ 12

Gambar 5.1 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RS Elisabeth Medan
Tahun 2015-2016 ............................................................................ 58

Gambar 5.2 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Suku di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 .......... 60

Gambar 5.3 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Agama di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ....... 61

Gambar 5.4 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Pekerjaan di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 .. 62

Gambar 5.5 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Status Perkawinan di RS Elisabeth Medan Tahun
2015-2016 ...................................................................................... 64

Gambar 5.6 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Tempat Tinggal di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-
2016 ............................................................................................... 65

Gambar 5.7 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Letak Batu di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 . 67

Gambar 5.8 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Keluhan Utama di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-
2016 ............................................................................................... 68

Gambar 5.9 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Kelainan Organik Ginjal di RS Elisabeth Medan
Tahun 2015-2016 ............................................................................ 70

Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PJK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Kadar Kreatinin Darah di RS Elisabeth Medan Tahun
2015-2016 ...................................................................................... 71

Gambar 5.11 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PJK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Kadar Ureum Darah di RS Elisabeth Medan Tahun
2011-2016 ...................................................................................... 72

xiii
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.12 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RS Elisabeth Medan Tahun
2015-2016 ...................................................................................... 73

Gambar 5.13 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat Inap
Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS Elisabeth Medan
Tahun 2015-2016 ............................................................................ 75

Gambar 5.14 Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita BSK
Berdasarkan Letak Batu yang Dirawat Inap Berdasarkan di RS
Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ................................................ 76

Gambar 5.15 Diagram Bar Distribusi Proporsi Keluhan Utama Penderita BSK
Berdasarkan Letak Batu yang Dirawat Inap Berdasarkan di RS
Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ................................................ 78

Gambar 5.16 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita


BSK Berdasarkan Letak Batu yang Dirawat Inap Berdasarkan di
RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 .......................................... 79

Gambar 5.17 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita


BSK Berdasarkan Kreatinin Darah yang Dirawat Inap Berdasarkan
di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ....................................... 80

Gambar 5.18 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita


BSK Berdasarkan Kreatinin Darah yang Dirawat Inap Berdasarkan
di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 ....................................... 81

Gambar 5.19 Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata


Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu yang Dirawat Inap
Berdasarkan di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 .................. 82

Gambar 5.20 Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata


Penderita BSK Berdasarkan Penatalaksanaan Medis yang Dirawat
Inap Berdasarkan di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016 .......... 83

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Master Data


Lampiran 2 Output Master Data
Lampiran 3 Tabel Simple Random Sampling (SRS)
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sinta Maria Yosepin Sihaloho yang dilahirkan pada


tanggal 7 dan selesai tahun September 1995 di Sibatu-batu. Beragama Kristen
Protestan, tinggal Sibatu-batu Desa Marlumba Kecamatan Simanindo Kabupaten
Samosir Kode Pos 22395. Penulis merupakan anak kelima dari delapan
bersaudara pasangan Ayahanda Maddin Sihaloho S.Pd dan Ibunda Nurmi Napitu.
Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah Dasar No. 173798 Sangkal
pada tahun 2001 dan selesai tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Simanindo pada tahun 2007 dan selesai tahun 2010, Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Simanindo pada tahun 2010 dan selesai tahun 2013, dan pada tahun 2013
melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan
Masyarakat Program Studi Epidemiologi.

xvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik indonesia Tahun 1945 (Depkes RI, 2009). Dalam Undang Undang No.

36 Tahun 2009 yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik

secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009).

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun

2005-2025 (RPJP-N), pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud (Depkes

RI, 2009). Dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJ-N salah satu

tantangan pembangunan kesehatan adalah masalah kesehatan masyarakat

(Depkes RI, 2009). Di Indonesia, selama dua dekade terakhir ini telah terjadi

transisi epidemiologis yang signifikan, penyakit tidak menular telah menjadi

beban utama, meskipun beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia

sedang mengalami double burden penyakit, yaitu penyakit tidak menular dan

penyakit menular sekaligus (Kemenkes RI, 2015).

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu kelompok penyakit

yang memberi beban kesehatan masyarakat tersendiri karena keberadaannya

Universitas Sumatera Utara


2

cukup prevalen, tersebar di seluruh dunia, menjadi penyebab utama kematian, dan

cukup sulit untuk dikendalikan (Bustan, 2015). Penyakit tidak menular (PTM)

membunuh 38 juta orang setiap tahun. Hampir tiga perempat dari kematian akibat

PTM terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2015).

Salah satu PTM adalah Batu Saluran Kemih (BSK) yaitu massa keras

seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,

perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Depkes, 2008). Penyakit BSK

sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir Kuno. Sebagai salah satu

buktinya adalah ditemukannya batu pada kandung kemih seorang mumi

(Purnomo, 2009). Penyakit BSK merupakan penyebab nyeri ketiga tersering pada

saluran kemih setelah infeksi saluran kemih (ISK) dan pembesaran prostat

benigna (Stoller, 2008).

Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di

negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, BSK banyak dijumpai di

saluran kemih bagian atas, sedang di negara berkembang seperti India, Thailand,

dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih (Sja’bani, 2010). Di

Amerika Serikat, sekitar 13% pria dan 7% wanita akan membentuk batu ginjal

selama hidup mereka, dan prevalensi di negara- negara industri terus meningkat

(Jameson et al, 2013).

Menurut European Association of Urologi (EAU) tingkat prevalensi untuk

BSK bervariasi dari 1% sampai 20%. Di negara- negara dengan standar hidup

yang tinggi seperti Swedia, Kanada atau Amerika Serikat prevalensi batu ginjal

Universitas Sumatera Utara


3

lebih dari 10% dan dilaporkan 20 tahun terakhir di daerah-daerah tertentu tingkat

prevalensinya lebih dari 37% (EAU, 2015).

Di Jepang, insiden kejadian BSK pada tahun 1965, berkisar 54 individu

per 100.000 populasi mengalami peningkatan secara signifikan pada 10 tahun

terakhir sehingga pada tahun 2005 insiden batu di Jepang mencapai 115 individu

per 100.000 populasi (Yasui et al, 2008). Penyakit ini dapat menyerang penduduk

di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia (Purnomo, 2009).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 Prevalensi

penyakit batu ginjal berdasarkan wawancara meningkat seiring dengan

bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (1,3%), menurun

sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur ≥75 tahun (1,1%).

Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibanding perempuan (0,4%).

Prevalensi tertinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak tamat SD (0,8%)

serta masyarakat wiraswasta (0,8%) dan status ekonomi hampir sama mulai 96

kuintil indeks kepemilikan menengah bawah sampai menengah atas (0,6%).

Prevalensi di perdesaan sama tinggi dengan perkotaan (0,6%) (Kemenkes RI,

2013).

Hasil Penelitian Ilda Syafrina pada tahun 2005-2007 di RS Haji Medan

terdapat 220 penderita BSK rawat inap dengan proporsi penderita BSK terbanyak

pada kelompok umur 30-50 tahun 48,2%, jenis kelamin laki-laki 62,3%, suku

Batak 39,2%, agama Islam 87,7%, pendidikan SLTA/sederajat 41,4%, pekerjaan

PNS/TNI/POLRI 26,4%, status kawin 90,9% dan tempat tinggal kota Medan

66,8%. Penelitian oleh Yehezkiel Bastanta Ginting di Rumah Sakit Umum Pusat

Universitas Sumatera Utara


4

Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2014 terdapat 1049 penderita BSK rawat

inap dengan karakteristik epidemiologi yang paling sering terjadi pada masing-

masing variabelnya adalah kelompok usia 46-55 Tahun (33,4%), jenis kelamin

pria (62,8%), suku Batak (31%), pekerjaan wiraswasta (31%), penderita tanpa

riwayat keluarga BSK (97,66%), dan status ekonomi menengah (62,8%).

Hasil survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

tahun 2015-2016 diketahui bahwa jumlah penderita penyakit BSK sebanyak 332

penderita, dengan rincian tahun 2015 adalah sebanyak 135 penderita dan pada

tahun 2016 sebanyak 197 penderita. Berdasarkan uraian pada latar belakang,

maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita BSK yang rawat

inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2015-2016.

1.2 Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita BSK yang dirawat inap di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2015-2016.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita BSK yang dirawat inap di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2015-2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan sosiodemografi

yaitu umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, status perkawinan dan

tempat tinggal di Rumah Sakit Santa Elisabeth tahun 2015-2016.

b. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan letak batu.

Universitas Sumatera Utara


5

c. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan utama.

d. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan kelainan

organik pada ginjal.

e. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan gangguan

fungsi ginjal.

f. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan

penatalaksanaan medis.

g. Mengetahui distribusi penderita BSK berdasarkan lama rawatan rata-rata.

h. Mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keadaan

sewaktu pulang.

i. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan letak batu.

j. Mengetahui distribusi proporsi keluhan utama berdasarkan letak batu.

k. Mengetahui distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan letak

batu.

l. Mengetahui distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan

kreatinin darah.

m. Mengetahui distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan ureum

darah.

n. Mengetahui distribusi lama rawatan rata-rata berdasarkan letak batu.

o. Mengetahui distribusi lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan

medis.

Universitas Sumatera Utara


6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Rumah Sakit Santa

Elisabeth Kota Medan dalam memberikan pelayanan perawatan penyakit

BSK yang di rawat inap.

1.4.2 Sebagai suatu pengalaman dan pengetahuan bagi penulis tentang

permasalahan BSK dan sarana dalam mengaplikasikan ilmu yang

diperoleh selama perkuliahan di Fakultas kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

1.4.3 Sebagai bahan informasi atau referensi bagi penelitian tentang Batu

Saluran Kemih selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Saluran Kemih

Sistem saluran kemih adalah suatu sistem dimana terjadinya proses

penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh

tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang

tidak dipergunakan oleh tubuh akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine

(air kemih). Dan zat yang diperlukan tubuh akan beredar kembali kedalam tubuh

melalui pembuluh kapiler darah ginjal, masuk kedalam pembuluh darah dan

selanjutnya beredar ke seluruh tubuh (Setiadi, 2007).

Sistem perkemihan terdiri atas dua ginjal atau ren, dua ureter yang menuju

ke satu kandung kemih atau vesica urinaria, dan satu uretra atau urethra

(Eroschenko, 2010). Ginjal mengeluarkan sekret urine, ureter mengeluarkan urine

dari ginjal ke kandung kemih, kandung kemih bekerja sebagai penampung urine,

dan uretra mengeluarkan urine dari kandung kemih. (Nursallam et al, 2009).

Sumber: www.detikhealth.com

Gambar 2.1. Sistem Saluran Kemih Pada Manusia.

7
Universitas Sumatera Utara
8

2.1.1 Saluran Kemih Atas

a. Ginjal

Ginjal suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang rongga perut atau

kavum abdominalis di belakang selaput perut atau peritonium pada kedua sisi

vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang perut atau

abdomen (Syaifuddin, 2006). Ukuran setiap ginjal orang dewasa adalah panjang

10 cm, lebar 5,5 cm dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar

150 gram (Muttaqin et all, 2011). Ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri

karena adanya hati. Saat inspirasi , kedua ginjal tertekan kebawah karena

kontraksi diafragma (O’Callaghan, 2007). Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke-11

dan ginjal kanan setinggi iga ke-12 dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebrae

lumbalis ke-III (Setiadi, 2007).

Ginjal terdiri dari lapisan luar yang disebut korteks, lapisan tengah yang

disebut medula, dan lapisan dalam yang terdiri dari kaliks dan pelvis (Stoller,

2008). Ginjal mempunyai fungsi yang paling penting yaitu menyaring plasma dan

memindahkan zat dari filtrat pada kecepatan yang bervariasi tergantung pada

kebutuhan tubuh. Akhirnya, ginjal membuang zat yang tidak diinginkan dengan

filtrasi darah dan mensekresinya dalam urine, sedangkan zat yang dibutuhkan

kembali kedalam darah (Syaifuddin, 2006).

b. Ureter

Ureter dalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan

urine dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Terdiri dari 2 saluran pipa,

masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria),

Universitas Sumatera Utara


9

panjangnya ±25-30 cm, dengan penampang ±0,5 cm. Pada orang dewasa,

panjangnya kurang lebih 20 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen

dan sebagian terdapat dalam rongga pelvis (Muttaqin et al, 2011, Syaifuddin,

2006).

Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat ( jaringan

vibrosa), lapisan tengah lapisan otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan

mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan- gerakan peristaltik tiap 5

menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk kedalam kandung kemih atau

vesica urinaria (Syaifuddin, 2006).

Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju kandung kemih, secara

anatomis beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada

di tempat lain, sehingga batu atau benda lain yang berasal dari ginjal seringkali

tersangkut di tempat itu yaitu pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau

pelvi ureter juction, tempat ureter menyilang arteri iliaka rongga pelvis dan pada

saat ureter masuk ke kandung kemih (Setiadi, 2007).

2.1.2 Saluran Kemih Bawah

a. Kandung kemih

Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam

menampung urine, kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal, di mana pada

orang dewasa besarnya adalah ±300-450 ml dan pada anak-anak 50-200 ml.

Organ ini berbentuk seperti buah pir atau kendi (Nursalam, 2009).

Universitas Sumatera Utara


10

Terletak pada rongga pelvis. Pada laki-laki kandung kemih berada

dibelakang simpisis pubis dan di depan rektum, pada wanita kandung kemih

berada di bawah uterus dan di bawah vagina (Tarwoto et al, 2009).

b. Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung

kemih melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian

yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam

menyalurkan cairan mani (Muttaqin et al, 2011).

Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa

kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan

hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria (Muttaqin et al, 2011)

Uretra diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada

perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak

pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas

otot polos yang dipersrafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat kandung kemih

penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris

dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan

seseorang. Pada saat buang air kecil (BAK), sfingter ini terbuka dan tetap tertutup

pada saat menahan urine (Muttaqin et al, 2011).

2.2 Pengertian BSK

BSK adalah penyakit dimana didapatkan massa keras seperti batu yang

terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter)

dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat

Universitas Sumatera Utara


11

menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini

bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu

kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium,

magnesium, asam urat, atau sistein (Chang, 2009).

2.3 Letak BSK

BSK menurut letak batu di golongkan menjadi batu ginjal, batu ureter,

batu kandung kemih dan batu uretra.

2.3.1 Batu ginjal

Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu

(kalkuli) di ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di

kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan mengisi pelvis serta seluruh kaliks

ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan

gambaran yang menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorm. Kelainan

atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan

stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya BSK (Muttaqin et al, 2011).

Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot pelvikaliks dan

turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk

mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5mm)

pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap

berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta menibulkan

obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis (Purnomo, 2011).

Universitas Sumatera Utara


12

Sumber : Renaconpharma.com, MedicineNet, Inc.

Gambar 2.2 Anatomi Ginjal Normal Dan Anatomi Ginjal Dengan

BSK.

2.3.2 Batu Ureter

Batu ureter merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ureter.

Batu yang terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan

turun ke ureter menjadi batu ureter (Muttaqin et al, 2011). Anatomi ureter

menunjukkan beberapa tempat penyempitan yang memungkinkan batu dapat

terhenti. Karena peristaltik maka akan terjadi gejala kolik yakni nyeri yang hilang

timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih yang

khas (Sjamsuhidayat et al,1997).

2.3.3 Batu Kandung Kemih

Batu kandung kemih atau batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi

pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di kandung

kemih (Purnomo, 2011). Banyak faktor yang memungkinkan kondisi batu di

dalam kandung kemih. Obstruksi kandung kemih merupakn faktor yang paling

umum menyebabkan batu kandung kemih pada orang dewasa. Pembesaran

Universitas Sumatera Utara


13

prostat, ketinggian leher kandung kemih, dan statis sisa urin yang tinggi

menyebabkan peningkatan kristalisasi (Muttaqin et al, 2011).

Gejala khas batu kandung kemih adalah gejala gejala iritasi antara lain:

nyeri kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan

kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan

posisi tubuh (Muttaqin et al, 2011).

2.3.4 Batu Uretra

Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke

buli-buli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer

terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali jika terbentuk di dalam divertikel uretra.

Angka kejadian uretra ini tidak lebih 1% dari seluruh batu saluran kemih.

(Purnomo, 2011).

2.4 Komposisi BSK

Komposisi BSK pada umumnya mengandung kalsium oksalat atau

kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan

sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang

terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan

timbulnya batu resudif (Purnomo, 2011).

2.4.1 Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari

seluruh BSK. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium

fosfat, atau campuram dari kedua unsur itu (Purnomo, 2011). Faktor

Universitas Sumatera Utara


14

predisposisinya adalah volume urine yang rendah, kadar kalsium urine tinggi,

oksalat urine tinggi, dan sitrat urine rendah (O’Callaghan, 2007).

Batu kalsium lebih sering pada pria, usia awitan rata-rata adalah dekade

ketiga sampai keempat. Sekitar 50% orang yang membentuk batu kalsium

akhirnya membentuk batu lain dalam 10 tahun kemudian. Laju rata-rata

pembentukan batu pada pembentuk batu kambuhan adalah satu batu setiap 2 atau

3 tahun (Jameson et al, 2013).

Basuki (2011), faktor terjadinya batu kalsium adalah :

a. Hiperkalisuria

Yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24 jam.

b. Hiperoksaluri

Yaitu ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini

banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis

menjalani pembedahan usus dan pasien yang bayak mengonsumsi makanan

yang banyak oksalat, diantaranya: teh, kopi, minuman soft drink, kokoa,

arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.

c. Hiperurikosuria

Yaitu kadar asam urat di dalam urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat

yang berlebihan dalam urine bertindak sebagi inti batu/nidus untuk

terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine berasal

dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari

metabolisme endogen.

Universitas Sumatera Utara


15

d. Hipositraturia

Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat,

sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini

dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada

kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagi penghambat

pembentukan kalsium.

e. Hipomagnesuria

Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat

timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi dengan

oksalat menjadi magnesium okasalat sehingga h ikatan kalsium dengan

oksalat. Penyebab terserius hipomagnesuria adalah penyakit inflasi usus

(inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.

2.4.2 Batu Asam Urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di

antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan

campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-

pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi

antikanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya adalah

sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet

tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit

ini. Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolisme

endogen di dalam tubuh . Asam urat relatif tidak larut dalam urine sehingga pada

Universitas Sumatera Utara


16

keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya

membentuk batu asam urat (Purnomo, 2011).

Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran

besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises

ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat

bentuknya halus dan bulat sehingga seringkali keluar spontan (Purnomo, 2011).

2.4.3 Batu Struvit

Batu struvit disebut juga sebagi batu infeksi, karena terbentuknya batu ini

disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu ini terjadi akibat infeksi urine

oleh bakteri, biasanya spesies proteus, yang memiliki urease. Infeksi Proteus

kronik dapat terjadi karena terganggunya drainase urine, instrumentasi atau

pembedahan urologi, dan khususnya pada pemeberian antibioti jangka panjang,

yang dapat mendorong dominasi Proteus dalam saluran kemih. Adanya kristal

struvit dalam urine, berupa prisma rektangular yang dikatakan mirip dengan tutup

peti mati, menunjukkan infeksi oleh organisme penghasil urease (Jameson, 2013).

2.4.4 Batu Jenis Lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang

dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin. Demikian

bati xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthn

oksidase yang menkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin

menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (Magnesium

silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama

dapat menyebabkan timbulnya batu silikat (Purnomo, 2011).

Universitas Sumatera Utara


17

2.5 Etiologi BSK

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada

tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu

pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalis

(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti hiperflasia

prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurigenk merupakan keadaan-keadaan

yang memudahkan terjadinya batu (Purnomo, 2011).

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik

maupun anorganik yang terlarut didalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada

dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-

keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi Kristal. Kristal-kristal

yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang

kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga

akan mejadi bahan yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat

kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu

agregat kristal menempel ada epitel saluran kemih (membentuk retensi Kristal),

dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk

batu yang cukup besar untuk membuntu saluran kemih (Purnomo, 2011).

Kondisi Metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH, larutan, adanya koloid di

dalam urine, konsentrasi solut di dalam urin, laju aliran urin di dalam saluran

kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak

sebagai inti batu (Purnomo, 2011).

Universitas Sumatera Utara


18

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat

dan kalsium fosfat;sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu

magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xantin, batu sistein, dan batu

jenis lainnya. Meskipun pathogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama,

tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis

batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk

dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk

karena urin bersifat basa (Purnomo, 2011).

Menurut Muttaqin dan Sari (2011) ada beberapa faktor yang

memungkinkan terbentuknya BSK yaitu, sebagai berikut:

2.5.1 Hiperkalsiuria adalah kelainan metabolik yang paling umum. Beberapa

kasus hiperkalsiurian berhubungan dengan gangguan usus meningkatkan

penyerapan kalsium yang dikaitkan dengan kelebihan diet kalsium dan

atau mekanisme penyerapan kalsium terlalu aktif, beberapa kelebihan

terkait dengan resorpsi kalsium dari tulang yaitu hiperparatiroidisme, dan

beberapa yang berhubungan dengan ketidakmampuan dari tubulus ginjal

untuk merebut kembali kalsium dalam filtrat glomelurus yaitu ginjal

hinggal kebocoran hiperkalsiuria

2.5.2 Pelepasan Antidiuretik Hormon (ADH) yang menurun dan peningkatan

konsentrasi, kelarutan, dan pH urine

2.5.3 Lamanya kristal terbentuk di dalam urine, dipengaruhi mobilisasi rutin

2.5.4 Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urine

Universitas Sumatera Utara


19

2.5.5 Infeksi saluran kemih (ISK)

2.5.6 Kurangnya asupan air dan diet yang tinggi mengandung zat penghasil batu

2.5.7 Idiopatik.

2.6 Gejala BSK

Gejala Batu Saluran Kemih tergantung pada posisi atau letak batu, besar

batu, dan penyulit/komplikasi yang telah terjadi. Penyakit BSK dapat memberikan

gejala klinis yang sangat bervariasi, dari yang tanpa keluhan sampai dengan

keluhan yang sangat berat (Purnomo et al, 2010).

2.6.1 Gejala Klinis

a. Nyeri

Keluhan yang paling sering dirasakan adalah nyeri pinggang yang

bersifat kolik (Purnomo et al, 2010). Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri

kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot

polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk

mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik ini

menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi

peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non

kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidonefrosis atau

infeksi pada ginjal. Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh

pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing (Purnomo, 2011).

b. Hematuria

Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada

mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang

Universitas Sumatera Utara


20

hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria

mikroskopi (Purnomo, 2011).

c. Infeksi

BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder

akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di

saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,

Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Terdapatnya sel darah merah bersama dengan

air kemih (hematuria) dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu

diagnosis adanya penyakit BSK (Dinkes, 2007). Setiap kali terjadi obstruksi aliran

urine (statis), kemungkinan infeksi bakteri meningkat (Corwin, 2009).

d. Demam

Demam yang terjadi pada BSK sering mengindikasikan

kegawatdaruratan medis. Demam tinggi juga mengindikasikan terjadinya

urosepsis (Stoller, 2008). Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak

kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan

segera dilakukan terapi (Purnomo, 2011).

e. Mual dan muntah

Obstruksi pada saluran kemih bagian atas sering dikaitkan dengan

terjadinya gejala mual dan muntah. Mekanisme mengenai ini belum biasa di

jelaskan secara pasti ( Stoller, 2008).

2.6.2 Gejala Patologis

Batu staghorn berukuran besar, mengisi pelvis dan kaliks ginjal, dan

menyebabkan pielonefritis rekuren dan kerusakan parenkim ginjal. Batu

Universitas Sumatera Utara


21

lainnya lebih kecil berukuran antara bebapa milimeter sampai 1-2 cm. Jenis ini

menyebabkan masalah karena menyumbat saluran kemih, biasanya ureter. Batu

kaliks dapat menyebabkan hematuria dan batu kandung kemih dapat

menyebabkan infeksi. Batu kandung kemih kronis memiliki predisposisi

menjadi kersinoma skuamosa pada kandung kemih yang jarang dijumpai

(Pierce et all, 2006).

Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelviklises mampu

menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran

kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan

hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks

mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika

disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses

ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, atau pielonefritis. Pada keadaan yang

lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan

gagal ginjal permanen (Purnomo, 2011).

2.6.3 Dampak BSK Terhadap Ginjal

Dampak BSK terhadap ginjal adalah gangguan pada fungsi ginjal.

Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat obstruksi dan infeksi

sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan struktur dan fungsi pada traktus

urinearius dan dapat berakibat disfungsi atau insufisiensi ginjal akibat kerusakan

dari paremkim ginjal (Chang, 2006). Obstruksi juga menyebabkan peningkatan

tekanan hidrostatik interstisium dan dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi

glomerulus (glomerular filtration rate, GFR) yaitu volume fitrat yang masuk

Universitas Sumatera Utara


22

kedalam Kapsul Bowman per satuan waktu dan merupakan indikasi dalam

kesehatan ginjal (Corwin, 2009). Konsentrasi kreatinin dan kadar nitrogen urea

darah ( blood urea nitrogen, BUN) juga dapat digunakan sebagai petunjuk GFR.

Konsentrasi BUN normal besarnya 10 sampai 20 mg per 100 ml, sedangkan

kreatinin besarnya 0,7 sampai 1,5 mg per 100 ml, kadar yang lebih besar daripada

nilai tersebut mengisyaratkan ginjal tidak membersihkan kreatinin dan

meunjukkan adanya penyakit ginjal. Kreatinin ginjal merupakan indikator kuat

bagi fungsi ginjal. Bila GFR turun, kadar kreatinin dan BUN meningkat

(Suharyanto, 2009).

Ditemukannya eritrosit, protein, glukosa, dan leukosit di dalam urin dalam

jumlah besar serta kristal kristal pembentuk batu yang dalam keadaan normal

tidak ditemukan atau sedikit jumlahnya juga digunakan sebagai petunjuk GFR

(Purnomo, 2011, Corwin, 2006). Eritrosit (normal = 0,2/LPB), Protein (normal= 0

hingga samar < 150 mg/hari), glukosa (normal = negatif), dan leukosit (0-4/LBP),

Kristal (normal : banyak jenis). Silinder urin, yang muncul apabila terdapat

protein dalam jumlah besar di urin, juga dapat diamati pada beberapa keadaan

penyakit atau cedera ginjal ( Corwin, 2006).

Obstruksi yang tidak dapat diatasi menyebabkan kolapsnya nefron dan

kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya

dapat terjadi dapat terjadi gagal ginjal jika kedua ginjal terserang. Kemudian

terjadi avaskuler iskemia karena aliran darah kedalam jaringan berkurang

sehingga terjadi kematian jaringan (Corwin, 2006).

Universitas Sumatera Utara


23

2.7 Epidemiologi Batu Saluran Kemih

2.7.1 Distribusi dan Frekuensi Batu Saluran Kemih

a. Orang

BSK pada laki laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Hal ini mungkin

karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu pada wanita

lebih rendah daripada laki-laki. BSK lebih banyak dijumpai pada orang dewasa

antara umur 30-60 tahun, pria rerata 43,06 dan wanita rerata 40,20 tahun (Lina et

al, 2008).

Prevalensi BSK lebih tinggi pada individu yang mengalami obesitas dan

kelebihan berat badan dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal.

Prevalensi BSK pada pria lebih tinggi daripada wanita. Prevalensi BSK lebih

tinggi pada individu kulit putih yang non-hispanik daripada individu hispanik. Di

Amerika Serikat kelompok umur yang paling banyak menderita BSK terdapat

pada kelompok umur 60-69 tahun (Pearle et al, 2004).

b. Tempat

Insidensi dan prevalensi BSK di setiap negara bervariasi, tertinggi

terutama negara kawasan Asia dan Afrika yang dilalui sabuk batu (Stone belt)

yaitu sebesar 4%-20% dan Indonesia termasuk di dalam daerah sabuk batu itu.

Penyakit ini diperkirakan menyerang 1,4% dari jumlah keseluruhan penduduk

Indonesia (Izhar et al, 2007).

Di Negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, BSK banyak

dijumpai batu saluran kemih bagian atas, sedang di Negara berkembang seperti

Universitas Sumatera Utara


24

India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih.

Peningkatan kejadian batu pada saluran kemih bagian atas terjadi abad-20,

khususnya di daerah bersuhu tinggi dan dari negara yang sudah berkembang.

Epidemiologi di Negara berkembang dijumpai ada hubungannya yang erat dengan

perkembangan ekonomi serta dengan peningkatan pengeluaran biaya untuk

kebutuhan makanan perkapita(Sja’bani, 2010).

Prevalensi batu ginjal umur ≥15 tahun di Indonesia tertinggi di D.I

Yogyakarta dengan prevalensi 1,2%, kemudian Aceh 0,9 %, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Suawesi Tengah 0,8 %. Prevalensi di Sumatera Utara 0,3 % (Riskesdas,

2013).

c. Waktu

Menurut National Health and Examination Survei (NHANES), prevalensi

BSK di Amerika Serikat 1964-1972 sebesar 2,62%, mengalami peningkatan pada

tahun 1976-1980 menjadi sebesar 3,8% dan tahun 1982 sebesar 5,4%, kemudian

tahun 1988-1994 turun menjadi 5,2% dan pada tahun 2007-2010 mengalami

peningkatan menjadi 8,8% (Romero et al, 2010, Scales et al, 2013).

Data prevalensi di Indonesia pada tahun 2002 di seluruh rumah sakit di

Indonesia sebanyak 37.636 kasus baru, jumlah kunjungan 58.959, rawat inap

19.018, dan meninggal 378 orang. Data tahun 2009-2011 di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo pada departemen Urologi menunjukkan banyak pasien yang

menderita BSK sebanyak lebih dari 1100 orang (Hawariy et al, 2013).

Universitas Sumatera Utara


25

2.7.2 Determinan

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya BSK pada seseorang. Faktor-faktor iti adalah faktor intrinsik yaitu

keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh

yang berasal dari lingkungan di luarnya (Purnomo, 2011).

a. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu

sendiri. Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, dan

riwayat keluarga.

1. Umur

Penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun (Purnomo,

2011). Puncak insiden dari batu urin dengan gejala adalah pada decade ketiga dan

keempat (Bahdarsyam, 2003).

2. Jenis kelamin

Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-

laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.

Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih

pada laki- laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah

didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan,

dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki

memiliki hormon testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat

endogen di hati, serta adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu

mencegah agregasi garam kalsium. Perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2

Universitas Sumatera Utara


26

sampai 3 banding satu (Bahdarsyam, 2003). Namun perubahan prevalensi

menurut gender telah dilaporkan di Amerika Serikat selama dekade terakhir.

Rasio laki laki terhadap perempuan 1,7:1 sampai 1,3:1. Meningkatnya kejadian

pada wanita disebabkan oleh faktor gaya hidup yaitu obesitas. Di negara negara

berkembang rasio antara laki-laki terhadap perempuan berkisar antara 1,15 : 1 di

Iran dan 1,6 : 1 Thailand, 2,5 : 1 di Irak dan 5:1 di Saudi Arabia (Bahdarsyam,

2003)

3. Heriditer/ Keturunan

Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan

menderita penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan penderita batu

urin. Lebih kurang 30% sampai 40% penderita batu kalsiun oksalat mempunyai

riwayat famili yang positif menderita batu. Apakah ini terlibat faktor keturunan

atau pengaruh lingkungan yang sama belum diketahui (Bahdarsyam, 2003).

b. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar

individu seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang, pekerjaan, infeksi,

dan keadaan sosial ekonomi.

1. Geografi

Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah

pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi

oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung mineral

seperti phospor, kalsium, magnesium, dan lain-lain. Letak geografi menyebabkan

perbedaan insiden BSK di suatu tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi

Universitas Sumatera Utara


27

mewakili salah satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan

makanannya, temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi

kejadian BSK (Lina, 2008).

2. Iklim dan Temperatur

Orang yang tinggal didaerah panas punya resiko tinggi menderita batu

urin. Pada daerah didaerah tropik, dikamar mesin akan menyebabkan keringat

banyak dan menguap cairan tubuh, mengurangi produksi urin sehingga

memudahkan pembentukan batu urin (Bahdarsyam, 2003).

3. Jumlah Air yang di Minum

Kuranngnya asupan air dan tingginya kadar mineral pada air yang

dikonsumsi dapat meningkatkan insiden BSK (Purnomo, 2011). Peningkatan

volume masukan air dapat mengurangi risiko pembentukan batu sehingga sangat

dianjurkan bagi para pasien batu ginjal, maupun untuk proteksi. Suatu penelitian

pada insidensi pembentukan batu dan suatu studi acak terkontrol mendapatkan

bahwa peningkatan masukan air menurunkan pembentukan batu. Dengan

meningkatnya volume air kemih maka tingkat kejenuhan kalsium oksalat menurun

sehingga mengurangi kemungkinan pembentukan kristal (Sja’bani, 2010).

4. Diet/Pola makan

Faktor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu.

Contoh: suplementasi pembentukan vitamin D dapat meningkatkan absorpsi

kalsium dan ekskresi kalsium masukan kalsium tinggi dianggap tidak pnting,

karena hanya diabsorpsi sekitar 6 persen dari kelebihan kalsium yang bebas dari

Universitas Sumatera Utara


28

oksalat interstinal. Kenaikan kalsium air kemih ini terjadi penurunan absorpsi

oksalat dan penurunan ekskresi okasalat air kemih (Sja’bani, 2010).

5. Jenis Pekerjaan

Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak

duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life (Purnomo, 2011). Pekerja kasar

dan petani lebih banyak bergerak dibandingkan dengan pegawai kantor, penduduk

kota yang lebih banya duduk waktu bekerja, ternyata lebih sedikit menderita batu

urin (Bahdarsyam, 2003).

6. Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih

Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air

kemih yang dapat berakibat timbulnya ISK. ISK yang disebabkan oleh kuman

pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu struvit (Lina, 2008).

7. Infeksi Saluran kemih

Terbentuknya batu jenis struvit hampir semua didahului oleh ISK yang

disebabkan oleh bakteri pemecah urea, namun untuk jenis batu yang lain tidak

jelas apakah batu sebagai penyebab infeksi atau infeksi sebagai penyebab batu

(Bahdarsyam, 2003).

8. Keadaan sosial ekonomi

Di negara maju/industri atau golongan social ekonomi yang tinggi lebih

banyak makan protein, terutama protein hewani, juga karbohidrat dan gula, ini

lebih sering menderita BSKbagian atas. Sedangkan pada negara berkembang atau

orang yang sering makan Vegetarik dan kurang protein hewani sering menderita

BSK bagian bawah (Bahdarsyam, 2003).

Universitas Sumatera Utara


29

2.8 Pencegahan BSK

2.8.1 Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial ditujukan untuk menghindari terbentuknya pola

hidup sosial ekonomi dan kultural yang mendorong peningkatan resiko penyakit

BSK dan diarahkan kepada mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan

masyarakat yang positif yang dapat mengurangi kemungkinan penyakit batu

saluran kemih atau faktor resiko batu saluran kemih dapat berkembang.

Pencegahan primordial yang dapat dilakukan untuk penyakit BSK adalah dengan

menciptakan prakondisi di masyarakat bahwa mengonsumsi makanan secara

berlebihan merupakan kebiasaan yang kurang baik untuk kesehatan, mengonsumsi

air minum dengan anjuran 2 liter atau setara 8 gelas per hari merupakan

kebiasaan yang baik untuk menjaga kesehatan ginjal, dan melaksanakan pola

hidup yang sehat dapat mempertahankan status kesehatan masyarakat (Bustan,

2012).

2.8.2 Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mencegah agar tidak terjadinya

penyakit BSK dengan cara mengendalikan faktor penyebab dari penyakit BSK.

Sasarannya ditujukan kepada orang-orang yang masih sehat, belum pernah

menderita penyakit BSK. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi

kesehatan, pendidikan kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Contohnya adalah

untuk menghindari terjadinya penyakit BSK, menghindari dehidrasi dengan

minum air putih minimal 2 liter per hari, melakukan diet untuk mengurangi kadar

zat-zat komponen pembentuk batu berupa diet rendah protein, rendah oksalat, rendah

Universitas Sumatera Utara


30

garam, rendah purin serta melakukan aktivitas harian yang cukup dan pemberian

medikamentosa (Timmreck, 2004, Purnomo, 2009). Pengaturan diet seperti

meningkatkan masukan cairan terutama pada malam hari untuk meningkatkan aliran

kemih dan menurunkan konsentrasi pembentukan batu dalam air kemih,

menghindari masukan gas (soft drink) lebih 1 liter perminggu, mengurangi masukan

protein (sebesar 1 g/kg berat badan /hari) karna , membatasi masukan natrium (diet

natrium) 80 sampai 100 mg/hari, membatasi kalsium tidak dianjurkan karena

penuruna kalsium intestinal akan menimbulkan peningkatan obstruksi oksalat dan

meningkatkan saturasi kalsium oksalat air kemih yang dapat merugikan pasien

dengan hiperkalsiuria idiopatik (Sjabani, 2010).

2.8.3 Pencegahan Sekunder

Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan

perkembangan penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya

komplikasi. Sasarannya ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit

BSK. Kegiatan yang dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak dini.

a. Diagnosa BSK

1. Pemeriksaan

a. Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah

kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidonefrosis, terlihat tanda-

tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan

demam/menggigil.

b. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya : leukosituria, hematuria

dan dijumpai kristal- kristal pembentuk batu.

Universitas Sumatera Utara


31

c. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman

pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari

kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan

pasien menjalani pemeriksaan foto PIV.

d. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor timbulnya batu

saluran kemih (Purnomo,2011).

2. Foto Polos Abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan

kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis

lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak atau radiolusen (Purnomo,2011).

3. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi

ginjal. Selain tiu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-

opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika PIV belum dapat

menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi

ginjal sebagai gantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde (Purnomo,

2011).

4. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan

PIV, yaitu pada keadaan- keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang

menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai

Universitas Sumatera Utara


32

adanya batu di ginjal atau di buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis, atau

pengkerutan ginjal (Purnomo, 2011).

b. Penatalaksanaan BSK

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya

harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi

untuk melakukan tindakan/terapi pada BSK adalah jika batu telah menimbulkan

obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial. Batu dapat

dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL

(Extracorporeal Shockwave Lithotripsy), melakukan tindakan endourologi, bedah

laparoskopi, atau pembedahan terbuka (Purnomo et al, 2010).

1. Medicamentosa

Terapi medicamentosa ditujukan untuk batu yang kurang dari 5 mm,

karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan

untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian

diuretikum, dan minum banyak supaya mendorong batu keluar dari saluran kemih

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang digunakan untuk memecah batu

ginjal, batu ureter proksimal, atau batu kandung kemih tanpa melalui tindakan

invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen kecil sehingga

mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan batu yang

sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.

Universitas Sumatera Utara


33

3. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih, yaitu berupa tindakan memecah batu dan

mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke

dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil

pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,

dengan, memakai egi hidrolik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.

Beberapa tindakan endourologi itu adalah :

a. PNL (Percutaneous Nephron Litholapaxy)

Yaitu mengeluarkan batu yang berada dalam saluran ginjal, dengan cara

memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu

kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen

kecil.

b. Litotripsi

Yaitu memecah buli-buli ( kandung kemih) atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pemecahan

batu dikeluarkan dengan Evakuator Elik.

c. Ureteroskopi atau Uretero-renoskopi

Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter

atau sistem pelo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang

berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui

tuntunan ureteroskopi/ureter.

Universitas Sumatera Utara


34

d. Ekstraksi Dormia

Yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menyaringnya dengan alat keranjang

dormia.

4. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini

sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

5. Bedah Terbuka

Di klinik atau rumah sakit yang belum mempunyai fasilitas yang memadai

untuk tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, maka pengambilan batu

saluran kemih masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan

terbuka antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi, ureterolithotomi,

vesicolithotomi, uretholithotomi, dan nefrektomi (Purnomo et all, 2010).

2.8.4 Pencegahan Tersier

Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah agar tidak

terjadi komplikasi sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan

perawatan intensif. Sasarannya ditujukan kepada orang yang sudah menderita

penyakit BSK agar penyakitnya tidak bertambah berat. Kegiatan yang dilakukan

meliputi kegiatan rehabilitasi seperti konseling kesehatan agar orang tersebut

lebih memahami tentang cara menjaga fungsi saluran kemih terutama ginjal yang

telah rusak akibat dari BSK sehingga fungsi organ tersebut dapat maksimal

kembali dan tidak terjadi kekambuhan penyakit BSK, dan dapat memberikan

kualitas hidup sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya (Timmreck, 2004).

Universitas Sumatera Utara


35

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah diet

rendah proetein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan

menyebabkan suasana urine lebih asam, diet rendah oksalat, diet rendah garam

kerena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri, dan diet rendah

purin,diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita

hiperkalsiuri absortif tipa II (Purnomo, 2011).

2.9 Kerangka Konsep

Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih

1. Sosiodemografi
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Agama
Pekerjaan
Status Perkawinan
Tempat Tinggal
Sumber Biaya
2. Letak batu
3. Keluhan Utama
4. Kelainan Organik Pada Ginjal
5. Gangguan Fungsi Ginjal
6. Penatalaksanaan Medis
7. Lama Rawatan Rata-Rata
8. Keadaan Sewaktu Pulang

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain

case series.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Adapun

pertimbangan memilih lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan yaitu tersedianya data penderita penyakit Batu Saluran Kemih yang

dirawat inap tahun 2015-2016. Selain hal tersebut, Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan merupakan rumah sakit swasta type B di Kota Medan yang memiliki

fasilitas pemeriksaan dan penatalaksanaan medis penderita BSK.

3.2.2. Waktu Penelitan

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari- Oktober 2017 .

3.3 Populasi Dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua data penderita BSK yang dirawat

inap di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan tahun 2015-2016 yaitu

sebanyak 332.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah sebagian data penderita BSK yang dirawat

inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2015-2016.

36
Universitas Sumatera Utara
37

a. Besar sampel

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus (Sugiyono, 2013),


yaitu :

Keterangan :
n = Besar Sampel

N= Besar Populasi adalah 332

d = Tingkat kepercayaan /ketepatan yang diinginkan =0,05

Berdasarkan perhtungan di atas, besar sampel yang dibutuhkan dalam

penelitiaan ini adalah sebanyak 181 data penderita BSK yang dirawat inap di

Rumah Sakit Santa Elisabeth tahun 2015-2016.

b. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling, dengan

menggunakan angka acak pada program komputer C survey. Sampel diambil dari

populasi yang sudah diacak oleh komputer. Untuk menentukan sampel pertama

diambil dari baris atau kolom tertentu yang diperoleh dengan menggunakan spin

dialdirection. Kemudian diambil sampel sebanyak yang dibutuhkan. Sampel yang

diambil disesuaikan dengan daftar pasien penderita BSK yang diberi nomor 1-332

dan kemudian disesuaikan dengan kartu status pasien BSK.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam

medis di bagian Rekam Medik Rumah Sakit Santa Elisabeth Kota Medan tahun

Universitas Sumatera Utara


38

2015-2016 kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan jenis variabel yang akan

diteliti.

3.5 Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisa secara statistik. Data yang

diolah univariat dan bivariat. Pengolahan data univariat menggunakan bantuan

komputer dan data bivariat menggunakan uji Chi square,uji Fischerdan uji Mann-

Withney untuk mengetahui ada/tidaknya perbedaan antara karakteristik penderita

BSK dengan kejadian BSK. Data disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi

frekuensi, pie, diagram bar dan grafik.

3.6 Defenisi Operasional

3.6.1 Penderita BSK adalah semua pasien yang dinyatakan menderita BSK

berdasarkan diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat di kartu status.

3.6.2 Sosiodemografi

a. Umur adalah usia penderita BSK sesuai dengan yang tercatat dalam

status rekam medik, dikelompokkan berdasarkan kelompok umur

risiko terjadinya BSK, dikategorikan menjadi:

1. <5 tahun 5. 25-34 tahun


2. 5-15 tahun 6. 35-44 tahun
3. 5-14 tahun 7. ≥ 45 tahun
4. 15-24 tahun

b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang dimiliki penderita sesuai

dengan yang tercatat di kartu status, yaitu :

1. Laki-laki
2. Perempuan

Universitas Sumatera Utara


39

c. Suku adalah ras atau etnik yang melekat pada diri si penderita sesuai

dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Batak (Toba, Karo, Mandaling, Simalungun, Pak Pak)


2. Jawa
3. Nias
4. Aceh
5. Minang
6. Melayu

d. Agama adalah kepercayaan yang dianut penderita BSK sesuai dengan

yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Islam
2. Kristen Protestan
3. Kristen Katolik

e. Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan penderita untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan yang tercatat di kartu

status, dibedakan atas :

1. PNS/POLRI/Karyawan BUMN/BUMD
2. Wiraswasta
3. Karyawan Swasta
4. Petani/Nelayan
5. Ibu Rumah Tangga
6. Pensiunan
7. Lain-lain (Dokter/Supir/Pendeta/Perawat/Pelajar /Mahasiswa/Tidak
Bekerja/ Biarawat/i/Tidak tertulis)

f. Status perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat

perkawinan penderita sesuai dengan yang tercatat di kartu status,

dibedakan atas :

1. Kawin
2. Tidak Kawin

Universitas Sumatera Utara


40

g. Tempat tinggal adalah daerah dimana penderita BSK tinggal menetap

sesuai yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Kota Medan
2. Luar Kota Medan

3.6.3 Letak batu adalah lokasi dimana batu berada sesuai dengan yang tercatat di

kartu status, dibedakan atas :

1. Saluran kemih atas : apabila batu berada pada ginjal dan ureter
2. Saluran kemih bawah : apabila batu berada pada kandung kemih dan
uretra

3.6.4 Keluhan utama adalah keluhan yang dialami penderita Batu Saluran
Kemih sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :
1. 1 keluhan
- Nyeri pinggang/perut bagian bawah
- BAK Sakit/Sulit BAK/Tidak bisa BAK
- BAK Berdarah
- BAK berbatu/Berpasir
- Demam
- Mual dan Muntah
2. >1 keluhan

3.6.5 Kelainan organik pada ginjal adalah kondisi atau keadaan yang terjadi

pada ginjal sebagai efek dari penyakit BSK sesuai dengan yang tercatat di

kartu status, dibedakan atas

1. Hidronefrosis (Sepsis pada ginjal)


2. Pionefrosis (ada nanah pada pielum)
3. Kaliekstatis Ginjal
4. Urosepsis
5. Abses ginjal
6. Gagal ginjal
7. > 1 kelainan organik ginjal
8. Tidak ada kelainan

8.6.6 Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan kemampuan ginjal dalam

menyaring darah sebagai dampak dari penyakit BSK berdasarkan nilai

Universitas Sumatera Utara


41

rujukan pemeriksaan fungsi ginjal yang tercatat di kartu status, dibedakan

atas:

a. Kreatinin (mg/100ml)
1. ≤ 1,3 (normal)
2. >1,3(tidak normal)

b. Ureum (mg/100ml)
1. ≤39 (normal)
2. >39(tidak normal)

8.6.7 Penatalaksanaan medis adalah penatalaksanaan yang dilakukan untuk

menanggulangi penderita BSK sesuai dengan yang tercatat di kartu

status,dibedakan atas :

1. Tindakan Operasi
2. Tanpa operasi

8.6.8 Lama rawatan adalah lamanya penderita BSK dirawat inap di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan sesuai dengan yang tercatat di kartu status,

ditentukan dengan lama rawatan rata-rata.

3.6.9 Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi atau keadaan penderita BSK pada

waktu keluar dari Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan sesuai dengan yang

tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Sembuh
2. Pulang Berobat Jalan (PBJ)
3. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
4. Dirujuk/ Pindah RS
5. Meninggal

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan yang

beralamat di Jalan Haji Misbah No. 7 Kecamatan Medan Maimun, Sumatera

Utara dengan Kelas Madya, Type B. Rumah sakit ini adalah milik Kongregasi

Fransiskanes Santa Elisabeth Medan dengan motto “Ketika Aku Sakit Kamu

Melawat Aku”.

4.1.2 Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan adalah “menjadikan kehadiran

Allah di tengah dunia dengan membuka tangan dan hati untuk memberikan

pelayanan kasih yang menyembuhkan orang-orang sakit dan menderita sesuai

dengan tuntutan zaman”.

4.1.3 Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan adalah memberikan pelayanan

kesehatan yang aman dan berkualitas atas dasar kasih, meningkatkan sumber daya

manusia secara professional untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman

dan berkualitas, dan meningkatkan sarana serta prasarana yang memadai dengan

tetap memperhatikan masyarakat lemah.

4.1.4 Falsafah Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Berlandaskan semangat dasar Fransiskanes Santa Elisabeth dalam

melaksanakan dan menegmbangkan “Cinta dan Nilai Kristiani”, karya pelayanan

Rumah Sakit Santa Elisabeth menitik beratkan penyembuhan manusia seutuhnya

42
Universitas Sumatera Utara
43

sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam menuju masyarakat sehat. Pelayanan

Rumah Sakit Santa Elisabeth lebih mengutamakan orang yang paling

membutuhkan tanpa membedakan suku, bangsa, agama dan golongan sesuai

dengan harkat dan martabat manusia.

4.1.5 Tujuan dan Fungsi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tujuan Rumah Sakit Santa Elisabeth adalah mewujudkan secara nyata

Kharisma Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth dalam bentuk pelayanan

kesehatan kepada masyarakat umum tanpa membedakan suku, bangsa, agama, ras

dan golongan, serta memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh

(holistik) bagi orang-orang sakit dan menderita serta membutuhkan pertolongan.

Fungsi Rumah Sakit Santa Elisabeth adalah menyelenggarakan pelayanan

kesehatan kuratif, preventif, promotif dan rehabilitatif serta menyediakan tempat

umtuk praktek STIKes Santa Elisabeth Medan.

4.2 Deskriptif

4.2.1 Sosiodemografi Penderita BSK

Distribusi proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 berdasarkan sosiodemografi

dapat dilihat pada tabel 4.1 dan 4.2 di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


44

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Umur dan


Jenis Kelamin di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Umur (tahun) Jenis Kelamin f %
Laki-laki % Perempuan %
<5 1 0,9 0 0,0 1 0,6
5-14 1 0,9 0 0,0 1 0,6
15-24 4 3,5 2 3,0 6 3,3
25-34 17 14,8 10 15,2 27 14,8
35-44 28 24,3 14 21,2 42 23,2
≥45 64 55,6 40 60,6 104 57,7
Total 115 100 66 100 181 100

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK pada laki-

laki yang paling tinggi pada kelompok umur ≥45 tahun yaitu 64 orang (55,6%).

Sementara pada perempuan paling tinggi pada kelompok umur ≥45 tahun 40

orang (60,6%).

Namun secara keseluruhan pada laki-laki dan perempuan, penderita BSK

paling tinggi pada kelompok umur ≥45 tahun yaitu sebanyak 104 orang (57,7%).

Berdasarkan jenis kelamin penderita BSK lebih banyak laki-laki yaitu 115 orang

(63,5 ) dari pada perempuan yaitu 66 orang (36,5%). Rata-rata umur penderita

BSK di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan adalah 46,2 tahun, dengan umur

penderita BSK terendah yaitu 3 tahun sebanyak 1 orang dan umur tertinggi yaitu

83 tahun sebanyak 2 orang.

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Suku, Agama,


Pekerjaan, Status Perkawinan dan Tempat Tinggal di RS
Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Suku f %
Batak 157 86,7
Batak Toba 103 56,9
Batak Karo 32 17,4
Batak Simalungun 9 4,9
Batak Mandailing 8 4,4
Batak Pak-Pak 5 2,8
Jawa 13 7,1
Nias 6 3,3

Universitas Sumatera Utara


45

Aceh 1 0,6
Minang 3 1,7
Melayu 1 0,6
Total 181 100
Agama f %
Islam 48 26,5
Kristen Protestan 104 57,5
Kristen Katolik 29 16,0
Total 181 100
Pekerjaan f %
PNS/POLRI/Karyawan 31 17.2
BUMN/BUMD
Wiraswasta 50 27,6
Karyawan Swasta 23 12,7
Petani/Nelayan 16 8,8
Ibu Rumah Tangga 38 21,0
Pensiunan 7 3,9
Lain-lain 16 8,8
Total 181 100
Status Perkawinan f %
Kawin 162 89,5
Tidak Kawin 19 10,5
Tempat Tinggal f %
Kota Medan 77 42,5
Luar Kota Medan 104 57,5
Total 181 100

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa proporsi penderita penyakit BSK

berdasarkan suku, proporsi suku tertinggi pada suku Batak sebanyak 157 orang

(86,7%) dan yang terendah pada suku Aceh dan Melayu masing masing sebanyak

1 orang ( 0,6%). Berdasarkan agama, proporsi agama tertinggi pada agama

Kristen Protestan sebanyak 104 orang (57,5%), dan Kristen Katolik sebanyak 29

orang (16,0%). Berdasarkan pekerjaan, proporsi pekerjaan tertinggi pada

pekerjaan Wiraswasta sebanyak 50 orang (27,6%), dan terendah pada pekerjaan

Pensiunan sebanyak 7 orang (3,9%). Berdasarkan status perkawinan, proporsi

tertinggi pada status kawin sebanyak 162 orang (89,5%), sedangkan status tidak

kawin sebanyak 19 orang (10,5%). Berdasarkan tempat tinggal, proporsi tempat

Universitas Sumatera Utara


46

tinggal tertinggi pada tempat tinggal di Luar Kota Medan sebanyak 104 orang

(57,5%), sedangkan di Kota Medan sebanyak 77 orang (57,5%). Distribusi

proporsi penderita BSK Luar Kota Medan secara spesifik yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita BSK Luar Kota Medan di RS


Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Luar Kota Medan F
Deli serdang 23
Dairi 9
Karo 8
Serdang Bedagai 8
Pematang Siantar 7
Rantau Parapat 6
Tapanuli Tengah 5
Nias 5
Tobasa 5
Kisaran 5
Simalungun 4
Langkat 4
Tapanuli Selatan 3
Binjai 3
Tapanuli Utara 2
Samosir 2
Sumatera Barat 2
Aceh 1
Riau 1
Tidak Terdata 1
Total 104

4.2.2 Letak Batu

Distribusi proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan

Letak Batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015-2016 dapat

dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di RS


Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Letak Batu f %
Saluran Kemih Atas 177 97,8
Saluran Kemih Bawah 4 2,2
Total 181 100

Universitas Sumatera Utara


47

Dari tabel 4.4 dapat dketahui bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan

letak batu yang tercatat tertinggi pada saluran kemih atas yaitu sebanyak 177

orang (97,8%) dan terendah pada saluran kemih bawah sebanyak 4 orang (2,2%).

4.2.3 Keluhan Utama

Distribusi proporsi penderita BSK yang dirawat inap berdasarkan keluhan

utam di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 dapat dilihat

pada tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keluhan Utama


di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Keluhan Utama F %
1 Keluhan 81 44,2
>1 Keluhan 100 55,8
Total 181 100

Dari tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK

berdasarkan keluhan utama yang tercatat terbanyak adalah >1 keluhan sebanyak

101 orang (55,8%) dan paling sedikit adalah 1 keluhan sebanyak 77 orang

(44,2%). Distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan yaitu 1 keluhan

yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keluhan Utama


dengan 1 keluhan di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Keluhan (N=181) f %
Nyeri Pinggang/Perut bagian bawah 170 93,9
BAK Sakit/Sulit BAK/Tidak bisa BAK 35 19,3
BAK Berdarah 24 13,3
BAK berbatu/Berpasir 11 6,1
Demam 41 22,7
Mual dan Muntah 24 13,3

Dari tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa proporsi penderita penyakit

BSK berdasarkan keluhan utama terbanyak adalah Nyeri Pinggang/Perut bagian

Universitas Sumatera Utara


48

bawah sebanyak 170 orang (93,9%), sedangkan yang terendah adalah BAK

berbatu/Berpasir sebanyak 11 orang (6,1%). Distribusi proporsi penderita BSK

berdasarkan keluhan secara spesifik yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Berdasarkan Keluhan


di RS Santa Elisabeth MedanTahun 2015-2016
Keluhan F
Nyeri pinggang/perut bagian bawah 73
BAK Sakit/Sulit BAK/Tidak bisa BAK 5
BAK Berdarah 3
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+BAK berdarah 10
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+Demam 25
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+Mual Muntah 13
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+BAK sakit/sulit 22
BAK/Tidak bisa BAK
Nyeri pinggang/perut bagian bawah +BAK berbatu/berpasir 4
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+BAK berdarah+ BAK 3
sakit/sulit BAK/Tidak bisa BAK
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+ BAK sakit/sulit 1
BAK/Tidak bisa BAK+Demam
Demam+Mual muntah 2
Nyeri pinggang/perut bagian bawah + Demam+Mual muntah 6
Demam+ BAK sakit/sulit BAK/Tidak bisa BAK+BAK berdarah 1
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+BAK berdarah+ BAK 1
berbatu/berpasir+Mual muntah
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+ BAK sakit/sulit 2
BAK/Tidak bisa BAK+ Mual muntah
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+ BAK berbatu/berpasir+ 2
BAK berdarah
BAK berdarah+BAK berbatu/berpasir 1
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+Demam+BAK 2
berbatu/berpasir
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+ BAK berdarah+Demam 4
Nyeri pinggang/perut bagian bawah+ BAK berbatu/berpasir+ 1
sakit/sulit BAK/Tidak bisa BAK
Total 181

4.2.4 Kelainan Organik Ginjal

Distribusi proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan

kelainan organik ginjal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015–

2016 dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini :

Universitas Sumatera Utara


49

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Kelainan


Organik Ginjal di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Kelainan Organik Ginjal F %
Hidronefrosis 77 42,5
Pionefrosis 6 3,3
Kaliekstatis Ginjal 2 1,1
Urosepsis 2 1,1
Abses Ginjal 1 0.6
Gagal Ginjal 2 1,1
>1 kelainan Organik Ginjal 24 13,3
Tidak Ada Kelainan 67 37,0
Total 181 100

Dari Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan

kelainan organik ginjal yang tercatat terbanyak adalah Hidronefrosis sebanyak 77

orang (42,5%) dan yang paling sedikit adalah Abses ginjal sebanyak 1 orang

(0,6%).

4.2.5 Gangguan Fungsi Ginjal

Distribusi proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan

gangguan fungsi ginjal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 –

2016 dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini :

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Gangguan Fungsi


Ginjal di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Kreatinin (mg/100ml) F %
≤1,3 (normal) 86 47,5
>1,3 (tidak normal) 69 38,1
Tidak Ada Data 26 14,4
Total 181 100
Ureum (mg/100ml) F %
≤39 (normal) 118 65,2
>39 (tidak normal) 37 20,4
Tidak Ada Data 26 14,4
Total 181 100

Universitas Sumatera Utara


50

Dari tabel 4.9 dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan

gangguan fungsi yaitu kreatinin, tertinggi ≤ 1,3 mg/100ml (normal) sebanyak 86

orang (47,5%) dan ureum, tertinggi ≤ 39 normal sebanyak 118 orang (65,2%).

4.2.6 Penatalaksanaan Medis

Distribusi proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan

Penatalaksanaan medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 –

2016 dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini:

Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Penatalaksanaan


Medis di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Penatalaksanaan Medis F %
Tindakan Operasi 92 50,8
Tanpa Operasi 89 49,2
Total 85 100

Dari tabel 4.10 dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan

penatalaksanaan medis terbanyak adalah dengan tindakan operasi sebanyak 92

oang (50,8%) dan tanpa operasi sebanyak 89 orang (49,2%).

4.2.7 Lama Rawatan Rata-rata

Lama rawatan rata – rata penderita penyakit BSK yang dirawat inap di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 berdasarkan lama

rawatan dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini:

Tabel 4.11 Lama Rawatan Rata-rata Penderita PJK di RS Elisabeth Medan


Tahun 2015-2016
Lama Rawatan Rata-rata
Mean 5,48
SD ( Standard Deviasi) 95% Confidence Interval 3,255
Minimum 1
Maksimum 23

Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa lama rawatan rata-rata penderita

BSK yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2015-2016

Universitas Sumatera Utara


51

adalah 5,48 hari, dengan lama rawatan tersingkat (minimum) satu hari dan terlama

(maksimum) 23 hari.

4.2.8 Keaadaan Sewaktu Pulang

Keadaan sewaktu pulang penderita penyakit BSK yang dirawat inap di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 berdasarkan lama

rawatan dapat dilihat pada tabel 4.12 di bawah ini:

Tabel 4.12 Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PJK di RS Elisabeth Medan


Tahun 2015-2016
Keadaan Sewaktu Pulang F %
Sembuh 122 67,4
Pulang Berobat Jalan (PBJ) 33 18,2
Pulang Atas Permintaan Sendiri 20 11,0
(PAPS)
Dirujuk/Pindah RS 5 2,8
Meninggal 1 0,6
Total 85 100

Dari tabel 4.12 dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan

keadaan sewaktu pulang, terbanyak dalam keadaan pulang sembuh sebanyak 122

orang (67,4%) dan pulang dan paling sedikit meninggal sebanyak 1 orang (0,6%).

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu

Perbedaan proporsi jenis kelamin penderita BSK berdasarkan letak batu

yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elsabeth Medan pada tahun 2015-2016

dapat dilihat pada tabel 4.13 di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


52

Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita BSK Berdasarkan


Letak Batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2015-2016

Letak Batu Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan Total
f % F % f %
Saluran kemih Atas 111 62,7 66 37,3 177 100
Saluran Kemih Bawah 4 100 0 0 4 100
p=0,298
Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa dari 177 orang penderita BSK dengan

letak batu saluran kemih atas terbesar pada laki laki yaitu 111 orang (62,7%), dan

pada perempuan yaitu 66 orang (37,3%). Penderita BSK dengan letak batu saluran

kemih bawah yaitu 4 orang pada laki-laki yaitu 4 orang (100%) sedangkan pada

perempuan tidak ada.

Hasil analisis dengan menggunakan uji fisher diperoleh p=0,298 (p>0,05),

artinya tidak ada perbedaan bermakna proporsi jenis kelamin berdasarkan letak

batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

4.3.2 Keluhan Utama Berdasarkan Letak Batu


Perbedaan proporsi keluhan utama penderita BSK berdasarkan letak batu

yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elsabeth Medan pada tahun 2015-2016

dapat dilihat pada tabel 4.14 di bawah ini:

Tabel 4.14 Distribusi Proporsi Keluhan Utama Penderita BSK


berdasarkan Letak Batu Di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2015-2016
Letak Batu Keluhan Utama
1 Keluhan >1 Keluhan Total
f % F % F %
Saluran kemih Atas 78 44,1 99 59,9 177 100
Saluran kemih Bawah 3 75,0 1 25,0 4 100
p=0,326

Universitas Sumatera Utara


53

Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa dari 177 penderita BSK dengan letak

batu saluran kemih atas yang mengalami 1 keluhan sebanyak 76 orang (42,9%)

dan yang mengalami >1 keluhan sebanyak 101 orang (57,1%). Penderita BSK

dengan letak batu saluran kemih bawah yaitu 4 orang yang mengalami 1 keluhan

sebanyak 1 orang (25,0%) dan yang mengalami >1 keluhan sebanyak 3 orang

(75,0%).

Berdasarkan hasil uji fisher diperoleh p=0,326 (p>0,05), artinya tidak ada

perbedaan bermakna keluhan utama berdasarkan letak batu di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

4.3.3 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu

Perbedaan proporsi Penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu yang

dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elsabeth Medan pada tahun 2015-2016 dapat

dilihat pada tabel 4.15 di bawah ini:

Tabel 4.15 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita BSK


Berdasarkan Letak Batu Di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Tahun 2015-2016

Letak Batu Penatalaksanaan Medis


Tindakan Tanpa Operasi Total
Operasi
f % F % F %
Saluran kemih Atas 89 50,3 88 49,7 177 100
Saluran kemih Bawah 3 75,0 1 25,0 4 100
p=0,621

Dari tabel 4.15 dapat dilihat bahwa dari 177 orang penderita BSK dengan

letak batu saluran kemih atas yang di operasi sebanyak 89 orang (58,5%) dan

tanpa operasi sebanyak 88 orang (41,5%). Penderita BSK dengan letak batu

Universitas Sumatera Utara


54

saluran kemih bawah yaitu 4 orang yang di operasi sebanyak 3 orang (75,5%) dan

tanpa operassi sebanyak 1 orang (25,0%).

Berdasarkan hasil uji fisher diperoleh p=0,621 (p>0,05), artinya tidak ada

perbedaan bermakna penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

4.3.4 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kreatinin Darah

Perbedaan proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan kadar kreatinin

darah yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elsabeth Medan pada tahun 2015-

2016 dapat dilihat pada tabel 4.16 di bawah ini:

Tabel 4.16 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan


Kreatinin Darah Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2015-
2016

Kreatinin (mg/100 ml) Penatalaksanaan Medis


Tindakan Tanpa Total
Operasi Operasi
f % f % F %
≤1,3 (normal) 43 50 43 50 86 100
>1,3 (tidak normal) 36 52,2 33 47,8 69 100
p=0,872
Dari tabel 4.16 dapat dilihat bahwa penderita BSK yang memiliki kadar

kreatinin <1,3 mg/100 ml (normal) dan mendapatkan tindakan operasi sebanyak

43 orang (50%) dan tanpa operasi sebesar 43 orang (50%), yang memiliki

kreatinin >1,3 mg/100 ml (tidak normal) dan mendapatkan tindakan operasi

sebanyak 36 orang (40,2%) dan tanpa operasi sebanyak 33 orang (47,8%).

Universitas Sumatera Utara


55

Hasil uji statistik dengan uji Fisher diperoleh nilai p=0,872 (p>0,05),

artinya tidak ada perbedaan bermakna penatalaksanaan medis berdasarkan

kreatinin ginjal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

4.3.5 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Ureum Darah

Perbedaan proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan kadar ureum darah

yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elsabeth Medan pada tahun 2015-2016

dapat dilihat pada tabel 4.17 di bawah ini:

Tabel 4.17 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan


Kreatinin DarahDi Rumah Sakit Santa Elisabeth Tahun 2015-
2016

Ureum(mg/100 ml) Penatalaksanaan Medis


Tindakan Tanpa Operasi Total
Operasi
f % f % f %
≤39 (normal) 54 45,8 64 54,2 118 100
>39 (tidak normal) 25 67,6 12 32,4 37 100
p=0,024
Dari tabel 4.17 dapat dilihat bahwa penderita BSK yang memiliki ureum ≤

39 mg/100 ml (normal) dan mendapatkan tindakan operasi sebanyak 54 orang

(45,8%) dan tanpa operasi sebesar 64 orang(54,2%), yang memiliki ureum >39

mg/100 ml (tidak normal) dan mendapatkan tindakan operasi sebanyak 25 orang

(67,6%) dan tanpa operasi sebanyak 12 orang (32,4%).

Hasil uji statistik dengan uji Fisher diperoleh nilai p=0,024 (p>0,05),

artinya tidak ada perbedaan bermakna penatalaksanaan medis berdasarkan lureum

ginjal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

Universitas Sumatera Utara


56

4.3.4 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Letak Batu

Perbedaan proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan letak batu yang

dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elsabeth Medan pada tahun 2015-2016 dapat

dilihat pada tabel 4.18 di bawah ini:

Tabel 4.18 Distribusi Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK


Berdasarkan Letak Batu Di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Tahun 2015-2016

Lama Rawatan Rata- rata


Letak Batu f Mean SD
Saluran Kemih Atas 177 5,00 3,265
Saluran Kemih Bawah 4 5,50 3,202
p=0,946

Dari tabel 4.18 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata 177 orang

penderita BSK dengan letak batu saluran kemih atas yaitu 5,00 hari dan standar

deviasi (SD) 3,265. Lama rawatan rata-rata 4 orang penderita BSK dengan letak

batu saluran kemih bawah yaitu 5,50 hari dan standar deviasi (SD) 3,202.

Berdasarkan hasil uji Mann-Withney diperoleh nilai p=0,946 (>0,05),

artinya tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata penderita BSK

berdasarkan letak batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

4.3.5 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Perbedaan proporsi Penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu yang

dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elsabeth Medan pada tahun 2015-2016 dapat

dilihat pada tabel 4.19 di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


57

Tabel 4.19 Distribusi Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK


Berdasarkan Penatalaksanaan medis Rata-rata Di Rumah
Sakit Santa Elisabeth Tahun 2015-2016
Lama Rawatan Rata- rata
Penatalaksanaan Medis f f SD
Tindakan Operasi 92 6,07 3,307
Tanpa Operasi 89 4,87 3,105
p=0,001

Dari tabel 4.19 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata 92 orang

penderita BSK yang di operasi yaitu 6,07 hari dan standar deviasi (SD) 3,307.

Lama rawatan rata-rata 89 orang penderita BSK yang tidak di operasi yaitu 4,84

dan standar deviasi (SD) 3,105.

Berdasarkan hasil uji Mann Whitney diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05),

artinya ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata penderita BSK dengan

penatalaksanaan medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Deskriptif

5.1.1 Umur dan Jenis Kelamin

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan umur dan

jenis kelamin di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016

dapat dilihat pada gambar 5.1 di bawah ini:

≥45 55,6% 60,6%

35-44 24,3% 21,2%

25-34 14,8% 15,2%


Perempuan
15-24 3,5% 3% Laki-Laki

15-14 0,9% 0

<5 0,9% 0

80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0

Gambar 5.1 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RS Elisabeth
Medan Tahun 2015-2016

Dari gambar 5.1 dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK pada laki-

laki yang paling tinggi pada kelompok umur ≥45 tahun yaitu 64 orang (55,6%).

Sementara pada perempuan paling tinggi pada kelompok umur ≥45 tahun 40

orang (60,6%). Namun secara keseluruhan pada laki-laki dan perempuan,

penderita BSK paling tinggi pada kelompok umur ≥45 tahun yaitu sebanyak 104

orang (57,7%).

58
Universitas Sumatera Utara
59

Puncak insiden penderita BSK di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

pada laki-laki terdapat pada kelompok umur 30-50 tahun, sedangkan pada

perempuan pada kelompok umur >50 tahun. Menurut Johnson salah satu yang

mempengaruhi adalah terjadinya menopause pada wanita yang terjadi pada

periode usia >50 tahun. Hal ini juga menyebabkan rendahnya angka kejadian batu

saluran kemih pada wanita sebelum usia 50 tahun karena kadar estrogen dalam

tubuh juga mempengaruhi proses resorpsi kalsium yang merupakan salah satu

bahan pembentuk batu. Puncak insiden terjadinya batu pada wanita Asia seperti di

Jepang berada pada usia 50-79 tahun. Sementara pada pria, insiden meningkat

pada periode usia tersebut disebabkan faktor metabolisme dalam tubuh serta gaya

hidup (Yasui et al, 2008).

Penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun (Purnomo,

2011). Puncak insiden dari batu urin dengan gejala adalah pada decade ketiga dan

keempat (Bahdarsyam, 2003). Banyaknya penderita BSK di umur 30-50 tahun

disebabkan kelompok umur tersebut merupakan kelompok umur produktif dan

juga terbentuknya BSK berlangsung sangat lama dari tanpa gejala sampai baru

muncul gejala pada umur 30-50 tahun.

Proporsi penderita BSK berdasarkan jenis kelamin penderita BSK lebih

banyak laki-laki yaitu 63,5% dari pada perempuan yaitu 36,5%. Hal ini sejalan

dengan penelitian Syafrini (2008) di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007

dengan desai case series menyatakan bahwa proporsi penderita BSK yang dirawat

inap lebih banyak pada laki-laki (62,3%) daripada perempuan (37,7%).

Universitas Sumatera Utara


60

Tingginya kejadian BSK pada laki-laki dapat disebabkan oleh anatomis

saluran kemih pada laki- laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan,

secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi

dibandingkan perempuan (Bahdarsyam, 2003).

BSK pada anak sangat jarang ditemukan, namun pada penelitian ini

ditemukan penderita dengan umur 3 tahun sebanyak 1 orang (0,9%) dengan

riwayat operasi vesikolitotomi dan post sistosomi.

5.1.2 Suku

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan suku di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 dapat dilihat pada

gambar 5.2 di bawah ini:

1,7% 0,6%
0,6%
3,3%

7,1%

86,7%

Batak Jawa Nias Aceh Minang Melayu

Gambar 5.2 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Suku di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-
2016

Berdasarkan gambar 5.2 di atas dapat dilihat proporsi BSK lebih besar

pada suku Batak yaitu 86,7%. Hal ini sejalan dengan penelitian Ginting, Y.,B

Universitas Sumatera Utara


61

(2015) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dengan desain case series yang

menyatakan bahwa proporsi penderita BSK tertinggi pada suku Batak (40%).

Pada penelitian ini proporsi penderita BSK lebih banyak pada suku Batak

karena pasien yang berobat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan mayoritas

suku Batak dan suku Batak merupakan penggabungan dari Batak Toba, Batak

Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, dan Batak Pak-Pak.

5.1.3 Agama

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan agama di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 dapat dilihat pada

gambar 5.3 di bawah ini:

1,7% 0,6%
0,6%
3,3%

7,1%

86,7%

Batak Jawa Nias Aceh Minang Melayu

Gambar 5.3 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Agama di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-
2016
Berdasarkan gambar 5.3 di atas dapat diketahui bahwa proporsi penderita

BSK berdasarkan agama tertinggi adalah agama Kriten Protestan (57,5%), diikuti

agama Islam (26,5%), dan yang terendah agama Kristen Katolik (16,0%). Hal ini

bukan berarti penderita BSK dengan agama Kristen Protestan lebih beresiko untuk

Universitas Sumatera Utara


62

menderita BSK, namun hanya menunjukkan penderita yang datang berobat ke

Rumah Sakit Elisabeth Medan sebagian besar beragama Kristen Protestan. Jika

dihubungkan dengan suku penderita BSK di Rumah Sakit Santa Elisabeth 86,7%

adalah suku Batak dan yang paling banyak adalah Batak Toba (65,6%). Hal ini

menungkinkan proporsi penderita BSK tertinggi berdasarkan agama adalah

Kristen Protestan karena sebagian besar suku Batak Toba beragama Kristen

Protestan.

5.1.4 Pekerjaan

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan pekerjaan

di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 dapat dilihat

pada gambar 5.4 di bawah ini.

30
27,6%
25
21%
20
17,2%
15 12,7%
10 8,8% 8,8%

5 3,9%

Gambar 5.4 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Pekerjaan di RS Elisabeth Medan Tahun
2015-2016

Universitas Sumatera Utara


63

Berdasarkan gambar 5.4 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita

BSK berdasarkan pekerjaan lebih banyak pada Wiraswasta 27,6% dan yang

paling sedikit pada Pensiunan 3,9%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Riskesdas (2013) di Indonesia

dengan jumlah sampel sebanyak 722.329 menemukan prevalensi tertinggi pada

kelompok wiraswasta 5.779 orang (0,8%), sedangkan prevalensi terendah terdapat

pada kelompok tidak bekerja sebanyak 3.612 orang (0.5%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yeshezkiel B.

Ginting (2004) di Rumah Sakit Adam Malik Medan yang menyatakan bahwa

penderita BSK berdasarkan pekerjaan tertinggi adalah pada kelompok Wiraswasta

dengan proporsi 31,8%.

Kejadian BSK lebih banyak pada orang-orang yang banyak duduk atau

kurang aktifitas atau sedentary life (Purnomo,2011). Kemungkinan pekerjaan

wiraswasta lebih banyak duduk dalam waktu yang lama, kurang aktivitas dan juga

tidak diimbangi dengan mengonsumsi air putih yang cukup (2 liter/hari), sehingga

kemungkinan menderita BSK cukup besar. Meskipun hal tersebut tidak

berlangsung begitu saja, membutuhkan waktu yang lama dan faktor- faktor lain

seperti umur, jenis kelamin, pola makan dan kelianan metabolisme dalam tubuh.

5.1.5 Status Perkawinan

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan status

perkawinan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016

dapat dilihat pada gambar 5.5 di bawah ini :

Universitas Sumatera Utara


64

10,5%

89,5%

Kawin Tidak Kawin

Gambar 5.5 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Status Perkawinan di RS Elisabeth Medan
Tahun 2015-2016

Berdasarkan gambar 5.5 penderita penyakIt BSK berdasarkan status

perkawinan di Rumah Sakit Santa Elisabeth terbesar pada pasien dengan status

sudah kawin (89,5%) sedangkan yang belum kawin (10,5%). Hal ini bila

dihubungkan dengan umur penderita BSK terbanyak umur >30 . Dimana pada

umur tersebut sebagian besar penduduk sudah menikah.

5.1.6 Tempat Tinggal

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan tempat

tinggal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 dapat

dilihat pada gambar 5.6 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


65

42,5%

57,5%

Luar Kota Medan Kota Medan

Gambar 5.6 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di RS Elisabeth Medan
Tahun 2015-2016

Berdasarkan gambar 5.6 diketahui bahwa proporsi terbesar penderita BSK

berdasarkan tempat tinggal adalah berasal dari luar kota Medan (57,5%) dan

proporsi terkecil berasal dari kota Medan (42,5%).

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Lingga,S (2001) di Rumah

Sakit Santa Elisabeth yang menyatakan bahwa penderita proporsi tertinggi

penderita BSK yang dirawat inap adalah berasal dari kota Medan 177 orang

(70,24%). Hal ini bisa terjadi karena sebelumnya Rumah Sakit Santa Elisabeth

belum bekerja sama dengan BPJS tetapi pada tahun 2015-2016 Rumah Sakit

Elisabeth sudah bekerja sama dengan BPJS dan menerima rujukan dari rumah

sakit lain, sehingga kemungkinan pasien dari luar kota Medan banyak berobat

maupun dirujuk ke Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa penderita BSK yang berasal dari

luar kota Medan paling banyak dari daerah Deli Serdang sebanyak 22 orang,

Universitas Sumatera Utara


66

Sedangkan yang paling sedikit berasal dari Aceh dan Riau masing-masing 1

orang, hal ini berarti daerah masyarakat Deli serdang memiliki faktor resiko

paling besar terhadap penyakit BSK. Wilayah kabupaten Deli serdang terdiri dari

380 desa dan 133 dari desa/kelurahan tersebut merupakan dataran tinggi. Hal ini

sejalan dengan teori yang menyatakan prevalensi BSK banyak diderita oleh

masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan (Lina, 2008). Mengingat daerah

Deli serdang sebagian besar merupakan dataran rendah.

Sedangkan penderita BSK dari daerah Aceh dan Riau sangat sedikit, hal

ini bukan berarti masyarakat di daerah tersebut memilki resiko keci terhadap

penyakit BSK, hal ini kemungkinan karena Rumah Sakit Santa Elisabeth berada

di kota Medan sehingga sedikit pasien dari luar provinsi Sumatera Utara karena

jarak yang jauh.

5.1.7 Letak Batu

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan tempat

tinggal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 dapat

dilihat pada gambar 5.7 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


67

2,2%

97,8%

Saluran kemih atas Saluran kemih bawah

Gambar 5.7 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Letak Batu di RS Elisabeth Medan Tahun
2015-2016

Dari gambar 5.7 dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK

berdasarkan letak batu tertinggi adalah saluran kemih atas yaitu ginjal dan ureter

(97,8%) dan pada saluran kemih bawah yaitu kandung kemih dan uretra (2,2%).

Hal ini sejalan dengan penelitian Sinaga,D (2005) di Rumah Sakit Haji

Medan tahun 2000-2004 dengan menggunakan desai case series menyatakan

bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan letak batu paling banyak dijumpai di

saluran kemih (ginjal dan ureter) yaitu sebanyak 92,30% dan paling sedikit pada

saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra) yaitu sebanyak 7,70%).

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama

pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin),

yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli (Purnomo, 2011). Urin

disekressikan di ginjal, sehingga kemungkinan BSK sangat besar untuk terbentuk

di ginjal. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju kandung kemih, secara

Universitas Sumatera Utara


68

anatomis beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada

di tempat lain, sehingga batu atau benda lain yang berasal dari ginjal seringkali

tersangkut (Setiadi, 2007). Dan biasanya penderita BSK datang ke Rumah Sakit

ketika sudah mengalami nyeri pinggang disebabkan batu menyumbat ureter. Hal

tersebut yang menyebabkan batu saluran kemih atas lebih banyak dari batu

saluran kemih bawah.

5.1.8 Keluhan Utama

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan keluhan

utama di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 dapat

dilihat pada gambar 5.8 di bawah ini.

44,2%

55,8%

1 Keluhan > 1 Keluhan

Gambar 5.8 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RS Elisabeth Medan
Tahun 2015-2016

Berdasarkan gambar 5.8 dapat diketahui bahwa proporsi BSK yang

dirawat inap berdasarkan letak batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth paling banyak

mengalami > 1 keluhan utama yaitu kombinasi keluhan utama berupa nyeri

Universitas Sumatera Utara


69

pinggang/perut bagian bawah, BAK berdarah, BAK sakit/sulit BAK/tidak bisa

BAK, demam, mual dan muntah yaitu 55,8% sedangkan yang mengalami 1

keluhan (nyeri pinggang/perut bagian bawah /BAK berdarah/BAK sakit/Sulit

BAK/Tidak bisa BAK) yaitu 44,2%.

Hal ini sejalan dengan penelitian Syafrina (2008) di Rumah Sakit Haji

Medan yang dengan desain case series menyatakan bahwa keluhan utama

penderita BSK yang paling tinggi yaitu >1 keluhan yaitu 72,3%.

Keluhan Batu Saluran Kemih tergantung pada posisi atau letak batu, besar

batu, dan penyulit/komplikasi yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering

dirasakan adalah nyeri pinggang . Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik

ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos

sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu

dari saluran kemih (Purnomo et al, 2010).

Dari tabel 4.5 dapat diketahui distribusi penderita BSK dengan 1 keluhan

tertinggi yaitu nyeri pinggang/perut bagian bawah (93,9%) hal ini karena keluhan

yang paling sering dirasakan penderita BSK adalah nyeri pinggang yang bersifat

kolik (Purnomo et al, 2010).

5.1.9 Kelainan Organik Ginjal

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan kelainan

organik ginjal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016

dapat dilihat pada gambar 5.9 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


70

45 42,5%
40 37%
35
30
25
20
15 13,3%
10
5 3,3% 1,1% 1,1% 1,1% 0,6%
0

Gambar 5.9 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Kelainan Organik Ginjal di RS Elisabeth
Medan Tahun 2015-2016

Berdasarkan gambar 5.9 dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK

yang dirawat inap berdasarkan kelainan organik ginjal paling banyak mengalami

hidronefrosis yaitu 42,5% dan yang paling sedikit yaitu mengalami abses ginjal

yaitu 1,1%. Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalikalises mampu

menimbulkan obstruksi saluran kemih, obstruksi ini dapat mengakibatkan salah

satunya hidronefrosis (Purnomo, 2011). Jika berdasarkan jumlah penderita dengan

letak batu saluran kemih atas (ginjal dan ureter) yaitu 97,8%, sehingga penderita

BSK banyak mengalami hidronefrosis. Hidronefrosis terjadi apabila batu

menyumbat uretra sehingga urin tergenang dan memenuhi ginjal yang

mengakibatkan hidronefrosis.

Universitas Sumatera Utara


71

Hal ini juga sejalan dengan penelitian Tondok, dkk (2012) di RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010 – Desember 2012 menyatakan

bahwa komplikasi terbanyak BSK adalah hidronefrosis (68,6%).

5.1.10 Kreatinin Darah

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan jumlah

kreatinin darah di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016

dapat dilihat pada gambar 5.10 di bawah ini.

14,4%

47,5%

38,1%

≤1,3 (normal) >1,3 (tidak normal) Tidak ada data

Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PJK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Kadar Kreatinin Ginjal di RS Elisabeth
Medan Tahun 2015-2016

Berdasarkan gambar 5.10 dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK

berdasarkan gangguan fungsi yaitu kreatinin, tertinggi ≤ 1,3 mg/100ml (normal)

yaitu 47,5%, >1,3 mg/100ml (tidak normal) sebesar 38,1%. Kadar yang

>1,3mg/100 ml tersebut mengisyaratkan ginjal tidak membersihkan kreatinin dan

menunjukkan adanya penyakit ginjal. Kreatinin darah merupakan indikator kuat

bagi fungsi ginjal. Bila GFR turun, kadar kreatinin dan BUN meningkat (Corwin,

Universitas Sumatera Utara


72

2006). Penderita BSK di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan yang memiliki

gangguan fungsi ginjal berdasarkan jumlah kreatinin darah sebesar 38,1%.

5.1.11 Ureum Darah

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan kadar

ureum darah di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016

dapat dilihat pada gambar 5.11 di bawah ini.

14,4%

20,4%

65,2%

≤39 (normal) >39 (tidak normal) Tidak Ada Data

Gambar 5.11 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PJK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Kadar Ureum Ginjal di RS Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016

Dari gambar 5.11 diketahui bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan

berdasarkan kadar ureum darah tertinggi yaitu ureum ≤39 mg/100 ml sebesar

65,2%. Ureum ginjal merupakan indikator bagi fungsi ginjal, kadar yang lebih

besar daripada 39 mg/100 ml mengisyaratkan ginjal tidak membersihkan ureum

dan adanya penyakit ginjal. Dalam penelitian ini penderita BSK berdasarkan

kadar ureum >39 mg/100 ml sebesar 20,4%, sehingga penderita BSK di Rumah

Universitas Sumatera Utara


73

Sakit Santa Elisabeth Medan yang memiliki gangguan fungsi ginjal berdasarkan

jumlah ureum darah sebesar 20,4%.

5.1.12 Penatalaksanaan medis

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan tempat

tinggal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 dapat

dilihat pada gambar 5.12 di bawah ini.

49,2%
50,8%

Operasi Tanpa Operasi

Gambar 5.12 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RS Elisabeth
Medan Tahun 2015-2016.

Berdasarkan gambar 5.12 dapat diketahui bahwa 181 penderita BSK di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan yang dilakukan tindakan operasi sebesar

50,8% dan tanpa operasi sebesar 49,2%.

Sejalan dengan penelitian Jamal (2004) di Rumah Sakit Umum Sigli

Kabupaten Pidie provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan desai case series

menyatakan bahwa penderita BSK sebagian besar dilakukan tindakan operasi

52,60%.

Universitas Sumatera Utara


74

Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada BSK adalah jika batu telah

menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial.

Sebangian besar penatalaksanaan medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

dengan tindakan operasi yaitu, PNL (Percutaneous Nephron Litholapaxy),

lasertripsi, Ureterorenoscopy (URS), pembedahan terbuka antara lain dengan

pielolitotomi atau nefrolitotomi, ureterolithotomi, vesicolithotomi, dan

uretholithotomi. Hal tersebut karena batu yang sudah menimbulkan masalah pada

saluran kemih dan secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit

yang lebih berat.

5.1.13 Lama Rawatan Rata-Rata

Pada tabel 4.11 menunjukkan bahwa rata-rata lama rawatan rata-rata

Penderita BSK yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun

2015-2016 adalah 5,48 hari dengan Standar deviasi (SD) 3,255 hari dimana lama

rawatan tersingkat (minimum) adalah 1 hari sebanyak 6 orang dan paling lama

(maksimum) adalah 23 hari sebanyak 2 orang. Penderita yang dirawat 1 hari

berusia >30 tahun, jenis kelamin masing-masing perempuan sebanyak 3 orang dan

laki-laki sebanyak 3 orang. Keadaan sewaktu pulang masing-masing pulang

sembuh 1 orang, pulang berobat jalan 1 orang dan pulang atas permintaan sendirri

(PAPS) sebanyak 4 orang. Pasien dengan lama rawatan ≥12 hari sebanyak 5

orang, 2 orang diantara nya menjalani operasi dan 3 orang tanpa operasi, 2 orang

tidak mengalami kelainan organik ginjal, 1 orang mengalami urosepsis, 1 orang

mengalami hidronefrosis, dan 1 orang mengalami >1 kelainan organik ginjal.

Penderita BSK yang paling lama dirawat yaitu 23 hari sebanyak 2 orang, masing

Universitas Sumatera Utara


75

masing 1 laki-laki dengan umur 53 tahun, mengalami lebih dari satu keluhan,

mengalami lebih dari keluhan organik dan 1 perempuan dengan umur 61 tahun,

ginjal dan pulang dengan keadaan sembuh mengalami lebih dari 1 keluhan,

mengalami kelainan organik ginjal berupa urosepsis dan pulang dengan keadaan

sembuh.

5.1.14 Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penderita penyakit BSK yang dirawat inap berdasarkan tempat

tinggal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2015 – 2016 dapat

dilihat pada gambar 5.13 di bawah ini.

67,4%

18,2%
11%

2,8% 0,6%

Sembuh Pulang Berobat Pulang atas Pindah RS/Dirujuk Meninggal


jalan (PBJ) Permintaan
Sendiri

Gambar 5.13 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita BSK yang Dirawat
Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS Elisabeth
Medan Tahun 2015-2016

Dari gambar 5.13 diketahui bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan

keadaan sewaktu pulang sebagian besar dalam keadaan sembuh (67,4%), disusul

dengan Pulang Berobat Jalan (18,2%), Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

(11%), pindah RS/Dirujuk (2,8%) dan meninggal 1 orang (0,6%). Pasien

Universitas Sumatera Utara


76

dikatakan sembuh jika BSK sudah diambil, obstruksi dan infeksi akibat BSK

sudah diatasi dan keluhan BSK sudah tidak ada pada penderita.

Pasien pindah RS/Dirujuk dikarenakan pasien ingin pengobatan ESWL

sedangkan Rumah Sakit Santa Elisabeth tidak memiliki pengobatan ESWL.

Pasien dengan PAPS kemungkinan pasien umum tidak memiliki jaminan

kesehatan. Pasien yang meninggal berusia 52 tahun, mengalami lebih dari satu

keluhan utama serta lebih dari satu kelainan ginjal, mengalami gagal ginjal

stadium V dengan jumlah kreatinin sebesar 425 mg/100 ml dan ureum sebesar

26,1 mg/100 ml.

5.2 Analisis Bivariat

5.2.1 Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu

Perbedaan proporsi jenis kelamin penderita penyakit BSK yang dirawat

inap berdasarkan letak batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun

2015 – 2016 dapat dilihat pada gambar 5.14 di bawah ini.

120
100%
100

80
62,7%
60
37,3%
40

20
0
0
Saluran Kemih Atas Saluran Kemih Bawah
Laki-Laki Perempuan

Gambar 5.14 Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita


BSK Berdasarkan Letak Batu yang Dirawat Inap Berdasarkan
di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016

Universitas Sumatera Utara


77

Berdasarkan gambar 5.14 dapat dilihat bahwa dari 177 orang penderita

BSK dengan letak batu saluran kemih atas terbesar pada laki laki yaitu 111 orang

(62,7%), dan pada perempuan yaitu 66 orang (37,3%). Penderita BSK dengan

letak batu saluran kemih bawah yaitu 4 orang pada laki-laki yaitu 4 orang (100%)

sedangkan pada perempuan tidak ada.

Hasil analisis dengan menggunakan uji fisher diperoleh p=0,298 (p>0,05),

artinya tidak ada perbedaan bermakna proporsi jenis kelamin berdasarkan letak

batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

Hal ini berbeda dengan penelitian Saniwati (2003) di Rumah Sakit Umum

Kabupaten Langsa dengan desain case series menyatakan bahwa adanya

perbedaan bermakna antara jenis kelamin dengan letak batu.

5.2.2 Keluhan Utama Berdasarkan Letak Batu

Perbedaan proporsi jenis kelamin penderita penyakit BSK yang dirawat

inap berdasarkan letak batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun

2015 – 2016 dapat dilihat pada gambar 5.15 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


78

80 75%

70
59,9%
60

50 44,1%
40

30 25%

20

10

0
Saluran Kemih Atas Saluran Kemih Bawah

1 Keluhan > 1 Keluhan

Gambar 5.15 Diagram Bar Distribusi Proporsi Keluhan Utama Penderita


BSK Berdasarkan Letak Batu yang Dirawat Inap Berdasarkan
di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016
Berdasarkan gambar 5.15 dapat dilihat bahwa dari proporsi BSK dengan

letak batu saluran kemih atas yang mengalami 1 keluhan 44,1% dan yang

mengalami >1 keluhan (59,9%). Penderita BSK dengan letak batu saluran kemih

bawah yang mengalami 1 keluhan (75,0%) dan yang mengalami >1 keluhan

(25,0%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher diperoleh nilai p=0,326

(p>0,05), artinya tidak ada perbedaan bermakna keluhan utama berdasarkan letak

batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

5.2.3 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu

Perbedaan proporsi jenis kelamin penderita penyakit BSK yang dirawat

inap berdasarkan letak batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun

2015 – 2016 dapat dilihat pada gambar 5.16 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


79

80 75%
70
60
50,3% 49,7%
50
40
30 25%
20
10
0
Saluran Kemih Atas Saluran Kemih Bawah

Tindakan Operasi Tanpa Operasi

Gambar 5.16 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis


Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu yang Dirawat Inap
Berdasarkan di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016

Dari gambar 5.16 dapat dilihat bahwa penataksanaan medis dari 177 orang

penderita BSK dengan letak batu saluran kemih atas yang di operasi sebanyak 89

orang (58,5%) dan tanpa operasi sebanyak 88 orang (41,5%). Penderita BSK

dengan letak batu saluran kemih bawah yaitu 4 orang yang di operasi sebanyak 3

orang (75,5%) dan tanpa operasi sebanyak 1 orang (25,0%).

Hasil uji statistik dengan uji Fisher diperoleh nilai p=0,621 (p>0,05),

artinya tidak ada perbedaan bermakna penatalaksanaan medis berdasarkan letak

batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

5.2.4 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Kreatinin Darah

Perbedaan proporsi penatalaksanaan medis penderita penyakit BSK yang

dirawat inap berdasarkan kreatinin darah di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

pada tahun 2015 – 2016 dapat dilihat pada gambar 5.17 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


80

53
52,2%
52

51
50% 50%
50

49
47,8%
48

47

46

45
≤1,3 (normal) >1,3 (tidak normal)

Tindakan Operasi Tanpa Operasi

Gambar 5.17 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis


Penderita BSK Berdasarkan Kreatinin Darah yang Dirawat
Inap Berdasarkan di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016

Dari gambar 5.16 dapat dilihat bahwa penderita BSK yang memiliki

kreatinin ≤1,3 mg/100ml (normal) dan mendapatkan tindakan operasi sebesar

50% dan tanpa operasi sebesar 50%, yang memiliki kreatinin >1,3 mg/100 ml

(tidak normal) dan mendapatkan tindakan operasi (52,2%) dan tanpa operasi

(47,8%).

Hasil uji statistik dengan uji Fisher diperoleh nilai p=0,872 (p>0,05),

artinya tidak ada perbedaan bermakna penatalaksanaan medis berdasarkan

kreatinin ginjal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

5.2.5 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Ureum Darah

Perbedaan proporsi penatalaksanaan medis penderita penyakit BSK yang

dirawat inap berdasarkan ureum darah di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

pada tahun 2015 – 2016 dapat dilihat pada gambar 5.18 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


81

80
67,6%
70
60 54,2%
50 45,8%

40 32,4%
30
20
10
0
≤39 (normal) >39 (tidak normal)

Tindakan Operasi Tanpa Operasi

Gambar 5.18 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis


Penderita BSK Berdasarkan Ureum Darah yang Dirawat Inap
Berdasarkan di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016

Dari tabel 4.18 dapat dilihat bahwa penderita BSK yang memiliki ureum

≤39 mg/100 ml(normal) dan mendapatkan tindakan operasi (45,8%) dan tanpa

operasi (54,2%), yang memiliki ureum >39 mg/100 ml dan mendapatkan tindakan

operasi (67,6%) dan tanpa operasi (32,4%).

Hasil uji statistik dengan uji Fisher diperoleh nilai p=0,024 (p>0,05),

artinya tidak ada perbedaan bermakna penatalaksanaan medis berdasarkan ureum

ginjal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

5.2.6 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Letak Batu

Perbedaan proporsi jenis kelamin penderita penyakit BSK yang dirawat

inap berdasarkan letak batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun

2015 – 2016 dapat dilihat pada gambar 5.19 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


82

Saluran Kemih Bawah 5,5 hari

Saluran Kemih Atas 5 hari

0 1 2 3 4 5 6 7

Lama Rawatan Rata-Rata

Gambar 5.19 Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata


Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu yang Dirawat Inap
Berdasarkan di RS Elisabeth Medan Tahun 2015-2016

Dari gambar 5.19 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata 177 orang

penderita BSK dengan batu saluran kemih atas adalah 5 hari dan lama rawatan 4

orang penderita BSK dengan saluran kemih bawah adalah 5,5 hari(6 hari).

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-test tidak memenuhi syarat

karena didapat nilai p<0,05 atau tidak berdistribusi normal, kemudian di lanjutkan

dengan uji Mann Wihtney. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Mann

Whtney diproleh nilai p=0.946 (>0,05), artinya tidak ada perbedaan bermakna

lama rawatan rata-rata penderita BSK berdasarkan letak batu di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

5.2.4 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan medis

Perbedaan proporsi jenis kelamin penderita penyakit BSK yang dirawat

inap berdasarkan letak batu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun

2015 – 2016 dapat dilihat pada gambar 5.20 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


83

Tanpa Operasi 4,87 hari

Tindakan Operasi 6,07 hari

0 1 2 3 4 5 6 7

Lama rawatan rata-rata

Gambar 5.20 Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata


Penderita BSK Berdasarkan Penatalaksanaan Medis yang
Dirawat Inap Berdasarkan di RS Elisabeth Medan Tahun
2015-2016

Dari gambar 5.20 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita

BSK yang mendapatkan tindakan operasi adalah 6,07 (6 hari), lama rawatan rata-

rata penderita BSK tanpa tindakan operasi adalah 4,87 ( 5 hari), lama rawatan 1

orang yang meninggal adalah 9 hari.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-test tidak memenuhi syarat

karena di dapatkan nilai p<0,05 atau tidak berdistribusi normal, kemudian

dilanjutkan dengan uji Mann Wihtney. Hasil analisis statistik dengan

menggunakan uji Mann Whitney diperoleh nilai p= 0,001 (p<0,05), artinya ada

perbedaan lama rawatan rata-rata yang bermakna penderita BSK berdasarkan

penatalaksanaan medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015-2016.

Universitas Sumatera Utara


84

Lama rawatan pasien Penderita BSK berbeda bergantung penatalaksanaan

medis yang diberikan pada penderita, jika penatalaksanaan dengan operasi maka

lama rawatan lebih lama.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan

6.1.1 Karakteristik penderita BSK berdasarkan sosiodemografi dengan proporsi

tertinggi adalah umur ≥ 45 tahun (57,7%), laki-laki (63,5%), Batak

(86,7%), Kristen Protestan (57,5%), Wiraswasta (27,6), Kawin (89,5%),

dan tempat tinggal berada di Luar Kota Medan (57,5%).

6.1.2 Proporsi penderita BSK berdasarkan letak batu tertinggi adalah saluran

kemih atas (97,8%).

6.1.3 Proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan utama tertinggi adalah lebih

dari >1 keluhan (55,8%)

6.1.4 Proporsi penderita BSK berdasarkan kelainan organik ginjal tertinggi

adalah hidronefrosis (42,5%).

6.1.5 Proporsi penderita BSK berdasarkan gangguan fungsi ginjal tertinggi pada

kreatinin normal (43,6%), dan pada ureum normal (64,1%).

6.1.6 Proporsi penderita BSK berdasarkan penatalaksanaan medis tertinggi

adalah tindakan operasi (50,8%).

6.1.7 Lama rawatan rata-rata penderita BSK adalah 5,48 hari.

6.1.8 Proporsi penderita BSK berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi

adalah sembuh (67,4%).

6.1.9 Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan

letak batu (p=0,298).

6.1.10 Tidak ada perbedaan bermakna keluhan utama berdasarkan letak batu

(p=0,326).

85
Universitas Sumatera Utara
86

6.1.11 Tidak ada perbedaan bermakna penatalaksanaan medis berdasarkan letak

batu (p=0,621).

6.1.12Tidak ada perbedaan bermakna penatalaksanaan medis berdasarkan

kreatinin darah(p=0,287).

6.1.13 Tidak ada perbedaan bermakna penatalaksanaan medis berdasarkan ureum

darah (p=0,103).

6.1.14 Tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata penderita BSK

berdasarkan letak batu (p=0,946).

6.1.15 Ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata penderita BSK dengan

penatalaksanaan medis (p=0,001).

6.2 Saran

6.2.1 Kepada pasien dengan keluhan nyeri pinggang, BAK sakit/sulit BAK,

BAK berdarah, BAK berbatu, demam, mual dan muntah agar segera

memeriksakan diri ke dokter sehingga apabila terbukti menderita penyakit

BSK dapat langsung diberikan penanganan medis.

6.2.2 Kepada petugas kesehatan baik dkter maupun perawat RS Santa Elisabeth

Medan agar memberikan informasi tentang pencegahan BSK kepada

penderita BSK dengan banyak minum air putih minimal 2 liter per hari

dan mengurangi makan makanan yang dapat berisiko menimbulkan

kembali BSK.

6.2.3 Kepada pihak Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Agar melakukan

pemeriksaan analisa batu untuk mengetahui jenis serta melengkapi

Universitas Sumatera Utara


87

pencatatan data ukuran batu, kadar ureum dan kreatinin ginjal penderita

BSK.

6.2.4 Diharapkan kepada Peneliti lain agar melakukan penelitian dengan analitik

yang lebih mendalam.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Bahdarsyam., 2003. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu


Saluran Kemih Bagian Atas di RS.H.Adam Malik Medan. Bagian
Patologi Klinik FK USU, Medan. Di akses pada 22 Maret 2017.

Bustan, M.N., 2012. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Rineke Cipta.

, 2015. Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular.


Jakarta: Rineka Cipta.

Corwin., E.,J., 2006. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran (EGC).

Chang E., 2009. Pathofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.


Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Pengobatan


Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina kefarmasian &
Alat Kesehatan.

, 2009. Undang Undang No. 36


Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

, 2009. Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025. Jakarta : Badan
Penyelenggaraan Pembangunan Daerah.

Eroschenko,V,P, 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional.


Buku, Kedokteran EGC, Jakarta.

Ginting, Y.B., 2014. Karakteristik Pasien Penderita Batu Saluran Kemih Di


Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-
2014. Skripsi Kedokteran USU, Medan.

Grace, P, A., Borley, N., R., 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga.
Erlangga Medical Series (EMS).

Hawariy, S., Rodjani, A., 2013. Pengaruh Kadar Asam Urat terhadap
Kejadian Batu Asam Urat pada Pasien Batu Saluran Kemih. Fakultas
Kedokteran UI.

88
Universitas Sumatera Utara
89

Hardjoeno., dkk, 2006. Profil Analisis Batu Saluran Kemih di


Laboraturium Patologi Klinik. Indonesia journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory, vol 12, No 3, Makasar.
http://www.jo urnal.unair.ac.id. Di akses pada 22 Maret 2017.

Idzar, M, D., Haripurnomo, Darmoatmodjo, S., 2007. Hubungan Antara


Kesadahan Air Minum, Kadar Kalsium dan Sedimen Kalsium
Oksalat Urin Pada Anak Usia Sekolah dasar. Berita Kedokteran
Masyarakat, Vol. 23, No.4, Hal. 200-209.

Jamal. 2004. Karakteristik Penderita batu Saluran Kemih (BSK) Rawat


Inap Di Rumah Sakit Umum Sigli Kabupaten Pidie Propinsi
Nanggro Aceh Darussalam Tahun 1999-2003. Skripsi : FKM USU,
Medan.

Jameson, J.L, Loscalzo, J., 2013. Harrison Nefrologi dan Gangguan Asam-
Basa. Jakarta : EGC.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar


2013. Jakarta: Bakti Husada.

Lina N., 2008. Faktor-Faktor Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki-
Laki. Tesis Mahasiswa Pasca Sarjana Epidemiologi UNDIP.
http://eprints.undip.ac.id/18458/1/Nur_Lina.pdf. Di akses pada 22
Maret 2017.

Lingga, S. 2001. Karakteristin Penderita Batu Saluran Kemih yang


Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 1999-
2000. Skripsi :FKM USU, Medan.

Muttaqin, A, Sari, K, 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam, Fransisca, 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

O’Challagan, C,A, 2009. At a Glance Sistem Ginjal. Edisi 2. Erlangga Medical


Series (EMS)

Purnomo, B, Basuki, 2011. Dasar dasar Urologi. Edisi ketiga. Jakarta : CV


Sagung Seto.

Universitas Sumatera Utara


90

, Daryanto, B, Seputra, K, P, 2010. Pedoman Diagnosa & Terapi


SMF Urologi Laboratorium Ilmu Bedah. Malang : RSU Dr. Saiful
Anwar.

Pearle, M, S., Calhoun, E, A., Curhan, G, C., 2004. Urolithiasis : in Urologi


Disease in America. Washington, DC: US Government Publishing Office.

Romero, V., Akpinar, H., Assimos, D, G., 2010. Kidney Stone : A Global
Picture of Prevalence, Insidence, and Associated Risk Factors.
MedReviews.

Sinaga, D.,K.,M. 2005. Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih (BSK)


Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2000-2004. Skripsi :
FKM USU, Medan.

Scales, C, D., Smith, A, C., Saigal C, S., 2013. Prevalence of Kidney Stones in
The United States. National Institutes Of Health (NIH).

Setiadi, 2007. Anotomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Sja’bani, M, 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Penerbit FK UI,
Jakarta

Sjamsuhidayat, R, Jong, W, d., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Stoller, M.L., 2008. Smith’s General Urology 18th Edition: Urinary Stone
Disease. Amerika Serikat: McGraw Hill

Syaifuddin., 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.


Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Syafrina, I., 2013. Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih (Bsk) Rawat
Inap Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007. Skripsi FKM
USU, Medan.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D.


Bandung : Alvabeta.

Tarwoto, Aryani, R, Wartonah, 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiwa


Keperawatan. Jakarta : TIM.

Universitas Sumatera Utara


91

Turk, C, Knoll, T, Petrik, A, Sarica, K, Skolarikos, A, Straub, M, Seitz, C., 2015.


Guidelines on Urolithiasis. Netherland : European Association of Urologi
(EAU)

Timmreck, T.C., 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta.

Tondok, M.,E.,B., Monoarfa, A., Limpeleh H., 2012. Angka Kejadian Batu
Ginjal Di RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou Manado Periode Januari 2010-
Desember 2012. Kandidat Skripsi : FK Universitas Sam Ratulangi
Manado.

World Health Organization (WHO), 2015 .Noncommunicable Diseases Fact


sheet. Switzerland: WHO.

Yasui, T., Iguchi, M., Suzuki, S., Okada, A., Itoh, Y., Tozawa, K., Kohri K.,
2008. Prevalence and epidemiologic characteristics of lower urinary
tract stones in Japan. MedReviews.

Yesheskiel, B.,G. 2004.Karakteristik pasien Penderita Batu Saluran Kemih di


Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-
2014. FK USU, Medan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai

  • NATA DE ALOE
    NATA DE ALOE
    Dokumen15 halaman
    NATA DE ALOE
    teressyasimanjuntak29
    67% (6)
  • AsuhanTuliKonduktif
    AsuhanTuliKonduktif
    Dokumen14 halaman
    AsuhanTuliKonduktif
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • RSUD Pendokumentasian
    RSUD Pendokumentasian
    Dokumen15 halaman
    RSUD Pendokumentasian
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen17 halaman
    Bab I
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • C Enterpreneur Kel.2 Makalah
    C Enterpreneur Kel.2 Makalah
    Dokumen19 halaman
    C Enterpreneur Kel.2 Makalah
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 3
    Kelompok 3
    Dokumen20 halaman
    Kelompok 3
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Keluarga
    Keluarga
    Dokumen47 halaman
    Keluarga
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • 3756 7950 1 SM
    3756 7950 1 SM
    Dokumen6 halaman
    3756 7950 1 SM
    Wahyuni
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 3
    Kelompok 3
    Dokumen20 halaman
    Kelompok 3
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Akkes Askep
    Akkes Askep
    Dokumen23 halaman
    Akkes Askep
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Katara K
    Katara K
    Dokumen20 halaman
    Katara K
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Fix RPK Yosika
    Fix RPK Yosika
    Dokumen18 halaman
    Fix RPK Yosika
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Konseptual Model Keperawatan Keluarga 2015-03-16
    Konseptual Model Keperawatan Keluarga 2015-03-16
    Dokumen10 halaman
    Konseptual Model Keperawatan Keluarga 2015-03-16
    Anna
    Belum ada peringkat
  • Teori Proses Menua Lansia
    Teori Proses Menua Lansia
    Dokumen14 halaman
    Teori Proses Menua Lansia
    Dicky R. Ferrysta
    Belum ada peringkat
  • pENGKAJIAN LANSIA 2017
    pENGKAJIAN LANSIA 2017
    Dokumen30 halaman
    pENGKAJIAN LANSIA 2017
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Makalah Gizi
    Makalah Gizi
    Dokumen22 halaman
    Makalah Gizi
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • pENGKAJIAN LANSIA 2017
    pENGKAJIAN LANSIA 2017
    Dokumen30 halaman
    pENGKAJIAN LANSIA 2017
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Askep Lansia
    Format Pengkajian Askep Lansia
    Dokumen10 halaman
    Format Pengkajian Askep Lansia
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Kala 2
    Kala 2
    Dokumen15 halaman
    Kala 2
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Gerontik Ny K
    Asuhan Keperawatan Gerontik Ny K
    Dokumen73 halaman
    Asuhan Keperawatan Gerontik Ny K
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data
    Analisa Data
    Dokumen5 halaman
    Analisa Data
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Askep Isos Lansia
    Askep Isos Lansia
    Dokumen15 halaman
    Askep Isos Lansia
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Askep Isos Lansia
    Askep Isos Lansia
    Dokumen15 halaman
    Askep Isos Lansia
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa HDR
    Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa HDR
    Dokumen14 halaman
    Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa HDR
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Halusinasi
    Halusinasi
    Dokumen11 halaman
    Halusinasi
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Akkes Askep
    Akkes Askep
    Dokumen23 halaman
    Akkes Askep
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Askep Jiwa 1
    Askep Jiwa 1
    Dokumen14 halaman
    Askep Jiwa 1
    Sarya Purba
    Belum ada peringkat
  • Makalah Gizi
    Makalah Gizi
    Dokumen22 halaman
    Makalah Gizi
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat
  • Halusinasi
    Halusinasi
    Dokumen11 halaman
    Halusinasi
    teressyasimanjuntak29
    Belum ada peringkat