Anda di halaman 1dari 26

Bab 1

Ruang Lingkup

1.1 Gambaran umum

Semua upaya dilakukan terus menerus untuk mencegah dan penanggulanggan


bahaya kebakaran/bencana lainnya yang terjadi di kawasan rumah sakit menjadi
tanggung jawab bersama antara manajemen dan semua pegawai RSUD Cilincing,
Jakarta.

WHO menganggap perlu untuk membangun rumah sakit yang aman, terutama
pada situasi bencana dan darurat, yang mana rumah sakit tersebut harus mampu untuk
menyelamatkan jiwa dan dapat terus menyediakan pelayanan kesehatan esensial bagi
masyarakat.

Berbagai kekurangan serius yang menjadi kelemahan upaya tersebut di atas, baik itu
yang berhubungan dengan sarana fisik seperti tidak ada satupun bangunan bertingkat
yang dilengkapi dengan fasilitas RAMP harus menjadi prioritas penting dalam
merencanakan program perbaikan sarana/fasilitas ke depan, dan untuk saat ini bila
prosedur evakuasi pasien yang dirawat di ruangan gedung bertingkat harus dilakukan,
akan dilaksanakan dengan cara angkat angkut pasien memakai alat bantu melewati
tangga yang disediakan menuju titik kumpul aman sementara terdekat, sehingga untuk
semua pegawai yang merawat pasien (perawat dan dokter) harus diberikan ketrampilan
ini agara dapat melakukan prosedur angkat angkut pasien secara aman.

1.2 Tujuan

1. 1.Meminimalkan potensi atau peluang terjadinya bencana, yaitu dengan


memaksimalkan upaya program kerja untuk pencegahan terjadinya kebakaran
atau bencana lainnya.

1
2. Mempersiapkan secara maksimal upaya penyelamatan pasien, petugas
kesehatan, dokumen dan aset berharga pada saat terjadinya kebakaran atau
bencana lainnya.
3. Menyediakan fasilitas dan bangunan yang aman, serta harus dapat memberikan
pelayanan kesehatan daruratpada saat terjadinya kebakaran/bencana lainnya.

1.3 Dasar Hukum Dan Kebijakan

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang


Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum nomor: 10/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan.
3. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi darurat dan
bencana. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan,
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI tahun 2012.

1.4 Potensi terjadinya bahaya kebakaran dan bencana lainnya.

Rumah sakit merupakan pusat pelayanan kesehatan yang menjadi salah


satu tempat umum (public area) dimana semua potensi bencana internal dapat
terjadi, namun berdasarkan data empiris dan beberapa laporan nasional dan
internasional memang bahaya kebakaran paling sering menimbulkan kerugian
besar di Rumah Sakit.

Semua potensi terjadinya bahaya kebakaran di kawasan Rumah Sakit


Umum Daerah Cilincing Jakarta, terutama di area beresiko tinggi terjadinya
kebakaran, seperti area yang dekat dengan gardu listrik, tempat penyimpanan
dan pemakaian bahan mudah terbakar (bahan kimia dan gas) dan area yang
selalu memakai api sebagai bahan utama untuk hasil produksi.

Potensi bencana internal lainnya yang dapat terjadi adalah: angin puting
beliung, gempa bumi, banjir dan tanah longsor.

2
BAB 2

TATA LAKSANA

Ada empat faktor penting yang harus dipahami dan diwujudkan dalam program
kegiatan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran atau bencana lainnya,
yaitu upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang akan dijelaskan lebih detil
selanjutnya.

2.1 Bencana Kebakaran

2.1.1Program mencegah bahaya kebakaran yang bersifat promotif:

Upaya yang bertujuan mempromosikan suatu budaya/kebiasaan kerja


yang sehat dan aman yang akan menghasilkan suatu lingkungan kerja yang
aman dari bahaya kebakaran atau bencana lainnya. Misalnya kebijakan untuk
melarang merokok di kawasan rumah sakit,penyuluhan bahaya merokok dan
survei aktif ke lapangan untuk meminimalkan potensi terjadinya kebakaran dll.

Upaya harus terus menerus dilakukan dan pada akhirnya harus menjadi
budaya kerja semua pegawai rumah sakit dan setiap unit kerja harus membuat
program kerja tahunan yang mendukung upaya promotif untuk menjamin
keamanan fasilitas dan keselamatan semua pegawai.

Contoh program kerja promosi yang dimaksud adalah: mengadakan


penyuluhan bahaya merokok terhadap kesehatan sekaligus penyebab penting
potensi terjadinya kebakaran, selalu menyampaikan berita keselamatan (safety
briefing) pada setiap pertemuan/rapat, setiap hari minimal satu kali misalnya
pada saat laporan pagi untuk mengingatkan budaya kerja yang dapat membantu
meminimalkan terjadinya kebakaran (misalnya memastikan aliran listrik tidak
dibutuhkan telah padam di setiap tempat kerja, dan memastikan tidak ada titik
api), sosialisasi nomor telepon penting.

3
Upaya promotif ini termasuk juga jaminan tentang kekuatan konstruksi
gedung, karena bangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan mempunyai
peranan penting pada situasi terjadinya bencana dan keadaan darurat. Struktur
bangunan rumah sakit harus tetap kokoh dan tetap dapat beroperasi pada
kondisi tersebut. Untuk memastikan bahwa bangunan rumah sakit dan fasilitas
kesehatan dapat bertahan pada kondisi darurat dan bencana, penilaian terhadap
kelemahannya sangat perlu. Kelemahan tersebut mungkin dari sisi struktural
(sistem beban bearing), nonstruktural (elemen arsitektur, instalasi dan peralatan)
dan sistem operasinya. Dimana untuk lebih jelasnya dapat dilihat spesifikasi
bangunan/gedung spesifik di instalasi terkait, seperti IPS dan Bidang Penunjang.

Standart bangunan untuk fasilitas kesehatan dapat dilihat di Pedoman


Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi darurat dan bencana.
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat
Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI tahun 2012 dan Keputusan
Menteri Negara Pekerjaan Umum nomor: 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan
Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.

2.1.2 Program mencegah bahaya kebakaran bersifat preventif:

Upaya bertujuan atau berdampak langsung selalu siap tanggap dalam


melakukan upaya pemadaman api, menyelamatkan nyawa manusia,
aset/dokumen berharga dan terus menjamin keamanan bila terjadi kebakaran.
Pada upaya ini nampak jelas setiap fasilitas fisik/bangunan telah dilengkapi
dengan alat untuk memadamkan api, misalnya: membuat instalasi listrik yang
aman, tidak boleh ada dapursembarangan di setiap ruangan/bangunan, survey
aktif, pelatihan pemadaman api tradisional dan alat (apar dan hidrant), pelatihan
terpadu sistem organisasi tanggap bencana kebakaran dll.

Upaya preventif harus terus menerus dilakukan dan pada akhirnya harus
menjadi budaya kerja semua pegawai rumah sakit dan setiap unit kerja harus

4
membuat program kerja tahunan yang mendukung upaya promotif untuk
menjamin keamanan fasilitas dan keselamatan semua pegawai.

Contoh program kerja preventif adalah: memastikan tersedianya APAR di


setiap ruangan (satu alat untuk setiap ruangan dengan luas minimal 200 M2 atau
setiap jalan lurus/koridor sepanjang 15 M), tersedianya sistim hidrant yang
mudah di akses dengan dengan bangunan bertingkat, rambu – rambu exit/keluar
dan arah evakuasi menuju titik kumpul aman sementara dapat dilihat jelas,
adanya identifikasi area titik kumpul dll.

A. Alat pemadam api ringan, cara pemeriksaan, peletakan dan penyimpanan.

Adalah pemadam api ringan serta mudah dioperasikan oleh satu orang untuk
memadamkan api.

Untuk APAR yang disediakan di rumah sakit ada dua jenis, yaitu yang berisi
bahan tepung kering (powder) dan gas karbon dioksida (CO2). Untuk APAR berisi
powder dapat dipakai memadamkan semua jenis kebakaran, sedangkan APAR
berisi gas CO2 dapat untuk memadamkan api yang berasal dari instalasi listrik
(misalnya: kabel terbakar) dan volumenya minimal tiga kilogram dan berwarna
merah. (lihat gambar 1)

Adapun standar pemasangan/peletakan APAR sebagai berikut:

1. Setiap tabung APAR harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dan
mudah diambil serta dilengkapi dengan pemasangan tanda/identitas.
2. Alat pemadam harus dipasang menggantung pada dinding yang kuat, dengan
penguatan sengkang atau dengan konstruksi penguat lain dan tidak boleh
dikunci atau diikat mati.
3. Alat pemadam harus diletakan pada ketinggian antara 120 cm sampai 125
cm yang diukur mulai dari lantai sampai pegangan alat kecuali yang berisi
gas CO2 atau powder dapat ditempatkan lebih rendah dengat syarat jarak
lantai dengan dasar alat tidak boleh kurang dari 15 cm.

5
4. Alat APAR harus tersedia di setiap ruangan ,minimal ruangan yang luasnya
lebih atau sama dengan 200 m2, dan jalan lurus harus tersedia setiap jarak15
meter.
5. Dilarang memasang APAR yang tidak layak, misal: kondisi sudah berkarat
dan segel terbuka.
6. Alat pemadam tidak boleh dipasang di area yang suhunya melebihi 490C atau
minus (- 440C) kecuali spesifikasi alat dibuat diluar batas suhu tersebut.
7. Alat pemadam yang ditempatkan di alam terbuka harus diberi tutup
pengaman.

Gambar 1: contoh standar APAR

B. Standar pemeliharaan APAR


1. Setiap alat harus diperiksa minimal dua kali dalam setahun, yaitu:
a. Pemeriksaan masa enam bulan pertama (bulan keenam).
b. Pemeriksaan masa enam bulan kedua (bulan kedua belas).
2. Bila ditemukan tabung alat pemadam kondisi cacat harus secepatnya diganti
baru (tidak cacat) dalam waktu kurang dari 48 jam.
3. Pemeriksaan fisik setiap enam bulan yang dimaksud adalah:
a. Berisi atau tidaknya tabung, berkurangnya tekanan (lihat tekanan dalam
jarum indikator), rusak / hilangnya pengaman cartrigde.
b. Bagian alat tidak boleh cacat / rusak termasuk pegangan (handle) dan label /
indikator dalam kondisi baik / berfungsi.

6
c. Mulut pancar tidak tersumbat dan pipa tidak boleh rusak (retak / bocor).
d. Alat pemadam yang berisi bahan cairan asam soda, diperiksa dengan
mencampur sedikit larutan natrium bikarbonat dengan asam keras diluar
tabung dan bila reaksinya cukup kuat, maka alat pemadam api tersebut dapat
dipasang kembali.
e. Alat pemadam yang berisi bahan busa (foam), diperiksa dengan cara
mencampur sedikit larutan natrium bikarbonat dan alumunium sulfat di luar
tabung, dan bila reaksinya cukup kuat maka alat pemadam api ringan
tersebut dapat dipasang kembali.
f. Alat pemadam yang berisi gas karbondioksida (CO2) harus diperiksa dengan
menimbang serta mencocokkan beratnya denga berat yang tertulis pada alat,
dan bila terdapat kekurangan berat sebesar atau lebih dari 10% maka tabung
harus diisi kembali.
g. Alat pemadam yang berisi busa maka dilakukan pemeriksaan dengan
membuka tutup kepala tabung dengan hati – hati dan posisi tabung harus
berdiri tegak, kemudian diperiksa:
 Isi busa harus sampai batas permukaan yang ditentukan.
 Pipa pelepas isi dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumbat.
 Ulir penutup tidak boleh cacat / rusak, bergerak bebas, mempunyai sisi
tajam dan bak gesket atau paking dalam kondisi baik.
 Gelang penutup kepala dalam kondisi baik.
 Bagian dalam tabung tidak boleh berkarat atau berlubang.
 Untuk jenis cairan busa yang dicampur sebelum dimasukkan
larutannya harus dalam kondisi baik.
 Untuk jenis cairan busa dalam tabung yang dilak, tabung harus masih
dilak dengan baik.
 Lapisan pelindung dan tabung gas bertekanan harus keadaan baik.
 Tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai kapasitasnya.
h. Pemeriksaan seperti langkah – langkah tersebut diatas harus diulangi setiap
enam bulan.
i. Petunjuk cara pemakaian alat pemadam harus dapat dibaca jelas.

7
j. Setiap alat pemadam api harus dilakukan percobaan berkala jangka waktu
tidak lebih dari lima tahun sekali dan harus kuat menahan tekanan coba
selama tiga puluh detik.
k. Untuk alat pemadam berisi busa atau cairan harus tahan terhadap tekanan
coba sebesar 20 kg per cm2.
l. Tabung gas alat pemadam harus tahan terhadap tekanan coba sebesar satu
setengah kali tekanan kerjanya atau sebesar 20 kg per cm 2 dengan
pengertian dipilih tekanan yang paling kuat.
m. Alat pemadam berisi gas karbondioksida dilakukan percobaan tekan dengan
syarat:
 Percobaan tekan pertama sebesar satu setengah kali tekanan kerja,
 Percobaan tekan ulang sebesar satu setengah kali tekanan kerja,
 Jarak tidak boleh lebih dari sepuluh tahun dan untuk percobaan kedua
tidak lebih dari sepuluh tahun dan selanjutnya tidak boleh lebih dari
lima tahun.
n. Apabila alat pemadam berisi gas karbondioksida setelah diisi dan oleh
sesuatu hal dikosongkan atau dalam keadaan kosong selama lebih dari dua
tahun maka sebelum diisi lagi harus dilakukan percobaan tekan ulang dan
angka waktu percobaan tekan selanjutnya tidak boleh lebih dari lima tahun.
o. Setiap alat pemadam harus diisi ulang sesuai bahan pengisinya:
 Untuk asam soda, busa atau bahan kimia harus diisi setahun sekali.
 Untuk cairan busa yang dicampur lebih dulu harus diisi dua tahun
sekali.
 Untuk gas hidrokarbon berhalogen harus diisi setiap tiga tahun sekali
dan untuk jenis gas lain harus diisi selambat – lambatnya lima tahun.
p. Semua keputusan yang menjamin bahwa tabung pemadam masih layak dan
aman dipergunakan, termasuk pemeriksaan fisik dan uji percobaan tekan
sebelum diisi ulang menjadi tanggung jawab perusahaan berwenang yang
mengadakan kerjasama dengan rumah sakit.
q. Instalasi yang bertanggung jawab untuk pengawasan adalah pengurus
Kesehatan&KeselamatanKerja / K3 RSUD Cilincing

8
Setiap pegawai rumah sakit harus pernah mengikuti pelatihan untuk mengoperasikan
APAR tersendiri atau menjadi bagian terpadu dari simulai latihan evakuasi tanggap
bencana yang dilengkapi dengan sertifikat. Untuk informasi detil pengoperasian APAR
dapat dibaca dalam standar prosedur operasional.

2.1.3 Program kerja kuratif, yaitu menanggulangi saat terjadinya kebakaran:

2.1.3.1 Alur komunikasi pada saat terjadinya kebakaran:

Terjadi kebakaran

Pecahkan kotak tanda


bahaya/alarm api atau Telepon unit keamanan via
berteriak “kode merah” telepon darurat 121
atau Handy Talky

Upaya memadamkan api


dengan sistem hidran dan
Upaya memadamkan api: mengamankan lokasi
1. Tradisional (kain basah),
2. Memakai APAR

Api
Padam

9
tidak iya

EVAKUASI EVALUASI

Gagal: masih
terjadi kebakaran

2.1.3.2 Kehandalan dan kesiapan program:

Upaya ini secara obyektif seharusnya dibuktikan dengan upaya


penanggulangan pada saat terjadinya bencana kebakaran, sehingga sulit
dibuktikan kecuali telah terjadi kebakaran dan keberhasilan upaya telah
dievaluasi sehingga kekurangan dan kelemahan yang terjadi dapat secepatnya
diperbaiki.

Di sisi lain kita tidak ingin bahaya kebakaran terjadi, oleh karena itu
pencegahan merupakan upaya lebih penting dibanding penanggulangan saat
terjadinya bencana.

Kami percaya bahwa apabila upaya promotif dan preventif telah dilakukan
maksimal, maka bila terjadinya kebakaran dapat dilakukan upaya
penanggulangan secara optimal, dan meminimalkan dampak/kerugian yang
diakibatkan.

Kemungkinan korban akibat terjadinya kebakaran adalah: luka bakar,


trauma, sesak nafas, histeria (psikologis) dan korban meninggal. Beberapa
laporan kematian akibat kebakaran lebih banyak diakibatkan korban kesulitan
bernafas karena asap tebal dan menghirup zat asam beracun CO2 dan CO
sehingga mati lemas.

10
Untuk organisasi bencana secara teknis dapat dijelaskan sebagai berikut:

waktu Tugas/aksi Pelaksana Keterangan

0 – 5 min Aktifkan kode merah Perawat jaga Penemu titik api (berita
I kode – merah atau
aktifkan alarm)

Upaya pemadaman Perawat jaga / Kain basah dan atau


api pembantu perawat APAR

Mematikan sistem Petugas jaga/ Korlap Mematikan instalasi listrik


listrik lokal

Lapor petugas Korlap (ka. Jaga / ka. Nomor 121


keamanan Ru) sebagai
komandan lapangan

Tenangkan pasien/ Perawat jaga, Persiapan evakuasi


keluarga pemandu evakuasi on/off

Bila api gagal


dipadamkan, lanjut:

5 – 15 Menyiapkan & Petugas keamanan Memadamkan api


min I memastikan sistim
hidran siap/berfungsi

Memastikan Petugas keamanan Mengamankan evakuasi


keamanan area menuju titik kumpul
bencana dan sementara terdekat,
kelancaran jalur Menggantikan korlap
evakuasi sebagai komandan
lapangan

Proses evakuasi Pengamat Koordinator


aman dimulai

11
Laporkan ke Pengamat / Kasubag 087784530379 (wadir
direktur/wadir TU pelayanan)
(pelayanan dan 087823804550 (wadir
penunjang) penunjang)

Pengosongan area Petugas keamanan Dalam waktu < 10 menit


titik kumpul area harus kosong

Evakuasi pasien Perawat jaga Setelah petugas


keamanan siap

Penyelamatan Perawat jaga Dokumen tertentu dilabel


dokumen yang diselamatkan
menuju titik kumpul

Penyelamatan alat Perawat Menyelamatkan alat


medis/non medis berharga/ mahal menuju
titik kumpul

Komunikasi internal Diharapkan upaya


internal diselesaikan
dalam < 15 menit.

15 – Komunikasi ekternal Petugas keamanan Menghubungi PKM


25min I Cilincing (113)

Upaya pemadaman Petugas PMK


lanjut

Rujukan / transport Petugas ambulan Merujuk pasien ke RS


pasien ke RS lain RSUK Cilincing atau lain yang siap menerima.
RS lain

Setiap satuan kerja fungsional atau yang berhubungan dengan peyanan pasien harus
membuat piket daftar jaga 24 jam selama tujuh hari yang berisi tugas tambahan

12
seragam mana yang harus dikenakan pada saat latihan atau penanggulangan bencana
sesungguhnya terjadi.

Gambar 2: display APAR.

Gambar 3 adalah contoh rambu akses pintu EXIT menuju keluar ruangan.

13
2.1.3.3 Pembagian tugas kondisi darurat siaga 1, 2 dan siaga 3

R. PERAWATAN RUANG NON PERAWATAN (siaga 1)


(SIAP 24 JAM) DLM JAM KERJA DILUAR JAM KERJA PAGI
PAGI
ADA PETUGAS JAGA TDK ADA PETUGAS
JAGA

1. Ka 1. Ka INSTALASI/ 1. Ka Jaga 1. Ka Jaga


Jaga/Ka.Ru/Ka Koord. Adm. – Lapor Pos KEAMANAN
. Inst. – Lapor Posko Keamanan – Lapor ke Pos
– Lapor Pos Keamanan – Evakuasi Keamanan
Banpol – Evakuasi
– Lapor 2. KOORD. 2. PETUGAS JAGA
– Pengamat – Evakuasi – Mematikan 2. PETUGAS
2. PELAKSANA sumber api 3. KEAMANAN:
PERAWATAN 3. PETUGAS – Mematikan
– Evakuasi DINAS sumber api
3. PEKARYA – Matikan
– Mematikan sumberapi
sumber api

SIAGA 2 SIAGA 3

14
1. POSKO KEAMANAN 1. DIREKTUR
Menyampaikan informasi ke pos Penanggung jawab komando
komunikasi Melapor ke Polisi, PMK, dll
2. POS KOMUNIKASI 2. POS KOMUNIKASI
Informasi kepetugas jaga IPS, IPL Informasi ke petugas PMK
Lapor ke Sekretaris Pantau perkembangan situasi &
Informasi ke TLI/wb u/blok telp informasi ke instansi terkait
3. PETUGAS JAGA IPS,IPL 3. PETUGAS PMK
Memutus listrik Mematikan sumber api di bantu
Mematikan sumber api petugas jaga IPS, IPL, dll

Evakuasi alat berat 4. PENGAMAT

Hidupkanpompahidrant Koord. evakuasi

4. PENGAMAT 5. AMBULANCE

Koord. evakuasi Angkut pasien ke RS lain

5. AMBULANCE 6. ANGGOTA KEAMANAN

Angkut pasien ke RS lain Pengamanan

6. ANGOTA KEAMANAN
Pengamanan
Bantu pemadaman

Program simulasi penanggulangan kebakaran harus dilaksanakan minimal sekali dalam


setahun dan di tempat yang bergantian.

15
2.1.3.4 Program kerja rehabilitatif, yaitu perbaikan atas kerusakan fasilitas fisik
dan pemulihan kondisi psikologis tenaga kesehatan.

Upaya ini sama pentingnya dan secepatnya dilaksanakan setelah fase upaya kuratif
selesai dilewati. Sehingga fungsi rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dapat secepatnya kembali berjalan (dipulihkan).

Pengkajian kerusakan/kerugian yang terjadi dan rencana perbaikan segera yang harus
dilaksanakan untuk mencapai standar pelayanan kesehatan darurat.

Dan bila dampak kerusakan cukup besar sehingga rumah sakit untuk sementara waktu
tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan maka pihak manajemen bertanggung
jawab untuk memulai merujuk semua pasien yang dirawat ke rumah sakit yang siap
menerima semua pasien dan korban akibat bencana. Beberapa hal penting yang harus
dilakukan dan dilaporkan:

1. Hubungi telepon 121 untuk meminta bantuan petugas kebakaran dan sampaikan
berita:
2. Nama pelapor, terjadi kebakaran, dan lokasi kebakaran.
3. Jika memungkinkan batasi penyebaran api, menggunakan APAR.
4. Padamkan api jika memungkinkan dan jangan mengambil resiko bila api besar.
5. Pindahkah korban ke tempat aman (titik kumpul sementara).

Bila terjadi kebakaran selalu ingat :

1. Kejadian kebakaran harus dilaporkan.


2. Bangunan bertingkat: gunakan tangga & jangan gunakan lift.
3. Biarkan lampu selalu menyala untuk penerangan (lampu emergensi).
4. Matikan alat lain: mesin anastesi, suction, alat elektronik
5. Tetap tenang dan jangan panik.
6. Tempat lebih rendah memiliki udara lebih bersih, sehingga pada saat evakuasi,
para korban harus berjalan merendah untuk mengurangi kesulitan bernafas
akibat asap api.

16
Agar proses penanggulangan kebakaran dapat berjalan maksimal kita harus tahu:

1. Tempat menaruh alat pemadam kebakaran dan cara menggunakannya.


2. Nomor telepon untuk aktifkan kode merah 121.
3. Lokasi pintu keluar (exit), rute rambu arah evakuasi menuju titik kumpul.

Ada satu orang yang bisa mengambil keputusan dan tahu bagaimana penanggulangan
bencana kebakaran (aktifasi kode merah) pada setiap shift jaga, yaitu kepala ruangan
atau kepala jaga.Kepala ruangan pada hari kerja atau ketua tim jaga yang memutuskan
proses evakuasi yang disebut koodinator lapangan (Korlap).

3.2 Gempa bumi dan bencana alam lainnya.

3.2.1 Potensi gempa dan bencana alam lainnya

Sampai dengan panduan disusun, belum pernah ada laporan/peristiwa yang merugikan
akibat gempa bumi, dan pengalaman dari tim penyusun hanya menyaksikan getaran
ringan akibat gempa yang pusatnya jauh dari kota Jakarta. Walaupun demikian kita
harus siap dalam menghadapi gempa bumi yang berpotensi menimbulkan kerugian
lebih besar. Untuk standar bangunan yang lebih aman dari bencana gempa:

1. Lokasi harus jauh dan aman dari dampak gempa.


2. Selama konstruksi, bahan konstruksi secara menyeluruh diperiksa dan
dikontrolmutunya oleh tenaga ahli yang kompeten.
3. Atap dan dinding dirancang tahan terhadap kecepatan angin 175 – 250 KM/jam
dalam area rawan angin ribut/topan.
4. Langit-langit dari beton harus tidak retak dan tidak bocor.
5. Menggunakan bahan atap yang lebih ringan dan aman untuk zona gempa.
6. Jumlah lantai bangunan (lantai) untuk rumah sakit dan fasilitas kesehatankurang
dari lima, terutama di daerah yang rawan terhadap gempa.
7. Tidak ada keretakan pada struktur utama. Keretakan kecil atau retak
rambutharus diselidiki oleh tenaga ahli struktur yang kompeten dan diperbaiki di
lokasi.

17
Jenis korban yang dapat timbul pada saat terjadinya gempa bumi adalah: trauma, luka
bakar, sesak nafas dan meninggal.

3.2.2 Penanganan Jika Terjadi Gempa Bumi :

Jika gempa bumi mengguncang mendadak, ikuti panduan ini:

1. Dalam ruangan: merunduklah, lindungi kepala dan bertahan di tempat aman.


2. Beranjaklah beberapa langkah menuju tempat aman terdekat.
3. Tetaplah dalam ruangan sampai goncangan berhenti dan yakin telah aman untuk
keluar, menjauhlah dari jendela.
4. Pasien tidak bisa mobilisasi lindungi kepala pasien dengan bantal.
5. Luar gedung: Cari titik aman yang jauh dari bangunan, pohon dan kabel.
6. Rapatkan badan ke tanah dan jangan menyebabkan kepanikan.
7. Ikuti semua petunjuk dari petugas yang berwenang.
8. Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi. Jika anda merasakan getaran
gempa bumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua tombol.
9. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanan dan mengungsilah.
10. Jika anda terjebak dalam lift, hubungi petugas dengan menggunakan interphone
jika tersedia.

Membangun rumah sakit yang aman melibatkan banyak faktor pengetahuan yang
berkontribusi terhadap kelemahan bangunan selama keadaan darurat atau bencana,
seperti lokasi gedung, spesifikasi desain dan bahan yang digunakan serta memberikan
kontribusi pada kemampuan bangunan rumah sakit dalam menahan untuktidak runtuh
apabila terjadi peristiwa alam yang merugikan.

Desain dalam pembangunan rumah sakit dan fasilitas kesehatan harus mengikuti
persyaratan teknis proteksi kebakaran dan bencana lainnya, keselamatan dan langkah
– langkahpengurangan risiko. Kelemahan fasilitas nonstruktural dan fungsional yang
ada harus dikurangi. Untuk lebih jelasnya dapat dibaca dalam Pedoman Teknis
Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi darurat dan bencana. Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Bina Upaya Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI tahun 2012.

18
Gambar 2: kiri: simbol rambu arah evakuasi dan kanan: denah arah evakuasi
menuju titik kumpul sementara di gedung igd lantai satu RSUD Cilincing

3.3 Bahaya teror dan bom

Ancaman bom sangat jarang terjadi dan sering bersamaan dengan perilaku yang
membahayakan diri sendiri dan banyak orang lain di sekitarnya dalam rumah sakit.

Paling penting adalah apakah upaya pencegahan sudah dilakukan secara standar
prosedur. Sehingga beberapa kebijakan yang harus dibuat terutama dalam upaya
identifikasi pengunjung yang keluar masuk rumah sakit, pencegahan penculikan bayi
atau anak, dan penanganan teror bom.

Ancaman bom bisa tertulis dan lisan atau lewat telepon. Ancaman bom ada dua jenis:

a. Ancaman bom tidak spesifik: pengancam tidak menyebutkan secara detail


tentang ancaman bom yang disampaikan.
b. Ancaman bom spesifik: pengancam menyebutkan tempat ditaruhnya bom, jenis
bom, kapan bom akan meledak dll.

Semua ancaman bom harus ditanggapi secara serius sampai ditentukan oleh tim
penjinak bom bahwa situasi aman. Jika anda menerima ancaman bom :

1. Tetap tenang dan dengarkan pengancam dengan baik karena informasi yang
diterima dari pengancam sangat membantu tim penjinak bom.

19
2. Jangan tutup telepon sampai pengancam selesai berbicara.
3. Panggil teman lain untuk ikut mendengarkan telepon ancaman, atau jika
memungkinkan gunakan telepon genggam anda untuk menghubungi orang lain.
4. Hubungi Satpam (ext. 121) dan laporkan:
a. Ada ancaman bom
b. Tempat / ruangan yang menerima ancaman
c. Nama petugas yang melaporkan adanya ancaman bom.
d. Ancaman bom tertulis :simpan kertas berisi ancaman dengan baik dan
laporkan kepada kepala ruangan bila hari kerja dan kepada kepala jaga.
e. Ancaman bom lewat telepon: usahakan tetap bicara dengan penelepon.
f. Kode teman terdekat anda bahwa ada ancaman bom.
g. Bila ada benda yang mencurigakan sebagai bom:
h. Jangan memperlakukan apapun terhadap benda tersebut.
i. Sampaikan kepada kepala ruangan bila hari kerja dan kepada kepala jaga
bahwa ada benda yang mencurigakan.
j. Lakukan evakuasi di ruangan tersebut dan ruangan sekitarnya segera.
k. Buka pintu dan jendela segera.
l. Lakukan evakuasi sesuai prosedur

3.4 Proses penyelamatan pasien di dalam ruangan gedung perawatan yang tidak
memiliki jalan khusus evakuasi (RAMP).

Kelemahan utama dari keamanan fasilitas di semua gedung dan bangunan di kawasan
rumah sakit ini tidak ada yang memiliki jalur evakuasi RAMP, sehingga untuk
memindahkan pasien kritis dan korban yang berada dalam gedung bertingkat menuju
titik kumpul aman sementara harus dilakukan dengan cara teknik angkat angkut pasien
yang ditambahkan dengan alat bantu kursi roda dan papan panjang.

Jalan evakuasi standar untuk pasien kritis yang harus tetap berada di tempat tidur
(troley) dan atau kursi roda adalah RAMP

20
Sehingga teknik angkat angkut pasien harus dikuasai oleh semua petugas kesehatan,
terutama dokter dan perawat yang bertanggung jawab pada keselamatan pasien dan
semua pegawai pada umumnya. Berikut lebih detil dijelaskan sasaran dan teknik
angkat angkut yang direkomendasikan:

1. Pasien tidak dapat berjalan mandiri,

2. Pasien tidak sadar atau dicurigai kuat cidera tulang belakang, sehingga dalam
proses evakuasi dengan cara angkat angkut harus hati – hati dan tidak menambah
berat cidera.

Berdasarkan pertimbangan dan saran dari para ahli dibidang proses pemindahan dan
teknik angkat angkut pasien, maka ditetapkan pengganti RAMP adalah dengan tetap
melewati tangga utama menuju titik kumpul aman sementara dengan teknik angkat
angkut (lifting and moving) pasien secara aman oleh petugas yang sudah dilatih, yang
akan dijelaskan lebih lanjut pada prosedur tindakan.

Teknik memindahkan pasien yang membutuhkan bantuan petugas karena tidak mampu
berjalan sendiri secara aman akibat penyakit yang dideritanya ada beberapa cara:

A. Pasien yang membutuhkan bantuan dalam berjalan.

Pasien ini harus dibantu satu penolong atau lebih, tergantung berat badan pasien dan
tingkat kesulitan akses menuju titik kumpul.

 Bayi atau anak – anak dapat dipindah dengan menggendong langsung dari
depan (direct front lift)
 Pasien berat badan < 35 kg dapat dicoba atau dipilih memindahkan dengan
satu penolong dengan teknik yang paling dikuasai (gambar 1 dan 2).
 Pasien berat badan > 35 – 50 kg harus dipindahkan oleh dua penolong
(gambar 3).
 Pasien dengan berat badan > 50 kg harus dipilih teknik memindahkan
dengan bantuan alat, seperti papan panjang atau kursi dengan dua sampai
empat petugas (gambar 4, 5, dan 6)

21
Gambar 1, 2 dan 3 : Teknik mendukung pasien dengan satu penolong

Penting: keyakinan akan kekuatan petugas dalam mengevakuasi korban adalah


penting dikembalikan kepada setiap petugas yang ada saat itu, apakah kuat dan
aman mengangkut pasien sendirian, berdua tanpa atau dengan alat bantu kursi
atau papan panjang.

Gambar 4, 5 dan 6: memindahkan pasien dengan bantuan papan keras


panjang (long spine board)

B. Pasien yang tidak mampu berjalan

Upaya memindahkan pasien ini tergantung dari kemampuan petugas.Beberapa teknik:

22
 Untuk target pasien anak atau bayi, cara memindahkan satu penolong
langsung menggendong. (gambar 7,8 dan 9)

Gambar 7 dan 8: teknik memindahkan pasien dengan satu penolong

Gambar 9: alternatif teknik memindahkan pasien dengan satu penolong

 Untuk pasien berat badan < 50 kg dilakukan dua penolong. (gambar 11 dan
12)

23
Gambar 11 dan 12: teknik memindahkan pasien dua penolong.

Pasien berat badan > 50kg atau diduga menderita cidera tulang belakang harus
memakai long spine board dalam memindahkannya dan dibantu 4- 6 penolong.
(gambar 4 dan 5).

C. Pasien kritis (kondisi sakit berat), misal: tidak sadar, menderita satu atau lebih
gangguan sistem organ).
Maka pilihan teknik memindahkan menjadi terbatas, yaitu hanya dengan meletakkan
pasien diatas papan keras pannjang dengan sabuk pengaman harus terpasang.
(gambar 4 dan 5).

3.5 Titik kumpul aman sementara.


Ada dua titik kumpul sementara yang telah diputuskan untuk dipergunakan,
dengan pertimbangan penting, yaitu keamanan dan kemudahan akses, dimana
merupakan zona aman tempat kumpul sementara bagi korban yang dievakuasi.
Untuk lebih jelas lokasi dua area tersebut dapat dilihat pada lampiran panduan.
Menjadi masalah penting, adalah semua titik kumpul setiap hari padat dipenuhi
oleh kendaraan parkir dan belum ada kebijakan strategis untuk bagaimana ketika
benar terjadinya bencana dapat secara cepat dalam waktu kurang dari sepuluh
menit area titik kumpul dapat dikosongkan untuk menampung korban evakuasi.

24
Bab 4 Dokumentasi

Pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran harus


dilaksanakan dengan secara standar, sehingga perlu disusun standar prosedur
operasional kemudian disosialisasikan ke semua satuan / unit kerja.

Agar upaya penanggulangan bencana dapat berjalan standar, perlu dibuat program
yang bertujuan agar budaya tanggap bencana di setiap lingkungan kerja selalu terjaga,
seperti latihan sistem organisasi bencana, terutama kebakaran yang dibuatkan skenario
kemudian bagaimana cara mengaktifkan kode merah, eliminasi dan upaya
memadamkan api dengan APAR / tradisional, telepon 121 untuk permintaan bantuan
sampai pada keputusan dilakukan evakuasi untuk menyelamatkan nyawa sebanyak –
banyaknya, penyelamatan dokumen dan aset / peralatan medis / non medis penting
yang dilakukan oleh masing – masing petugas dengan identitas khusus (merah – biru –
putih dan kuning).

Untuk kepentingan sosialisasi dan pendidikan lebih lanjut maka perlu dalam setiap
latihan yang telah disebutkan diatas harus didokumentasikan dalam bentuk usulan
program, proposal, bukti pelaksanaan (harus disertai dokumentasi audiovisual) dan
berita acara yang penting untuk bukti pelaporan formal.

Pada upaya penanggulangan bencana, maka bukti dokumentasi audiovisual dapat


diupayakan untuk dilaksanakan, tapi akan lebih terbatas dibandingkan saat latihan, oleh
karena itu untuk mendukung dokumentasi ini yang meanjadi salah satu alat bukti
penting, maka disetiap daerah yang beresiko tinggi untuk terjadi bencana kebakaran
dapat dipertimbangkan untuk dipasang alat monitor CCTV (Closed Circuit Television).

25
Lampiran 1: denah lokasi titik kumpul RSUD Clinincing

26

Anda mungkin juga menyukai