Anda di halaman 1dari 10

PERILAKU BETON PRATEGANG DENGAN MENAMBAHKAN SERAT

BAMBU BETUNG (FIBER PRESTRESSED CONCRETE)

Rohmat Romdhani(1) Bayzoni(2) Surya Sebayang(3)


Abstrack
Abstrak : To improve the properties that are less well on concrete is to add fiber who
then called fibrous concrete. Ductility properties, flexural and tensile stiffness, shock
resistance, resistance to fatigue and shrinkage of the concrete can be repaired with fiber
in concrete. A wide variety of fiber has been recommended by ACI Committee 544 were
classified into 4 groups, one of which is NFRC (Natural Fiber Reinforced Concrete).
Betung bamboo fiber dimension 1 x 2 x 60 mm by 0.4% by weight of mix design
mixed with prestressed beam dimensions 120 x 240 x 2350 mm, with 12.7 mm diameter
strand, fy 1720 MPa and the quality of concrete plans f'c 41, 5 MPa. The beams were
tested in the Materials and Structures Laboratory, University of Lampung to know the
behavior of prestressed concrete beam structure by adding betung bamboo fiber .
From the research, the beam prestressed by adding 0.4% bamboo fiber mix design is
able to increase the flexural strength of prestressed concrete reaches 2 Ton or 24.0964%
and is able to increase the moment of decompression (Mdec) and the cracking moment
(Mcr) reaches 50% of the prestressed beams 0% fiber.

Key word : Prestressed concrete, betung bamboo fiber.

Abstrak

Untuk memperbaiki sifat – sifat yang kurang baik pada beton adalah dengan
menambahkan serat (fiber) yang kemudian disebut beton berserat (Fiber concrete). Sifat
daktailitas, kekuatan lentur dan tarik, ketahanan kejut, ketahanan terhadap kelelahan dan
susut pada beton dapat diperbaiki dengan serat pada beton. Berbagai macam serat telah
direkomendasikan oleh ACI Committee 544 yang tergolong dalam 4 golongan yang salah
satunya adalah NFRC (Natural Fiber Reinforced Concrete).

Serat bambu betung berdimensi 1 x 2 x 60 mm sebanyak 0,4% berat mix design


dicampurkan pada balok prategang berdimensi 120 x 240 x 2350 mm, dengan strand
berdiameter 12,7 mm, fy 1720 MPa dan mutu beton rencana f’c 41,5 MPa. Balok tersebut
diuji di Laboratorium Bahan dan Struktur Universitas Lampung untuk mengetahui
perilaku struktur balok beton prategang dengan menambahkan serat bambu betung.

Dari hasil penelitian, balok prategang dengan menambahkan serat bambu 0,4% mix
design mampu meningkatkan kuat lentur beton prategang mencapai 2 Ton atau 24,0964%
serta mampu meningkatkan momen decompression (Mdec) dan momen retak (Mcr)
mencapai 50% dari balok prategang 0% serat.

Kata kunci : Beton prategang, serat bambu betung


(1)
Staf pengajar pada jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampun. Jalan
Prof. Sumantri Brojonegoro 1. Gedong meneng Bandar Lampung. 35145
(2)
Dosen Teknik Sipil bayzoni@gmail.com
Jurnal Rekayasa Sipil, Vol........, Edisi........,..........

I. PENDAHULUAN
Seiring maju ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan ilmu beton dituntut
untuk meningkatkan kualitas khususnya kekuatan beton yang dikenal ‘Beton Mutu
Tinggi”. Teknologi beton mutu tinggi dilakukan dengan menambahkan bahan atau
agregat lain didalam beton seperti fly ash, pemberian serat (fiber concrete), dan teknologi
beton prategang.
Dalam perkembangan teknologi beton sekarang ini, berbagai usaha dilakukan
untuk memperbaiki sifat – sifat yang kurang baik pada beton. Cara perbaikan tersebut
antara lain dengan menambahkan serat ke dalam adukan beton.
Penambahan serat memperbaiki sifat-sifat struktural beton. Serat bersifat mekanis
sehingga tidak akan bereaksi secara kimiawi dengan bahan pembentuk beton lainnya.
Serat membantu mengikat dan menyatukan campuran beton setelah terjadinya pengikatan
awal dengan pasta semen.
Ada berbagai macam serat yang biasa digunakan yaitu baja, kaca, plastik, bambu,
kayu dan karbon. Salah satu jenis serat yang populer dipakai adalah adalah steel fiber
namun korosi akan mudah merusak serat tersebut karena ukuran penampang yang kecil
dan harga seratnya pun mahal. Serat yang masih jarang dimanfaatkan adalah serat natural
yaitu serat bambu. masih sangat sedikit penelitian yang menggunakan serat bambu hal ini
mengakibatkan tidak populernya serat bambu dalam sistem beton berserat.
(Morisco 1994-1999) melaporkan Kondisi kering oven, bambu memiliki kuat tarik
sampai 417 MPa pada kulit bagian luar hampir setara kuat tarik pada baja. Dari 1500
jenis bambu didunia, 170 (11%) terdapat di Indonesia. Hal ini menyebabkan bambu
sangat mudah didapatkan dan dengan harga yang sangat murah serta anti korosif.
Kelemahan bambu terdapat pada ruas bambu yang memilki kuat tarik 128 MPa dan
memiliki kadar air yang memungkinkan terjadinya kembang susut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti Hasanah (2012) pada beton
bertulang, melaporkan bahwa sifat–sifat kurang baik dari beton, yaitu getas, tidak mampu
menahan tegangan tarik dan ketahanan yang rendah terhadap beban impact dapat
diperbaiki dengan menambahkan fiber natural yang terbuat dari potongan bambu pada
adukan beton. Selain itu, dilaporkan pula bahwa tingkat perbaikan yang diperoleh dengan
serat bambu tidak banyak berbeda dengan hasil – hasil yang dilaporkan dengan serat baja
(steel fiber). Serat dari bambu betung tersebut mempunyai kuat tarik sebesar 285 MPa,
berat jenis 0,646, kadar air 5,381 pada kondisi kering udara mampu memberikan hasil
yang optimal karena pull-out resistance cukup tinggi dan memberikan kelecakan baik.
Beton prategang dan serat bambu adalah penelitian yang dipilih karena memiliki
kelebihan yang berbeda dengan beton bertulang dan dengan serat natural. Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, kekurangan pada beton prategang yang mengakibatkan
berkurangnya gaya prategang (perpendekan elastis beton, rangkak dan susut pada beton
dan relaksasi tegangan tendon) dapat dikurangi dengan menggabungkan sistem prategang
dan sistem fiber pada beton. Harapannya, peningkatan kemampuan beton prategang untuk
mendukung tegangan lentur akan meningkat dan kehilangan gaya prategang dapat
direduksi dengan baik oleh fiber.

Rohmat Romdhani Perilaku Beton Prategang Dengan Menambahkan Serat Bambu Betung
(Fiber Prestressed Concrete)
Jurnal Rekayasa Sipil, Vol........, Edisi........,..........

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah research and development atau pene- litian dan
pengembangan. Desain pe- nelitian yang digunakan yaitu menambahkan serat bambu
betung yang berdimensi 1 x 2 x 6 mm pada balok beton prategang (fiber prestressed
concrete). Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap yaitu : Pemeriksaan bahan campuran
beton, pelaksanaan penelitian, Test Set-Up, pelaksanaan pengujian, dan analisis hasil
penelitian.

2.1 Pemeriksaan bahan campuran

Sebelum melakukan mix design, material harus diperiksa terlebih dahulu untuk
mengetahui kualitas material tersebut memenuhi standar yang ditetapkan.
Tabel 1. Spesifikasi pengujian material

No Pengujian Spesifikasi Keterangan

1 Kadar air agregat halus 0–1% ASTM C-556

2 Kadar air agregat Kasar 0–3% ASTM C-556

3 Berat Jenis SSD agregat halus 2 – 2,9 % ASTM C-128

4 Berat Jenis SSD agregat kasar 1–3% ASTM C-127

5 Analisa kadar lumpur agregat halus <5% ASTM C-117

2.2 Pelaksanaan penelitian


Pengujian bahan beton adalah Kadar air agregat kasar dan agregat halus (ASTM C-
556 & ASTM C-566), Berat jenis dan penyerapan agregat kasar dan agregat halus
(ASTM C-127 & ASTM C-128), Gardasi Agregat kasar dan agregat halus , Kadar lumpur
agregat halus dengan saringan (ASTM C-117), Kandungan zat organis dalam pasir
(ASTM C-40), Los Angeles Test, Berat volume agregat kasar dan agregat halus (ASTM
C-29), Perhitungan volume serat bambu 0,4%.
Perancangan adukan beton dimaksudkan untuk memperoleh kualitas beton yang
seragam. Dalam penelitian ini rencana campuran beton menggunakan rencana mix design
dengan metode ACI. Dengan mengikuti prosedur pada metode tersebut diperoleh
kebutuhan bahan – bahan susun beton serat untuk 1m3 beton.
Persiapan bahan-bahan pencampur beton yaitu membersihkan agregat halus dan
agregat kasar. Agregat halus disaring dengan saringan pasir dari kawat ayam sehingga
kotoran-kotoran tertahan di saringan. Kemudian pasir diletakan diatas kontainer besar dan
didiamkan selama 1 hari untuk mendapatkan kondisi SSD. Agregat kasar dibersihkan
dengan cara dicuci kemudian diangkat dari dalam air dan didiamkan selama 1 hari untuk
mendapatkan kondisi SSD.
Metode pembuatan beton prategang menggunakan pretension (metode pratarik).
Pelaksanaan pemberian prategang dengan cara pratarik didefinisikan dengan memberikan
prategang pada beton dimana tendon ditarik untuk ditegangkan sebelum dilakukan
pengecoran. Adapun langkah – langkah pelaksanaanya adalah :
1). Membuat dua jangkar sebagai tumpuan sesuai perhitungan untuk mengikatkan tendon.
2). Melakukan penarikan tendon (gambar a) hingga mencapai nilai tegangan tarik (fsi) ≤
85% kuat tarik ultimitnya (fpu) dan ≤94% kuat lelehnya (fpy). Kemudian tendon dalam

Rohmat Romdhani Perilaku Beton Prategang Dengan Menambahkan Serat Bambu Betung
(Fiber Prestressed Concrete)
Jurnal Rekayasa Sipil, Vol........, Edisi........,..........

keadaan tarik tersebut diangkur kuat – kuat pada kedua ujungnya sedemikian rupa
sehingga gaya tarik tetap tertahan pada tendon tersebut. 3). Memasang begisting sesuai
bentuk komponen yang direncanakan. Melakukan pengadukan agregat untuk balok yang
tidak menggunakan serat bambu betung, kemudian adukan dimasukan kedalam bekisting
yang telah berisi tendon yang telah ditegangkan. 4). Melakukan pengadukan agregat
kembali untuk balok yang menggunakan serat bambu betung 0,4%. Kemudian adukan
dimasukan kedalam begisting selanjutnya. Mengulangi kegiatan ini untuk balok
berikutnya. 5). Melakukan perawatan beton (curring) dengan cara menutupi permukaan
beton dengan karung goni. 6). Apabila beton telah mencapai kekuatan f’c rencana ( umur
beton 28 hari), maka tendon dipotong dari tempat penjangkarnya. seketika akan terjadi
pelimpahan gaya prategang tinggi (To) kepada beton. 7). Setelah cukup kuat dan sesuai
persyaratan, melepas bekisting dan melakukan pengujian (f).

2.3 Test Set-Up


Pemasangan Dial Gauge pada 3 balok prategang sebagai benda uji yang memiliki
panjang total 2350 mm, tinggi 250 mm dan lebar 120 mm dan bentang uji 2000 mm
diletakan diatas tumpuan sendi dan rol. dua beban terkonsentrasi diterapkan pada jarak
1/3 l mm untuk pengujian (lihat gambar 26). Balok yang diuji menggunakan jack hidrolik
dioperasikan terhubung ke sistem akuisisi data melalui pemuat sel. Peningkatan beban
lendutan pada balok akan dicatat menggunakan tiga pengukur Dial Gauge yang
ditempatkan pada titik-titik rentang kuartal yaitu ¼ l, ½ l dan ¾ l. Dial gauge akan
membaca penurunan atau lendutan yang diakibatkan pembebanan. Jarum panjang akan
langsung bergerak apabila bagian bidang sentuh tertekan oleh benda kerja. Adapun nilai
pergerakan dari jarum panjang tersebut tergantung dari beberapa nilai dari skala dial
gauge tersebut. jarum pendek akan bergerak satu step/ruas, apabila jarum panjang
bergerak dari angka nol sampai dengan angka nol lagi.

2.4 Pengujian Kuat Lentur


Pengujian kuat lentur pada penelitian ini menggunakan alat Hydraulic Jack dan
pembacaan beban dengan proving ring. Benda uji diletakkan diatas dua tumpuan sejarak
2000 mm, kemudian pada balok tersebut diberi dua beban terpusat ½ P yang masing-
masing berjarak 1/3 bentang dari tumpuan sesuai ASTM C 78. Selanjutnya diberi beban
secara bertahap. Pembebanan dilakukan sampai balok runtuh kemudian mencatat
deflection dan beban maksimum dari pembacaan proving ring.

Gambar1. Pemasangan Dial Gauge dan pembebanan

Rohmat Romdhani Perilaku Beton Prategang Dengan Menambahkan Serat Bambu Betung
(Fiber Prestressed Concrete)
Jurnal Rekayasa Sipil, Vol........, Edisi........,..........

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Perencanaan Sambungan Angkur dan tendon


Untuk membuat sistem pengangkuran pada saat stressing, menggunakan metode
sambungan mekanis antara bout dan mur. diameter baut 16 mm. Lalu baut dilaskan pada
bagian ujung – ujung tendon.

Gambar 2. Sambungan angkur dan tendon

3.2 Metode Instalasi Stressing Pra-Pengecoran


Dudukan angkur menahan momen guling sebesar (Fprategang.h). Sedangkan pada Web
profil IWF 304.165.6,1.10,16 akan bekerja menahan momen inesia dan ketahanan tebal
web terhadap beban tarik.
perubahan panjang tendon dikonfersikan ke (ΔL)/elongation. Perubahan panjang
akan dibaca tepat oleh dial gauge yang di pasang sejajar dengan tendon dengan
menambahkan pelat besi yang di kuatkan sempurna dengan tendon yang kemudian
menekan dial gauge.

3.3 Perencanaan Campuran Beton


Mutu beton yang direncanakan adalah 41,5 MPa, nilai slump 20–50 mm dan
penambahan addmixture 1% superplasticizer type F21. Adapun komposisi campuran
beton per M3 adalah : a) Agregat halus : 517,48 Kg; b) Agregat Kasar : 1210,78 Kg; c)
Semen : 469,86 Kg; d) Air : 174,21 Kg; e) Superplasticizer : 3,916 Kg.

3.4 Instrumentasi
Instrumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Loading frame adalah
rangka yang berfungsi menempatkan beban. b) Dial gauge untuk mengetahui lendutan
balok saat pembebanan dan mengetahui elongation Pc-strand saat proses stressing. c)
Compressing Testing machine (CTM) digunakan untuk uji kuat tekan beton. d) Hidraulic
jack dan tabung hidraulic e) Terpong retak digunakan mengidentifikasi lebar retak beton.

3.5 Penataan Dial gauge


Penempatan posisi dial gauge saat pengujian benda uji balok prategang adalah 1/4L,
2/4L dan 3/4L

Rohmat Romdhani Perilaku Beton Prategang Dengan Menambahkan Serat Bambu Betung
(Fiber Prestressed Concrete)
Jurnal Rekayasa Sipil, Vol........, Edisi........,..........

Gambar 3. Sambungan angkur dan tendon

3.6 Mix Design


Beton diperoleh dari campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar, udara dan
additive dengan perbandingan tertentu. Pada penelitian ini, perbandingan jumlah material
penyusun beton yang digunakan untuk memperoleh hasil sesuai dengan perencanaan
adalah berdasarkan mix design metode ACI 211-4R-93

3.7 Kelecakan (Workability) Beton


Kelecakan atau kemudahan pengerjaan beton, untuk mengukur tingkat kelecakan
adukan yang dilakukan dengan menggunakan percobaan slump, yaitu dengan
menggunakan cetakan kerucut terpancung dengan tinggi 300 mm di isi beton segar, beton
dipadatkan selapis demi selapis, kemudian cetakan diangkat. Pengukuran dilakukan
terhadap merosotnya adukan dari puncak beton basah sebelum cetakan dibuka (disebut
nilai slump). Semakin kecil nilai slump, maka beton lebih kaku dan workability beton
rendah. Slump yang baik pada beton normal adalah 70 – 80 mm. Slump > 100 mm adukan
dianggap terlalu encer.

3.8 Kuat Tekan Beton


Dari hasil pengujian sampel benda uji, diperoleh data beban tekan maksimum (P)
yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Persamaan (15) dan persamaan (16)
untuk mendapatkan nilai kuat tekan beton. Nilai kuat tekan beton pada umur x hari
diperuntukan untuk pelepasan angkur pada proses pretension dan dibandingkan dengan
nilai kuat tekan beton rencana.
𝑃
𝑓 ′𝑐 = ……………………………..…
𝐴
Dimana : f’c = kuat tekan beton
P = beban tekan
A = luas penampang

𝑓 ′ 𝑐 𝑥 10
𝐾= … … … … … … … … … … ..
0,83
Dimana : K = kuat tekan beton karakteristik (Kg/cm2)

Rohmat Romdhani Perilaku Beton Prategang Dengan Menambahkan Serat Bambu Betung
(Fiber Prestressed Concrete)
Jurnal Rekayasa Sipil, Vol........, Edisi........,..........

Tabel 2. Kuat tekan beton


Kuat Tekan
Mutu Aktual Dimensi Berat Bacaan Kuat Tekan Faktor Kuat Tekan
Tanggal Tanggal Umur Load Rata - Rata
No. Kode Benda Uji (F'c) Slump Benda Uji Benda Uji Dial Koreksi Umur 28 H Lokasi uji Beton
Produksi Test (hari) Cylinder Umur 28 H
MPa umur
Cm Cm Kg KN Kg MPa MPa MPa

1 23-Sep-13 4 Balok I, Sampel 1A 41,5 23 15 x 30 12,800 355 36.188 20,09 0,480 41,86
Lab. Bahan dan
2 20-Sep-13 30-Sep-13 11 Balok I, Sampel 1B 41,5 23 15 x 30 12,910 510 51.988 28,86 0,770 37,49 40,3 Konstruksi UNILA
3 10-Oct-13 21 Balok I, Sampel 1C 41,5 22 15 x 30 12,600 700 71.356 39,62 0,950 41,70

1 10-Oct-13 11 Balok II, Sampel 2A 41,5 20 15 x 30 12,520 740 75.433 41,88 0,800 52,35
Lab. Bahan dan
2 30-Sep-13 14-Oct-13 15 Balok II, Sampel 2B 41,5 20 15 x 30 12,720 757 77.166 42,84 0,890 48,14 49,3 Konstruksi UNILA
3 28-Oct-13 28 Balok II, Sampel 2C 41,5 19,5 15 x 30 12,610 838 85.423 47,43 1,000 47,43

1 22-Oct-13 11 Balok III, Sampel 3A 41,5 21 15 x 30 13,050 650 66.259 36,79 0,800 45,99
Lab. Bahan dan
2 11-Oct-13 8-Nov-13 28 Balok III, Sampel 3B 41,5 20 15 x 30 13,100 850 86.646 48,11 1,000 48,11 46,5 Konstruksi UNILA
3 8-Nov-13 28 Balok III, Sampel 3C 41,5 20 15 x 30 13,100 800 81.549 45,28 1,000 45,28

Catatan : 1 Kilo Newton = 101,937 Kg


Luas Permukaan Sampel = 176,625 Cm2
Konversi Silinder ke Kubus = 0,83 atau 1,20481927710843

Dari tabel, didapatkan hasil sebagai berikut :


a) Balok I ( 0% serat bambu betung) kuat tekan rata – rata 495,7 Kg/cm2 setara dengan
41,14 MPa atau 99,14% dari kuat tekan rencana dan tidak memenuhi kuat tekan yang
direncanakan.
b) Balok II dengan penambahkan serat bambu betung sebesar 0,4% dari berat Mix design
mendapatkan hasil kuat tekan rata – rata 605,8 Kg/cm2 setara dengan 50,28 MPa atau
lebih besar 21,15% dari kuat tekan rencana yaitu 500 Kg/cm2 setara dengan 41,50
MPa.
c) Balok III dengan penambahkan serat bambu betung sebesar 0,4% dari berat Mix
design mendapatkan hasil kuat tekan rata – rata 570,8 Kg/cm2 setara dengan 47,37
MPa atau lebih besar 14,15% dari kuat tekan rencana yaitu 500 Kg/cm2 setara dengan
41,50 MPa. Faktor-faktor yang menyebabkan kuat tekan balok III lebih rendah dari
kuat tekan balok II adalah adanya rongga-rongga kecil pada beton (honeycomb.

3.9 Kuat Lentur Beton


a) Berdasarkan hasil penelitian, beton prategang tanpa menggunakan serat (0%serat)
mampu menahan beban sebesar 8300 Kg, sedangkan balok yang diberi perlakuan
dengan menambahkan serat bambu yang berdimensi 1 mm x 2 mm x 60 mm
sebanyak 0,4% dari berat mix design mencapai kuat lentur ultimit 10.300 Kg
untuk balok prategang II dan kuat lentur ultimit 9300 Kg untuk balok prategang
III.
b) Pada balok prategang II (0,4% serat), kuat lentur ultimit sebesar 10.300 Kg, kuat
lentur ultimit ini melebihi kuat lentur ultimit yang direncanakan yaitu 10.000 Kg.
Terjadi peningkatan sebesar 300 Kg atau sebesar 3% dari kuat lentur ultimit yang
direncanakan dan terjadi peningkatan 2000 Kg atau sebesar 24,0964% dari balok
prategang I (0% serat) yang dijadikan sebagai parameter dari pengaruh serat
bambu tersebut. Peningkatan ini dipengaruhi adanya penambahan serat bambu
betung yang bercampur dengan material penyusun beton lainnya. Adanya gaya
friksi yang diberikan serat bambu mampu menahan beban yang lebih besar yang
bekerja didalam balok beton prategang.
c) Pada balok prategang III (0,4% serat) adanya kelelahan pada angkur baja saat
pemberian gaya prategang pada tendon. Hal ini besar kemungkinan
menghilangkan gaya prategang pada balok beton. Balok prategang III ini
memiliki kemampuan ultimit sebesar 9300 Kg. Terjadi penurunan 700 Kg dari
kuat ultimit rencana dan terjadi peningkatan sebesar 12,0482% dari balok
prategang I. Kelelahan (fatik) angkur Web baja ini diakibatkan dari proses
stressing yang dilakukan ke tiga kalinya. Hal ini bisa diperbaiki dengan

Rohmat Romdhani Perilaku Beton Prategang Dengan Menambahkan Serat Bambu Betung
(Fiber Prestressed Concrete)
Jurnal Rekayasa Sipil, Vol........, Edisi........,..........

menambahkan perkuatan di daerah web profil baja yang berfungsi sebagai angkur
dalam proses prestrssing.

3.10 Hubungan beban dan lendutan

Untuk mengetahui besarnya nilai lendutan atau defleksi digunakan alat Dial Gauge.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lendutan rata – rata maksimum balok prategang I
sebesar 25,13 mm pada beban maksimum sebesar 8,3 Ton, lendutan maksimum balok
prategang II sebesar 23,25 mm pada beban maksimum sebesar 10,3 Ton, lendutan
maksimum balok prategang III sebesar 22,94 mm pada beban maksimum sebesar 9,3
Ton. Grafik hubungan beban dan lendutan masing – masing dial gauge dapat dilihat
dibawah ini

\\

Gambar 4. Kurva Dial Gauge I,II dan III


Dari grafik hubungan beban dan lendutan di atas, menunjukkan bahwa serat bambu
betung mampu memberikan kemampuan lendutan yang lebih baik dibandingkan balok
yang tidak ditambahkan serat bambu betung. Balok yang menggunakan serat bambu
memiliki lendutan yang lebih kecil dibandingkan balok 0% dengan selisih 1,88 – 2,99
mm.

3.11 Momen Decompression (Mo) dan Momen Retak Balok (Mcr)


Momen total tepat pada bawah serat mengalami tegangan nol disebut momen
decompression atau Mo atau Mdec dan Kuat Lentur balok saat mengalami retak pertama
disebut momen retak (Mcr).
𝑃 𝑃𝑒
Mo =S.[𝐴+ 𝑆
]
𝑃 𝑃𝑒
Mcr =S.[𝐴+ 𝑆
+ 𝑓𝑟 ]
a) Pada Balok I, Pada saat beban 1000 Kg balok prategang bergerak pada kondisi
tidak tarik dimana tegangan segitiga dengan tegangan nol pada tepi bawah
penampang (Mo) dan seteleh pembebanan 2000 Kg, balok bergerak kedaerah
retak (cracking) dimana serat bawah terjadi tegangan tarik (Mcr) yang tidak
mampu ditahan lagi oleh beton. Kondisi ini tidak sesuai terhadap momen retak
rencana yang akan retak pada beban 2,3319 Ton.

Rohmat Romdhani Perilaku Beton Prategang Dengan Menambahkan Serat Bambu Betung
(Fiber Prestressed Concrete)
Jurnal Rekayasa Sipil, Vol........, Edisi........,..........

b) Pada balok prategang II dan III dengan menambahkan serat bambu betung 0,4%
terjadi perubahan. Kedua balok tersebut terjadi keretakan balok setelah
pembebanan 3000 Kg. Kondisi ini sesuai terhadap momen retak rencana yang
akan retak pada beban 2,3319 Ton artinya, kontribusi yang diberikan serat
bambu mampu menahan momen retak lebih baik. Peningkatan momen retak
yang diberikan oleh serat bambu pada percobaan ini mencapai 50% dari balok
prategang tanpa serat.
Pengaruh serat pada beton prategang tidak hanya pada kuat lentur ultimit yang
meningkat, akan tetapi lebar retak yang membaik dan juga perilaku pola retak pada balok
berserat menjadi acak. Pada balok prategang II, lebar retak maksimum terjadi pada beban
10,3 Ton dengan lebar 2,4 mm terjadi peningkatan 24% dari balok prategang tanpa serat.
Balok prategang III, lebar retak maksimum dialami pada beban 9,3 ton dengan lebar 2,7
mm.
Pola retakan pada balok prategang menjadi acak atau tidak beraturan jika
dibandingkan dengan balok prategang tanpa serat.Peristiwa ini dipengaruhi adanya serat
bambu betung yang menyebar secara acak dengan adukan beton, posisi serat yang
vertikal, horisontal ataupun logitudinal tersebar dan memberikan gaya friksi yang lebih
baik pada saat pembebanan. Akhirnya beban luar yang bekerja didalam balok beton
berjalan mencari titik yang terlemah sehingga menimbulkan pola retakan yang tidak
teratur pada bagian – bagian sekitar retakan utama.

IV. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada benda uji balok beton prategang dengan
menambahkan serat bambu betung berdimensi 1 mm x 2 mm x 60 mm sebanyak 0,4%
dari berat beton mix design adalah :
a) Terjadi perbedaan perilaku struktur dan workability antara beton prategang tanpa
serat dan beton prategang dengan menambahkan serat bambu betung.
b) Balok beton prategang II dengan menambahkan serat bambu betung sebanyak
0,4% mengalami peningkatan terhadap kuat lentur ultimit sebesar 24,0964% dari
balok prategang I tanpa menambahkan serat bambu betung.
c) Balok beton prategang III dengan menambahkan serat bambu betung sebanyak
0,4% mengalami peningkatan terhadap kuat lentur ultimit sebesar 12,0482% dari
balok prategang I tanpa menambahkan serat bambu betung.
d) Fiber (serat) bambu betung meningkatkan kekuatan momen retak (Mcr) pada balok
prategang hingga mencapai 50%.
e) Fiber (serat) bambu betung menimbulkan gaya friksi dengan material beton lain
yang menyebar secara acak dan mengakibatkan pola retak tidak beraturan didaerah
momen.

DAFTAR PUSTAKA
Hasanah, Siti. 2012, Pengaruh Penambahan Serat Bambu Betung Terhadap Kapasitas
Ultimit Beton Bertulang. (Skripsi). Universitas Malahayati, Bandar Lampung.
Lin,T.Y. Burns, Ned H. 1982. Design of Prestressed Concrete Structures 3rd edition.
Penerjemah: Indrawan, Danil. 1993. Desain Struktur Beton Prategang Edisi
Ketiga. Erlangga. Ciracas, Jakarta.

Rohmat Romdhani Perilaku Beton Prategang Dengan Menambahkan Serat Bambu Betung
(Fiber Prestressed Concrete)
Jurnal Rekayasa Sipil, Vol........, Edisi........,..........

Lin,T.Y. Burns, Ned H. 1982. Design of Prestressed Concrete Structures 3rd edition.
Penerjemah: Mediana. 2000. Desain Struktur Beton Prategang Edisi Ketiga.
Interaksara. Jakarta.
Nawy, Edward G. 2005. Reinforced Concrete. Penerjemah: Tavio. Kusuma, Benny.
2010. Beton Bertulang Sebuah Pendekatan Mendasar. ITS Press. Institut
Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
SNI. 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung.Bandung.
Universitas Lampung. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rohmat Romdhani Perilaku Beton Prategang Dengan Menambahkan Serat Bambu Betung
(Fiber Prestressed Concrete)

Anda mungkin juga menyukai