Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI
A. Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang-
ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang
tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto,
2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan
ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.
B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering
terjadi pada:

1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum


2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah
epilepsi idopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan
epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau
antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi
idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang
berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi
neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi
sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah
75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan
pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko
40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang.
Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian
besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada
bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada
ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa
menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan
yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak
janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan
pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan
fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga
memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme

C. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas
listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga
sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium
ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk
ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik
atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan
tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak
memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas
neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah
otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di
cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin
mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama
karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh
berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.

Pathway Epilepsi
D. Klasifikasi Kejang
1. Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
a. Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal
Dengan gejala motorik
- Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
- Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar
meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
- Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
- Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
- Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai halusinasi
sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai
vertigo).
- Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
- Visual : terlihat cahaya
- Auditoris : terdengar sesuatu
- Olfaktoris : terhidu sesuatu
- Gustatoris : terkecap sesuatu
- Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
- Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar.
- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,
melihat suatu fenomena tertentu, dll.
2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula
baik kemudian baru menurun.
- Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada golongan
A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
- Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan
sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah
seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju,
berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak
permulaan kesadaran.
- Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme
3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,
tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
b. Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak
bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya
dijumpai pada anak.
- Hanya penurunan kesadaran
- Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai
pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
- Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher, lengan,
tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
- Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas,
leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi
melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
- Dengan automatisme
- Dengan komponen autonom.
Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
- Gangguan tonus yang lebih jelas.
- Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) Grand Mal
Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat
atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat,
dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali
pada anak.
Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku
pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda
yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot
seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit
diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya
berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena
hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun
dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi
ini terutama sekali dijumpai pada anak.
c. Epilepsi tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan
yang mendadak berhenti sederhana.
E. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura
dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak,
mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
5. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus
atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak
normal seperti pada keadaan normal
8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang
individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara
tiba- tiba
10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang
11. Gigi geliginya terkancing
12. Hitam bola matanya berputar- putar
13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba.
Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun
rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang,
sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola
mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung
berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti
dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat
sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan
muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa
dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan
biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak. Terjadinya
perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada
otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh darah
atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh
sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi
diakibatkan oleh berbagai faktor.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas
pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
defisit neurologik yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
G. Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang
dicapai, yakni:
- Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang
normal.
- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya
adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan
gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan.
Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin),
karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol
dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah,
dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi
jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa
disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan
bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi
yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya
berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung
beristirahat atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan napas paten.
c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan
biarkan penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan
keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.
H. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan
obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan
terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan
pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program
yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak
hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat
cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan
latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi)
harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera
akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini,
dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti
konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari
rencana pencegahan ini.
I. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan
obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan
obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan
minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti
pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan
tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah
cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan
selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering
dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya.
Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau
bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi
yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini pertama pengobatan
adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital, primidone,
tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai pengobatan lini kedua.
Terapi dimulai dengan obat anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat
di ambang atas tingkat terapeutis namun penderita masih kejang dan AED tak ada
efek samping, maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2
atau lebih AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat kedua sebagai add on.11
Fenitoin (PHT)
Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang terangsang dan
mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran Na peka
voltase fenitoin dapat merintangi masuknya Ca ke dalam neuron pada pelepasan
neurotransmitter.11
Karbamazepin (CBZ)
Karbamazepin dapat menghambat saluran Na . Karbamazepin dapat
memperpanjang inaktivasi saluran Na .juga menghambat masuknya Ca ke dalam
membran sinaptik.11
Fenobarbital (PB)
Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai hipnotik, sedatif dan
anastetik. Fenobarbital bekerja memperkuat hambatan GABAergik dengan cara
mengikat ke sisi kompleks saluran reseptor Cl- pada GABAA. Pada tingkat selular,
fenobarbital memperpanjang potensial penghambat postsinaptik, bukan penambahan
amplitudonya. Fenobarbital menambah waktu buka jalur Cl- dan menambah lamanya
letupan saluran Cl- yang dipacu oleh GABA. Seperti fenitoin dan karbamazepin,
fenobarbital dapat memblokade aksi potensial yang diatur oleh Na . Fenobarbital
mengurangi pelepasan transmitter dari terminal saraf dengan cara memblokade
saluran Ca peka voltase.11
Asam valproat (VPA)
VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat GABA-
transaminase dan suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim pertama dan kedua
pada jalur degradasi, dan aldehide reduktase.
VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan menghambat letupan frekuensi
tinggi dari neuron.
VPA memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron thalamus.11
Gabapentin (GBP)
Cara kerja: mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat saluran Na peka
voltase, dapat menambah pelepasan GABA.11
Lamotrigin (LTG)
Cara kerja: Menghambat saluran Na peka voltase.11
Topiramate (TPM)
Cara kerja: Menghambat saluran Na , menambah kerja hambat dari GABA.11
Tiagabine (TGB)
Cara kerja: menghambat kerja GABA dengan cara memblokir uptake-nya.
Selain pemilihan dan penggunaan optimal dari AED, harus diingat akan efek
jangka panjang dari terapi farmakologik. Karbamazepin, fenobarbital, fenitoin,
primidone, dan asam valproat dapat menyebabkan osteopenia, osteomalasia, dan
fraktur. Fenobarbital dan primidone dapat menyebabkan gangguan jaringan ikat, mis
frozen shoulder da kontraktur Dupuytren. Fenitoin dapat menyebabkan neuropati
perifer. Asam valproat dapat menyebabkan polikistik ovari dan hiperandrogenisme.
J. Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi
faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya
prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan
dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat
berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum
maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik.
Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang
disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif
jelek.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress dapat
memicu terjadinya epilepsi.
Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcohol (alcoholic)
b. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat
pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara
tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh
anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga
mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak
bicara.
c. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d. Riwayat penyakit dahulu:
- Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
- Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
- Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
- Tumor Otak
- Kelainan pembuluh darah
- demam,
- stroke
- gangguan tidur
- penggunaan obat
- hiperventilasi
- stress emosional
e. Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan
penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat
4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
f. Riwayat psikososial
- Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
- Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di
masyarakat).
g. Pemeriksaan fisik (ROS)
1) B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea,
aspirasi
2) B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3) B3 (brain): penurunan kesadaran
4) B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan
anggota tubuh, mengeluh meriang
h. Pemeriksaan Penunjang
Data Laboratorium
Laboratorium 28 Juli 2015 jam 16.00
Pemeriksaan darah :
HB : 12,00 gr % (P 11,4-12,1)
Leukosit : 19x109 / L (P 4,3-11,3)
Trombosit : 173x109 / L (150-350)
PCV : 0,35 (P 0,38-0,42)
Glukosa darah acak : 288 mq/dl (<200)
Elektrolit : Kalium = 3,60 meq/L (3,8-5); Natrium = 133 meq/L (135-144)

i. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: perubahan aktivitas listrik di Resiko cedera
DO: pasien kejang (kaki otak
menendang- nendang, Keseimbangan terganggu
ekstrimitas atas fleksi), gigi gerakan tidak terkontrol
geligi terkunci, lidah menjulur
DS: sesak, gangguan nervus V, IX, X Bersihan jalan napas tidak
DO:apnea, cianosis lidah melemah efektif
menutup saluran trakea
Adanya obstruksi
DS: terjadi aura (mendengar Terjadi depolarisasi berlebih Gangguan persepsi sensori
bunyi yang melengking di Bangkitan listrik di bagian
telinga, bau- bauan, melihat otak serebrum
sesuatu), halusinasi, perasaan Menyebar ke nervus- nervus
bingung, melayang2. Mempengaruhi aktivitas organ
DO: penurunan respon sensori persepsi
terhadap stimulus, terjadi
salah persepsi
DS: klien terlihat rendah diri Stigma masyarakat yang buruk Isolasi sosial
saat berinteraksi dengan orang tentang penyakit epilepsi atau
lain ”ayan”
DO:menarik diri Klien merasa rendah diri
Menarik diri
DS: klien terlihat cemas, Terjadi kejang epilepsi Ansietas
gelisah. Kurang pengetahuan tentang
DO: takikardi, frekuensi napas kondisi penyakit
cepat atau tidak teratur Bingung
DS: pasien mengeluh sesak Terjadi bangkitan listrik di Ketidakefektifan pola napas
DO: RR meningkat dan tidak otak
teratur, Menyebar ke daerah medula
oblongata
Mengganggu pusat respiratori
Mempengaruhi pola napas
DS: klien merasa lemas, klien terjadi bangkitan listrik di otak Intoleransi aktivitas
mengeluh cepat lelah saat menyebar ke MO
melakukan aktivitas mengganggu pusat
DO:takikardi, takipnea, kardiovaskular
takikardia
CO menurun
Suplai darah (O2) ke jaringan
menurun
metabolisme aerob menjadi
anaerob
ATP dari 38 menjadi 2
kelelahan
intoleransi aktifitas
DS: pasien menunjukkan CO menurun Resiko penurunan perfusi
kelelahan, diam, tidak banyak Suplai darah ke otak serebral
bergerak berkurang
DO: penurunan kesadaran, Iskemia jaringan serebral (O2
penurunan kemampuan tidak adekuat)
persepsi sensori, tidak ada
reflek

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3) Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk
penyakit epilepsi dalam masyarakat
4) Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea dan apnea
5) Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output, takikardia
6) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pada nervus organ sensori persepsi
7) Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit
8) Resiko penurunan perfusi serebral b.d penurunan suplai oksigen ke otak
3. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


NANDA
Risiko cedea Risk Kontrol Environment
Definisi : Beresiko Kriteria Hasil Management
mengalami cedera sebagai 1. Klien terbebas dari (Manajemen
akibat kondisi lingkungan cedera Lingkungan)
yang berinteraksi dengan 2. Klien mampu 1. Sediakan
sumber adaptif dan sumber menjelaskan lingkungan yang
defensive individu cara/metode untuk aman untuk pasien
Faktor resiko mencegah 2. Identifikasi
Eksternal injury/cedera kebutuhan
1. Biologis (mis., 3. Klien mampu keamanan pasien,
tingkat imunisasi menjelaskan factor sesuai dengan
komunitas, resiko dari kondisi fisik
mikroorganisme) lingkungan/perilaku kognitif pasien dan
2. Zat kimia (mis., personal riwayat penyakit
racun, polutan, obat, 4. Mampu memodifikasi terdahulu pasien
agenens farmasi, gaya hidup untuk 3. Menghindarkan
alkohol, nikotin, mencegah injury perilaku yang
pengawet, kosmetik, 5. Menggunakan fasilitas berbahaya
pewarna) kesehatan yang ada (misalkan
3. Manusia (mis., agens 6. Mampu mengenali memindahkan
nosokomial, pola perubahan status perabotan)
ketegangan atau kesehatan 4. Memasang side rail
factor kognitif, afektif tempat tidur
dan psikomotor) 5. Menyediakan
4. Cara pemindahan tempat tidur yang
atau transport nyaman dan bersih
5. Nutrisi (mis., desain, 6. Menempatkan
struktur, dan saklar lampu
pengaturan ditempat yang
komunitas, bangunan mudah dijangkau
dan atau peralatan) pasien
Internal 7. Menganjurkan
Profil darah yang abnormal keluarga untuk
(mis.,leukositosis/leukopeni menemani pasien
a. gangguan factor 8. Mengontrol
koagulasi, trombositopenia, lingkungan dari
sel sabit, talasemia, kebisingan
penurunan hemoglobin) 9. Memindahkan
1. Disfungsi biokimia barang-barang yang
2. Usia perkembangan dapat
(fisiologis, membahayakan
psikososial) 10. Berikan penjelasan
3. Disfungsi efektor pada pasien dan
4. Disfungsi imun- keluarga atau
autoimun pengunjung adanya
5. Disfungsi integratif perubahan status
6. Malnutrisi kesehatan dan
7. Fisik (mis.,integritas penyebab penyak
kulit tidak utuh,
gangguan mobilitas)
8. Psikologis (orientasi
afektif)
9. Disfungsi sensorik
10. - Hipoksia jaringan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


NANDA
Ketidakefektifan 1. Respriratory status : Airway Suction
bersihan jalan napas. Ventilation 1. Pastikan kebutuhan
Definisi 2. Respiratory status : oral atau trakeal
:Ketidakmampuan untuk Airway patency suctioning
membersihkan sekresi Kriteria Hasil : 2. Auskultasi suara
atau obstruksi dari 1. Mendemonstrasikan nafas sesudah dan
saluran pernafasan untuk batuf efektif dan sebelum suctioning
mempertahankan suara nafas yang 3. Informasikan pada
kebersihan jalan nafas. bersih, tidak ada klien dan keluarga
Batasan Karakteristik: sianosis dan dyspneu tentang suctioning
1. Tidak ada batuk (Mampu 4. Minta klien nafas
2. Suara napas mengeluarkan dalam sebelum
tambahan sputum, mampu suction dilakukan
3. Perubahan bernafas dengan 5. Berikan O2 dengan
frekwensi napas mudah, tidak ada menggunakan nasal
4. Sianosis pursed lips) untuk memfasilitasi
5. Kesulitan 2. Menunjukkan jalan suksion nasotrakeal
berbicara atau nafas yang paten gunakan alat yang
mengeluarkan (Klien tidak merasa steril setiap
suara tercekik, irama melakukan
6. Penurunan bunyi nafas, frekwensi tindakan anjurkan
napas pernafasan dalam pasien untuk
7. Dispneu rencang normal, istirahat dan nafas
8. Sputum dalam tidak ada suara nafas dalam setelah
jumlah yang abnormal) kateter keluarkan
berlebihan 3. Mampu dari nasotrakeal
9. Batuk yang tidak mengidentifikasikan 6. Monitor status
efektif dan mencegah faktor oksigen pasien
10. Orthopneu yang menghambat 7. Ajarkan keluarga
11. Gelisah jalan nafas bagaimana cara
12. Mata terbuka melakukan suksion
lebar 8. Hentikan suksion
Faktor-faktor yang dan berikan
berhubungan : oksigen apabila
Lingkungan : pasien
1. Perokok pasif menunjukkan
2. Mengisap asap bradikardi,
3. Merokok peningkatan
Obstruksi jalan nafas: saturasi O2, dan
- Spasme jalan nafas lain lain
1. Mokus dalam Airway Management
jumlah berlebihan 1. Buka jalan nafas,
2. Eksudat dalam gunakan teknik chin
jalan alveoli lift atau jaw thrust
3. Materi asing dalam bila perlu
jalan nafas 2. Posisikan pasien
4. Adanya jalan nafas untuk
buatan memaksimalkan
5. Sekresi bertahan ventilasi
atau sisa sekresi 3. Identifikasi pasien
6. Sekresi dalam perlunya
bronki pemasangan alat
Fisiologis : jalan nafas buatan
1. Jalan nafas alergik 4. Pasang mayo bila
2. Asma perlu
3. Penyakit paru 5. Lakukan fisioterapi
obstruktif kronik dada bila perlu
4. Infeksi 6. Keluarkan secret
5. - Disfungsi neuro dengan batuk atau
muskular suction
7. Auskultasi suara
nafas catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction
pada mayo
9. Berikan
bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab
udara kasa basah
NaCl lembab
11. Atur intake untuk
cairan
mengioptimalkan
keseimbangan
12. - Respirasi status
O2

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


NANDA
Isolasi Sosial 1. Social intervaction Socialization
Definisi : Kesepian yang skills enhacement
dialami individu dan 2. Stress level 1. Fasilitasi dukungan
dirasakan saat didorong 3. Social support kepada pasien oleh
oleh keberadaan orang 4. Post-Trauma keluarga, teman
lain dan sebagai Syndrome dan komunitas
pernyataan negativ atau Kriteria Hasil : 2. Dukung hubungan
mengancam 1. Iklim social keluarga : dengan orang lain
Batasan Karakteristik : lingkungan yang yang mempunyai
Objektif : mendukung yang minat dan tujuan
1. Tidak ada dukungan bercirikan hubungan yang sama
orang yang dan tujuan anggota 3. Dorong melakukan
dianggap penting keluarga aktivitas sosial dan
2. Perilaku yang tidak 2. Partisipasi waktu koomunitas
sesuai dengan luang : menggunakan 4. Berikan uji
perkembangan aktivitas yang pembatasan
3. Afek tumpul menarik, interpersonal
4. Bukti kecacatan menyenangkan dan 5. Berikan umpan
(mis.,fisik, mental) menenagkan untuk balik tentang
5. Ada di dalam meningkat peningkatan dalam
subkultural kesehjateraan perawatan dan
6. Sakit, tindakan 3. Keseimbangan ala penampilan diri
tidak berarti perasaan : mampu atau aktivitas lain
7. Tidak ada kontak menyesuaikan 6. Hadapkan pasien
mata terhadap emosi pada hambatan
8. Dipenuhi dengan sebagai respon penilaian jika
pikiran sendiri terhadap keadaan memungkinkan
9. Menunjukkan tertentu 7. Dukung pasien
permusuhan 4. Tingkat persepsi untuk mengubah
10. Tindakan berulang positif tentang status lingkungan seperti
11. Afek sedih, ingin hidup individu pergi jalan-jalan
sendirian 5. Partisipasi dalam dan bioskop
12. Menunjukkan bermain, penggunaan 8. Fasilitasi pasien
perilaku yang tidak aktivitas oleh anak yang mempunyai
dapat diterima oleh usia 1-11 tahun untuk penurunan sensory
kelompok cultural meningkatkan seperti penggunaan
yang dominan kesenangan, hiburan kacamata dan alat
13. Tidak komunkatif, dan perkembangan pendengaran
menarik diri 6. Meningkatkan 9. Fasilitasi pasien
2. Subjektif : hubungan yang efektif untuk berpartisipasi
1. Minat yang tidak dalam perilaku pribadi dalam diskusi
sesuai dengan interaksi social dengan dengan group kecil
perkembangan orang, kelompok atau 10. Membantu pasien
2. Mengalami organisasi meningkatkan
perasaan yang 7. Ketersediaan dan ketrampilan social
berbeda dari orang peningkatan interpersonal
lain pemberian actual 11. Kurangi stigma
3. Tidak percaya diri bantuan yang andal isolasi dengan
saat berhadapan dari orang lain menghormati
dengan public 8. Mengungkapkan martabat pasien
4. Mengungkapkan penurunan perasaan 12. - Gali kekuatan
perasaan atau pengalaman dan kelemahan
kesendirian yang diasingkan pasien dalam
didorong oleh orang berinteraksi sosia
lain
5. Mengungkapkan
perasaan penolakan
6. Mengungkapkan
nilai yang tidak
dapat diterima oleh
kelompok cultural
yang dominan
Faktor yang
berhubungan :
1. Perubahan status
mental
2. Gangguan
penampilan fisik
3. Gangguan kondisi
kesehatan
4. Factor yang
berperan terhadap
tidak adanya
hubungan personal
yang memuaskan
(mis : terlambat
dalam
menyelesaikan
tugas
perkembangan)
5. Minat/ketertarikan
yang imatur
6. Ketidakmampuan
menjalani hubungan
yang memuaskan
7. Sumber personal
yang tidak adekuat
8. Perilaku social yang
tidak diterima
9. Nilai social yang
tidak diterima

Diangnosa NOC NIC


Keperawatan NANDA
Ansietas 1. Anxiety self-control Anxiety Reduction
Definisi : Perasaan tidak 2. Anxiety level (Penurunan
nyaman atau kekawatiran 3. Coping Kecemasan)
yang samar disertai Kriteria Hasil : 1. Gunakan
respon autonom (sumber 1. Klien mampu pendekatan yang
seringkali tidak spesifik mengidentifikasi dan menyenangkan
atau tidak diketahui oleh mengungkapkan 2. Nyatakan dengan
individu); perasaan takut gejala cemas jelas harapan
yang disebabkan oleh 2. Mengidentifikasi, terhadap pelaku
antisipasi terhadap mengungkapkan dan pasien
bahaya. Hal ini menunjukkan teknik 3. Jelaskan semua
merupakan isyarat untuk mengontrol prosedur dan apa
kewaspadaan yang cemas yang dirasakan
memperingatkan individu 3. Vital sign dalam batas selama prosedur
akan adanya bahaya dan normal 4. Pahami perspektif
kemampuan individu 4. Postur tubuh, ekspresi pasien terhadap
untuk bertindak wajah, bahasa tubuh situasi stress
menghadapi ancaman dan tingkat aktivitas 5. Temani pasien
Batasan Karakteristik menunjukkan untuk memberikan
· Perilaku : berkurangnya keamanan dan
1. Penurunan kecemasan mengurangi takut
prodoktivitas]gerak 6. Dorong keluarga
an yang ireleven untuk menemani
2. Gelisah anak
3. Melihat sepintas 7. Lakukan back /
4. Insomnia neck rub
5. Kontak mata yang 8. Dengarkan dengan
buruk penuh perhatian
6. Mengekspresikan 9. Identifikasi tingkat
kekawatiran karena kecemasan
perubahan dalam 10. Bantu pasien
peristiwa hidup mengenal situasi
7. Agitasi yang menimbulkan
8. Mengintai kecemasan
9. Tampak waspada 11. Dorong pasien
· Afektif : untuk
1. Gelisah, Distres mengungkapkan
2. Kesedihan yang perasaan,
mendalam ketakutan, persepsi
3. Ketakutan 12. Instruksikan pasien
4. Perasaan tidak menggunakan
adekuat teknik relaksasi
5. Berfokus pada diri 13. Berikan obat untuk
sendiri mengurangi
6. Peningkatan kecemasan
kewaspadan
iritabilitas
7. Gugup senang
berlebihan
8. Rasa nyeri yang
meningkat ketidak
berdayaan
9. Peningkatan rasa
ketidak berdayaan
yang persisten
10. Bingung, menyesal
11. Ragu/tidak percaya
diri
12. Khawatir
· Fisiologis
1. Wajah tegang,
tremor tangan
2. Peningkatan
keringat
3. Peningkatan
ketegangan
4. Gemetar, tremor
5. Suara bergetar
· Simpatik :
1. Anoreksia
2. Eksitasi
kardiovaskular
3. Diare, mulut kering
4. Wajah merah
5. Jantung berdebar-
debar
6. Peningkatan
tekanan darah
7. Peningkatan denyut
nadi
8. Peningkatan reflek
9. Peningkatan
frekuensi
pernapasan, pupil
melebar
10. Kesulitan bernafas
11. Vasokontrikel
supervisial
12. Lemah, kedutan
pada otot
· Parasimpatik :
1. Nyeri abdomen
2. Penurunan tekanan
darah
3. Penurunan denyut
nadi
4. Diare, mual,
vertigo
5. Letih, gangguan
tidur
6. Kesemutan pada
ekstremitas
7. Sering berkemih
8. Anyang-anyangan
9. Dorongan segera
berkemih
· Kognitif :
1. Menyadari gejala
fisiologis
2. Bloking fikiran,
konfusi
3. Penurunan lapang
persepsi
4. Kesulitan
berkonsentrasi
5. Penurunan
kemampuan belajar
6. Penurunan
kemampuan untuk
memecahkan
masalah
7. Ketakutan terhadap
konsekwensi yang
tidak spesifik
8. Lupa, gangguan
perhatian
9. Khawatir, melamun
10. Cenderung
menyalahkan orang
lain
11. Penularan penyakit
interpersonal
12. Krisis maturasi,
krisis situasional
13. Stres, ancaman
kematian
14. Penyalahgunaan
zat
15. Ancaman pada
(status ekonomi,
lingkungan, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi
peran, konsep diri)
16. Konflik tidak
disadari mengenai
tujuan penting
hidup
17. Konflik tidak
disadari mengenai
nilai yang
esensial/penting
18. - Kebutuhan yang
tidak dipenuhi

Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:


berhubungan dengan : Respiratory status : 1. Posisikan pasien untuk
1. Hiperventilasi 1. Ventilation memaksimalkan
2. Penurunan Respiratory status : 2. ventilasi
energi/kelelahan 1. Airway a. Pasang mayo bila
3. Perusakan/pelemahan patency perlu
4. muskulo-skeletal 2. Vital sign b. Lakukan fisioterapi
5. Kelelahan otot Status dada jika perlu
pernafasan Setelah dilakukan c. Keluarkan sekret
6. Hipoventilasi sindrom tindakan dengan batuk atau
7. Nyeri keperawatan selama 3. suction
8. Kecemasan ………..pasien a. Auskultasi suara
9. Disfungsi menunjukkan nafas, catat adanya
Neuromuskuler keefektifan pola 4. suara tambahan
10. Obesitas nafas, a. Berikan
11. Injuri tulang belakang dibuktikan dengan bronkodilator :
DS: kriteria b. Berikan pelembab
1. Dyspnea hasil: udara Kassa basah
2. Nafas pendek 1. 5. NaCl Lembab
DO: Mendemonstrasika a. Atur intake untuk
1. Penurunan tekanan n cairan
2. inspirasi/ekspirasi batuk efektif dan mengoptimalkan
3. Penurunan pertukaran suara 6. keseimbangan.
4. udara per menit nafas yang bersih, a. Monitor respirasi
5. Menggunakan otot tidak dan status O2
6. pernafasan tambahan ada sianosis dan 7. Bersihkan mulut, hidung
7. Orthopnea dyspneu (mampu dan secret
8. Pernafasan pursed-lip mengeluarkan 8. Trakea
9. Tahap ekspirasi sputum, 9. Pertahankan jalan nafas
10. berlangsung sangat mampu bernafas yang paten
lama dg 10. Observasi adanya tanda
11. Penurunan kapasitas mudah, tidakada tanda
vital pursed 11. hipoventilasi
12. Respirasi: < 11 – 24 x lips) 1. Monitor adanya kecemasan
/mnt 2. Menunjukkan pasien
jalan nafas 2. terhadap oksigenasi
yang paten (klien 3. Monitor vital sign
tidak 4. Informasikan pada pasien
merasa tercekik, dan keluarga
irama 5. tentang tehnik relaksasi
nafas, frekuensi untuk
pernafasan dalam 6. memperbaiki pola nafas.
rentang normal, 7. Ajarkan bagaimana batuk
tidak efektif
ada suara nafas 8. Monitor pola nafas
abnormal)
3. Tanda Tanda
vital dalam
rentang normal
(tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes M. E. et all, 1989, Nursing Care Plans, Guidelines for Planning Patient Care,
Second Ed, F. A. Davis, Philadelpia.

Harsono (ED), 1996, Kapita Selekta Neurologi , Second Ed, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

Hudac. M. C. R and Gallo B. M, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik


(Terjemahan), Edisi VI, EGC, Jakarta Indonesia.

Kariasa Made, 1997, Asuhan Keperawatan Klien Epilepsi, FIK-UI, Jakarta.

Luckman and Sorensen S, 1993, Medikal Surgical Nursing Psychology Approach, Fourt Ed,
Philadelpia London.

Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease Process,


Second Ed, St Louis, New York.

Anda mungkin juga menyukai