Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian utama dikalangan

usia produktif antara 15 - 44 tahun. Menurut Ginsberg (2007), penyebab

dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, terjatuh, pukulan atau

trauma tumpul yang mengakibatkatkan benturan langsung pada kepala,

kecelakaan rumah tangga, olah raga, trauma tembak atau pecahan bom,

kecelakaan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Boto (2005)

mengungkapkan pasien dengan cedera kepala berat, 20% meninggal dunia

pada awal pasien tiba di IGD, artinya 20% pasien cedera kepala tidak

mampu melakukan kompensasi atau terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi komplikasi sekunder tersebut terus berlanjut sehingga

pasien mengalami kematian biologis pada awal pasien tiba di IGD. Pre-

hospital stage yang terdiri dari penolong pertama, lama penanganan

pertama, dan alat transportasi pasien merupakan faktor yang memiliki

kontribusi yang besar terhadap kualitas hidup penderita dengan cedera

kepala berat yang dikutip dalam (Wibowo, 2016)

Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2008, kecelakaan

lalu lintas menjadi penyebab kematian ke-10 akibat cedera di dunia

dengan jumlah kematian 1,21 juta (2,1%). Penyebab kematian terbanyak

di rumah sakit pada pasien rawat jalan cedera menempati urutan

1
2

keenam, sedangkan pada pasien rawat inap menempati urutan

keempat (Bidjuni & Malara, 2017). Cedera kecelakaan lalu lintas dan

kematian yang terjadi sudah menjadi masalah sangat serius. Prevalensi

cedera hasil Riskesdas 2013 meningkat dibandingkan Riskesdas 2007,

penyebab akibat kecelakaan sepeda motor 40,6 persen, terbanyak pada

laki-laki dan berusia 15-24 tahun. Proporsi cedera karena kecelakaan

transportasi darat (sepeda motor dan kendaraan lain) meningkat dari 25,9

persen (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008) menjadi

47,7 persen (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Laporan Registrasi Kematian dan Penyebab Kematian di dua belas

Kabupaten/Kota tahun 2012 menunjukan kecelakaan lalu lintas merupakan

penyebab kematian tertinggi pada laki-laki, dengan kelompok umur 15-34

tahun (Masyarakat, 2012) yang dikutip dalam (Djaja, Widyastuti, Tobing,

Lasut, & Irianto, 2016)

Data epidemiologis tentang cedera kepala di Indonesia hingga saat ini

belum tersedia namun dari data yang ada dikatakan mengalami

peningkatan. Data cedera kepala di Makassar khususnya di Rumah Sakit

Wahidin Sudirohusodo pada tahun 2005 berjumlah 861 kasus, tahun 2006

berjumlah 817 kasus dan tahun 2007 berjumlah 1078 kasus. Sekitar 59%

adalah cedera kepala ringan, 24% cedera kepala sedang dan 17% cedera

kepala berat. Pada penelitian lain, dalam kurung waktu 3 bulan (November

2011-April 2012) ditemukan 524 penderita cedera kepala, 103 diantaranya

mengalami delirium dan terdiri dari 27,2% merupakan cedera kepala


3

sedang, dan 72,8 % cedera kepala ringan. (Lisnawati, 2012) yang dikutip

dalam (Zainuddin, Kwandou, Akbar, & Muis, 2013)

Penderita cedera kepala di RS Wahidin Sudirohusodo berdasarkan

data yang didapatkan saat pengambilan data awal, pada tahun 2014 total

sebanyak 469 orang, pada tahun 2015 sebanyak 327 orang dan pada tahun

2016 sebanyak 181 orang. Sedangkan untuk data kematian penderita

cedera kepala di RS Wahidin Sudirohusodo didapatkan pada tahun 2014

sebanyak 9 orang, pada tahun 2015 sebanyak 19 orang dan pada tahun

2016 sebanyak 7 orang. Tingginya angka kematian pada penderita cedera

kepala karena kurangnya penanganan yang tepat, baik dari segi

pengetahuan perawat maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai

dalam penanganan cedera kepala. Tingginya angka kematian di rumah

sakit merupakan pertanda kemungkinan adanya masalah mutu pelayanan

yang memerlukan perbaikan sehingga kematian yang terjadi dapat di

hindarkan dengan perawatan yang optimal.(Djasri H. & Erissa B (2013)

dalam Limantara, Herjunianto, & Roosalina, 2013). Menurut Nelson, P

(2011) yang dikutip oleh Alimohammadi dkk., (2014) dilaporkan bahwa

15-60% kematian di rumah sakit terjadi di UGD. Penyebab kematian ini

disebabkan oleh pengobatan yang salah, tes diagnostik yang tidak tepat,

dan kesalahan dalam melakukan triase (Goulet et al., 2015).

Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala secara umum meliputi

anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan

pemeriksaan radiologis.Pada anamnesis informasi penting yang harus


4

ditanyakan adalah mekanisme trauma.Pada pemeriksaan fisik secara

lengkap dapat dilakukan bersamaan dengan secondary survey.Pemeriksaan

meliputi tanda vital dan sistem organ.Penilaian GCS awal saat penderita

datang ke rumah sakit sangat penting untuk menilai derajat kegawatan

cedera kepala.Pemeriksaan neurologis, selain pemeriksaan GCS, perlu

dilakukan lebih dalam, mencakup pemeriksaan fungsi batang otak, saraf

kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, 5 dan refleks-refleks.

Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah

rontgen kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan

lateral. Idealnya penderita cedera kepala diperiksa dengan CT scan,

terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup

bermakna, amnesia, atau sakit kepala hebat. Pemeriksaan CT scan

idealnya harus dilakukan pada semua cedera kepala yang disertai dengan

kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit, amnesia, sakit kepala hebat,

GCS<15, atau adanya defisit neurologis fokal. Foto servikal dilakukan bila

terdapat nyeri pada palpasi leher. Pemeriksaan CT scan sangat mutlak

pada kasus trauma kepala untuk menentukan adanya kelainan intrakranial

terutama pada cedera kepala berat dengan Glasgow Coma Score 8

(normalnya 15).

Triase yang akurat adalah kunci keberhasilan di UGD di setiap rumah

sakit. Kesalahan triase cenderung terjadi karena tingkat triase yang tidak

akurat yang dilakukan perawat karena kesalahpahaman atau

ketidaksadaran akan variabel dan kriteria triase pasien. Hal ini


5

menyebabkan pasien dikategorikan dibawah kategori triase yang

seharusnya (Undertriage), yang dapat memperpanjang waktu tunggu

pasien dan menunda perawatan segera yang menyebabkan penurunan

kondisi pasien. Kesalahan triase terjadi karena beberapa alasan, termasuk

kurangnya pengetahuan mengenai kondisi dengan resiko tinggi dan

interpretasi yang tidak tepat terhadap tanda-tanda vital pasien

(Asgharpour, Barfi, Mirhaghi, & Taghi, 2016). Triase merupakan fungsi

inti dari perawat gawat darurat, dimana triase adalah suatu keterampilan

klinis sebagai pembeda perawat gawat darurat dengan perawat-perawat

spesialis lainnya (Elliott, Aitken, & Chaboyer, 2012). Hal ini pun

dijelaskan dalam Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat,

Direktorat Pelayanan Medik (2006) yang dikutip dalam (Faidah,

Ratnawati, & Setyoadi, 2013) bahwa peran dan fungsi perawat gawat

darurat adalah melakukan triase, mengkaji dan menetapkan prioritas dalam

spectrum yang lebih luas terhadap berbagai kondisi klinis yang bersifat

mendadak mulai dari ancaman nyawa sampai kondisi kritis

Berdasarkan latar belakang dan data di atas, yang menunjukkan

penurunan kasus kematian pasien yang diakibatkan karena cedera kepala

setiap tahun maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

pengalaman perawat dalam penanganan kegawatdaruratan cedera kepala di

ruang IGD RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.


6

B. Rumusan Masalah

Tingginya angka kematian pada pasien cedera kepala yang

diakibatkan karena penanganan yang kurang tepat, baik dari segi

pengetahuan perawat maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai

dalam penanganan cedera kepala. Sesuai uraian latar belakang diatas yang

telah dikemukan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “

bagaimana penanganan kegawatdaruratan pasien cedera kepala yang tepat

di ruang IGD RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar ?”.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya bagaimana penanganan kegawatdaruratan pasien

dengan cedera kepala di ruang IGD RS Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pengalaman perawat tentang pengkajian dalam

kegawatdaruratan pada pasien cedera kepala.

b. Diketahuinya pengalaman perawat tentang intervensi

kegawatdaruratan pasien cedera kepala pada tahap primary survey

berdasarkan level triase.

c. Diketahuinya kendala perawat dalam melakukan penanganan

kegawatdaruratan pada pasien cedera kepala.


7

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi ilmiah

yaitu membuktikan bagaimana penatalaksanaan penanganan

kegawatdaruratan pada pasien cedera kepala.

2. Manfaat aplikatif

a. Bagi institusi pelayanan

Dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan

dalam upaya memberikan pelayanan atau intervensi keperawatan

pada kasus cedera kepala atau trauma kapitis.

b. Bagi institusi pendidikan

Dapat memberikan dan memperkaya ilmu keperawatan

sekaligus sebagai tambahan referensi khususnya dalam penanganan

kegawatdaruratan pada pasien cedera kepala.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai sumber data dan referensi penelitian lanjutan bagi

peneliti berikutnya dalam melaksanakan penelitian sejenis terkait

pananganan pasien cedera kepala.

Anda mungkin juga menyukai