Anda di halaman 1dari 21

DIFFUSE AXONAL INJURY

BHISMA MARGIJANTO
11-2013-032
Pendahuluan

Cedera otak merupakan hal yang cukup kita


temukan dalam kondisi emergensi.
Cedera otak ini dapat menyebabkan berbagai
macam kerusakan pada jaringan otak
perdarahan, fraktur tengkorak, dan diffuse
axonal injury.
Pada Diffuse Axonal Injury, terjadi kerusakan
akson yang meluas di jaringan otak karena
efek dari benturan yang terjadi.
Traumatic Brain Injury (TBI)

Kerusakan yang timbul pada TBI dapat


mengakibatkan efek yang langsung atau tidak
langsung.
Efek yang langsung berarti bahwa kerusakan
pada otak yang disebabkan oleh trauma itu
langsung muncul (contohnya pada perdarahan
intraserebri)
Efek tidak langsung berarti efek yang terlambat
(delayed) muncul sejak terjadinya trauma dan
terus berkembang secara progresif DAI
Prinsip mekanisme utama dari Traumatic
Brain Injury diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerusakan otak fokal yang disebabkan oleh
trauma kontak yang menimbulkan terjadinya
kontusi, laserasi dan perdarahan intrakranial
Kerusakan otak yang difus karena akselerasi atau
deselerasi yang menyebabkan terjadinya DAI atau
pembengkakan otak.
Struktur neuron
Dendrit
Dendrit berfungsi untuk
menerima impuls dari neuron
lain dan mengirimkan impulsnya
kepada badan sel
Badan sel
Pada bagian ini terdapat nukleus
dimana terjadi sintesis protein.
Badan sel berfungsi untuk
menerima impuls dari dendrit
dan mengirimkan impuls di
sempanjang akson
Akson
Akson berfungsi untuk
mengirimkan impuls ke neuron
lain.
Diffuse Axonal Injury (DAI)
DAI terjadi karena akson mengalami tarikan atau robekan
pada daerah perbatasan antara white matter dengan gray
matter dari otak pada saat otak mengalami akselerasi,
deselerasi, atau rotasi.
Korteks serebri tersusun oleh lapisan-lapisan gray dan
white matter (gray cortical mantel, subcortical white
matter, deep gray matter nuclei dari basal ganglia, dan
white matter dari kapsula interna).
Lapisan ini memiliki kepadatan jaringan yang berbeda dan
juga bermanifestasi secara berbeda pada saat terjadi
trauma pada kepala.
Perbatasan pada gray dan white matter ini biasanya
menjadi tempat terjadinya injury sebab dua lapisan
tersebut ber akselerasi dan berdeselerasi secara berbeda
tergantung dari kepadatan jaringan nya.
Daerah otak yang mengalami lesi paling parah pada
DAI biasanya pada daerah yang secara anatomis
paling mendapat tarikan baik rotasi atau akselerasi
deselerasi yang paling hebat, yaitu daerah midline
dari otak. Bagian-bagian itu adalah:
Dorsolateral dari midbrain dan pons (paling sering)
Posterior corpus callosum
Parasagital dari white matter
Periventricular region
Kapsula interna
Patogenesis dari DAI

Stage 1 : axonal membran injury dan alterasi dari ion


flux.
Tarikan kecil pada akson dapat menyebabkan perubahan
ion flux yang menyebabkan kegagalan dari pembentukan
dan penyebaran potensial aksi.
Perubahan yang paling signifikan adalah peningkatan
intraseluar Ca.
Gangguan ion ini disebabkan oleh mechanoporation yaitu
terjadinya celah atau pori-pori pada membran sel sehingga
meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion,
terutama Ca.
Stage 2 : reversible sitoskeletal damage
Terjadi gangguan ion flux dapat terjadi
pembengkakan dari akson dan gangguan
pada transport axon. Hal ini menyebabkan
terjadinya axonal varicosities.
Stage 3 : secondary axotomy
Pada tarikan akson yang hebat pada awalnya akan terjadi gangguan
ion flux yang parah.
Mula-mula gangguan influx ion terutama Ca mengaktifkan protease
(calpains) dan fosfolipase.
Calpains merupakan protein yang bertanggung jawab dalam
degradasi dari sitokeleton. Sehingga terjadi degradasi dari protein
sitoskeletal seperti spectrin, neurofilamen dan microtubulus.
Fosfolipase menyerang membran sel sehingga mengaktifkan
berbagai mediator inflamasi. Akhirnya hal ini menyebabkan
axonotmesis yang pada 24 sampai 72 jam yang akan datang
berujung pada axotomy atau pemotongan axon.
Stage 4 : primary axotomy
Primary axotomy merupakan bentuk
paling parah dari DAI. Axotomy ini terjadi
karena tarikan mekanis yang berlebihan
sehingga terjadi pemotongan pada akson.
Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari DAI ini sangat bervariasi,


tergantung dari tingkat keparahannya. Salah
satu caranya adalah dengan melihat kesadaran
dari pasien.
Apabila terjadi perubahan kesadaran (dapat
berupa kebingungan atau kehilangan kesadaran)
yang kurang dari 6 jam. Maka dapat disimpulkan
yang terjadi adalah konkusi otak. Pada konkusi
otak biasanya kesadaran berangsur pulih dengan
cepat dapat dalam hitungan menit sampai jam.
Apabila terjadi koma yang lebih dari 6 jam. Maka
dapat disimpulkan yang terjadi adalah DAI.
Kehilangan kesadaran 6 – 24 jam : Mild DAI
Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam : Moderate /
Severe DAI
Pada kasus Severe DAI biasanya terdapat gejala
berupa ekstensi abnormal dari ekstremitas dan
disfungsi autonomik seperti bradikardi, hipertensi,
hiperhidrosis, demam. Hal ini disebabkan karena
adanya lesi pada daerah hipotalamus dan brain
stem.
Secara makroskopis, pada gambaran CT kepala DAI terlihat
sebagai lesi multiple yang hiperintense yang tersebar pada
perbatasan antara gray dan white matter.
Sedangkan pada MRI selain terlihat lesi hiperintens pada
perbatasan antara gray dan white matter, dapat juga
terlihat robekan jaringan. Selain itu, seiringnya berjalan
waktu degenerasi Wallerian dapat menyebabkan terjadinya
atrofi. Dan atrofi itu kadang terlihat sebagai dilatasi
ventrikel (ex vacuo hydrocephalus).
Secara mikroskopis, biasanya akan terlihat axonal
retraction bulb (ARB) pada white matter pada otak. ARB
merupakan sebuah eosinophilic bulb yang terbentuk karena
terjadinya retraksi pada akson.
DAI juga dapat dikelompokan berdasarkan gambaran
histologisnya.
Pada grade 1, terlihat secara histologis kerusakan axon
pada daerah white matter di hemisfer serebri, batang otak,
atau serebelum. Walaupun tanpa adanya gambaran
makroskopis atau histologis klasik dari DAI berupa
perdarahan dan nekrosis pada korpus kalosum atau pada
pedunkulus serebri superior.
Pada grade 2, terlihat kerusakan secara makroskopis atau
mikroskopis pada korpus kalosum.
Pada grade 3, terlihat secara makroskopis atau histologis
lesi di daerah korpus kalosum dan dorsolateral dari
brainstem.
Terapi Diffuse Axonal Injury

Magnesium
Pada DAI terjadi penurunan konsentrasi Mg
sampai 1 minggu setelah injury.
Mg dapat memberikan efek neuroproteksi
pada injury dari akson pemberian < 24 jam
pascatrauma
Mg memiliki fungsi untuk menghasilkan ATP
dari fosforilasi, Mg juga memiliki kemampuan
untuk mengaktifkan Na K ATP pump dan
bloking pada channel NMDA yang mengatur
influks Ca
Hipotermia
Hipotermia memiliki efek perbaikan sitoskeleton akson pada
DAI. Hal ini dibuktikan pada sebuah penelitian yang
mengatakan bahwa hipotermia sedang (32 derajat) dapat
mengurangi kehilangan mikrotubule dan neurofilamen
terutama pada 4 jam setelah injury.

Cyclosporin A
Influx Ca ke dalam mitokondria yang dapat menyebabkan
terjadinya terjadinya kegagalan mitokondria yang pada
akhirnya menyebabkan terjadinya secondary axotomy.
Cyclosporin ini berfungsi untuk menghambat influx Ca ke
dalam mitokondria.
KESIMPULAN
DAI disebabkan oleh trauma pada otak yang menyebabkan
tarikan antara gray matter dengan white matter otak.
Hal itu dapat menyebabkan tertariknya akson ataupun
bahkan dapat menyebabkan axotomy.
Hal ini menyebabkan manifestasi klinis pada DAI dapat
langsung timbul akibat primary axotomy atau timbul
progresif akibat secondary axotomy.
Patofisiologi dari DAI sendiri sangatlah kompleks,
penyebab terjadinya secondary axotomy disebabkan oleh
banyak hal seperti gangguan permeabilitas akson, influx
Ca, dan kerusakan pada sitoskeleton.
Pengobatan yang dilakukan untuk mencegah hal ini terjadi
dilakukan dengan menggunakan Mg, hipotermia, dan
Siklosporin.

Anda mungkin juga menyukai