Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan sektor pelayanan publik yang paling merasakan
situasi dilematis tersebut, menimbang sektor ini sangat sarat dengan fungsi
sosial dan kemanusiaan. Dapat dikatakan, kinerja pelayanan publik sektor
kesehatan tidak bisa diukur secara ekonomis saja. Terlebih aksesibilitas
warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dilindungi oleh
Undang-Undang Dasar dengan dilandasi prinsip keadilan (equity) dan
persamaan hak (equality).
Perubahan pelayanan keperawatan mempunyai dua pilihan utama, yaitu
mereka melakukan inovasi dan perubahan atau mereka yang diubah oleh suatu
keadaan dan situasi. Perawat harus mempunyai keterampilan dalam proses
perubahan. Keterampilan pertama adalah proses keperawatan. Proses
keperawatan merupakan pendekatan dalam menyelesaikan masalah yang
sistematis dan konsisten dengan perencanaan perubahan. Keterampilan kedua
adalah ilmu teoritis dikelas dan mempunyai pengalaman praktik untuk bekerja
secara efektif dengan orang lain (Nursalam, 2015).
Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan
intelektual, interpersonal kemampuan teknis, dan moral. Hal ini bisa ditempuh
dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada
program pendidikan Ners. Dengan demikian, diharapkan terjadi perubahan
yang mendasar dalam upaya aktif untuk mensukseskan program pemerintah
yang berwawasan luas tentang profesi keperawatan. Perubahan tersebut bisa
dicapai bila pendidikan tinggi keperawatan tersebut dilaksanakan dengan
memperhatikan perkembangan pelayanan dan program pembangunan
kesehatan seiring dengan perkembangan IPTEK dibidang kesehatan. Selain
itu, diperlukan juga proses pembelajaran, baik di institusi pendidikan maupun
pengalaman belajar klinik di rumah sakit dan komunitas (Nursalam, 2015).

1
2

Proses registrasi dan legislasi keperawatan mulai terjadi sejak diakuinya


keperawatan sebagai profesi, sejak tumbuhnya pendidikan tinggi keperawatan
(D3 Keperawatan dan Ners), serta sejak berlakunya Undang-Undang No. 23
tahun 1992 dan PERMENKES No. 1239/2001.
Dengan demikian UU praktik keperawatan dimasa depan diharapakan
adalah bentuk pengakuan adanya kewenangandalam melaksanakan praktik
keperawatan profesional.Pelaksanaan permenkes no. 1239/2001 tersebut
masih pe mendapatkan persiapan-persiapan yang optimal oleh profesi
keperawatan (Nurhidayah, R.E, 2011).
Dalam konteks ini, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebagai
operator terdepan pelayanan publik sektor kesehatan di daerah kerapkali
menjadi sorotan publik terkait dengan aspek kualitas pelayanannya yang
dinilai masih rendah, terutama bagi kalangan masyarakat miskin. Hal ini
mudah dipahami mengingat RSUD merupakan organisasi pemerintah yang
memiliki peranan strategis dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat
di daerahserta dalam penyelenggaraan layanan bersifat nirlaba, dalam
pengertian,sektor ini harus lebih mengedepankan fungsi sosial ketimbang
fungsi ekonominya.
Ada dua jenis pemilikan rumah sakit pemerintah, yaitu rumah sakit
milik pemerintah pusat atau RSUP dan rumah sakit milik pemerintah
provinsi dan kabupaten atau kota (Rumah Sakit Umum Daerah atau
RSUD). Kedua jenis rumah sakit pemerintah ini berpengaruh terhadap
gaya manajemen rumah sakit masing-masing. Rumah sakit pemerintah
pusat, mengacu kepada Departemen Kesehatan (Depkes), sementara rumah
sakit pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota mengacu pada
stakeholder utamanya yaitu pimpinan daerah dan lembaga perwakilan
masyarakat daerah. Rumah sakit pemerintah pusat sebagian adalah rumah
sakit pendidikan yang cukup besar dengan hubungan khusus ke Fakultas
Kedokteran. RSUD mempunyai keunikan karena secara teknis medis
berada dibawah koordinasi Depkes, sedangkan secara kepemilikan sebenarnya
berada dibawah pemerintah provinsi atau kabupaten atau kota dengan
pembinaan urusan kerumahtanggaan dari Departemen Dalam Negeri
3

(Depdagri). Patut dicatat bahwa banyak rumah sakit milik pemerintah pusat
atau daerah yang berakar dari rumah sakit zaman Belanda milik pemerintah
Hindia Belanda atau milik lembaga keagamaan yang dikonversi.
Pada dekade 1990-an rumah sakit pemerintah menerapkan kebijakan
swadana yaitu rumah sakit pemerintah diberi kewenangan lebih besar
dalam mengelola sistem keuangannya. Keluaran yang diharapkan dari
kebijakan swadana adalah kinerja pengelola yang semakin meningkat
sehingga citra rumah sakit pemerintah di mata masyarakat semakin baik.
Akan tetapi, kebijakan swadana di rumah sakit pemerintah tidak diteruskan
menuju otonomi rumah sakit akibatnya, walaupun sudah swadana tetapi
kinerja rumah sakit pemerintah masih rendah. Pada tahun 2000, dengan
adanya UndangUndang (UU) baru mengenai desentralisasi pelayanan
kesehatan, sebagian RSUP berubah menjadi perusahaan jawatan dan
sebagian RSUD menjadi Lembaga Teknis Daerah atau tetap sebagai Unit
Pelaksana Teknis Daerah.
Kualitas pelayanan Rumah Sakit saat ini merupakan isu terpenting dalam
meningkatkan kepuasan pasien. Perawat sebagai pemberi pelayanan yang
dalam menjalankan tugas secara terus menerus mengadakan kontak baik
dengan pasien, kolega, atasan, dengan anggota tim kesehatan lain. Agar
terbina hubungan yang efektif, seorang perawat dituntut untuk memiliki
kemampuan komunikasi yang bik, sikap atau etika yang profesional.
Dalam pelayanan publik sektor kesehatan, masyarakat miskin
mendapatkan perhatian ekstra bukan hanya karena tingginya jumlah
penduduk miskin dari data yang dimiliki pemerintah, melainkan karena
kondisi sosial dan psikologis mereka cenderung menjadikan mereka rentan
untuk mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam mengakses pelayanan
tersebut. Harus kita akui bahwa perhatian pemerintah semakin meningkat
dengan hadirnya sejumlah program asuransi kesehatan bagi kalangan
masyarakat ini,namun program tersebut ternyata masih menyisakan berbagai
persoalan, terutama di seputar sikap dan etika pelayanan dari penyelenggara
pelayanan (Dwiyanto, 2010:165-166).
4

Pihak penyelenggara pelayanan pada umumnya memiliki pandangan


yang streotipe terhadap kalangan ini sebagai pihak yang memanfaatkan
sumberdaya birokrasi pelayanan tanpa memberikan kontribusi pemasukan
kepada sumber daya birokrasi itu sendiri. Sebaliknya dari sisi masyarakat
miskin, pendidikan yang rendah dan akses terhadap pengetahuan yang
sangat minim, menyebabkan mereka kurang menyadari hak-hak mereka
sebagai warga negara (civil right) dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Hal tersebut menjadi penyebab rendahnya kontrol sosial masyarakat miskin
terhadap pihak penyelenggara pelayanan, sehingga penyelenggara pelayanan
tidak berusaha untuk melakukan perbaikan kualitas pelayanan yang
berimplikasi pada buruknya kualitas pelayanan.
Manajemen keperawatan dimasa depan perlu mendapatkan prioritas
utama dalam mengembangkan keperawatan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan
profesi dan tuntutan global bahwa setiap perkembangan dan perubahan
memerlukan pengelolaan secara professional dengan memperhatikan setiap
perubahan yang terjadi di Indonesia. Perawat sebagai profesi yang paling
intens berinteraksi dengan pasien (24 jam sehari) memiliki potensi untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dengan memenuhi berbagai macam
kebutuhan pasien (Fergie, 2015).
Manajemen didefinisikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan manajemen keperawatan adalah
suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk membagikan
asuhan keperawatan secara profesional. Disini manajer keperawatan untuk
merencanakan, mengorganisir, memimpin, mengevaluasi sarana dan prasarana
yang tersedia untuk memberikan asuhan keperawatan seefektif dan seefisien
mungkin bagi individu, keluarga dan masyarakat (Nursalam, 2015).
Proses manajemen proses keperawatan sebagai suatu metode pelaksanaan
asuhan keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan keduannya saling
menopang. Sebagaimana proses keperawatan dalam manajemen keperawatan
terdiri dari pengumpulan data, identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi hasil. Karena manajemen keperawatan memiliki kekhususan
terhadap mayoritas tenaga daripada seorang pegawai, maka setiap tahapan
5

didalam proses manajemen lebih rumit dibandingkan proses


keperawatan(Santi, 2011).
Pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus sebagai suatu
tuntutan bagi organisasi pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan
pada saat ini melibatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku dari para
praktisi, pasien, keluarga dan dokter. Saat mendefinisikan kualitas
keperawatan, perlu diperhitungkan nilai-nilai dasar keyakinan para perawat
serta cara mengorganisasikan usaha keperawatan tersebut. Latar belakang
dalam pemberian tugas dalam mutu asuhan yang berorientasi teknik, mungkin
akan didefinisikan cukup berbeda dengan keperawatan yang lebih holistik
dana kemungkinan ada metode keperawatan hanya merupakan prosedur dan
teknik bukannya interpersonal dan kontekstual yang berkaitan dengan mutu
asuhan (Iskandar, 2013).
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat di tentukan
oleh pemilihan mode pemberian asuhan keperawatan professional. Dengan
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan
dan tuntutan perkembangan iptek, maka metode sistem pemberian asuhan
keperawatan harus efektif dan efisien. Metode Asuhan Keperawatan
Profesional Tim merupakan tim yang terdiri anggota yang berbeda–beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri atas tenaga professional, teknikal,
dan pembantu dalam suatu kelompok kecil yang saling membantu (Nursalam,
2015).
Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat
inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat. Konsep metode Tim adalah
Ketua tim sebagai perawat professional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas
rencana keperawatan terjamin. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan
ketuatim. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan
berhasil bila didukung oleh kepala ruangan(Arwani, 2012).
Berdasarkan pengkajian situasi yang dilakukan untuk mengantisipasi hal
tersebut maka pengetahuan dan aplikasi yang baik tentang manajemen
6

keperawatan perlu di tingkatkan agar kualitas pelayanan dapat ditingkatkan


dengan parameter waktu rawat inap semakin pendek dan tingkat kepuasan
klien semakin baik. Pengetahuan tentang manajemen keperawatan dan
aplikasinya di lapangan ini juga sangat perlu dipelajari oleh mahasiswa
sebagai calon perawat-perawat profesional. Dasar dari penerapan manajemen
keperawatan ini adalah data-data yang di peroleh dari tatanan ruangan yang
kemudian di analisa, dirumuskan masalah, dan selanjutnya melanjutkan
rencana strategi yang cocok untuk menumbuhkan model asuhan keperawatan
profesional. Penerapan MAKP ini meliputi beberapa hal antara lain: Timbang
terima, pendokumentasian, ronde keperawatan, sentralisasi obat, supervisi
keperawatan, penentuan model MAKP yang diterapkan.
Berdasarkan data yang ada dan dengan mempertimbangkan waktu dan
tenaga, maka dalam praktek manajemen keperawatan ini, kami mahasiswa
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Darul Azhar Batulicin Program Profesi Ners
periode tahun 2017/2018 kelompok 1 akan memfokuskan pada pengaplikasian
model asuhan keperawatan profesional dengan metode tim di ruang C3
RSUD Cibabat Cimahi.

1.2 Strategi Pelaksanaan


1.2.1 Waktu pelaksanaan
Stase manajemen keperawatan dilaksanakan dalam waktu 27 hari, yaitu
mulai tanggal 14 September- 09 Juni 2018.
1.2.2 Tempat pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran tahap Profesi Ners stase manajemen keperawatan
dilaksanakan di ruang C3 RSUD Cibabat Cimahi.

1.3 Tujuan
1.3.2 TujuanUmum
Setelah mengikuti proses pembelajaran klinik manajemen keperawatan
diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam
mengaplikasikan prinsip-prinsip manajemen keperawatan dalam
melaksanakan model MAKP metode tim.
7

1.3.3 TujuanKhusus
Setelah mengikuti proses pembelajaran klinik manajemen keperawatan
diharapkan mahasiswa mampu:
1. Melakukan pengkajian data, identifikasi dan analisa data dengan
menggunakan pendekatan analisa SWOT (MAKP, Supervisi, timbang
terima, pendokumentasian).
2. Merumuskan masalah berdasarkan hasil analisa yang di dapatkan.
3. Menentukan rencana strategi yang akan dilakukan untuk menyelesaikan
masalah yang di temukan.
4. Melaksanakan model pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan
model MAKP metode tim:
- Role play timbang terima,
- Supervisi Klinik
- sentralisasi obat
5. Melakukan evaluasi (struktur, proses, hasil).

1.4 Praktikan
Pembelajaran tahap ProfesiNers stase manajemen keperawatan
dilaksanakan di ruang C3 RSUD Cibabat Cimahi oleh
mahasiswa/mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Darul Azhar
Batulicin program Profesi Ners periode tahun 2017/2018 Kelompok 1 yang
terdiri dari 7 orang anggota yaitu:
1. Aan Kurniawan, S.Kep : 1114901170210
2. Abdul Aziz, S.Kep : 1114901170211
3. Andi Takdirah, S.Kep : 1114901170212
4. Dewi Ratna Dila, S.Kep : 1114901170213
5. Elda Rosana, S.Kep : 1114901170214
6. Eliani, S.Kep : 1114901170215
7. Emi Yunita Auliya, S.Kep : 1114901170216

Anda mungkin juga menyukai