2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia dan hal ini tidak
bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status ekonomi. Hasil penelitian di seluruh
dunia menunjukkan bahwa demensia terjadi sekitar 8 % pada warga di atas usia 65 tahun dan
meningkat sangat pesat menjadi 25 % pada usia di atas 80 tahun dan hampir 40 % pada usia
di atas 90 tahun.
Klasifikasi Demensia
Demensia dapat dibagi dalam 3 tipe yaitu :
1) Demensia Kortikal dan Sub Kortikal
a. Demensia Kortikal
Merupakan demensia yang muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks serebri substansia
grisea yang berperan penting terhadap proses kognitif seperti daya ingat dan bahasa.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah Penyakit Alzheimer,
Penyakit Vaskular, Penyakit Lewy Bodies, sindroma Korsakoff, ensefalopati Wernicke,
Penyakit Pick, Penyakit Creutzfelt-Jakob.
b. Demensia Subkortikal
Merupakan demensia yang termasuk non-Alzheimer, muncul dari kelainan yang terjadi pada
korteks serebri substansia alba. Biasanya tidak didapatkan gangguan daya ingat dan bahasa.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah penyakit Huntington,
hipotiroid, Parkinson, kekurangan vitamin B1, B12, Folate, sifilis, hematoma subdural,
hiperkalsemia, hipoglikemia, penyakit Coeliac, AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll.
b. Perubahan emosional
Emosi sering gampang terstimulasi serta tidak dapat mengontrol tawa dan tangis.
c. Kemunduran kepribadian
1) Sering egois
2) Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang perhatian, introvert.
3) Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan, dll.
d. Perubahan-perubahan pada sistem tubuh :
1) Kardiovaskuler
Cardiac output menurun, kemampuan respon terhadap stress berkurang, tekanan darah
meningkat, denyut jantung setelah pemulihan melambat, cepat pegal bila aktivitas meningkat.
2) Respirasi
Volume residu paru meningkat, kapasitas vital paru menurun, kapasitas difusi dan pertukaran
gas menurun, efektivitas batuk menurun, pada aktivitas berat cepat lelah dan sesak,
oksigenasi berkurang sehingga luka susah sembuh, susah mengeluarkan sekret batuk.
3) Integumen (kulit)
Perlindungan terhadap trauma dan suhu yang ekstrem menurun, perlindungan oleh kelenjar
minyak alami dan berkeringat menurun, kulit tipis kering, dan keriput, sering memar,
kebiruan dan cepat terbakar sinar matahari, intoleransi terhadap panas, struktur tulang
kelihatan pada kulit yang tipis.
4) Reproduksi
Pada wanita terjadi penyempitan, penurunan elastisitas dan sekresi pada dinding vagina,
sehingga menimbulkan hubungan seksual yang sakit, perdarahan, gatal, iritasi dan lambat
orgasme. Pada laki –laki terjadi penurunan ukuran penis dan testes dan respon seksual yang
melambat.
5) Genito-urinaria
Kapasitas buli menurun, menurunnya sensasi untuk bak sehingga sering retensi dan kesulitan
bak. Pada laki-laki terjadi BPH, dan pada wanita terjadi relaksasi otot perineum dan
inkontinensia urine.
6) Gastrointestinal
Salivasi berkurang, susah menelan makanan, mengeluh mulut kering, pengosongan esofagus
dan lambung yang melambat sehingga sering terjadi gejala penuh, sakit ulu hati, mobilisasi
usus berkurang sehingga sering konstipasi, bersendawa, perut tidak nyaman.
7) Muskuloskeletal
Hilangnya densitas tulang, kekuatan dan ukuran otot, degenerasi tulang rawan sendi,
sehingga terjadi penurunan tinggi badan, kyphosis, fraktur, sakit pada punggung, merasa
hilang tenaga, flexibilitas dan ketahanan sendi menurun dan sering sakit sendi.
8) Saraf
Berkurangnya kecepatan konduksi saraf sehingga terjadi konfusi disertai dengan keluhan
fisik dan kehilangan respon lingkungan. Sirkulasi serebral menurun sehingga terjadi
penurunan reaksi dan respon, belajar perlu waktu yang lama, sering bingung, sering lupa dan
jatuh.
e. Sistem indera :
1) Penglihatan : Kemampuan untuk fokus pada objek yang dekat berkurang, tidak toleransi
terhadap sinar, kesulitan mangatur intensitas cahaya masuk mata, dan penurunan kemampuan
membedakan warna.
2) Pendengaran : Menurunnya kemampuan mendengarkan suara frekuensi tinggi.
3) Rasa dan bau : Penurunan kemampuan mengecap dan membau sehingga dapat
menggunakan gula dan garam berlebih pada makanannya.
f. Halusinasi dan delusi
g. Tanda dan Gejala lainnya :
1) Psikiatrik
Gangguan cemas, depresi, perubahan kepribadian sehingga sering menangis atau tertawa
patologis, emosi ekstrim tanpa provokasi.
2) Neurologis
Apraxia dan agnosia, kejang, sakit kepala, pusing, kelemahan, sering pingsan, gangguan
tidur, disartria, disfagia.
3) Reaksi katastropi
Agitasi yang muncul sekunder akibat kesadaran subjektif terhadap defisit intelektual yang
dialami pada keadaan yang penuh stres.
4) Sundown syndrome
Mengantuk, konfusi, ataksia, jatuh. Sindrome ini bisa muncul saat stimulus eksternal
berkurang atau karena pengaruh obat benzodiazepine.
Komplikasi Demensia
a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
- Ulkus Dekubitus
- Infeksi saluran kencing
- Pneumonia
b. Thromboemboli, infark miokardium.
c. Kejang
d. Kontraktur sendi
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan peralatan
g. Kehilangan kemampuan berinteraksi
h. Harapan hidup berkurang
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan memperhatikan
usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta adanya penyakit lain
(misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan kimia darah
standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya tumor,
hidrosefalus atau stroke.
Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap, maka
diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer terbukti
hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan banyaknya sel saraf yang
hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang
terdiri dari amiloid (sejenis protein abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk
mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission
tomography), yang merupakan pemerisaan skening otak khusus.
Prognosis
Perkembangan demensia pada setiap orang berbeda. Pada sebagian besar demensia stadium
lanjut, terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh. Penderita menjadi lebih
menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering
berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu
mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara.
b. Data obyektif :
1) Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek yang sudah
dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
2) Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah menceritakannya.
3) Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-kata yang
lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan
kata-kata yang tepat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuronal dan demensia progresif.
b. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan defisit sensori dan motorik
c. Syndrome defisit perawatan diri berhubungan dengan konfusi, kehilangan kognitif dan
perilaku disfungsi.
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perawatan anggota keluarga yang
mengalami disfungsi.
e. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan kerusakan kognitif & perilaku disfungsi.
f. Kerusakan komunikasi berhubungan dengan gangguan pendengaran
g. Konfusi kronis berhubungan dengan degenerasi progresif korteks serebri sekunder akibat
demensia
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN : Risiko terhadap cedera b/d defisit sensori dan motorik.
TUJUAN : Setelah diberi askep 3×24 jam diharapkan pasien mampu mempertahankan
keselamatan fisik dengan kriteria :
- Mematuhi prosedur keselamatan.
- Dapat bergerak dengan bebas dan mandiri disekitar rumah.
- Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindungi.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Kendalikan lingkungan.
- Singkirkan bahaya yang tampak jelas.
- Kurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur..
- Pantau regimen medikasi.
- Ijinkan merokok hanya dalam pengawasan.
- Pantau suhu makanan.
- Awasi semua aktivitas diluar rumah.
RATIONAL :Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi risiko cedera dan
membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan.
2. Ijinkan kemandirian dan kebebasan maksimum.
- Berikan kebebasan dalam lingkungan yang aman.
- Hindari penggunaan restrain.
- Kerika pasien melamun, alihkan perhatiannya.
- Simpan tag identifikasi pada pasien.
RATIONAL :Hal ini akan memberikan pasien rasa otonomi.Restrain dapat meningkatkan
agitasi.Pengalihan perhatian difasilitasi oleh kehilangan ingatan segera.Nama dan nomor
telpon akan memfasilitasi kembalinya dengan aman pasien yang sedang melamun.
3. Kaji adanya hipotensi ortostatik
RATIONAL :Dapat menyebabkan cedera
4. Ajarkan klien bergerak dari posisi tidur ke berdiri secara bertahap
RATIONAL :Mencegah terjadinya hipotensi ortostatik yang dapat menyebabkan cedera
5. Ajarkan latihan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas
RATIONAL :
Dengan meningkatnya kekuatan otot akan mencegah terjadinya cedera
PENYAKIT DEMENSIA
A. PENGERTIAN
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau keadaan
yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas
komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa
gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya
ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi,
penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya independensi
sosial. (William F. Ganong, 2010)
Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa,
melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori
yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari. Demensia
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain
yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari (Nugroho, 2008).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita Demensia seringkali menunjukkan beberapa
gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavior symptom) yang menganggu
(disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptif) (Voicer. L., Hurley, A.C., Mahoney,
E.1998).
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Penyakit yang dapat
dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan.
Walaupun tidak terdapat perawatan khusus untuk demensia, namun
perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan.
B. ETIOLOGI
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang penyebabnya
sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit Alzheimer disebabkan karena
adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Pada penyakit alzheimer,
beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan
berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam
otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
2. Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal
yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul
secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak,
daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut
dengan infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark.
Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan yaitu :
terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada
metabolisme
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati, penyebab
utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini
diantaranya :
a. Penyakit cerebro kardiofaskuler
b. penyakit- penyakit metabolik
c. Gangguan nutrisi
d. Akibat intoksikasi menahun
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13. Tidak dapat makan dan menelan.
14. Inkontinensia urine
15. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian
keseharian yang tidak bisa lepas.
17. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat
penderita demensia berada
18. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan
kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-
kali
19. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi,
marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak
beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut
muncul.
20. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
D. KLASIFIKASI DEMENSIA
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami kematian sehingga membuat
signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004).
Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan
juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia disebabkan karena
penyakit Alzheimer.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi
eksekutif,
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5) Kehilangan inisiatif.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi intelektual :
Stadium I (amnesia)
- Berlangsung 2-4 tahun
- Amnesia menonjol
- Perubahan emosi ringan
- Memori jangka panjang baik
- Keluarga biasanya tidak terganggu
Stadium II (Bingung)
- Berlangsung 2 – 10 tahun
- Episode psikotik
- Agresif
- Salah mengenali keluarga
Stadium III (Akhir)
- Setelah 6 - 12 tahun
- Memori dan intelektual lebih terganggu
- Membisu dan gangguan berjalan
- Inkontinensia urin
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan setiap
penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa
disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi
dapat diduga sebagai demensia vaskular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1) Peningkatan reflek tendon dalam
2) Kelainan gaya berjalan
3) Kelemahan anggota gerak
2. Menurut Umur:
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)
b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)
3. Menurut perjalanan penyakit :
a. Reversibel (mengalami perbaikan)
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B, Defisiensi,
Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan
serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
1) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2) Inkontinensia urin.
3) Demensia.
4. Menurut sifat klinis:
a. Demensia proprius
b. Pseudo-demensia
E. PATOFISIOLOGI
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Lansia penderita
demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal
dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika
meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan
oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa khawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa
mungkin lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya
sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka
menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh
munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini
mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah
keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah
menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak
terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji ddan mengenali gejala demensia.
Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor
psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin
tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan
demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada
pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan
memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi
dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan
depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan
untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun
50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal,
pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi
pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar
EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan
difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang dengan
imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal,
hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3
allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang
berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe
awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai
penanda semakin meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari /
fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan
neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama
pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa,
konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat
berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau
proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia.
7. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test yang
paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002
;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-
Wei,2003)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai saat ini,
penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi,
menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai
di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada
penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).
Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24 masih
dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk demensia.
(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median
skor MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80 tahun, dan
median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk yang berpendidikan 5-8
tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4 tahun.Clinical Dementia Rating (CDR)
merupakan suatu pemeriksaan umum pada demensia dan sering digunakan dan ini juga
merupakan suatu metode yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan.
(Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori antara lain
gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas sosial/masyarakat, pekerjaan
rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat pada pemeriksaan ini adalah merupakan
suatu derajat penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan
kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia
ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3, menggambarkan
suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003, Golomb,2001)
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase seperti
Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin , Ticlopidine ,
Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan
kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa
diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing
manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi seperti
Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai
demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik (misalnya Haloperidol ,
Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping
yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi
atau paranoid.
2. Dukungan atau Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki
orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang
besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu mencegah
terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan
rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan memperburuk
keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan sangat
membantu.
3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
H. PENCEGAHAN DAN PERAWATAN DEMENSIA
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya
adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif
yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
a. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan
minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-
hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan
c. Status kesehatan
d. Status kesehatan mental
e. Aspek kognitif, pembelajaran dan memori
f. Perubahan sistem tubuh
- Perubahan kardiovaskuler
- Perubahan sistem pernafasan
- Perubahan integlumen
- Perubahan sistem reproduksi
- Perubahan genitourinaria
- Perubahan gastrointestinal
- Perubahan kebutuhan nutrisi
- Perubahan muskuloskeletal
- Perubahan sensorik (Brunner & Suddarth, 2001)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung,
tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu
menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi
sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai
dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
d. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan
verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/
waktu tidur.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan
dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
f. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak
terkoordinasi, aktivitas kejang.
g. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah
lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan tindakana. Jalin hubungan saling a) Untuk membangan
keperawatan diharapkan mendukung dengan kepercayaan dan rasa
klien dapat beradaptasi klien. nyaman.
dengan perubahan b. Orientasikan pada b) Menurunkan kecemasan
aktivitas sehari- hari dan lingkungan dan rutinitas dan perasaan terganggu.
lingkungan dengan KH : baru. c) Untuk menentukan
a. mengidentifikasi c. Kaji tingkat stressor persepsi klien tentang
perubahan (penyesuaian diri, kejadian dan tingkat
b. mampu beradaptasi pada perkembangan, peran serangan.
perubahan lingkungan dan keluarga, akibat d) Konsistensi mengurangi
aktivitas kehidupan sehari- perubahan status kebingungan dan
hari kesehatan) meningkatkan rasa
c. cemas dan takut berkurangd. Tentukan jadwal kebersamaan.
d. membuat pernyataan yang aktivitas yang wajar dane) Menurunkan ketegangan,
positif tentang lingkungan masukkan dalam mempertahankan rasa
yang baru. kegiatan rutin. saling percaya, dan
e. Berikan penjelasan dan orientasi.
informasi yang
menyenangkan mengenai
kegiatan/ peristiwa.
2 Setelah diberikan tindakana. Kembangkan lingkungana. Mengurangi kecemasan
keperawatan diharapkan yang mendukung dan dan emosional.
klien mampu mengenali hubungan klien-perawat b. Kebisingan merupakan
perubahan dalam berpikir yang terapeutik. sensori berlebihan yang
dengan KH: b. Pertahankan lingkungan meningkatkan gangguan
a. Mampu memperlihatkan yang menyenangkan dan neuron.
kemampuan kognitif untuk tenang. c. Menimbulkan perhatian,
menjalani konsekuensi c. Tatap wajah ketika terutama pada klien
kejadian yang berbicara dengan klien. dengan gangguan
menegangkan terhadap d. Panggil klien dengan perceptual.
emosi dan pikiran tentang namanya. d. Nama adalah bentuk
diri. e. Gunakan suara yang identitas diri dan
b. Mampu mengembangkan agak rendah dan menimbulkan pengenalan
strategi untuk mengatasi berbicara dengan terhadap realita dan klien.
anggapan diri yang perlahan pada klien. e. Meningkatkan
negative. pemahaman. Ucapan
c. Mampu mengenali tingkah tinggi dan keras
laku dan faktor penyebab. menimbulkan stress yg
mencetuskan konfrontasi
dan respon marah.
Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi
aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan
perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive)
ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi
perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak
degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila
mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai
latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan
untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2
% (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia
berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia
lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun
mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0
% dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler.
Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan
Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35%
disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40
% demensia akibat penyakit Alzheimer.
Klasifikasi
Menurut Umur:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi,
Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
1. Tipe non-Alzheimer
2. Demensia vaskular
3. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
4. Demensia Lobus frontal-temporal
5. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
6. Morbus Parkinson
7. Morbus Huntington
8. Morbus Pick
9. Morbus Jakob-Creutzfeldt
10. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
11. Prion disease
12. Palsi Supranuklear progresif
13. Multiple sklerosis
14. Neurosifilis
15. Tipe campuran
1. Demensia proprius
2. Pseudo-demensia
Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala
demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara
sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar
peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit
Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia
frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer.
Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari
otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita
Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga
penurunan proses berpikir.
Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.
1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan
neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses
degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru
menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah
lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar,
berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-
barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga
timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri
barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi,
gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung
dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau
lupa hal baru yang dialami
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,
Disorientasi
gangguan bahasa (afasia)
penderita mudah bingung
penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan
kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
.Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya
antara lain:
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di
otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak,
sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering
dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan
penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
penyakit degenaratif
penyakit serebrovaskuler
keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
trauma otak
infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
Hidrosefaulus normotensif
Tumor primer atau metastasis
Autoimun, vaskulitif
Multiple sclerosis
Toksik
kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
1. Gangguan psiatrik :
Depresi
Anxietas
Psikosis
2. Obat-obatan :
Psikofarmaka
Antiaritmia
Antihipertensi
3. Antikonvulsan
Digitalis
4. Gangguan nutrisi :
Defisiensi B6 (Pelagra)
Defisiensi B12
Defisiensi asam folat
Marchiava-bignami disease
5. Gangguan metabolisme :
Hiper/hipotiroidi
Hiperkalsemia
Hiper/hiponatremia
Hiopoglikemia
Hiperlipidemia
Hipercapnia
Gagal ginjal
Sindromk Cushing
Addison’s disesse
Hippotituitaria
Efek remote penyakit kanker
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan
tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan
dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita
demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal
dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah
hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang
terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang
semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan
perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka
menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh
munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini
mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah
keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah
menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak
semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala
demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu
waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya
ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar
belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan
sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan
tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah
laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para
anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku
(Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah
delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial,
ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer,
L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
Diagnosis
Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia
yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah,
tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal
demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat
catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam
menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia
cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan
aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-
harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin
sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami
Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari
selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal
dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan
untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang
menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui
apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang
muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri
beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang
dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik
karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk
mangatasi hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka
berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya.
Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa
dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur
kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak
memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang
lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga
merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan.
Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada
suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama
berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan.
Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat,
menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan pengaman
tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari Lansia kabur adalah hal yang dapat
dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan demensia di rumahnya.
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya
adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,
seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat
adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
o Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
o Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun dan sampai
saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia mengalami demensia dengan
berbagai penyebab, yang salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Berdasarkan hasil pengkajian pada daerah paska bencana alam tsunami ternyata ditemukan
kasus lansia dengan alzeimer.
Pengkajian
Demensia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya
ingat dan daya pikir tanpa adanya penurunan fungsi kesadaran. Berdasarkan beberapa hasil
penelitian, diperoleh data bahwa demensia sering terjadi pada usia lanjut yang telah berumur
di atas 60 tahun. Sampai saat ini diperkirakan sekitar 500.000 penderita demensia di
indonesia.
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan demensia, pertama-tama saudara harus
membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore / malam
atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2. Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan
bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
3. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
6. Bersikap empati dengan cara:
o Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
o Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
o Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
o Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
1. Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti (hindari
penggunaan kata atau kalimat jargon)
2. Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika betranya tunggu respon
pasien
3. Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan kata-kata
yang sama.
4. Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume ditingkatkan,
nada harus direndahkan.
5. Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
6. Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks dan terbuka
7. Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan klien:
• Tidak berisik atau ribut
• Ruangan nyaman, cahaya dan ventilasi cukup
• Jarak disesuaikan, untuk meminalkan gangguan.
Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji pasien lansia dengan demensia,
saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung
kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji
data objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
Kurang konsentrasi
Kurang kebersihan diri
Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
Tremor
Kurang kordinasi gerak
Aktiftas terbatas
Sering mengulang kata-kata.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia
mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak sesuai.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara:
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka ditetapkan
diagnosa keperawatan:
Tindakan Keperawatan
Diagnosa I “Lansia depresi dengan gangguan proses pikir; pikun/pelupa.”
Tindakan
Tujuan
Tindakan
1. Jelaskan faktor-faktor risiko yang dapa menimbulkan cedera dengan bahasa yang
sederhana
2. Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera: bila jatuh jangan panik tetapi berteriak
minta tolong
3. Berikan pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-cara mencegah cedera.
Tindakan
Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan
dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
1. Gangguan proses pikir: bingung
Kemampuan pasien:
Kemampuan keluarga
1. Mampu membantu pasien mengenal waktu temapt dan orang
2. Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran perhari dengan tulisan besar dan
jam besar
3. Membantu pasien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadual yang telah dibuat
4. Memberikan pujian setiap kali pasien mampu melaksanakan kegiatan harian
2.Risiko cedera
Kemampuan pasien:
Kemampuan keluarga
DAFTAR PUSTAKA