Anda di halaman 1dari 13

ANGINA PECTORIS

(manifestasi/arti klinis sirkulasi koroner)


PENDAHULUHAN

Angina pectoris atau disebut juga Angin Duduk adalah keadaan penderita Penyakit
Jantung Koroner yang di tandai nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai
respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium dibandingkan
kebutuhan mereka akan oksigen, dan bila kebutuhan oksigen tersebut dari sel sel miokardium
itu terpenuhi, maka keluhan nyeri dada tersebut akan hilang.
Nyeri angina dapat menyebar ke legan kiri, kepunggung, ke rahang atau ke daerah abdomen.

Angina pektoris merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa
tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum, Sakit dada pada angina
pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia miokard, karena ketidak seimbangan antara
suplay oksigen dan kebutuhan oksigen dari otot jantung. Serangan sakit dada biasanya
berlangsung 1 sampai 5 menit, bila sakit dada terus berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin
pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan disebabkan angina pektoris biasa.

Infark miokardium adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan
oksigen berkepanjangan, Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP
secara aerobis lenyap dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Pada pasien angina
pektoris dapat pula timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan kadang-kadang sakit
dada disertai keringat dingin.

DEFENISI dan PENYEBAB

Dari pembahasan diatas, Jadi dapat di simpulkan bahwa Angina pektoris dapat merupakan
manifestasi klinis yang awal dari penyakit iskemia jantung yang sebagian besar
disebabkan karena gangguan pada sirkulasi koroner akibat atherosclerosis pada arteria
koronaria sehingga suplai darah yang membawa oksigen dan metabolit ke dalam miokard
sewaktu- waktu tidak mencukupi keperluan metabolisme miokard yang berubah-ubah.
Angina pektoris dapat diartikan sebagai manifestasi klinis dari tidak adanya keseimbangan
antara suplai dan keperluan aliran darah koroner ke dalam miokard, keadaan ini dapat
disebabkan
karena :

 Suplai yang berkurang karena hambatan aliran darah koroner (sclerosis arteri
koronaria, spasme arteri koronaria);
 Kebutuhan akan aliran darah koroner meningkat karena beban kerja jantung lebih
berat (misalnya pada aortic stenosis).

Dalam beberapa keadaan yang jarang terjadi, Angina pectoris dapat terjadi tanpa ada kelainan
dari arteri koronaria (angina pectoris dengan arteri koronaria yang normal).
Iskemia miokard akan terjadi bila kebutuhan oksigen melampaui suplai oksigen. Bila suplai
oksigen pada miokard mencukupi kebutuhan oksigen untuk metabolisme maka fungsi
miokard akan normal.

 Faktor-faktor yang turut menentukan besarnya kebutuhan oksigen miokard :


1. Frekuensi denyut jantung per menit.
2. Tegangan dinding ventrikel (berbanding langsung dengan radius ventrikel dan
tekanan sistolik dalam ventrikel, akan tetapi berbanding terbalik dengan
tebalnya dinding ventrikel).
3. Kekuatan kontraksi dari ventrikel (contractility).

 Suplai 02 tergantung juga dari aliran darah koroner yang mana aliran ini juga
ditentukan oleh faktor-faktor :

1. Tahanan vaskular dalam pembuluh darah koroner


2. Diameter dari lumen arteri koronaria bagian proksimal
3. Perbedaan antara tekanan diastolis sistemik dan tekanan akhir diastolis dalam
ventrikel.
4. Frekuensi dari denyut jantung per menit
5. Kadar oksigen dalam darah arteri koronaria (yang juga tergantung dari kadar
haemoglobin darah, saturasi oksigen darah).

FAKTOR-FAKTOR RESIKO SERANGAN ANGINA

Faktor resiko dapat di bedakan atas dua yaitu faktor resiko yang dapat di ubah dan faktor
resiko yang tidak dapat di rubah

 Faktor resiko yang Dapat Diubah (dimodifikasi)


o Diet (hiperlipidemia)
o Rokok
o Hipertensi
o Stress
o Obesitas
o Kurang aktifitas
o Diabetes Mellitus
o Pemakaian kontrasepsi oral
o Syndrom metabolik
 Faktor resiko yang Tidak dapat diubah
o Usia
o Jenis Kelamin
o Ras
o Herediter

KLASIFIKASI ANGINA
Varian dari angina Berdasarkan pada type serangan nya, maka angina dapat di bedakan atas
tiga yaitu :

 Angina stabil juga disebut angina klasik, terjadi sewaktu arteri koroner yang
aterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu terjadi
peningkatan kebutuhan akan oksigen (obstruksi koroner yang menetap)
o karakteristiknya berupa nyeri dada dan nafas pendek yang di timbulkan oleh
kerja berat dan berkurang bila istirahat atau di beri nitrogliserin.
o Durasi nyeri biasanya 3 sampai 20 menit, bila lebih dari 20 menit dan berat
maka harus di pertimbangkan sebagai angina tidak stabil.
 Angina Prinzmetal terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada
kenyataan sering timbul sewaktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal
(varian), terjadi spasme suatu arteri koroner yang menimbulkan iskemia jantung di
bagian helir.
 Angina tidak stabil adalah kombinasi angina klasik dan angina varian,yang dijumpai
pada individu dan perburukan arteri koroner
o Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris
stabil.
o durasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.
o Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.
o Kurang responsif terhadap nitrat.
o Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau
trombosit

Gambar klasifikasi angina pectoris

GEJALA KLINIS

Pasien biasanya mengalami Nyeri dada typical Cardiac yaitu nyeri dada yang di sebabkan
oleh angina pectoris, kita harus dapat membedakannya dengan nyeri dada atypical yang
merupakan nyeri dada non cardiac atau nyeri dada yang berasal dari luar jantung, misalnya
berasal dari penyakit tukak lambung, GERD, dan lain sebagainya.
Nyeri typical angina pectoris merupakan nyeri dada yang di sebabkan iskemik dari sel-sel
miokardium, yaitu sebagai berikut :

 Lokasi Nyeri
o Lokasi dari perasaan nyeri biasanya di dada, di daerah sternal/mid sternal atau
di daerah precordial atau sedikit di kirinya, dengan penjalaran ke leher, rahang
dan bahu kiri sampai pada lengan dan jari- jari bagian ulnar kadang sampai ke
daerah pergelangan tangan.
 Kualitas Nyeri
o Kualitas nyeri hiasanya merupakan nyeri yang tumpul, seperti rasa tertindih
atau berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma, seperti di remas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada
keadaan yang berat di sertai keringat dingin dan sesak nafas serta perasaan
takut mati. Tidak jarang pasien hanya merasa tidak enak di dadanya.
o Nyeri berhubungan dengan aktivitas, dan hilang dengan istirahat, tapi tak
berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri atau
kekanan.
o Nyeri juga dapat di cetuskan oleh stress fisik maupun stress
emosional, Kadang-kadang nyeri dada tercetus sesudah makan banyak. Nyeri
dada pada angina pektoris lebih mudah timbul pada cuaca dingin.
.
 Kuantitas nyeri
o Lama dan beratnya rasa nyeri dada perlu juga diketahui untuk menilai berat
ringannya dan perkembangan dari gangguan sirkulasi koroner serta akibatnya.
o Nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit
sampai kurang dari 20 menit pada angina stabil. Bila lebih dari 20 menit dan
berat maka harus di pertimbangkan sebagai angina tidak stabil.
o Nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari, bahkan sampai berhari-
hari biasanya bukanlah nyeri angina pectoris.

PATOFISIOLOGI ATAU PERJALANAN PENYAKIT

Patofisiologi penyakit ini berhubungan dengan :

 Ruptur atau disrupsi palque, palgue ini bisa luntur atau ruptur dapat di sebabkan oleh:
o faktor ekstrinsik : cap tension, cap plaque compresion, hemodinamik, dan lan-
lain
o faktor intrinsik : konsistensi inti, ketebalan (fibrous cap), inflamasi.
 Trombosis akut. Trombosis akut ini di sebabkan oleh ;
o faktor kuagulasi
o faktor trombosit
 Vasokontruksi
 Kadang bisa karena emboli, abnormalitas kongenital dan penyakit inflamasi sitemik.

Proses pembentukan plaque biasanya berlangsung bertahun- tahun atau progresif. Proses-
proses ini bisa mencetuskan serangan angina. Plaque mengandung lipid pada intinya dan
fibrous cap yaitu selaput yang menutup plaque ini sangat tipis jadi tidak stabil, selain itu
plague juga mengandung sel-sel inflamasi, ini dapat di lihat pada pemeriksaan Ultra vascular
ultrasound.

Suatu ketika apabila ada cetusan dari faktor intrinsik maupun factor ekstrinsik ataupun
perubahan hemodinamik misalnya hipertensi yang terjadi secara tiba- tiba, syok, ataupun
hipotensi secara tiba- tiba, bisa juga karena stress emosional, maka akan menyebabkan ruptur
plaque.
Ruptur plaque ini akan menyebabkan fissure atau celah pada plaque.

Adanya fissure ini akan mengaktifkan faktor koagulasi ( trombosit/platelet). Trombosit


diaktivasi oleh jalur tromboxan dari arachidonat. Sebenarnya trombosit ini berfungsi sebagai
komponen hemoestatis normal (menutupi luka) pada cedera pembuluh darah (misalnya ada
luka), Namun jika ada Fissure atau celah dari plaque artesiosclerosis, trombosit ini juga
melakukan fungsi repair (menutupi fissure tersebut). Fungsi repair yang di lakukan oleh
trombosit ini terjadi secara tak terkendali akibatnya ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi :

 Jika faktor fibrinolitik (faktor penghancuran) seimbang dengan faktor koagulasi


(faktor pembekuan yang dilakukan oleh trombosit pada fissure plague) maka tidak
terbentuk trombus atau penyumbatan.
 Jika faktor fibrinolitik sangat kurang di bandingkan faktor koagulasi, maka akan
terbentuk trombus yang dimana trombus tersebut dapat menutupi semua lumen
pembuluh darah. sehingga terjadi obstruksi total, ini sangat berbahaya.
 Jika walaupun ada trombus tetapi masih dapat di kompensasi oleh faktor fibrinolitk
maka akan terbentuk mural trombus yaitu trombus tersebut tidak menutupi semua
lumen pembuluh darah, hanya sebagian besar lumen pembuluh darah saja.

Dengan adanya trombus (penyumbatan) yang terbentuk dari proses diatas pada arteri
coronaria (arteri yang memperdarahi jantung), maka otomatis darah akan sedikit tersalurkan
ke dalam otot jantung (Darah membawa nutrisi dan oksigen untuk otot jantung) .

Apabila suplai darah ke otot jantung berkurang sedangkan kebutuhan otot jantung akan
suplay darah itu meningkat, maka akan terjadi iskemik otot-otot jantung.

Selanjutnya miokardium (otot-otot jantung) dan sel-sel miokardium mulai menggunakan


glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara pembentukan energi ini
sangat tidak efisien dan menyebabkan terebentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan
PH miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris (inilah proses
terjadinya nyeri).

Apabila kebutuhan akan suplay darah sel-sel jantung berkurang, maka suplay oksigen
menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk
energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan dihilangkan penimbunan asam
laktat, maka nyeri angina pectoris mereda. Dengan demikian angina pectoris adalah suatu
keadaan yang berlangsung singkat.

FAKTOR PENCETUS KEJADIAN ANGINA


gambar hubungan faktor pencetus terhadap kejadian angia

 Faktor emosi atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan akan
meningkatkan adrenalin, adanya adrenalin ini akan menyebabkan vasokontruksi
pembuluh darah, vasokontruksi ini akan menyebabkan aliran oksigen ke miokard
berkurang sehingga terjadi pembentukan asam laktat oleh miokardium sehingga
timbul nyeri dada.
 Kerja fisik terlalu berat, maka kebutuhan oksigen untuk jantung akan meningkat, jika
suplay berkurang maka jantung akan kekurangan oksigen akibatnya iskemik otot
jantung selanjutnya akan terjadi pembentukan asam laktat dan akhirnya timbul nyeri.
 Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk
pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung. (pada
jantung yang sudah sangat parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri
angina semakin buruk).
 Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan
tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen.

DIAGNOSIS

Diagnosa di lakukan dengan anamnesis, terutama menyangkut keluhan nyeri yaitu lokasi,
kualitas dan kuantitas nyeri seperti yang telah di bahas di atas. Namun kadang kala Sebagian
besar penderita dengan angina pektoris datang pada keadaan di luar serangan dimana
keluhan- keluhan nyeri dada tidak ada, dan sipenderita tampak dalam keadaan umum yang
baik. Dalam hal ini bila dari anamnesa terdapat stigmata dan data-data yang mengungkapkan
kemungkinan adanya angina pektoris maka dapatlah diusahakan test provokasi untuk
memastikan adanya sesuatu serangan angina pektoris dengan beban kerja (exercise induced
myocardiac ischaemic pain).

Standard exercise stress test dapat menyebabkan timbulnya serangan angina atau gejala-
gejala yang sejenis lain, misalnya: gangguan irama jantung (cardiac arrhythmia). Double
master test, treadmill
test atau stationary bicycle test cukup baik untuk keperluan diagnosa angina pektoris.

Perubahan EKG yang berupa depresi segmen S—T sebesar 0.5—1 mm atau lebih pada waktu
atau segera sesudah melakukan test exercise tersebut menunjukkan adanya iskemia
subendocardiac.
Dalam keadaan istirahat penuh, EKG tampak selalu normal kembali (kecuali penderita yang
pernah mendapat serangan infark jantung). Elevasi segmen ST dapat disebabkan oleh adanya
iskemia akibat trombus sehingga menyebabkan miokard infark.

Angina pektoris sebagai sindroma klinis dapat terjadi dalam tipe stable dan tipe unstable
(stable angina pectoris and unstable angina pectoris).
Stable angina pectoris menunjukkan adanya keluhan angina pektoris dengan pola yang tetap
sama pada tingkat kerja fisik tertentu sehingga biasanya dapat diduga kapan dan pada
waktu bagaimana serangan angina pektoris tersebut, akan timbul dan akan hilang kembali.
Sedangkan unstable angina pektoris menggambarkan keadaan nyeri dada dengan pola
keluhan yang
makin lama makin berat dan bahkan mungkin menjurus pada angina pektoris yang timbul
pada waktu kerja minimal atau pada waktu istirahat dan mungkin memerlukan tablet
nitroglycerin
makin banyak untuk menghilangkan serangan angina pektoris. Penderita dengan unstable
angina mempunyai risiko yang lebih besar untuk terjadinya infark miokard.

Pemeriksaan fisik pada penderita dengan angina pektoris diluar serangan hampir selalu tidak
ditemukan kelainan-kelainan fisik. Pada waktu serangan nyeri dada mungkin dapat
ditemukan adanya bunyi jantung ke 4 (S4) yang akan menandakan adanya gangguan dari
daya pompa dari ventrikel kiri.

Elektrokardiogram diluar serangan angina pektoris seringkali menggambarkan EKG yang


normal, kecuali pada penderita yang pernah mempunyai riwayat infark miokard yang
sudah lama. Pada umumnya perubahan EKG yang terjadi pada waktu serangan (bila
penderita dimonitor EKG) akan tampak adanya depresi segmen ST dan perubahan tersebut,
akan hilang lagi serta EKG menjadi normal sesudah meredanya keluhan angina pektoris.
Kira-kira 60-80% penderita dengan penyakit jantung koroner menunjukkan perubahan-
perubahan tersebut, diatas pada bicycle exercise atau treadmill test yang maximal.

Pemeriksaan rontgen dada tidak menunjukkan kelainan khas angina pektoris, baik pada
waktu serangan ataupun di luar serangan.

Pemeriksaan kadar serum transaminase (SGPT, LDH, CPKtotal dan CK- MB) tidak
mengalami perubahan pada angina pektoris.
Echo-kardiografi jarang sekali dapat menggambarkan kelainan yang berkenaan dengan
serangan angina pektoris, hanya kadang-kadang pada serangan angina pektoris dapat
ditemukan adanya tanda-tanda berkurangnya kontraktilitas dari bagian miokard yang iskemia
ataupun mungkin juga dapat dilihat bahwa gerakan terbukanya daun katup mitral anterior
lebih lambat yang menandakan adanya gangguan pada kontraksi ventrikel kiri.

Pemeriksaan penyadapan jantung (cardiac catherizarion) untuk menilai keadaan


hemodinamik pada waktu serangan angina pektoris dapat menunjukkan kenaikan tekanan
akhir diatolik dari ventrikel kiri yang juga menunjukkan adanya gangguan pada kontraktilitas
ventrikel kiri.

Demikian pula dengan mengukur kadar asam laktat dan asam pirurat dalam darah yang
disadap dari sinus coronarius akan menunjukkan kadar yang meninggi, dan keadaan
ini menunjukkan pula meningkatnya metabolisme anerobik dalam miokard yang sering
terjadi pada miokard yang mengalami keadaan anoxia.

Gambaran ventrikulografi dari ventrikel kiri waktu serangan angina pektoris mungkin pula
dapat menunjukkan adanya bagian dari dinding ventrikel yang mengalami hambatan pada
kontraksi pada waktu sistole.

Angiografi koroner dapat menunjukkan adanya penyempitan pada lumen arteri koronaria
bagian proximal yang cukup bermakna (lebih dari 50%) pada penderita angina pektoris. Pada
beberapa penderita angina pektoris seringkali didapat gambaran angiografi koroner yang
masih normal walaupun exercise test menunjukkan respons iskemia yang positif.
Sebagian dari kasus angina pektoris tipe Prinzmetal seringkali tidak menunjukkan kelainan
pada angiografi koroner, dalam hal ini gangguan sirkulasi koroner disebabkan semata-mata
oleh spasme arteri koronaria.

Pemeriksaan dengan radionuclide (isotop thallium) exercise test mempunyai gambaran


specifisitas dan sensitivitas yang lebih baik, dengan demikian scintigraphy sesudah exercise
test pada penderita dengan angina pektoris akan menunjukkan bagian-bagian miokard yang
tidak menyerap isotop yang juga menunjukkan bagian-bagian miokard yang terkena
keadaan iskemia.

Diagnosa angina pektoris dapat ditujukan pada :

1. Penderita dengan usia di atas 50 tahun dengan keluhan nyeri dada yang khas untuk
angina pektoris dan disertai sekurangkurangnya nsatu faktor risiko utama untuk
penyakit jantung koroner (merokok, hypertensi, hypercholesterolemia,
diabetes mellitus, anamnesa famili yang nyata, adanya penyakit jantung koroner
dalam keluarga ) dan nyeri dada hilang dengan pemberian obat preparat nitro.
2. Penderita dengan angina pektoris yang khas disertai sekurangkurangnya satu faktor
risiko utama, dan menunjukkan hasil exercise test yang positif, disamping itu pula
keluhan nyeri dada sembuh dengan obat preparat nitroglycerine.
3. Penderita dengan keluhan nyeri dada yang tidak khas (atypical chestpain) yang
menunjukkan hasil positif pada exercise test dan pada angiografi menggambarkan
adanya penyempitan lebih dari 50% dari diameter lumen dari salah satu cabang utama
arteri koronaria (arteria koronaria kanan, arteria koronaria kiri dengan cabang-
cabangnya art. descendence anterior kiri dan art. circumflex kiri).
4. Penderita dengan angina yang berat (unstable angina) yang timbul pada kerja fisik
yang ringan tidak boleh dilakukan programmed exercise test. Diagnosa angina
pektoris dalam kasus ini, didasarkan pada anamnesa yang khas, EKG dengan depresi
segmen S-T pada serangan angina, dan rasa nyeri dada dapat dicegah atau hilang
dengan obatobat nitrate.
5. Penderita dengan riwayat angina yang khas yang dapat dikurangi nyeri dadanya
dengan obat-obat nitrat dan pada arteriografi koroner menunjukkan adanya
penyempitan lebih dari 50% pada salah satu arteria koronaria utama. (Catatan: pada
angina pektoris tidak/belum ada kenaikan dari kadar enzim-enzim CK- total, CK-
BM, LDH dan SGOT).

DIAGNOSA BANDING ANGINA PECTORIS

Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan keluhan nyeri dada selain dari penyakit jantung
koroner adalah :

 Keluhan pada lambung seperi GERD atau adanya tukak lambung


 nyeri yang berasal dari otot dinding thorax (neuromusculardisorders)
 Costo chondritis pada dinding dada (sindroma Tietze)
 Splenic-flexure syndrome
 fraktur tulang rusuk
 herpes zoster
 aneurysma aorta disectans
 pleuro pneumonia
 etelectosis
 pneumo thorax spontan
 emboli paru-paru
 malignancy pada paru-paru
 pericarditis
 prolaps katup mitral
 hypertensi pulmonal

manifestasi sirkulasi hati

1. Definisi Sirosis Hepatis


Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur
yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel
hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.Nodul-nodul regenerasi ini
dapat berukuran kecil (mikronodular) dan besar (makronodular).Sirosis dapat
mengganggu sirkulasi darah intra hepatic, dan pada kasus yang sangat lanjut,
menyebabkan kegagalan fungsi hati yang secara bertahap.
Sirosis adalah kondisi fibrosis dan pembentukan jaringan parut yang difus di
hati.Jaringan hati normal digantikan oleh nodus-nodus fibrosa yang mengerut
dan mengelilingi hepatosit.Arsitektur dan fungsi normal hati terganggu.
Jadi Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang diakibatkan adanya
distorsi arsitektur pada lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul yang
beregenerasi pada sel hati sehingga menyebabkan sirkulasi darah di hati tidak
normal yang menyebabkan kegagalan fungsi hati atau fungsi normal hati
terganggu.
2. Etiologi Sirosis Hepatis
Sirosis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, termasuk radang kronis
berkepanjangan, racun, infeksi, dan penyakit jantung. Di Amerika sendiri
penyebab sirosis hepatic mulai dari yang paring sering
a. Hepatitis C (26%)
b. Alcoholic Liver Disease (21%)
c. Penyebab Cryptogenik/Tidak diketahui (18%)
d. Hepatitis C + Alkohol (15%)
e. Hepatitis B (15%)
f. Lain-lain (5%)
3. Etiologi Sirosis Hepatis
a. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec adalah sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi, merupakan
suatu pola khas sirosis tekait penyalahgunaan alkohol.
Pada kasus Laennec sangat lanjut, lemberan-lembaran jaringan ikat yang tebal
terbentuk pada tepian lobus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul
halus.Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenersi sebagai upaya
hati untuk mengganti sel-sel yang rusak.Hati tampak terdiri dari sarang-sarang
sel –sel degerenasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa
yang tebal.Pada keadaan ini sirosis sering disebut sirosis nodular halus. Hati
akan menciut, mengeras, dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada
stadium akhir sirosis, yang mengakibatkan terjadinya hipertensi portal dan gagal
hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko menderita karsinama sel hati
primer (hepatoselular).
b. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan
hati.Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan
banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal.
Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan
bahan kimia industri, racun, ataupun obat-obatan seperti pospat, kontrasepsi
oral, metil-dopa, arsetik, dan karbon peptraklorida.
Ciri khas sirosis pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini factor
predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (karsinoma hepatoseluler).
c. Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai disekitar duktus biliaris akan menimbulkan
pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebab tersering sirosis
biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis ampedu menyebabkan
peenumpukan ampedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati.
Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulis, namun jarang memotong
lobules seperti sirosis Laennec.Hati membesar, keras, bergranula, halus, dan
berwarna kehijauan.Icterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom
ini, demikian pula pruritus malabsorsi dan steatorea.
Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris
sekunder yang barussaja dilepaskan di atas, namun lebih jarang
ditemukan.Penyebab keadaan ini (yang berkaitan dengan lesi-lesi duktulus
ampedu intra hepatik).Sumbat ampedu sring ditemukan dalam kapiler-kapiler
dan duktulus ampedu, dan sel-sel hati sering kali mengandung pigmen
hijau.Saluran ampedu ekstra hepatic tidak ikut terlibat.Hipertensi portal yang
timbul sebagai komplikasi jarang terjadi.

4. Patofisiologi Sirosis Hepatis


Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki
suplai darah sendiri.Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola
normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-
sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon
sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.Oleh karenanya,
sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar
normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati.Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan
sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi
(bilirubin direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena
kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat
dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih
berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-
gatal pada ikterus.
5. Manifestasi Klinik
Pembesaran Hati, pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan
sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi.Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan beru saja terjadi sehingga terjadi
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati
akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
Obstruksi portal dan asites, manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh
kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi
portal. Semua darah dari organ-organ digestif akan berkumpul dalam venapota
dan di bawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke limpa dan traktus
gastrointerstinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan ini semakin cenderung menderita dyspepsia kronis dan
konstipasi atau diare.Berat badan pasien berangsur-angsur mengalami
penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegaly juga terjadi.Jaringan-jaringan
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru
kemerahan, yangsering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
Varises gastrointerstinal, obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
penurunan fibrotic juga mengakibatkan pembuluh darah kolateral dalam sisetem
gastrointerstinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang
mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput meduase), dan distensi
pembuluh darah di rectum bagian bawah merupakan darah yang sering
mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah
ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fingsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan tinggi
akibat sirosi, maka pembuluh darah ini akan mengalami rupture dan
menimbulkan perdarahan. Penderita akan mengalami hemoragi massif dan
rupture varises pada lambung dan esovagus.
Edema, gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis.Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosterone yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi vitamin dan anemia, karena pembentukan, penggunaan dan
penyimpanan fitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan
K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya
sebagi fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestisial bersama-sama asupan diet
yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati untuk menimbulkan anemia yang
sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan
pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu
kemampuan untuk melakukan aktifitasrutin sehari-hari.
Kemunduran mental, kemunduran fungsi mental dengan enefalopati dan koma
hepatic yang membakat.Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada
sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif,
orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.(Smeltzer, 2001)

Anda mungkin juga menyukai