PENDAHULUAN
1
Aturan kala II, yang pada dasarnya membatasi durasi menjadi 2
jam, tidak dapat ditentukan secara individual (Hellman dan Prystowsky,
1952). Edisi pertama Williams Obstetrics pada tahun 1903 menyatakan bahwa
forceps biasanya diindikasikan apabila kala II berlangsung lebih dari 2 jam,
aturan ini berasal dari kekhawatiran akan kesehatan janin . Penelitian Cohen
(1997) di Beth Israel Hospital tentang lamanya persalinan kala II pada janin
pada waktu yang modern, menyatakan 4403 nullipara aterm yang menjalani
pemantauan frekuensi denyut jantung janin secara elektronik. Angka kematian
bayi tidak meningkat pada wanita kala II persalinan melebihi 2 jam.
Diperbolehkannya penambahan 1 jam untuk kala II apabila dilakukan analgesi
regional. Menticoglu (1995), mereka memperbolehkan kala II berlangsung
lebih lama dengan harapan akan lebih sedikit diperlukan tindakan operatif
vagina (Chunningham, 2006, pp.473).
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum:
Untuk memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
persalinan kala II lama
2. Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui tentang konsep dasar teori persalinan kala II lama
b. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan persalinan kala
II lama yang meliputi pengkajian sampai evaluasi.
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien dengan persalinan kala II lama
2. Mahasiswa mengetahui dan mampu menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan persalinan kala II lama
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan
garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin, 2002). Persalianan lama disebut
juga “distosia”, didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal atau sulit.
Kala II lama (Prolonged Second Stage) diartikan sebagai
memanjangnya waktu kala II dimana pada primigravida berlangsung lebih
dari 2 jam dan pada multipara berlangsung lebih dari 1 jam. Menurut AGOG
(American Congress of Obstetricians and Gynecologists), kala II lama
didefiniskan sebagai tidak adanya kemajuan pada kala II dengan batasan
waktu dilakukan pimpinan persalinan sebagai berikut: persalinan dengan
anestesi epidural pada nullipara yang berlangsung lebih 3 jam dan multipara
berlangsung lebih 2 jam, sedangkan untuk persalinan tanpa anestesi epidural
nullipara berlangsung lebih 2 jam dan multipara berlangsung 1 jam.
3
3. Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai
folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung
serabut saraf.
4. Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior
vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior
vagina.Homolog embriologik dengan penis pada pria.
Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah
dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.
5. Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital.Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae,
ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri.
Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
6. Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi
cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal
ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran :
fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri.
Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis.
Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid..
7. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas
otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma
urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra).
Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi)
untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.
4
Anatomi sistem reproduksi bagian dalam
1) Uterus
Fungsi: tempat menerima, mempertahankan dan memberi makan
ovum yang telah dibuahi.
Bagian-bagian:
a. Fundus : terletak di atas muara tuba uterine
b. Corpus : terletak dibawah bagian tuba uterine
c. Cervix : bagian bawah korpus yang menyempit
2) Tuba Faloppi
Fungsi:
a. Menerima ovum dari ovarium
b. Saluran yang dilalui spermatozoa untuk mencapai ovum
c. Tempat terjadinya fertilisasi (biasanya terjadi di ampulla)
d. Menyediakan makanan untuk ovum yang terfertilisasi dan
membawanya ke cavitas uteri
c) Ovarium
Fungsi Ovarium:
a. Mengembangkan dan mengeluarkan ovum
b. Menghasilkan hormon steroid
2.3 Etiologi
Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan tenaga/his tidak efisien (adekuat)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalaami hambatan
atau kemacetan.
2. Kelainan janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Persalinan dapat mengalami ganagguan atau kemacetan karena
kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
5
3. Kelainan jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
2.4 Patofisiologi
Ada 4 faktor yang mempengaruhi proses persalinan kelahiran yaitu
passenger (penumpang yaitu janin dan placenta), passagway (jalan lahir),
powers (kekuatan) posisi ibu dan psikologi (Farrer, 1999).
1. Penumpang
Cara penumpang atau janin bergerak disepanjang jalan lahir
merupakan akibat interaksi beberapa faktor yakni ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap dan posisi janin.
2. Jalan lahir
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat,
dasar panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina).
Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar
panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu lebih berperan
dalam proses persalinan janin. Maka dari itu ukuran dan bentuk panggul
harus ditentukan sebelum persalinan.
6
vagina. Robekan servik (trauma jalan lahir) dapat menyebabkan nyeri dan
resiko terjadinya infeksi (Doenges, 2001) dan komplikasi pada janin dapat
menyebabkan subgaleal hematoma yang dapat menimbulkan ikterus
neonatorum jika fungsi hepar belum matur dan terjadi nekrosis kulit
kepala yang menimbulkan alopenia (Prawirohardjo, 2002).
Pathway
Kala II lama
Perangansangan
reseptor nyeri pada Resiko Kerusakan Janin terjepit di jalan lahir
uterus dan serviks Integritas Kulit (Ibu)
7
Sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan
penipisan berlebihan segmen bawah uterus, dan menandakan ancaman
akan rupturnya segmen bawah uterus.
Gejala Klinis yang dapat ditemui pada janin:
1. Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif
2. Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
3. Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini dapat berukuran cukup besar
dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Biasanya kaput
suksedaneum, bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam
beberapa hari.
4. Moulase kepala yang hebat akibat tekanan his yang kuat, tulang tengkorak
saling bertumpang tindih satu sama lain.
5. Kematian janin dalam kandungan atau intra uterine fetal death (IUFD).
8
Anomali kongenital yang dapat mengganggu ekspulsif bayi
Tafsiran berat janin
Gawat janin
Janin hidup atau tidak
3. Penilaian terhadap kekuatan mengejan ibu
Berdasarkan hasil penilaian tersebut, maka dapat ditentukan
dengan segera etiologi gangguan kemajuan proses persalinan saat kala II
dapat segera diambil keputusan yang tepat.
Setelah ditegakkan diagnosis, maka harus segera dilakukan intervensi
untuk menyelesaikan kala II, sebagai berikut:
1. Pada wanita dengan kondisi fisik yang lelah dan panik, klinisi dapat
memberikan dukungan dan semangat untuk melakukan persalinan. Selain
itu dapat diberikan analgesik ataupun anestesi dan dilakukan rehidrasi
maupun pemberian kalori.
2. Pemberian oksitosin sesuai dengan indikasi adanya inersia uteri.
3. Pada distosia bahu dilakukan ALARM
4. Tindakan bedah baik per vaginam maupun Sectio Cesaria sesuai indikasi
5. Sectio Cesaria dilakukan pada keadaan yang tidak memungkinkan
persalinan per vaginam dengan tindakan operatif misalnya: panggul
sempit, makrosomia, malpresentasi, letak lintang, CPD, dan asinklitimus.
9
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
10
3.3 Ncp (Intervensi Keperawatan)
1. Nyeri b/d perubahan fisik, pengaruh hormonal.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang.
Intervensi:
a. Kaji secara terus menerus ketidaknyamanan klien.
Rasional: data dasar terbaru untuk merencanakan perawatan.
b. Kaji status pernapasan klien.
Rasional: penurunan kapasitas pernapasan saat uterus menekan
diafragma, mengakibatkan dispnea khususnya pada multigravida, yang
tidak mengalami kelegaan dengan ikatan antara bayi dalam
kandungannya.
c. Perhatikan adanya keluhan ketegangan pada punggung dan perubahan
cara jalan.
Rasional: lordosis dan regangan otot disebabkan pengaruh hormone
(relaxing-progesteron) pada sambungan pelvis dan perpindahan pusat
gravitasi sesuai dengan pembesaran uterus.
2. Ansietas b/d adanya faktor-faktor resiko khusus, krisis situasi, ancaman
pada konsep diri, konflik disadari dan tidak disadari tentang nilai-nilai
esensial dan tujuan hidup, kurang informasi.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kecemasan
berkurang/hilang.
Intervensi:
a. Kaji, sifat, sumber dan manifestasi kecemasan.
Rasional: mengidentifikasi perhatian pada bagian khusus dan
menentukan arah dan kemungkinan pilihan/ intervensi.
b. Berikan informasi tentang penyimpangan genetic khusus, resiko yang
dalam reproduksi dan ketersediaan tindakan/pilihan diagnosa.
Rasional: dapat menghilangkan ansietas berkenaan dengan
ketidaktahuan dan membantu keluarga mengenai stress, membuat
keputusan, dan beradaptasi secara positif terhadap pilihan.
c. Kembangkan sikap berbagi rasa secara terus menerus.
11
Rasional: kesempatan bagi klien/pasangan untuk memuji pemecahan
situasi. Tingkat kecemasan biasanya lebih tinggi pada pasangan yang
telah melahirkan anak dengan penyimpangan kromosom.
d. Berikan bimbingan antisipasi dalam hal perubahan fisik/psikologis.
Rasional: dapat menghilangkan kecemasan/ depresi pada pasangan.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
Intervensi:
a. Monitor TTV
Rasional: Perubahan dapat menjadi indikasi hipovolemia
b. Evaluasi turgor kulit, capiler refill, dan kondisi mukosa.
Rasional: Sebagai indikator status dehidrasi
c. Perhatikan mukosa dari ptechie, ecchymosis, perdarahan gusi.
Rasional: Penekanan bone narrow dan produksi platelet yang rendah
beresiko menimbulkan perdarahan yang tak terkontrol.
d. Lakukan pemasangan IV line
Rasional: Untuk mempertahankan kebutuhan cairan tubuh.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (vakum ekstraksi)
a. Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung.
Rasional: Menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan
infeksi
b. Lakukan protap pencucian tangan bagi setiap orang yang kontak
dengan klien
Rasional: Mencegah infeksi silang
c. Monitor vital sign
Rasional: Progresive hipertermia sebagai pertanda infeksi atau demam
sebagai efek dari pemakaian kemotherapi maupun tranfusi
12
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Persalinan lama adalah dimana fase laten lebih dari 8 jam ,dan
persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih bayi belum lahir.
Persalinan kala II lama atau di sebut juga partus tak maju adalah
suatu persalinan dengan his yang adekuat namun tidak menunjukkan
kemajuan pada pembukaan servik, turunnya kepala dan putaran paksi
selama 2 jam terakhir
Pengertian dari partus lama adalah persalinan yang berlangsung
lebih dari 24 jam pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida.
Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan fase aktif
Menurut winkjosastro, 2002. Persalinan (partus) lama ditandai
dengan fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau
lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada
partograf.
Jadi, persalinan kala II lama adalah persalinan yang telah berlangsung
selama 12 jam atau lebih bayi belum lahir,dan his adekuat namun tidak
menunjukkan kemajuan pada pembukaan servik.
4.2 Saran
Bagi tenaga kesehatan agar tetap memperhatikan kebersihan
ketika melakukan perawatan terhadap pasien dengan kala II lama, pasien
dengan kala II lama memiliki resiko tinggi untuk mengalami infeksi. ketika
terjadi infeksi maka luka akibat tindakan akan sulit untuk disembuhkan
bahkan dapat menimbulkan komplikasi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall , 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, editor edisi
bahasa Indonesia Monica Ester (Edisi 8), Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E, 2001, Rencana Perawatan Maternal / Bayi Pedoman
Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Jakarta: EGC.
Prawirohadjo, S., 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal Edisi I,
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Mochtar, R., 1998, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologis Jilid
I, EGC, Jakarta
http://sahrilramadhan.blogspot.com/2011/06/askep-partus-lama.html, diakses 12
agustus 2018
14