Berbagi pengalaman menulis Asuhan Keperawatan khususnya tinjauan teoritis dan kasus
Home
LP Halusinasi adalah lapaoran pendahuluan yang harus dipersiapkan untuk merawat pasien gangguan
jiwa khususnya menderita gangguan khayalan, seperti halusinasi pendengaran, penglihatan, perabaan.
Dalam hal ini klien yang dirawat adalah yang menginap di RSJ dengan sistem perawatan telah mengikat
kontrak oleh keluarganya kepada pihak RSJ dan perawat sebagai bagian dari pada sistem pelayanan di
rumah sakit tersebut harus melakukan pekerjaan yang di embatkan kepada kita sebagai seorang
perawat profesional dan tentu saja kita melakukan proses asuhan keperawatan pada pasien yang di
tunjukkan hingga mencapai keadaan klien kita khususnya klien dengan masalah halusinasi yang mana
hal itu dalam pembahasan kita pada kesempatan ini. Selanjutnya sobat akan mengamati dengan cermat
proses Askep di bawah ini :
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan gangguan orintasi realita, karena terganggunya fungsi otak : kognitif dan proses
pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Menurut WHO, kesehatan jiwa
bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun 2012 450 juta orang diseluruh dunia menderita
gangguan mental, dan sepertiganya tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita
gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan.
Gangguan terhadap fungsi kognitif dan persepsi akan mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik
terganggu, sedangkan gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial akan mengakibatkan terganggunya
kemampuan berespon yakni perilaku non verbal ( Ekspresi,gerakan tubuh) dan perilaku verbal
(penampilan hubungan sosial). Memperhatikan perilaku klien seperti ini tentu akan menjadi suatu hal
yang perlu direspon oleh perawat profesional, paling tidak mengeliminir masalah-masalah yang ada
sehingga keadaan seorang pasien tidak berkembang menjadi lebih berat ( perilaku agresif / perilaku
kekerasan).
Menurut Dinas Kesehatan Kota Jawa Tengah Tahun 2012, mengatakan angka kejadian penderita
gangguan jiwa di Jawa Tengah berkisar antara 3.300 orang hingga 9.300 orang. Angka kejadian ini
merupakan penderita yang sudah terdiagnosa. Dilihat dari angka kejadian diatas penyebab paling
sering timbulnya gangguan jiwa adalah masalah himpitan ekonomi, kemiskinan. Ketidakmampuan dalam
beradaptasi tersebut berdampak pada kebinggungan, kecemasan dan frustasi pada sebagian
masyarakat, konflik batin dan gangguan emosional menjadi ladang subur bagi tumbuhnya penyakit
mental. Factor psikososial merupakan factor utama yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang
(anak,remaja, dan dewasa).
Oleh karena itu atas dasar latar belakang masalah tersebut diatas maka penulis tertarik dan ingin
memberikan asuhan keperawatan jiwa khususnya pada pasien halusinasi dengan pelayanan
kesehatan secara holistic dan komunikasi terapiutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta mencapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu penulis tertarik mengangkat judul Asuhan Keperawatan Jiwa
Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi
pendengaran, diharapkan akan mampu mengidentifikasikan seluruh masalah yang terjadi sehubungan
dengan halusinasi.
2. Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
- Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
- Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan klien dengan masalah
utama halusinasi.
- Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
BAB II
LAPORAN TEORI
A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa,
Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya
mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan
manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi
dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi
tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata
ada oleh klien.
Menurut Varcarolis yang dikutip oleh Yosep (2010:217) halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori
seseorang dimana tidak terdapat stimulus. Sementara Menurut Keliat (2011:147) halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan/penghidungan tanpa stimulasi nyata. Halusinasi
adalah persepsi sensorik keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005). Dan Stuart (2007) juga berpendapat Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman
sensori yang salah.
B. Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu,
diantaranya :
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara - suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,
gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
3. Halusinasi penciuman
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti: darah, urine
atau feses. Kadang kadang tercium bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang
dan dementia.
4. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh:
merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine.
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon
neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat,
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.
Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan
persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien
mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai
stimulus yang diterima.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian
(attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak
komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat
diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan
individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat
panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi
sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalahnya tidak diterima oleh norma norma social atau budaya umum yang berlaku.
10. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan
masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
11. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain.
12. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
JENIS KARAKTERISTIK
HALUSINASI
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
70 % berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba
untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan
asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-
tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.
Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
F. Etiologi
Faktor predisposisi
Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbikberhubungandenganperilakupsikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah masalah
pada system receptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan
pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
-Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien.
Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan
atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
-Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial
budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
G. Manifestasi Klinis
6. Perilaku panik
14. Diam
15. Rentang perhatianhanya beberapa detik atau menit
H. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat
menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
Data objektif :
b. Mondar-mandir
d. Tangan mengepal
h. Mata merah
I. Penatalaksanaan Medis
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di
terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat
yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang
merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat
dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya
suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan
pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian.
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami psikotik,
khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data
yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada
schizofrenia.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi
antara lain:
a. Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian
kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi
genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b. Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah
berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c. Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin
berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi factor predisposisi schizofrenia.
e. Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di
pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor presipitasi
- Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di
thalamus dan frontal otak.
- Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada
tabel dibawah ini ;
Kurang tidur
Kelelahan infeksi
Kurangnya latihan
Stigmasasi
Kemiskinan
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Sedangkan Menurut Keliat, 2006:45 masalah keperawatan yang perlu dikaji yaitu :
DO:
- Menggebrak meja atau tempat tidur
DS: Pasien mengungkapkan melihat seseorang, atau benda tanpa stimulus yang nyata.
DO:
3. Menarik diri
DO:
- Pasien suka melamun, berdiam diri, nada suara lemah, tampak lesu, kurang berbicara dan menyendiri
dalam ruangan.
DS: Pasien mengejek atau mengkritik dirinya sendiri, pasien merasa bersalah dan menghukum dirinya
sendiri.
DO:
# DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa1 :Halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuankhusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
seanjutnya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
Tindakan :
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu ,namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, senang)
beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah,
menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
Tindakan :
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang
dirasakan
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan kasus diatas, maka kami dapat mengambil kesimpilan dan saran sebagai
berikuti :
A. Kesimpulan
1. Halusinasi banyak terjadi pada klien schizofrenia dengan masalah keperawatan harg diri rendah dan
atau menarik diri.
2. Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau internal.
- Tingkatkan aktifitas
4. Tidak semua gejala halusinasi yang terdapat dalam teori di jumpai pada kasus di ruangan.
5. Keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam membantu klien mengatasi masalahnya baik
selama dirumah sakit maupun berada dirumah.
B. Saran
1. Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau
internal sehingga menimbulkan resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, untuk
itu perawat dan keluarga perlu mengenal tanda dan gejala halusinasi dan membawa klien ke alam
realita.
3. Oleh karena keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam perawatan klien maka keluarga
perlu di motivasi untuk terlibat secara aktif dalam perawatan klien halusinasi.
4. Fiksasi bukan pilihan utama pada klien halusinasi tapi perhatikan dan kenali respon klien yang
berhubungan dengan halusinasi dan gunakan komunikasi terapeutik bagi klien yang tidak kooperatif.
Keliata,B.A. dk, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1999.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (5th ed) St louis :Mosby
Year Book, 1995.
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (6th ed) St louis :Mosby Year
Book, 1998.
Townsend, M.C., Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan
Rencana Keperawatan, EGC, Jakarta, 1998.
Keliat,Budi Ana. 2006. Proses keperawatan kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta, EGC
Keliat, Budi A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta:EGC
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strartegi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Postingan terkait:
Askep halusinasi
Cari Disini
Popular Post
LP GASTRITIS LENGKAP
LP TB PARU LENGKAP
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA IBU. S TERUTAMA PADA IBU. S DENGAN
MASALAH KESEHATAN HIPERTENSI
LP HIPERTENSI TERBARU
Blog Archive