Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan manusia.
Pada tahap ini, lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan pada kondisi fisik
maupun psikis. Perubahan ini mulai terjadi karena proses pertumbuhan sel-sel sudah
terhenti dan mulai menunjukkan penurunan fungsinya. Perubahan tersebut antara lain
perubahan kesehatan, perubahan fisik, kemampuan motorik, minat, kemampuan
mental, lingkungan, status sosial, dan perubahan-perubahan lainnya (Santoso dan
Ismail, 2009). Penurunan kondisi tubuh dan penurunan kemampuan fisik yang dialami
oleh lanjut usia, menyebabkan lanjut usia menganggap bahwa hal ini merupakan suatu
bencana, karena kematian dapat menjemput nyawa mereka setiap waktu. Sebagian
dari lanjut usia merasa belum siap untuk menghadapi kematian, sehingga mereka
merasa cemas, takut, dan frustasi menanti datangnya kematian. Seperti yang
dikatakan Maryam dkk (2008), bahwa jika pada saat kondisi fisik semakin menurun
dan lanjut usia tidak dapat menyesuaikan diri, maka lansia akan merasa tidak siap
dalam menghadapi kematian. Meiner (2006) berpendapat bahwa dalam menghadapi
kematian, setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aspek psikologis,
spiritual, sosial, dan fisik. Tingkat spiritualitas pada lanjut usia dalam 2 menghadapi
akhir kehidupan sangat dibutuhkan, hal ini dikarenakan praktik spiritual dapat
memberikan support emosional yang positif bagi lansia. Perawat dapat berperan untuk
membantu lansia dalam mencari makna dan membantu lansia dalam praktik spiritual
(Mowat, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Harapan (2014), bahwa saat
menghadapi kematian setiap lansia memiliki persepsi yang berbeda. Persepsi tersebut
dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, dukungan sosial keluarga, dan spiritualitas. Hal
tersebut diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Adelina (2007),
yang menyatakan bahwa lansia yang memiliki kecerdasan ruhaniah yang tinggi tidak
akan merasakan kecemasan dan lebih siap saat menghadapi kematian. Sesuai dengan
tahapan perkembangan psikososial lansia menurut Erickson, yaitu integritas ego
versus keputusasaan, lansia yang dapat mencapai integritas ego maka akan memiliki
kepuasan diri yang terlihat melalui konsep dan sikap yang positif terhadap kehidupan
(Stanley and Beare, 2007). Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang
dilakukan oleh Parker (2013), yang menyebutkan bahwa apabila seseorang mampu
menerima kenyataan hidup mereka dengan sedikit penyesalan dan putus asa, maka
semakin besar kemungkinan mereka akan menerima datangnya kematian tanpa
perasaan takut dan cemas. Selain itu, hubungan yang kuat antara individu dengan
Tuhan juga meningkatkan penerimaan terhadap kematian, yang berdasar kepercayaan
bahwa adanya kehidupan abadi yang penuh dengan kebahagiaan setelah kematian. 3
Penelitian yang dilakukan oleh Williams (2006), menunjukkan bahwa lansia yang
memiliki tingkat spiritualitas tinggi maka dalam menjalani akhir kehidupan, hidup
dalam ketenangan hingga ajal menjemputnya. Sebaliknya, lansia yang memiliki
spiritualitas rendah maka akan hidup dalam keputusasaan dan kesedihan. Perasaan
tenang dan fikiran positif yang berasal dari spiritualitas tinggi dapat meningkatkan
status kesehatan lansia. Hal ini sangat penting bagi akhir kehidupan lansia, karena
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mazloomymahmoodabad (2014) bahwa
status dan perilaku kesehatan dapat mempengaruhi kualitas hidup pada lansia.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Moritz et all
(2006) bahwa pasien yang mendapatkan program pendidikan spiritual menunjukkan
penurunan gangguan kesehatan, yang berkaitan dengan emosional pasien, seperti
depresi, tekanan darah, marah, dan kelelahan.

B. Perubahan terkait usia pada fungsi respirasi


Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir
seluruh susunan anatomik tubuh dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ yang
bersangkutan. Perubahan yang terjadi pada otot dan organ pernapasan menyebabkan
lansia menjadi lebih rentan mengalami gangguan pernapasan. Sementara tanda dan
gejala dari gangguan pernapasan yang nampak tidak sejelas pada individu yang lebih
muda. Lansia dengan mobilitas terbatas ataupun lansia dengan kondisi bedrest lebih
beresiko mengalami gangguan pernapasan dan komplikasinya.
1. Perubahan anatomik sistem pernapasan
Yang mengalami perubahan adalah :
a. Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan
mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik
relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil
b. Otot-otot pernapasan : mengalami kelemahan otot atrofi
c. Saluran napas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan
alveoli mengebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin tulang rawan
bronkus mengalami perkapuran
d. Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus
membesar secara progesip, terjadi emfisema senilis. Struktur kolagen dan elastin
dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan
elastisitas jaringan parenkim paru mengurang. Penurunan elastisitas jaringan
parenkim paru pada usia lanjut dapatkarena menurunnnya tegangan permukaan
akibat pengurangan daerah permukaan alveolus
2. Perubahan-perubahan fisiologik sistem pernapasan
Perubahan fisiologik (fungsi) pada sistem pernapasan yang terjadi antara lain :
a. Gerak pernapasan : adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun volume
rongga dada akan merubah mekanika pernapasan, amplitudo pernapasan menjadi
dangkal, timbul keluhan sesak napas. Kelemasah otot pernapasan menimbulkan
penurunan kekuatan gerak napas, lebih-lebih apabila terdapat deformitas rangka
dada akibat penuaan.
b. Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran napas akan menimbulkan
penumpukan udara dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan
pendistribusian udara nafasa dalam cabang-cabang bronkus
c. Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor :
(1) kelemahan otot napas, (2) elastisitas jaringan parenkim paru menurun, (3)
resistensi saluran napas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada
usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru
d. Gangguan transport gas
Pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap, yang penyebabna
terutama karena adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Selain itu diketahui
bahwa pengambilan O2 oleh darah dari alveoli (difusi gas) dan transport O2 ke
jaringan-jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olahraga.
Penurunan pengambilan O2 maksimal disebabkan antara lain karena : (1)
berbagai perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan (2)
karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung.
e. Gangguan perubahan ventilasi paru
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya
penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-
pusat pernapasan dimedula oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa
penurunan PaO2 peninggian PaO2, perubahan pH darah arteri dan sebagainya.

C. Faktor-faktor resiko

Anda mungkin juga menyukai