Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep medis

1. Definisi

Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,

edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini

umumnya terjadi dalam trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi

sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. (Brunner & Suddart, 2001).

Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita

hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein

uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi

sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan

berumur 28 minggu atau lebih. (Purwaningsih, 2010)

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel, yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Mitayani,

2010). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat

juga timbul kapan saja pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat

berkembang dari Preeklampsia yang ringan sampai Preeklampsia yang

berat (Mansjoer, 2010).


2. Klasifikasi preeklamsi

Preeklampsia terbagi atas 2 bagian, yaitu :

a. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi

rebah terlentang/tidur berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg

atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara

pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan

jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

2) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat

badan 1 kg atau lebih perminggu.

3) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau

2+ pada urin kateter atau midstream

b. Pre-eklampsi berat:

1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih

2) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter

3) Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam

4) Keluhan subjektif :

a) Nyeri di epigastrium

b) Gangguan penglihatan

c) Nyeri kepala

d) Edema paru dan sianosis

5) Pemeriksaan :

a. Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus


b. Perdarahan pada retina

b) Trombosit kurang dari 100.000/mm. (Prof. Dr. Rustam

Mochtar, MPH, 2011)

3. ETIOLOGI

Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan

menderita preeklampsia. Akan tetapi ada beberapa faktor resiko yang

berkaitan dengan perkembangan penyakit : primigravida, grand

multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid

obesitas (Smeltzer, 2001). Adapun faktor maternal yang menjadi

predisposisi terjadinya Preeklampsia:

a. Usia ekstrim ( 35 th) : resiko terjadinya Preeklampsia meningkat seiring

dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun

peningkatan usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun

interval antara kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya

Preeklampsia pada wanita usia belasan terutama adalah karena lebih

singkatnya lama paparan sperma. Sedang pada wanita usia lanjut

terutama karena makin tua usia endothel makin berkurang

kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik

dan stress regangan hemodinamik.

b. Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya:

riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya memberikan resiko

sebesar 13,1 % untuk terjadinya Preeklampsia pada kehamilan kedua

dengan partner yang sama.


c. Riwayat keluarga yang mengalami Preeklampsia: eklampsia dan

Preeklampsia memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara

familial. Hasil studi di Norwegia menunjukkan bahwa mereka yang

saudara kandungnya pernah alami Preeklampsia, estimasi OR (odds

ratio) adalah sebesar 2,2. Sedangkan bagi mereka yang satu ibu lain ayah

OR-nya sebesar 1,6. Bagi mereka yang satu ayah lain ibu OR-nya adalah

1,8. Sementara itu hasil studi lain menunjukkan bahwa riwayat keluarga

dengan Preeklampsia menunjukkan resiko tiga kali lipat untuk

mengalami Preeklampsia. Contoh dari gen-gen yang diturunkan yang

berkaitan dengan Preeklampsia adalah: gen angiotensinogen, gen eNOS

(endothelial NO synthase), gen yang berkaitan dengan TNFα, gen yang

terlibat dalam proses koagulasi seperti factor V Leiden, MTHFR

(methylenetetrahydrofolate reductase) dan prothrombin.

d. Paparan sperma, primipaternitas: Paparan semen sperma merangsang

timbulnya suatu kaskade kejadian seluler dan molekuler yang

menyerupai respon inflamasi klasik. Ini yang kemudian merangsang

produksi GM-CSF sebesar 20 kali lipat. Sitokin ini selanjutnya

memobilisasi lekukosit endometrial. Faktor seminal yang berperan

adalah TGF-β1 dalam bentuk inaktif. Selanjutnya plasmin dari semen

sperma dan faktor uterus mengubahya menjadi bentuk aktif. Sitokin

TGF-β1 akan merangsang peningkatan produksi GM-CSF (granulocyte

macrophage-colony stimulating factor) . Bersamaan dengan itu sperma


yang diejakulasikan juga mengandung antigen-antigen yang turut

berperan dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup zigot.

e. Penyakit yang mendasari

1) Hipertensi kronis dan penyakit ginjal

2) Obesitas, resistensi insulin dan diabetes

3) Gangguan thrombofilik

4) Faktor eksogen: Merokok, mnurunkan resiko PE,Stress, tekanan

psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan, latihan

fisik,Infeksi saluran kemih.

4. Patofisiologi

Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran

perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga

terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen

(HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna.

Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi

perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon

(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan

peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke

dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan

peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan

tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat

menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas

vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan

pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap

Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang

resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi

vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah

yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya

hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan

aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel

pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang

merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar

sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit

dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan

gangguan ke berbagai sistem organ.

Fungsi organ-organ lain:

a. Perubahan pada otak

Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap

dalam batas-batasn ormal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah

meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi

pada otak yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan

pada visus. Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.


b. Perubahan pada uri dan rahim

Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan

plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena

kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan

eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap

rangsangan meningkat maka terjadilah partus prematurus.

c. Perubahanp ada ginjal

Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal

kurang. Hal ini menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus

menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filnasi

glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada

keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.

d. Perubahan pada paru-paru

Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya

disebabkan oleh edema paru. Ini disebabkan oleh adanya

dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia.

Kadang-kadang ditemukan abses paru.

e. Perubahan pada mata

Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh

darah. Bila ini dijumpai adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada

eklampsi dapat terjadi ablasio retinae, disebabkan edema intra-okuler

dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi

untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan


arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah

adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan

perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri

atau dalam retina.

f. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit

Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan

nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum.

Dan tidak terjadi ketidakseimbangan elektrolit. Gula

darah,bikarbonasn atrikusd an pH normal. Pada pre-eklampsi berat dan

pada eklampsi : kadar gula darah naik sementara asam laktat dan asam

organik lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini

biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai

zat-zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepas lalu bereaksi

dengan karbonik sehingga terbentuk bikarbonas natrikus. Dengan

begitu cadangan alkali dapat kembali pulih normal (Mansjoer, 2010)

5. Manifestasi klinis

Menurut Mitayani (2009) Preeklamsi dapat di klasifikasikan

menjadi 2 macam (smeltzer, 2001) :

a. Preeklamsi Ringan dengan tanda gejala

1) TD ≥ 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

2) Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dispstick

b. Preeklamsi Berat disertai dengan satu atau lebih gejala berikut :

1) TD ≥ 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu


2) Proteinuria 2.0 g/24 jam ≥ 2+ (dispstick)

3) Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah

abnormal )

4) Trombosit < 100.0000 / mm3

5) Microangiopathic hemolysis ( increase LDH )

6) Nyeri kepala atau gangguan visual persisten

7) Nyeri epigastriuma.

6. Komplikasi

Menurut Purwaningsih (2010) yang termasuk komplikasi antar lain :

a. Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim.

Pada penderita preeklamsi ini terjadi karena adanya vasospasme pada

pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke plasenta

terganggu. Sehingga nutrisi menuju ke janin atau plasenta berkurang

kemudian terjadi sianosis yang menyebabkan plasenta lepas dari

dinding rahim.

b. Hemolisis

Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis

periportal hati pada penderita pre-eklampsia.

c. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklampsia.
Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.

Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat

yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.

d. Edema paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan

karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang

ditemukan abses paru-paru.

Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme

arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama

dengan enzim.

e. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan

fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT],

gejala subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]),

hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam

lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi

(adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan

(vasokonstriktor kuat), lisosom.

f. Prematuritas

Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu

pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan

struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.


g. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation):

DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme

pembekuan darah pada tubuh. Pada penderita preeklamsi terjadi

proteinuria yaitu protein yang keluar bersama urin akibat dari

kerusakan ginjal. Sedangkan dalam mekanisme pembekuan darah di

perlukan fibrinogen yang merupakan protein. Sehingga pada penderita

preeklamsi karena terjadi kekurangan protein dalam darah

menyebabkan mekanisme pembekuan darah terganggu kemudian

terjadinya DIC

7. Pemeriksaan penunjang

Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif

untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator

preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat

diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang

menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya

preeklampsia superimpose.

a. Laboratorium :

Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal

kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia,

yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar

kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.

Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan

juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta
waktu perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus

dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas

penyakitprotein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya

meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),

kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini

meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.

b. USG : untuk mengetahui keadaan janin

c. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

8. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2010) penatalaksanaan eklamsi dibagi menjadi :

a. Penatalaksanaan Medis

Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan

tanda-tanda dan gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri

sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang.

Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang

dapat di berikan:

1) Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan

intramuskulus bokonh kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan

dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas

magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella

positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat

tersebut selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan

meningkatkan diuresis.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.

3) Diazepam 20 mg intramuskulus

4) Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian

MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500

ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak

ada perbaikan, rawat di ruang ICU.

Sebagai tindakan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah:

1) Anti hipertensi

a) Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg.

Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg

(bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi

plasenta.

b) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada

umumnya.

c) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat

diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),

catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500

cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

d) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan

tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan

adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat

diulang sampai 8 kali/24 jam.


2) Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,

diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat

diperlukan karena dengan menurunnya tekanan darah

kemungkinan kejang dan apolpeksia serebri menjadi lebih kecil.

Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20%

secara intravena. Obat diuretika tidak si berikan secar rutin

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia :

1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

3) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta,

pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)

4) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera

mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko

janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

Penatalaksanaan preeklamsI Ringan

1) Kehamilan kurang dari 37 minggu. ()carpenito, 2006)

Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :

a) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan

kondisi janin
b) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya

preeklampsia dan eklampsia.

c) Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan

tekanan pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan aliran

darah balik dan menambah curah jnatung.

d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).

e) Tidak perlu diberi obat-obatan.

f) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :

2) Diet biasa

3) Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria)

sekali sehari.

4) Tidak perlu diberi obat-obatan.

5) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,

dekompensasi kordis, atau gagal ginjal akut.

6) Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat

dipulangkan :

a) Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda

preeklampsia berat.

b) Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin,

keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat;

7) Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika tidak ada

tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan

observasi kesehatan janin.


8) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,

pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak rawat sampai

aterm.

9) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai PE berat.

Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan

cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan

saat yang tepat untuk persalinan. (Carpenito, 2006):

1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.

3) Pemberian obat antikejang.

4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema

paru-paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah

furosemid.

5) Pemberian antihipertensi

Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan

darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort

mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan

MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas tekanan

darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180

mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.


6) Pemberian glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak

merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32 – 34 minggu, 2 x 24

jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

B. Konsep keperawatan (NANDA, NIC-NOC DAN (NCP DARI

DOENGOES )

1. pengkajian keperawatan :

a. Data yang dikaji pada ibu dengan preeklampsia adalah (Doengos,

2000):

Data subyektif :

1) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau

> 35 tahun

2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, edema,

pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur

3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,

vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM

4) Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,

hidramnion serta riwayat kehamilan dengan preeklampsia atau

eklampsia sebelumnya

5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok

maupun selingan
6) Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan

kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk

menghadapi resikonya

Data Obyektif :

1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam

2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edem

3) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal

distress

4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat

pemberian SM ( jika refleks + )

5) Pemeriksaan penunjang ;

a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur,

diukur 2 kali dengan interval 6 jam

b) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (

biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada

skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine

meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7

mg/100 ml

c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/mingg

d) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya

kelainan pada otak

e) USG ; untuk mengetahui keadaan janin

f) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin bisa muncul (Nanda, 2015) :

a. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus

dan pembukaan jalan lahir

b. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak

efektif terhadap proses persalinan

c. Resiko terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan

fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )

d. Resiko terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan

perubahan pada plasenta

3. Rencana dan intervensi keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus

dan pembukaan jalan lahir.

Intervensi :

1) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien

R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan

dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon

pasien terhadap nyerinya

2) Jelaskan penyebab nyerinya

R/ Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif

3) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS

timbul
R/ Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi

vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga

kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi

4) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri

R/. untuk mengalihkan perhatian pasien

b. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak

efektif terhadap proses persalinan

Intervensi :

1) Kaji tingkat kecemasan ibu

R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan

pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan

medikamentosa

2) Jelaskan mekanisme proses persalinan

R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat

mengurangi emosional ibu yang maladaptif

3) gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif

R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang

dimiliki ibu efektif

4) Beri support system pada ibu

R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang

sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan

hati
c. Resiko terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan

fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )

Intervensi :

1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam

R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih

merupkan indikasi dari PIH

2) Catat tingkat kesadaran pasien

R/ Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah

otak

3) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,

penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )

4) R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada

otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang

5) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya

kontraksi uteru

R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan

memungkinkan terjadinya persalinan

6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi

Monitor DJJ sesuai indikasi

R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur

dan solusio plasenta

d. Resiko terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan

perubahan pada plasenta


Intervensi :

1) Kaji tentang pertumbuhan janin

R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena

hipertensi sehingga timbul IUGR

2) Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut,

perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )

R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu

akibat hipoxia bagi janin

3) Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM

R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi

jantung serta aktifitas janin

4) Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST

R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

keadaan/kesejahteraan janin

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito- Moyet,Lynda juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif, et al. 2010. Kapita selekta kedokteran, jilid I. edisi ketiga. Jakarta
: Media Aesculapius FKUI.

Mochtar, MPH. Prof. Dr. Rustam. 2011. Synopsis Obstetri. Jilid I. edisi kedua
EGC. Jakarta.

Mitayani. 2012. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. EGC: Jakarta

Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart Vol.2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Pengkajian Kegawatdaruratan

Ruangan : IGD OBGYN


Tanggal : 31-8-2018
Jam : 09.52 wita
I. Identitas pasien
No. Rekam Medis : 539705
Nama : Ny. “ H”
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl/ Umur : 3-06-1995/ 23 tahun
Alamat : Dusun Cinranae, Maros
Rujukan dari : Puskesmas Maros
Diagnosa : Pre Eklamsi Berat (PEB)
Nama keluarga yang bisa dihubungi :Tn“I”
Transfortasi waktu datang : Mobil
Alasan masuk :
Pasien masuk dengan keluhan nyeri ulu hati yang dirasakan sejak 3 hari
yang lalu, pasien mual dan muntah 1 kali sebelum masuk RS. Pasien juga
mengeluh sesak napas sejak 1 hari yang lalu, memiliki riwayat hipertensi sejak
6 tahun yang lalu dan mengkonsumsi obat nifedipine dan adalat oros namun
tidak teratur.
II. Primary survey
A. Airway
1. Pengkajian jalan napas
Bebas Tersumbat
Trachea di tengah :  Ya Tidak
a. Resusitasi : -
b. Re evaluasi :-
2. Masalah keperawatan : -
3. Intervensi/ Implementasi : -
4. Evaluasi : -
B. Breathing
1. Fungsi pernapasan :
a. Dada simetris :  Ya Tidak
b. Sesak napas : Ya Tidak
c. Respirasi : 26 x/menit, dan terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan.
d. Krepitasi : Ya Tidak
e. Suara napas : Teratur (vesicular), dan terdapat suara napas tambahan
wheezing.
f. Saturasi 02 : 99 %
g. Assesment : -
h. Resusitasi : -
i. Re evaluasi :-
2. Masalah keperawatan : Pola napas tidak efektif
Diagnosa keperawatan : Pola Napas Tidak Efektif
Tujuan Intervensi Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan (3140) Manajemen jalan (3140) Manajemen jalan napas : S : pasien masih mengeluh sesak napas
keperawatan selama 1x24 jam, napas : 1. Memonitor status pernafasan dan O:
diharpakan : Pasien akan 1. Monitor status oksigenasi 1. Frekuensi Nafas 24x/menit
menunjukkan Status pernapasan : pernafasan dan Hasil : 2. Irama nafas : Teratur
ventilasi (0415): oksigenasi a. Frekuensi nafas : 26x/menit 3. Suara nafas vesikuler
Dengan kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk b. Irama nafas : Teratur 4. Terdapat suara napas tambahan wheezing
a. Frekuensi napas normal (16-20x/i). meringankan sesak nafas c. Suara nafas : vesikuler, dan A : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam,
b. Irama pernapasan regular (3320) Terapi oksigen : terdapat suara napas tambahan pasien menunjukkan :
c. Suara auskultasi nafas vesicular 3. Kolaborasi pemberian wheezing. (0415) Status pernapasan : ventilasi
dan tidak ada bunyi napas oksigen d. Menggunakan otot bantu 1. Frekuensi pernapasan (ada devisiasi dari
tambahan. pernafasan dada kisaran normal dari frekuensi napas 26
d. Tidak menggunakan otot bantu e. Terdapat suaran napas tambahan kali/menit ke 24 kali/menit)
nafas wheezing 2. Irama penapasan regular (ada devisiasi dari
e. Tidak ada dispneu 2. Memposisikan pasien dengan posisi kisaran normal)
semi fowler 3. auskultasi nafas terdapat suaran napas
Hasil : Pasien merasa nyaman dengan tambahan whezzing (Tidak ada devisiasi dari
posisi yang diberikan, frekuensi napas kisaran normal)
26x/menit. Pola napas tidak efektif belum teratasi
(3320) Terapi oksigen : 4. P : Lanjutkan intervensi :
3. Pemberian oksigen nasal canul (3140) Manajemen jalan napas :
Hasil : telah diberikan oksigen nasal 1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
canula 4 liter/menit. Pasien merasa 2. Posisikan pasien untuk meringankan sesak nafas
sesak nya berkurang. Frekuensi napas (3320) Terapi oksigen :
24 kali/menit. 3. Kolaborasi pemberian oksigen
C. Circulation
1. Keadaan sirkulasi :
a. Tensi : 180/100 mmHg
b. Nadi : 100 x/menit
Kuat , Regular
c. Suhu axial : 36,7oC
d. Temperatur kulit : Hangat
e. Gambaran kulit:
1) Warna sawo matang
2) Kulit elastis
f. Pengisian kapiler >2 detik (memanjang)
g. Nampak ada oedema pada ektremitas bawah
h. Terjadi peningkatan ureum kreatinin (113 mg/dl, 4.72 mg/dl)
i. Peningkatan SGOT dan SGPT (138 U/l dan 97 U/l)
j. Peningkatan asam urat (11.9 mg/dl)
k. Peningkatan LDH (LDH : 1023 U/l)
l. Trombositopenia (PLT 56 103/mm3)
m. Assesment : Tindakan pembedahan section cessarea
n. Resusitasi : -
o. Re evaluasi : -
2. Masalah keperawatan :
a. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal
b. Resiko perdarahan
3. Intervensi dan implementasi
Rencana tindakan
No Diagnose Implementasi
Tujuan dan kriteria hassil (NOC) Intervensi (NIC
1 Resiko ketidakefektifan perfusi NOC : Manajemen asam basa Manajemen asam basa
ginjal Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pantau tanda-tanda vital Aktifitas keperawatan:
Ditandai dengan factor resiko : 1x24 jam diharapkan pasien akan : 2. Observasi status hidrasi 1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
a. Nampak ada edema perifer a. Menunjukkan perfusi jaringan : ginjal (lkelembaban membrane mukosa). Hasil :
ektermitas bawah meningkat, yang dibuktikan dengan 3. Monitor hasil pemeriksaan Tekanan darah : 177/97 mmHg
b. Pengisian kapiler >2 detik indicator sebagai berikut (4-5: sedikit laboratorium (HCT, uruem Nadi : 99 kali/menit
(memanjang) terganggu – tidak terganggu). kreatinin dan SGOT SPT) Pernapasan : 24 kali/menit
c. Hipertensi (TD : 180/100 b. Menunjukkan keseimbangan elektrolit 4. Observasi tanda-tanda cairan Suhu : 36,3oC
mmHg) dan asam basa, yang dibuktikan dengan berlebih/retensi. 2. Mengobservasi kelembaban membrane mukosa.
d. Terjadi peningkatan ureum indicator sebagai berikut (4-5: sedikit 5. Kolaborasi pemberian cairan dan Hasil : Membran mukosa pasien lembab
kreatinin (113 mg/dl, 4.72 terganggu – tidak terganggu. elektrolit 3. Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium
mg/dl) Kriteria hasil : (HCT, uruem kreatinin dan SGOT SPT)
e. Peningkatan SGOT dan SGPT a. Tekanan darah sistol dan diastol dalam Hasil :
(138 U/l dan 97 U/l) batas normal (120/80 mmHg) a. Ureum kreatinin (113 mg/dl, 4.72 mg/dl)
f. Peningkatan asam urat (11.9 b. Tidak ada edema pada perifer b. SGOT dan SGPT (138 U/l dan 97 U/l)
mg/dl) c. Ureum dan kreatinin serum dalam batas c. Asam urat (11.9 mg/dl)
g. Peningkatan LDH (LDH : 1023 normal 10-50 dan <1.3 mg/dl) d. LDH : 1023 U/l
U/l) d. Tidak tejadi sepsi dan fungsi hati SGOT e. HCT : 34 %
h. HCT : 34 % dan SGPT dalam batas normal (<38 dan 4. Mengobservasi tanda-tanda cairan berlebih
<41 U/l) Hasil : Kaki pasien Nampak bengkak/oedema
e. Nilai LDH dalam darah dalam batas derajat I, pengisian kapiler >2 detik
normal (210-425 U/l) (memanjang)
f. Hematoktit dalam batas normal 5. Pemberian cairan dan elektrolit
(37-48%) Hasil : telah didrips maintenance magnesium
sulfat 40% gram dalam 500 cc ringer laktat 28
tetes/menit
2 Resiko perdarahan NOC : Pencegahan perdarahan Pencegahan perdarahan
Ditandai dengan faktor resiko : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi yang dilakukan : Aktivitas keperawatan :
a. Trombositopenia (PLT 56 1x24 jam diharapkan tidak terjadi resiko dan 1. Monitor kemungkinan terjadinya 1. Memonitor terjadinya perdarahan pada pasien
103/mm3) pasien akan : perdarahan pada pasien Hasil : Tidak ada perdarahan pervagina.
b. HGB : 12.1 g/dl Menunjukkan pembekuan darah meningkat, 2. Pantau gejala dan tanda timbulnya Sedangkan pada saat dilakukan pembedahan
c. HCT : 34% yang dibuktikan dengan indicator sebagai perdarahan yang berkelanjutan perdarahan 200 cc. Pasien nampak pucat
d. Komplikasi kehamilan berikut (4-5: sedikit terganggu – tidak 3. Pantau factor koagulasi, termasuk 2. Memantau gejala dan tanda timbulnya
(preeklamsia) terganggu). kadar platelet dalam darah) perdarahan yang berkelanjutan
Kriteria hasil : 4. Pantau tanda-tanda vital Hasil : Tidak terjadi perdarahan berkelanjuran
a. Tekanan darah dalam batas norlam 5. Kolaborasi pemberian produk darah 3. Memantau tanda-tanda vital
b. Hemoglobin dan hematocrit dalam batas (platelet). Hasil :
normal (13.0-16.0 gr/dl dan 37-48%. TD : 177/90 mmHg
c. Tidak ada perdarahan pervagina Nadi : 89 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Pernapasan : 24 kali/menit
4. Mengobservasi pemberian produk darah
(platelet).
Hasil : Telah diberikan produk darah (trombosit)
sebanyak 150 cc
4. Evaluasi
No DX Evaluasi keperawatan Paraf perawat
I S:-
O:
a. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 177/97 mmHg
Nadi : 99 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 36,3oC
b. Terdapat oedema derajat I pada ektermitas bawah
c. Pengisian kapiler >2 detik (memanjang)
d. Ureum kreatinin (113 mg/dl, 4.72 mg/dl)
e. SGOT dan SGPT (138 U/l dan 97 U/l)
f. Asam urat (11.9 mg/dl)
g. LDH : 1023 U/l Windawati
h. HCT : 34 %
A : Resiko ketidakefektifan perfusi : ginjal belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Manajemen asam basa
1. Pantau tanda-tanda vital
2. Observasi status hidrasi (lkelembaban membrane
mukosa).
3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (HCT, uruem
kreatinin dan SGOT SPT)
4. Observasi tanda-tanda cairan berlebih/retensi.
5. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit

II S:-
O:
a. Trombositopenia (PLT 56 103/mm3)
b. HGB : 12.1 g/dl
Windawati
c. HCT : 34%
d. Tanda-tanda vital :
TD : 177/90 mmHg, nadi : 89 kali/menit, suhu : 36,5oC dan
pernapasan : 24 kali/menit
D. Disability
1. Penilaian fungsi neurologis
Kesadaran composmentis dengan GCS 15 (E4V5M6)
2. Masalah keperawatan : -
3. Intervensi/Implementasi : -
4. Evaluasi : -
E. Exposure
1. Penilaian Hipotermia/hipertermia
Tidak ada peningkatan dan penurunan suhu, dengan suhu : 36,7oC
2. Masalah keperawatan : -
3. Intervensi/Implementasi : -
4. Evaluasi : -
TRAUMA SCORE
A. Frekuensi pernapasan
 10 -25 4
25 -35 3
> 35 2
< 10 1
0 0
B. Usaha napas
Normal 1
 Dangkal 0
C. Tekanan darah
 > 89mmHg 4
70 -89 3
50 -69 2
1- 49 1
0 0
D. Pengisian kapiler
< 2 dtk 2
 > 2 dtk 1
0 0
E. Glasgow Coma Score (GCS)
 14 -15 5
11- 13 4
8 – 10 3
5- 7 2
3- 4 1
Total trauma score : 16
REAKSI PUPIL
Kanan Ukuran (mm) Kiri Ukuran
(mm)
Cepat 2,5 mm 2,5 mm
Kontriksi - -
Lambat - -
Dilatasi - -
Tak bereaksi - -

PENILAIAN NYERI :
Pasien mengeluh nyeri ulu hati yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu, nyeri yang
dirasakan hilang timbul sekitar 1-3 menit dengan skala 5 (sedang) dengan
menggunakan metode NRS.
Jenis nyeri : Akut

III. PENGKAJIAN SEKUNDER


A. Riwayat kesehatan
1. S : Sign/Symtom (tanda dan gejala) :
Pada saat pengkajian pasien mengeluh nyeri ulu hati, pasien juga sesak
napas. Keadaan umum pasien lemah, pasien namapak meringis dan
terpasang oksigen nasal canul 4 liter/menit
2. A : alergi:
Pasien mengatakan tidak ada alergi obat dan makanan.
3. M: pengobatan:
a. Peridipine 0,5 mcg/kgBB (9 cc/jam)
b. Adalat oros tab 30 gr/24 jam/oral
c. Ceftriaxone 2 gr/24 jam /intravena
d. Paracetamol 1 gr/8 jam/intravena
e. Metronidazole 500 gr/8 jam/intravena
f. Drips maintenance magnesium sulfat 40% gram dalam 500 cc ringer
laktat 28 tetes/menit.
4. P : Riwayat penyakit:
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan obstetric section caesarea pada
tahun 2012 dengan indikasi hipertensi di RS Wahidin Sudirohusodo.
5. L :Makanan yang dikomsumsi terakhir,sebelum sakit:
Pasien mengatakan makanan terakhir sebelum kejadian yaitu nasi, ikan
dan sayur.
6. E : Kejadian sebelum injury/sakit:
Sesak napas.
B. Riwayat dan mekanisme trauma
1. O: Onset ( seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi) :
Pasien mengeluh nyeri ulu hati dan langsung mual muntah 1 kali.
2. P : Provokatif (penyebab ) :
Nyeri ulu hati
3. Q : Quality(kualitas ) :
Seperti tertusuk-tusuk
4. R : Radiation( paparan) :
Abdomen
5. S : Severity (tingkat keparahan) :
Nyeri dengan skala 5 (sedang)
6. T : Timing (waktu) :
Nyeri hilang timbul sekitar 1-3 menit.
C. Tanda – Tanda Vital
1. Frekuensi Nadi : 100 x/menit
2. Frekuensi darah : 180/100 mmHg
3. Suhu tubuh : 36,7oC

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
a. Kulit kepala :
1) Inspeksi : Rambut berwarna hitam, kulit kepala tampak bersih, dan
tidak ada ketombe.
2) Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri tekan
b. Mata
1) Inspeksi : Tidak ada perdarahan subkujungtiva, konjungtiva tidak
anemis, skelera tampak jernih, tidak ada cedera pada
kornea, dan pupil isokor.
2) Palpasi : Tidak teraba adanya massa
c. Telinga
1) Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak tampak adanya serumen.
2) Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri tekan
d. Hidung
1) Inspeksi : Tampak bersih, posisi septum berada ditengah, tidak ada
benjolan pada hidung, dan tidak terdapat rinorhea.
2) Palpasi : Tidak teraba adanya massa
e. Mulut dan gigi
Inspeksi : Mukosa mulut tampak lembab, gigi tampak putih, jumlah
gigi 33 dan tidak terdapat stomatitis.
f. Wajah
Inspeksi : Wajah tampak meringis.
2. Leher
Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil.
3. Dada/thoraks
a. Paru-paru ;
1) Inspeksi : Simetris antar kedua lapang paru, menggunakan otot
bantu pernapasan dada, frekuensi napas : 26 x/menit.
2) Palpasi :Tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi :Terdengar bunyi sonor.
4) Auskultasi : Suara napas teratur (vesicular), dan ada suara napas
tambahan wheezing.
b. Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Perkusi : Suara pekak, batas atas intekostal 3 kiri, batas kanan
linea paasteral kanan, batas kiri linea mid clavicularis
kiri, batas bawah intercostals 6 kiri
3) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising tidak ada.
4. Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk bulat, warna kulit sawo matang, Nampak adanya
striae dan nampak ada bekas luka operasi SC.
b. Auskultasi : peristaltic usus 12 kali/menit
c. Palpasi : Kandung kemih tidak teraba, TFU 1 jari dibawah pusat,
kontraksi uterus : 3 kali dalam 10 menit, durasi 35-40 detik.
d. Perkusi : -
5. Genitalia
a. Inspeksi : Terpasang cateter.
b. Palpasi :Tidak dikaji.
6. Ekstremitas
a. Status sirkulasi : Pengisian kapiler pada ektermitas atas dan bawah >2
detik. Terpasang infus pada ektermitas kanan atas dengan cairan RL 28
tetes/menit.
b. Keadaan injury : Tidak ada
7. Neurologis
Fungsi sensorik : Pasien dapat merasakan stimulus berupa sentuhan
ringan pada anggota tubuh.
Fungsi Motorik : Pasien dapat mengangkat kedua kakinya dan tangannya
dan mampu menahan dorongan. Kekuatan otot
5 5
5 5

E. HASIL LABORATORIUM :
1. Kimia Darah Tanggal, 31-08-2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
KIMIA DARAH
Glukosa
GDS 122 140 mg/dl
Fungsi ginjal
Ureum 113 10-50 mg/dl
Kreatinin 4.72 P(<1.3 L(<1.1) mg/dl
Fungsi hati 3.5-5.0
LDH 1023 210-425 U/l
SGOT 138 <38 U/l
SGPT 97 <41 U/l
Elektrolit
Natrium 140 136-145 mmol/l
Kimia lain
Asam urat 11.9 P(2.4-5.7); L(3.4-7.0) mg/dl

2. Darah Rutin Tanggal, 31-08-2018


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

WBC 22.1 4.00-10.00 103/mm3


RBC 4.06 4.50-6.50 106/mm3
HGB 12.1 13.0-16.0 g/dl
HCT 34 37-48 %
MCV 84 80-97 µm3
MCH 30 26.5-33.5 pg
MCHC 36 31.5-35.0 g/dl
RDWcv 13.4 10.0-15.0 %
RDWsd 40.9 39-52 µm3
PLT 56 150-400 103/mm3
MPV 12.1 6.0-11.0 µm3
PCT 0.30 0.15-0.50 %
PDW 12.9 11.0-18.0 %

F. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:


Ultrasonografi :
Gravid tunggal hidup intrauterine, presentasi bokong, plasenta letak fundus
grade I, air ketuban kesan cukup 2,78 cm (single deepest pocked), usia
kehamilan 24 minggu 3 hari, estimated fetal weight 678,76 gram.
G. PENGOBATAN :
1. Peridipine 0,5 mcg/kgBB (9 cc/jam)
2. Adalat oros tab 30 gr/24 jam/oral
3. Ceftriaxone 2 gr/24 jam /intravena
4. Paracetamol 1 gr/8 jam/intravena
5. Metronidazole 500 gr/8 jam/intravena
6. Drips maintenance magnesium sulfat 40% gram dalam 500 cc ringer laktat
28 tetes/menit.
H. ANALISA DATA
Inisial Pasien : Ny N
No. RM : 539705
Ruang Rawat : IGD OBGYN RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
Data Masalah Keperawatan
DS :
Pasien mengeluh sesak napas
Pola napas tidak
DO : efektif
a. Pasien nampak sesak
b. Terdapat penggunaan otot bantu napas
c. Frekuensi pernasan 26 x/menit
d. Terdapat bunyi napas tambahan wheezing
DS :
Pasien mengeluh nyeri ulu hati, nyeri yang dialami
seperti ditusuk-tusuk yang dirasakan hilang timbul
sekitar 1-3 menit.
DO :
a. Tanda – tanda vital :
Tekanan Darah :180/100 mmHg
Nadi: 100 x/menit Nyeri akut
Pernapasa: 24 x/menit
Suhu: 36,7 ºC
b. Pasien nampak meringis ketika nyerinya timbul
c. Kontraksi uterus : 3 kali dalam 10 menit, durasi
35-40 detik
d. Skala nyeri 5 (sedang) dengan metode NRS
Factor resiko :
a. Nampak ada edema perifer ektermitas bawah
b. Pengisian kapiler >2 detik (memanjang)
c. Hipertensi (TD : 180/100 mmHg)
Resiko
d. Terjadi peningkatan ureum kreatinin (113 mg/dl,
ketidakefektifan
4.72 mg/dl)
perfusi : ginjal
e. Peningkatan SGOT dan SGPT (138 U/l dan 97 U/l)
f. Peningkatan asam urat (11.9 mg/dl)
g. Peningkatan LDH (LDH : 1023 U/l)
h. HCT : 34 %
Faktor resiko :
a. Trombositopenia (PLT 56 103/mm3)
b. HGB : 12.1 g/dl
Resiko perdarahan
c. HCT : 34%
d. Komplikasi kehamilan (preeklamsia)
I. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal teratasi
NANDA 2015 – 2017
1. Pola napas tidak efektif b/d 31-08-2018
hiperventilasi
Domain 4 : Aktivitas/Istirahat
Kelas 4 : Respons Kardiovaskular /
Pulmonal
Kode Dx : 00032
2. Nyeri akut b/d agen cidera 31-08-2018
Domain 12 : Kenyamanan
Kelas 1 : Kenyamanan fisik
Kode : 00132
3. Resiko ketidakefektifan : perfusi ginjal 31-08-2018
Domain 4 : Aktivitas/Istirahat
Kelas 4 : Respons Kardiovaskular /
Pulmonal
Kode Dx : 00203
4. Resiko perdarahan
Domain 11 : Keamanan/Perlindungan 31-08-2018
Kelas 2 : Cedera fisik
Kode : 00206
Intervensi dan implementasi keperawatan
Nama Pasien: Ny N
No. RM : 539705
Kamar/Bed : IGD OBGYN
Rencana Keperawatan Implementasi keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)
1 Pola napas tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3140 Manajemen jalan napas (3140) Manajemen jalan napas :
hiperventilasi selama 1x24 jam, diharpakan : Pasien akan Aktivitas keperawatan : 1. Memonitor status pernafasan dan oksigenasi
Ditandai dengan : menunjukkan Status pernapasan : 1. Monitor status pernafasan dan Hasil :
DS : Pasien mengeluh sesak napas ventilasi (0415): oksigenasi a. Frekuensi nafas : 26x/menit
DO : Dengan kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk b. Irama nafas : Teratur
a. Pasien nampak sesak a. Frekuensi napas normal (16-20x/i). meringankan sesak nafas c. Suara nafas : vesikuler, dan terdapat suara
b. Menggunakan otot bantu b. Irama pernapasan regular 3320 Terapi oksigen : napas tambahan wheezing.
napas c. Suara auskultasi nafas vesicular dan Aktivitas keperawatan : d. Menggunakan otot bantu pernafasan dada
c. Frekuensi pernasan 27 tidak ada bunyi napas tambahan. 3. Kolaborasi pemberian oksigen e. Terdapat suaran napas tambahan wheezing
x/menit d. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas 2. Memposisikan pasien dengan posisi semi
d. Terdapat bunyi napas e. Tidak ada dispneu fowler
tambahan wheezing Hasil : Pasien merasa nyaman dengan posisi
yang diberikan, frekuensi napas 26x/menit.
(3320) Terapi oksigen :
3. Pemberian oksigen nasal canul
Hasil : telah diberikan oksigen nasal canula 4
liter/menit. Pasien merasa sesak nya berkurang.
Frekuensi napas 24 kali/menit.
2 Nyeri akut b/d agen cidera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1400. Manajemen Nyeri 1. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
Dibuktikan dengan: selama 1x24 jam, maka diharapkan pasien Aktivitas Keperawatan: ketidaknyamanan.
DS : akan : 1. Observasi reaksi nonverbal dari Hasil: Wajah klien nampak meringis.
Pasien mengeluh nyeri ulu hati, a. Menunjukkan Tingkat Nyeri (2102), ketidaknyamanan. 2. Melakukan pengkajian ulang nyeri secara
nyeri yang dialami seperti yang dibuktikan oleh indikator : 4 2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakterisitik,
ditusuk-tusuk yang dirasakan (ringan), dan 5 (tidak ada). komprehensif termasuk lokasi, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
hilang timbul sekitar 1-3 menit. b. Memperlihatkan Pengendalian Nyeri karakterisitik, durasi, frekuensi, Hasil :Pasien merasakan masih nyeri yang
DO : (1605), yang dibuktikan oleh indkator kualitas dan faktor presipitasi. dirasakan hilang timbul seperti ditusuk-tusuk.
a. Tanda – tanda vital : sebagai berikut : 4 (sering), dan 5 3. Ajarkan teknik non farmakologis : 3. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam.
Tekanan Darah :180/100 (selalu). tekni relaksasi napas dalam, Hasil: Pasien mampu melakukan tehnik napas
mmHg Kriteria Hasil: distraksi, kompres hangat. dalam dan nyeri berkurang dari 5 ke skala 3
Nadi: 100 x/menit a. Melaporkan nyeri berkurang dari skala 4. Berikan informasi mengenai nyeri (ringan), ekpresi wajah rileks
Pernapasa: 24 x/menit 5 (sedang) menjadi skala 2-1 (ringan). seperti penyebab nyeri, berapa 4. Melakukan pemeriksaan vital sign
Suhu: 36,7 ºC b. Memperlihatkan tehnik relaksasi secara lama nyeri dirasakan. Hasil : TD : 173/90 mmHg, nadi : 98 x/menit,
b. Pasien nampak meringis ketika individual yang efektif 2210. Pemberian Analgesik pernapasan : 25x/menit, suhu : 36,3oC
nyerinya timbul c. Mampu mengontrol nyeri (tahu Aktivitas Keperawatan: 5. Pemberian obat peridipine 0,5 mcg/kgBB (9
c. Kontraksi uterus : 3 kali dalam penyebab nyeri, mampu menggunakan 1. Cek adanya riwayat alergi obat cc/jam)
10 menit, durasi 35-40 detik teknik nonfarmakologi untuk 2. Pilih rute pemberian analgesic Hasil : Pasien merasa membaik setelah
d. Skala nyeri 5 (sedang) dengan mengurangi nyeri, mencari bantuan) (Intravena, Intramuskular atau per diberikan obat. Ekpresi wajah rileks
metode NRS d. Melaporkan bahwa nyeri berkurang Oral)
dengan menggunakan manajemen 3. Kolaborasi pemberian obat
nyeri. analgetik
e. Tidak mengalami gangguan dalam
frekuensi pernapasan, denyut nadi, dan
tekanan darah.

3 Resiko ketidakefektifan perfusi NOC : Manajemen asam basa Manajemen asam basa
ginjal Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pantau tanda-tanda vital Aktifitas keperawatan:
Ditandai dengan factor resiko : 1x24 jam diharapkan pasien akan : 2. Observasi status hidrasi 1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
a. Nampak ada edema perifer a. Menunjukkan perfusi jaringan : ginjal (lkelembaban membrane mukosa). Hasil :
ektermitas bawah meningkat, yang dibuktikan dengan 3. Monitor hasil pemeriksaan Tekanan darah : 177/97 mmHg
b. Pengisian kapiler >2 detik indicator sebagai berikut (4-5: sedikit laboratorium (HCT, uruem Nadi : 99 kali/menit
(memanjang) terganggu – tidak terganggu). kreatinin dan SGOT SPT) Pernapasan : 24 kali/menit
c. Hipertensi (TD : 180/100 b. Menunjukkan keseimbangan elektrolit 4. Observasi tanda-tanda cairan Suhu : 36,3oC
mmHg) dan asam basa, yang dibuktikan berlebih/retensi. 2. Mengobservasi kelembaban membrane mukosa.
d. Terjadi peningkatan ureum dengan indicator sebagai berikut (4-5: 5. Kolaborasi pemberian cairan dan Hasil : Membran mukosa pasien lembab
kreatinin (113 mg/dl, 4.72 sedikit terganggu – tidak terganggu. elektrolit 3. Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium
mg/dl) Kriteria hasil : (HCT, uruem kreatinin dan SGOT SPT)
e. Peningkatan SGOT dan SGPT a. Tekanan darah sistol dan diastol dalam Hasil :
(138 U/l dan 97 U/l) batas normal (120/80 mmHg) a. Ureum kreatinin (113 mg/dl, 4.72 mg/dl)
f. Peningkatan asam urat (11.9 b. Tidak ada edema pada perifer b. SGOT dan SGPT (138 U/l dan 97 U/l)
mg/dl) c. Ureum dan kreatinin serum dalam batas c. Asam urat (11.9 mg/dl)
g. Peningkatan LDH (LDH : 1023 normal 10-50 dan <1.3 mg/dl) d. LDH : 1023 U/l
U/l) d. Tidak tejadi sepsi dan fungsi hati e. HCT : 34 %
h. HCT : 34 % SGOT dan SGPT dalam batas normal 4. Mengobservasi tanda-tanda cairan berlebih
(<38 dan <41 U/l) Hasil : Kaki pasien Nampak bengkak/oedema
e. Nilai LDH dalam darah dalam batas derajat I, pengisian kapiler >2 detik
normal (210-425 U/l) (memanjang)
f. Hematoktit dalam batas normal 5. Pemberian cairan dan elektrolit
(37-48%) Hasil : telah didrips maintenance magnesium
sulfat 40% gram dalam 500 cc ringer laktat 28
tetes/menit
4 Resiko perdarahan NOC : Pencegahan perdarahan Pencegahan perdarahan
Ditandai dengan faktor resiko : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi yang dilakukan : Aktivitas keperawatan :
a. Trombositopenia (PLT 56 1x24 jam diharapkan tidak terjadi resiko 1. Monitor kemungkinan terjadinya 1. Memonitor terjadinya perdarahan pada pasien
3 3
10 /mm ) dan pasien akan : perdarahan pada pasien Hasil : Tidak ada perdarahan pervagina.
b. HGB : 12.1 g/dl Menunjukkan pembekuan darah meningkat, 2. Pantau gejala dan tanda timbulnya Sedangkan pada saat dilakukan pembedahan
c. HCT : 34% yang dibuktikan dengan indicator sebagai perdarahan yang berkelanjutan perdarahan 200 cc. Pasien nampak pucat
d. Komplikasi kehamilan berikut (4-5: sedikit terganggu – tidak 3. Pantau factor koagulasi, termasuk 2. Memantau gejala dan tanda timbulnya
(preeklamsia) terganggu). kadar platelet dalam darah) perdarahan yang berkelanjutan
Kriteria hasil : 4. Pantau tanda-tanda vital Hasil : Tidak terjadi perdarahan berkelanjuran
a. Tekanan darah dalam batas norlam 5. Kolaborasi pemberian produk darah 3. Memantau tanda-tanda vital
b. Hemoglobin dan hematocrit dalam batas (platelet). Hasil :
normal (13.0-16.0 gr/dl dan 37-48%. TD : 177/90 mmHg
c. Tidak ada perdarahan pervagina Nadi : 89 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Pernapasan : 24 kali/menit
4. Mengobservasi pemberian produk darah
(platelet).
Hasil : Telah diberikan produk darah (trombosit)
sebanyak 150 cc
Evaluasi keperawatan

Nama Pasien: Ny N
No. RM : 539705
Kamar/Bed : IGD OBGYN
Diagnosis Hari / Tanggal Evaluasi Nama Jelas &
Keperawatan Paraf

Pola napas tidak Jumat, 31 Agustus S:-


efektif 2018 O:
1. Frekuensi Nafas 25x/i
2. Irama nafas : Teratur
3. Suara nafas vesikuler
A : Setelah dilakukan tindakan keperawatn masalah pola
napas tidak efektif belum teratasi Windawati
1. P : Lanjutkan intervensi :
(3140) Manajemen jalan napas :
1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2. Posisikan pasien untuk meringankan sesak nafas
(3320) Terapi oksigen :
3. Kolaborasi pemberian oksigen
Nyeri Akut Jumat, 31 Agustus S:
2018 Pasien merasakan masih nyeri ulu hati yang dirasakan
hilang timbul seperti ditusuk-tusuk, nyeri bertambah
berat jika pasien bergerak
O:
a. Skala 3 (ringan).
b. Pasien nampak meringis
c. Tanda – tanda vital : TD : 173/90 mmHg, nadi : 98
x/menit, pernapasan : 25x/menit, suhu : 36,3oC.
A : Setelah dilakukan asuhan keperawatan menit tujuan
Windawati
belum tercapai (Masalah nyeri akut belum teratasi)
P : Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
2. Anjurkan teknik non farmakologis : teknik
relaksasi napas dalam.
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Berikan informasi mengenai nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri dirasakan
5. Tatalaksana pemberian medikasi analgetik
Resiko Jumat, 31 Agustus S:-
ketidakefektifan : 2018 O:
perfusi ginjal a. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 177/97 mmHg
Nadi : 99 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 36,3oC
b. Terdapat oedema derajat I pada ektermitas bawah
c. Pengisian kapiler >2 detik (memanjang)
d. Ureum kreatinin (113 mg/dl, 4.72 mg/dl)
e. SGOT dan SGPT (138 U/l dan 97 U/l)
f. Asam urat (11.9 mg/dl)
g. LDH : 1023 U/l
Windawati
h. HCT : 34 %
A : Resiko ketidakefektifan perfusi : ginjal belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Manajemen asam basa
1. Pantau tanda-tanda vital
2. Observasi status hidrasi (lkelembaban membrane
mukosa).
3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (HCT,
uruem kreatinin dan SGOT SPT)
4. Observasi tanda-tanda cairan berlebih/retensi.
5. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit

Resiko Jumat, 31 Agustus S:-


perdarahan 2018 O:
a. Trombositopenia (PLT 56 103/mm3)
Windawati
b. HGB : 12.1 g/dl
c. HCT : 34%
d. Tanda-tanda vital :
TD : 177/90 mmHg, nadi : 89 kali/menit, suhu :
36,5oC dan pernapasan : 24 kali/menit
Hari/Tgl : Senin, 27 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PEMBERIAN OKSIGEN
Inisial pasien : Ny.S
Keluhan utama : Sesak nafas
Diagnose Medis : Perdarahan Post Partum
1. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Pola Napas
2. Tindakan Keperawatan
Memberikan Oksigen Nasal Kanul 3 Liter/menit
3. Rasional Tindakan
Pemberian oksigen dimaksudkan untuk memberikan tambahan oksigen pada
klien yang mengalami sesak napas akibat perubahan membran alveolar kapiler.
Terapi oksigen yaitu memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui
saluran pernapasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan pemberian
oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi sehingga konsentrasi oksigen
dalam darah meningkat. Tujuan pemberian yaitu:
a. Klien dengan kadar O2 rendah dari hasil Analisa Gas Darah
b. Klien dengan peningkatan kerja napas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernapasan
serta adanya kerja otot-otot tambahan pernapasan,
c. Klien dengan peningkatan kerja miokard dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalu peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
4. Prinsip Tindakan
1) Pemberian Posisi semifowler
a. Bersih
b. Tindakan dilakukan secara tepat dan benar
c. Tindakan dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Memastikan selanag O2 tidak bocor
e. Humidifier berada pada level yang tepat
f. Jauh dari api
2) Persiapan alat
a. Tabung O2 / O2 sentral pada dinding
b. Selang O2
3) Prosedur tindakan
a) Tahap interaksi
 Mengecek program terapi
 Mencuci tangan
 Menyiapakan alat
b) Tahap orientasi
 Memberikan salam dan sapa pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan atau kesiapan pasien
c) Tahap kerja
 Menjaga privacy pasien
 Mempersiapkan pasien
 Mengatur posisi pasien semifowler
 Menyiapkan selang O2 dan disambungkan ke tabung O2
 Memastikan humidifier berada pada posisi yang tepat
 Sesuaikan aliran O2 sesuai advise
 Memakainkan nasal kanul pada pasien
 Fiksasi selang O2
d) Tahap terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan
 Berpamitan dengan pasien
 Mencuci tangan dan dokumentasi
5. Bahaya terhadap tindakan yang dilakukan
Bahaya : Pemberian oksigen yang berlebihan dan secara terus-menerus pada
klien dapat menyebabkan Hipokapneu karena konsentrasi O2 dalam darah
yang terlalu tinggi. Sedangkan untuk prosedur yang tidak sesuai dengan teori
diantaranya adalah untuk tindakan tidak mencuci tangan dapat memperbesar
penulran penyakit, penggunaan nasal kanul yang tidak steril juga
memperbesar penularan penyakit melalu secret dari satu pasien ke pasien
lain. Penggunaan cairan humidifier yang tidak steril meningkatkan
kemungkinan kuman-kuman yang terkandung dalam air akan terhirup oleh
klien.
Pencegahan : Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan,
mengecek cairan humidifier apakah masih terisi dan selalu memonitor
pemberian O2 setiap 2 jam sekali dan selalu memantau reaksi alergi yang
mencul secara periodic setelah pemajanan terhadap alergen spesifik,
obat-obatan tertentu, dan latihan fisik.
6. Tindakan lain yang dapat dilakukan
1) Memonitor status respirasi pasien
2) Fisioterapi dada
7. Evaluasi diri
Pemberian oksigen nasal kanul 3 liter/menit saya lakukan tanpa ditemani
perawat ruangan. Pada saat pemberian saya tidak sengaja memutar roll
humidifier secara cepat hingga 10 liter sehingga pasien menjadi kaget karena
aliran oksigennya begitu keras.
Hari/Tgl : Senin, 27 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER
Inisial pasien : Ny.B
Keluhan utama : Sesak nafas
Diagnosa medis : Preeklamsi
1. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Pola Napas
2. Tindakan Keperawatan
Memberikan Posisi Semi-Folwer 45 derajat
3. Rasional Tindakan
Posisi semifowler dengan derajat kemiringan 45 derajat, yaitu dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan
mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma serta memberikan rasa
nyaman bagi pasien dalam beristirahat. Pemberian posisi semifowler
bermanfaat untuk memberikan kesempatan pada ekspirasi paru dan
meningkatkan ekspansi paru. Dilakukan tindakan pemberian posisi
semifowler karena pasien mengalami sesak napas, batuk berdahak dan secret
tidak bisa dikeluarkan dari jalan napas.
4. Prinsip Tindakan
1) Pemberian Posisi semifowler
a. Bersih
b. Tindakan dilakukan secara tepat dan benar
c. Tindakan dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Cara/Prosedur tindakan
1) Persiapan alat
Bantal 1-3 buah
2) Prosedur tindakan
a) Tahap interaksi
 Mengecek program terapi
 Mencuci tangan
 Menyiapakan alat
b) Tahap orientasi
 Memberikan salam dan sapa pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan atau kesiapan pasien
c) Tahap kerja
 Menjaga privacy pasien
 Mempersiapkan pasien
 Mengangkat kepala dari tempat tidur ke permukaan yang tepat
(30-45 derajat)
 Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klien jika
tubuh bagian atas klien lumpuh
 Letakan bantal dibawah kepala klien sesuai dengan keinginan
klien, menaikkan lutut dari tempat tidur yang rendah
menghindari adanya tekanan di bawah jarak poplital (dibawah
lutut)
d) Tahap terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan
 Berpamitan dengan pasien
 Mencuci tangan dan dokumentasi
5. Bahaya terhadap tindakan yang dilakukan
Bahaya : Pemberian posisi yang tidak tepat berpengaruh pada sistem
fisiologi tubuh utamanya pada sistem otot dan skeletal, sistem persyarafan,
sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler. Terhadap sistem kardiovaskuler
ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung.
Kontraindikasi : Posisi semifowler tidak bisa dilakukan pada pasien yang
post operasi servikalis vertebra, contusion serebri, dan comosio serebri.
6. Tindakan lain yang dapat dilakukan
1) Memberikan terapi oksigen
2) Memonitor status respirasi pasien
7. Evaluasi diri
Pada saat memberikan posisi semifowler saya menggunakan satu buah bantal
untuk menyokong punggung klien dengan head up tempat tidur pasien 45
derajat karena pasien menggunakan brankar orthopedic yang bisa disetel.
Hari/Tgl : Selasa, 28 Agustus 2018

ANALISA SINTESA PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL

1. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan pola napas
2. Tindakan Keperawatan
Memeriksa tanda-tanda vital pasien : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu
3. Rasional Tindakan
Tanda vital merupakan acuhan untuk mengetahui keadaan umum pasien
4. Prinsip Tindakan
Tindakan pemeriksaan tanda – tanda vital ini dilakukan dengan bersih
akan tetapi demi keselamatan pasien dan perawat tetap i mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan, Memeberikan rasa nyaman pada
saat pemeriksaan.
5. Bahaya Terhadap Tindakan Yang Dilakukan
Pemasangan Manset yang terlalu kencang dapat membuat klien tidak
nyaman dan tangan menjadi keram.
6. Tindakan Lain Yang Dapat Dilakukan
Posisi fowler / semi fowler
7. Evaluasi diri
Pemeriksaan Tanda – tanda Vital sudah berjalan dengan baik dan sesuai
dengan prosedur yang telah di tetapkan, kmunikasi terapeutik lebih di
tingkatkan lagi saat melakukan pemeriksaan Vital Sign Pada pasien, , Evaluasi
diri sebelum melakukan tindakan
Hari/Tgl : Selasa, 28 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PEMASANGAN INFUS
Inisial pasien : Ny.K
Keluhan utama : Sesak nafas
Diagnosa medis : Ketuban Pecah Dini

1. Masalah Keperawatan
Kelebihan volume cairan
2. Tindakan Keperawatan
Melakukan pemasangan infus
3. Rasional Tindakan
a. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
b. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
4. Prinsip Tindakan
Tindakan ini dilakukan pada klien yang memerlukan masukan cairan
melalui intravena (infus). Pemberian cairan infuse dapat diberikan pada pasien
yang mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi yang berat. Tindakan ini
membutuhkan kester lan mengingat langsung berhubungan dengan pembuluh
darah. Pemberian cairan melalui infuse dengan memasukkan ke dalam vena
(pembuluh darah pasien) diantaranya vena lengan (vena safalika basilica dan
mediana kubiti), pada tungkai (vena safena), atau pada vena yang ada di
kepala, seperti vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-anak). Selain
pemberian infuse pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami syok, intoksikasi berat, pra dan
pascabedah, sebelum tranfusi darah, atau pasien yang membutuhkan
pengobatan tertentu.
5. Bahaya Terhadap Tindakan Yang Dilakukan
Efek samping dari tindakan ini adalah timbulnya emboli udara. Infuse
juga merupakan jalan untuk memasukkan obat intravena dan seringnya injeksi
dilakukan kurang hati-hati sehingga sering ada gelembung udara yang ikut
masuk ke pembuluh darah ketika injeksi maupun infuse yang keblongan.
Kerugian dari tindakan ini adalah:
a. Tidak bisa dilakukan “drug Recall” dan mengubah aksi obat tersebut
sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi
b. Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speeed Shock”
c. Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:
1) Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode
tertentu
2) Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia
3) Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
6. Tindakan Lain Yang Dapat Dilakukan
a. Mempertahankan posisi semifowler/fowler
b. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Evaluasi diri
Pemasangan infus merupakan tindakan invasif sehingga harus selalu dalam
pengawasan pembimbing lahan
Hari/Tgl : Selasa, 28 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA

Inisial pasien : Ny.K


Keluhan utama : Sesak nafas
Diagnosa medis : Ketuban Pecah Dini
1. Masalah Keperawatan
Nyeri
2. Tindakan Keperawatan
Melakukan pengambilan darah vena
3. Rasional Tindakan
Salah satu cara mendapatkan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium
dan bahan penegangan diagnosa
4. Prinsip Tindakan
Pengambilan darah vena dilakukan untuk pemeriksaan darah lengkap yang
digunakan untuk mendiagnosa dan mengevaluasi penyakit yang dialami
pasien
5. Bahaya Terhadap Tindakan Yang Dilakukan
Pengambilan darah vena akan minimal terjadi jika dilakukan dengan
benar. Namun dapat terjadi perdarahan atau perdarahan yang tertunda atau
memar pada area tusukan jarum atau yang jarang terjadi, kerusakan sirkulasi di
sekitar area tusukan.
6. Tindakan Lain Yang Dapat Dilakukan
a. Mempertahankan posisi semifowler/fowler
b. Pengambilan darah arteri
7. Evaluasi diri
Dalam pemberian intervensi, ada baiknya perawat melakukan intervensi
sesuai dengan standar operasional prosedur. Perawat hendaknya
menggunakan peralatan sesuai dengan ketentuan untuk menjaga kenyamanan
pasien. Pada saat melakukan tindakan, lakukan sesuai prosedur untuk
menghindari cedera pada pasien
Hari/Tgl : Rabu, 29 Agustus 2018
ANALISA SINTESA PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
Inisial pasien : Ny.B
Keluhan utama : Sesak Napas
Diagnosa medis : CA Ovarium
8. Masalah Keperawatan
Nyeri
9. Tindakan Keperawatan
Memeriksa tanda-tanda vital pasien : tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu
10. Rasional Tindakan
Tanda vital merupakan acuhan untuk mengetahui keadaan umum pasien
11. Prinsip Tindakan
Tindakan pemeriksaan tanda – tanda vital ini dilakukan dengan bersih
akan tetapi demi keselamatan pasien dan perawat tetap i mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan, Memeberikan rasa nyaman pada
saat pemeriksaan.
12. Bahaya Terhadap Tindakan Yang Dilakukan
Pemasangan Manset yang terlalu kencang dapat membuat klien tidak nyaman
dan tangan menjadi keram.
13. Tindakan Lain Yang Dapat Dilakukan
Posisi fowler / semi fowler
14. Evaluasi diri
Pemeriksaan Tanda – tanda Vital sudah berjalan dengan baik dan sesuai
dengan prosedur yang telah di tetapkan, kmunikasi terapeutik lebih di
tingkatkan lagi saat melakukan pemeriksaan Vital Sign Pada pasien, , Evaluasi
diri sebelum melakukan tindakan
Hari/Tgl : Rabu, 29 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PEMBERIAN OKSIGEN
Inisial pasien : Ny.B
Keluhan utama : Sesak Napas
Diagnosa medis : CA Ovarium
1. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Pola Napas
2. Tindakan Keperawatan
Memberikan Oksigen Nasal Kanul 3 Liter/menit
3. Rasional Tindakan
Pemberian oksigen dimaksudkan untuk memberikan tambahan oksigen pada
klien yang mengalami sesak napas akibat perubahan membran alveolar kapiler.
Terapi oksigen yaitu memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui
saluran pernapasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan pemberian
oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi sehingga konsentrasi oksigen
dalam darah meningkat. Tujuan pemberian yaitu:
d. Klien dengan kadar O2 rendah dari hasil Analisa Gas Darah
e. Klien dengan peningkatan kerja napas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernapasan
serta adanya kerja otot-otot tambahan pernapasan,
f. Klien dengan peningkatan kerja miokard dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalu peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
4. Prinsip Tindakan
4) Pemberian Posisi semifowler
g. Bersih
h. Tindakan dilakukan secara tepat dan benar
i. Tindakan dilakukan sesuai dengan indikasi
j. Memastikan selanag O2 tidak bocor
k. Humidifier berada pada level yang tepat
l. Jauh dari api
5) Persiapan alat
c. Tabung O2 / O2 sentral pada dinding
d. Selang O2
6) Prosedur tindakan
e) Tahap interaksi
 Mengecek program terapi
 Mencuci tangan
 Menyiapakan alat
f) Tahap orientasi
 Memberikan salam dan sapa pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan atau kesiapan pasien
g) Tahap kerja
 Menjaga privacy pasien
 Mempersiapkan pasien
 Mengatur posisi pasien semifowler
 Menyiapkan selang O2 dan disambungkan ke tabung O2
 Memastikan humidifier berada pada posisi yang tepat
 Sesuaikan aliran O2 sesuai advise
 Memakainkan nasal kanul pada pasien
 Fiksasi selang O2
h) Tahap terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan
 Berpamitan dengan pasien
 Mencuci tangan dan dokumentasi
8. Bahaya terhadap tindakan yang dilakukan
Bahaya : Pemberian oksigen yang berlebihan dan secara terus-menerus pada
klien dapat menyebabkan Hipokapneu karena konsentrasi O2 dalam darah
yang terlalu tinggi. Sedangkan untuk prosedur yang tidak sesuai dengan teori
diantaranya adalah untuk tindakan tidak mencuci tangan dapat memperbesar
penulran penyakit, penggunaan nasal kanul yang tidak steril juga
memperbesar penularan penyakit melalu secret dari satu pasien ke pasien
lain. Penggunaan cairan humidifier yang tidak steril meningkatkan
kemungkinan kuman-kuman yang terkandung dalam air akan terhirup oleh
klien.
Pencegahan : Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan,
mengecek cairan humidifier apakah masih terisi dan selalu memonitor
pemberian O2 setiap 2 jam sekali dan selalu memantau reaksi alergi yang
mencul secara periodic setelah pemajanan terhadap alergen spesifik,
obat-obatan tertentu, dan latihan fisik.
9. Tindakan lain yang dapat dilakukan
3) Memonitor status respirasi pasien
4) Fisioterapi dada
10. Evaluasi diri
Pemberian oksigen nasal kanul 3 liter/menit saya lakukan tanpa ditemani
perawat ruangan. Pada saat pemberian saya tidak sengaja memutar roll
humidifier secara cepat hingga 10 liter sehingga pasien menjadi kaget karena
aliran oksigennya begitu keras.
Hari/Tgl : Rabu, 29 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER
Inisial pasien : Ny.B
Keluhan utama : Sesak Napas
Diagnosa medis : CA Ovarium
1. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Pola Napas
2. Tindakan Keperawatan
Memberikan Posisi Semi-Folwer 45 derajat
3. Rasional Tindakan
Posisi semifowler dengan derajat kemiringan 45 derajat, yaitu dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan
mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma serta memberikan rasa
nyaman bagi pasien dalam beristirahat. Pemberian posisi semifowler
bermanfaat untuk memberikan kesempatan pada ekspirasi paru dan
meningkatkan ekspansi paru. Dilakukan tindakan pemberian posisi
semifowler karena pasien mengalami sesak napas, batuk berdahak dan secret
tidak bisa dikeluarkan dari jalan napas.
4. Prinsip Tindakan
2) Pemberian Posisi semifowler
e. Bersih
f. Tindakan dilakukan secara tepat dan benar
g. Tindakan dilakukan sesuai dengan indikasi
h. Cara/Prosedur tindakan
3) Persiapan alat
Bantal 1-3 buah
4) Prosedur tindakan
e) Tahap interaksi
 Mengecek program terapi
 Mencuci tangan
 Menyiapakan alat
f) Tahap orientasi
 Memberikan salam dan sapa pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan atau kesiapan pasien
g) Tahap kerja
 Menjaga privacy pasien
 Mempersiapkan pasien
 Mengangkat kepala dari tempat tidur ke permukaan yang tepat
(30-45 derajat)
 Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klien jika
tubuh bagian atas klien lumpuh
 Letakan bantal dibawah kepala klien sesuai dengan keinginan
klien, menaikkan lutut dari tempat tidur yang rendah
menghindari adanya tekanan di bawah jarak poplital (dibawah
lutut)
h) Tahap terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan
 Berpamitan dengan pasien
 Mencuci tangan dan dokumentasi
8. Bahaya terhadap tindakan yang dilakukan
Bahaya : Pemberian posisi yang tidak tepat berpengaruh pada sistem
fisiologi tubuh utamanya pada sistem otot dan skeletal, sistem persyarafan,
sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler. Terhadap sistem kardiovaskuler
ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung.
Kontraindikasi : Posisi semifowler tidak bisa dilakukan pada pasien yang
post operasi servikalis vertebra, contusion serebri, dan comosio serebri.
9. Tindakan lain yang dapat dilakukan
3) Memberikan terapi oksigen
4) Memonitor status respirasi pasien
10. Evaluasi diri
Pada saat memberikan posisi semifowler saya menggunakan satu buah bantal
untuk menyokong punggung klien dengan head up tempat tidur pasien 45
derajat karena pasien menggunakan brankar orthopedic yang bisa disetel.
Hari/Tgl : Kamis, 30 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA

Inisial pasien : Ny.B


Keluhan utama : Sesak Napas
Diagnosa medis : CA Ovarium
1. Masalah Keperawatan
Nyeri
2. Tindakan Keperawatan
Melakukan pengambilan darah vena
3. Rasional Tindakan
Salah satu cara mendapatkan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium
dan bahan penegangan diagnosa
4. Prinsip Tindakan
Pengambilan darah vena dilakukan untuk pemeriksaan darah lengkap
yang digunakan untuk mendiagnosa dan mengevaluasi penyakit yang dialami
pasien
5. Bahaya Terhadap Tindakan Yang Dilakukan
Pengambilan darah vena akan minimal terjadi jika dilakukan dengan
benar. Namun dapat terjadi perdarahan atau perdarahan yang tertunda atau
memar pada area tusukan jarum atau yang jarang terjadi, kerusakan sirkulasi di
sekitar area tusukan.
6. Tindakan Lain Yang Dapat Dilakukan
b. Mempertahankan posisi semifowler/fowler
c. Pengambilan darah arteri
7. Evaluasi diri
Dalam pemberian intervensi, ada baiknya perawat melakukan intervensi
sesuai dengan standar operasional prosedur. Perawat hendaknya menggunakan
peralatan sesuai dengan ketentuan untuk menjaga kenyamanan pasien. Pada
saat melakukan tindakan, lakukan sesuai prosedur untuk menghindari cedera
pada pasien.
Hari/Tgl : Kamis, 30 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PEMBERIAN OKSIGEN
Inisial pasien : Ny.N
Keluhan utama : Sesak nafas
5. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Pola Napas
6. Tindakan Keperawatan
Memberikan Oksigen Nasal Kanul 3 Liter/menit
7. Rasional Tindakan
Pemberian oksigen dimaksudkan untuk memberikan tambahan oksigen pada
klien yang mengalami sesak napas akibat perubahan membran alveolar kapiler.
Terapi oksigen yaitu memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui
saluran pernapasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan pemberian
oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi sehingga konsentrasi oksigen
dalam darah meningkat. Tujuan pemberian yaitu:
g. Klien dengan kadar O2 rendah dari hasil Analisa Gas Darah
h. Klien dengan peningkatan kerja napas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernapasan
serta adanya kerja otot-otot tambahan pernapasan,
i. Klien dengan peningkatan kerja miokard dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalu peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
8. Prinsip Tindakan
7) Pemberian Posisi semifowler
m. Bersih
n. Tindakan dilakukan secara tepat dan benar
o. Tindakan dilakukan sesuai dengan indikasi
p. Memastikan selanag O2 tidak bocor
q. Humidifier berada pada level yang tepat
r. Jauh dari api
8) Persiapan alat
e. Tabung O2 / O2 sentral pada dinding
f. Selang O2
9) Prosedur tindakan
i) Tahap interaksi
 Mengecek program terapi
 Mencuci tangan
 Menyiapakan alat
j) Tahap orientasi
 Memberikan salam dan sapa pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan atau kesiapan pasien
k) Tahap kerja
 Menjaga privacy pasien
 Mempersiapkan pasien
 Mengatur posisi pasien semifowler
 Menyiapkan selang O2 dan disambungkan ke tabung O2
 Memastikan humidifier berada pada posisi yang tepat
 Sesuaikan aliran O2 sesuai advise
 Memakainkan nasal kanul pada pasien
 Fiksasi selang O2
l) Tahap terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan
 Berpamitan dengan pasien
 Mencuci tangan dan dokumentasi
5. Bahaya terhadap tindakan yang dilakukan
Bahaya : Pemberian oksigen yang berlebihan dan secara terus-menerus pada
klien dapat menyebabkan Hipokapneu karena konsentrasi O2 dalam darah
yang terlalu tinggi. Sedangkan untuk prosedur yang tidak sesuai dengan teori
diantaranya adalah untuk tindakan tidak mencuci tangan dapat memperbesar
penulran penyakit, penggunaan nasal kanul yang tidak steril juga
memperbesar penularan penyakit melalu secret dari satu pasien ke pasien
lain. Penggunaan cairan humidifier yang tidak steril meningkatkan
kemungkinan kuman-kuman yang terkandung dalam air akan terhirup oleh
klien.
Pencegahan : Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan,
mengecek cairan humidifier apakah masih terisi dan selalu memonitor
pemberian O2 setiap 2 jam sekali dan selalu memantau reaksi alergi yang
mencul secara periodic setelah pemajanan terhadap alergen spesifik,
obat-obatan tertentu, dan latihan fisik.
6. Tindakan lain yang dapat dilakukan
5) Memonitor status respirasi pasien
6) Fisioterapi dada
7. Evaluasi diri
Pemberian oksigen nasal kanul 3 liter/menit saya lakukan tanpa ditemani
perawat ruangan. Pada saat pemberian saya tidak sengaja memutar roll
humidifier secara cepat hingga 10 liter sehingga pasien menjadi kaget karena
aliran oksigennya begitu keras.
Hari/Tgl : Kamis, 30 Agustus 2018

ANALISA SINTESA PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL


Inisial pasien : Ny.N
Keluhan utama : Sesak nafas
1. Masalah Keperawatan
Nyeri
2. Tindakan Keperawatan
Memeriksa tanda-tanda vital pasien : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu
3. Rasional Tindakan
Tanda vital merupakan acuhan untuk mengetahui keadaan umum pasien
4. Prinsip Tindakan
Tindakan pemeriksaan tanda – tanda vital ini dilakukan dengan bersih akan
tetapi demi keselamatan pasien dan perawat tetap i mencuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan, Memeberikan rasa nyaman pada saat
pemeriksaan.
5. Bahaya Terhadap Tindakan Yang Dilakukan
Pemasangan Manset yang terlalu kencang dapat membuat klien tidak nyaman
dan tangan menjadi keram.
6. Tindakan Lain Yang Dapat Dilakukan
Posisi fowler / semi fowler
7. Evaluasi diri
Pemeriksaan Tanda – tanda Vital sudah berjalan dengan baik dan sesuai
dengan prosedur yang telah di tetapkan, kmunikasi terapeutik lebih di
tingkatkan lagi saat melakukan pemeriksaan Vital Sign Pada pasien, , Evaluasi
diri sebelum melakukan tindakan
Hari/Tgl : Kamis, 30 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA

Inisial pasien : Ny.N


Keluhan utama : Sesak nafas
1. Masalah Keperawatan
Nyeri
2. Tindakan Keperawatan
Melakukan pengambilan darah vena
3. Rasional Tindakan
Salah satu cara mendapatkan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium
dan bahan penegangan diagnosa
4. Prinsip Tindakan
Pengambilan darah vena dilakukan untuk pemeriksaan darah lengkap
yang digunakan untuk mendiagnosa dan mengevaluasi penyakit yang dialami
pasien
5. Bahaya Terhadap Tindakan Yang Dilakukan
Pengambilan darah vena akan minimal terjadi jika dilakukan dengan
benar. Namun dapat terjadi perdarahan atau perdarahan yang tertunda atau
memar pada area tusukan jarum atau yang jarang terjadi, kerusakan sirkulasi di
sekitar area tusukan.
6. Tindakan Lain Yang Dapat Dilakukan
a. Mempertahankan posisi semifowler/fowler
b. Pengambilan darah arteri
7. Evaluasi diri
Dalam pemberian intervensi, ada baiknya perawat melakukan intervensi
sesuai dengan standar operasional prosedur. Perawat hendaknya menggunakan
peralatan sesuai dengan ketentuan untuk menjaga kenyamanan pasien. Pada
saat melakukan tindakan, lakukan sesuai prosedur untuk menghindari cedera
pada pasien.
Hari/Tgl : Sabtu, 31 Agustus 2018
ANALISA SINTESA TINDAKAN PEMASANGAN INFUS
Inisial pasien : Ny.N
Keluhan utama : Nyeri Perut
Diagnosa medis : CA Serviks
1. Masalah Keperawatan
Kelebihan volume cairan
2. Tindakan Keperawatan
Melakukan pemasangan infus
3. Rasional Tindakan
a. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
b. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
4. Prinsip Tindakan
Tindakan ini dilakukan pada klien yang memerlukan masukan cairan
melalui intravena (infus). Pemberian cairan infuse dapat diberikan pada
pasien yang mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi yang berat.
Tindakan ini membutuhkan kester lan mengingat langsung berhubungan
dengan pembuluh darah. Pemberian cairan melalui infuse dengan
memasukkan ke dalam vena (pembuluh darah pasien) diantaranya vena
lengan (vena safalika basilica dan mediana kubiti), pada tungkai (vena
safena), atau pada vena yang ada di kepala, seperti vena temporalis frontalis
(khusus untuk anak-anak). Selain pemberian infuse pada pasien yang
mengalami pengeluaran cairan, juga dapat dilakukan pada pasien yang
mengalami syok, intoksikasi berat, pra dan pascabedah, sebelum tranfusi
darah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
5. Bahaya Terhadap Tindakan Yang Dilakukan
Efek samping dari tindakan ini adalah timbulnya emboli udara. Infuse
juga merupakan jalan untuk memasukkan obat intravena dan seringnya injeksi
dilakukan kurang hati-hati sehingga sering ada gelembung udara yang ikut
masuk ke pembuluh darah ketika injeksi maupun infuse yang keblongan.
Kerugian dari tindakan ini adalah:
a. Tidak bisa dilakukan “drug Recall” dan mengubah aksi obat tersebut
sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi
b. Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speeed Shock”
c. Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:
1) Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode
tertentu
2) Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia
3) Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
6. Tindakan Lain Yang Dapat Dilakukan
a. Mempertahankan posisi semifowler/fowler
b. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Evaluasi diri
Pemasangan infus merupakan tindakan invasif sehingga harus selalu dalam
pengawasan pembimbing lahan
Hari/Tgl : Sabtu, 31 Agustus 2018
ANALISA SINTESA PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL

Inisial pasien : Ny.N


Keluhan utama : Nyeri Perut
Diagnosa medis : CA Serviks
1. Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan pola napas
2. Tindakan Keperawatan
Memeriksa tanda-tanda vital pasien : tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu
3. Rasional Tindakan
Tanda vital merupakan acuhan untuk mengetahui keadaan umum pasien
4. Prinsip Tindakan
Tindakan pemeriksaan tanda – tanda vital ini dilakukan dengan bersih akan
tetapi demi keselamatan pasien dan perawat tetap i mencuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan, Memeberikan rasa nyaman pada saat
pemeriksaan.
5. Bahaya Terhadap Tindakan Yang Dilakukan
Pemasangan Manset yang terlalu kencang dapat membuat klien tidak nyaman
dan tangan menjadi keram.
6. Tindakan Lain Yang Dapat Dilakukan
Posisi fowler / semi fowler
7. Evaluasi diri
Pemeriksaan Tanda – tanda Vital sudah berjalan dengan baik dan sesuai
dengan prosedur yang telah di tetapkan, kmunikasi terapeutik lebih di
tingkatkan lagi saat melakukan pemeriksaan Vital Sign Pada pasien, ,
Evaluasi diri sebelum melakukan tindakan

Anda mungkin juga menyukai