Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR LANJUT USIA


1. Pengertian Usia Lanjut (Lansia)
Usia lanjut (lansia) adalah individu yang berusia diatas 60 tahun,
pada umumya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi
biologis, psikologis, soaial, ekonomi (BKKBN, 1995 dalam Mubarok,
2006). Menurut WHO lanjut usia meliputi usia pertengahan (middle age)
yaitu kelompok usia 45 tahun sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu
usia 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu antara 75 tahun sampai
90 tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90 tahun (Nugroho,
2008)
Penuaan (proses menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo dan Martono, 1994 dalam
Nugroho, 2008).
Masa dewasa tua (lansia), dimulai setelah pensiun biasanya
antara usia 65-75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua adalah proses alamiah,
yang berarti seseorang telah melewati 3 tahap kehidupannya yaitu anak,
dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat
dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan (Depkes
RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun
1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang

5
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, dkk, 2008).
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai
usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi pada lansia menurut Maryam, dkk (2008) antara lain
lansia yaitu sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi
yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorangyang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial yaitu lansia
yang masih mampu melaksanakan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang atau jasa serta lansia tidak potensial yaitu lansia yang
tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.
3. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008) lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan
Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang Kesehatan), kebutuhan dan masalah
yang bervariasi dan rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif, lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
4. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau
menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan lansia dipengaruhi oleh
proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada
tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari
dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan
orang-orang di sekitarnya, makapada usia lanjut ia akan tetap melakukan
kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya
seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lain.
Tugas perkembangan lansia menurut Maryam, dkk (2008)
antara lain: mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun,

6
mempersiapkan diri untuk pensiun, membentuk hubungan baik dengan
orang seusianya, mempersiapkan kehidupan baru, melakukan penyesuaian
terhadap kehidupan sosial/masyarakt secara santai, mempersiapkan diri
untuk kematiannya dan kematian pasangan.
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik,
sosial dan psikososial (Maryam, dkk, 2008). Perubahan fisik meliputi
perubahan sel (jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh
menurun, dan cairan intraseluler menurun), perubahan kardiovaskular
(katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun,
menurunnya kontraksi dan volume, elastisitas pembuluh darah menurun,
serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan
darah meningkat), respirasi (otot-otot pernapasan kekuatannya menurun
dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga
menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun,
kemampuan batuk menurun, serta terjadinya penyempitan pada bronkus),
persarafan (saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khusunya yang berhubungan
dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga
menyebabkan berkurangnya respon motorik dan refleks), muskuloskeletal
(cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian
membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis), gastrointestinal (esofagus melebar, asam lambung
menurun, dan peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut
menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim
pencernaan), genitouinaria (ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal
menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus
menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urin juga ikut menurun),
vesika urinaria (otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi
urin. Prostat akan mengalami hipertrofi pada 75% lansia), vagina (selaput

7
lendir mengering dan sekresi menurun), pendengaran (membran tympani
atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran
mengalami kekakuan), penglihatan (respon terhadap sinar menurun,
adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang
menurun, dan katarak), endokrin (produksi hormon menurun), kulit
(keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan
telinga menebal. Elastisitas menurun, vasikularisasi menurun, rambut
memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku kaki
tumbuh berlebihan seperti tanduk), belajar dan memori (kemampuan
belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori atau daya ingat menurun
karena proses incoding menurun), intelegensi (secara umum tidak banyak
berubah), personality dan adjusment (pengaturan) (tidak banyak berubah,
hampir seperti saat muda), pencapaian (sains, filosofi, seeni, dan musik
sangat mempengaruhi).
Perubahan sosial, meliputi perubahan peran, keluarga, teman,
masalah hukum, pensiun, ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi,
politik, pendidikan, agama dan panti jompo.
Perubahan psikologis meliputi frustasi, kesepian, takut
kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan,
depresi, dan kecemasan. Pada saat orang tua terpisah dari anak serta
cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna dan kesepian. Padahal
mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinnya
secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup dan cara dia
memandang suatu makna kehidupan maka sampai ajal menjeemput
mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang
(Maryam, dkk, 2008)
10 kebutuhan lansia menurut Darmojo (2001) dalam Maryam,
dkk, (2008) adalah sebagai berikut
a. Makan cukup dan sehat.
b. Pakaian dan kelengkapannya.
c. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh.

8
d. Perawatan dan pengawasan kesehatan.
e. Bantuan teknis praktik sehari-hari/bantuan hukum.
f. Transportasi umum.
g. Kunjungan/teman bicara/informasi.
h. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya.
i. Rasa aman dan tentram.
j. Bantuan alat-alat pancaindra. Kesinambungan bantuan dana dan
fasilitas.

B. KONSEP DASAR PRURITUS


1. PENGERTIAN
Pruritus berasal dari kata Prurire: gatal; rasa gatal; berbagai
macam keadaan yang ditandai oleh rasa gatal (Kamus Kedokteran
Dorland.1996). Djuanda A, dkk (1993), mengemukakan pruritus adalah
sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk menggaruk.
Berdasarkan dua pendapat di atas, Pruritus adalah sensasi kulit yang iritatif
dan ditandai oleh rasa gatal, serta menimbulkan rangsangan untuk
menggaruk. Reseptor rasa gatal tidak bermielin, mempunyai ujung saraf
mirip sikat (penicillate) yang hanya ditemukan pada kulit, membran
mukosa dan kornea (Sher,1992). Pruritus merupakan salah satu dari
sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai pada gangguan
dermatologik.
2. KLASIFIKASI GATAL
a. Pruritoceptive itch: Akibat gangguan yang berasal dari kulit. Misalnya,
inflamasi, kering, dan kerusakan kulit.
b. Neuropathic itch: Akibat gangguan pada jalur aferen saraf perifer atau
sentral. Misalnya, pada herpes dan tumor.
c. Neurogenic itch: Tidak ada gangguan pada saraf maupun kulit, namun
terdapat transmitter yang merangsang gatal. Misalnya, morphin dan
penyakit sistemik (ginjal kronis, jaundice).
d. Psikogenic itch : Akibat gangguan psikologi. Misalnya, parasitophobia

9
3. ETIOLOGI
Pruritus dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan.
Secara umum, penyebab pruritus dapat diklasifikasikan menjadi lima
golongan, yaitu:
a. Pruritus local
Pruritus lokal adalah pruritus yang terbatas pada area tertentu
di tubuh. Penyebabnya beragam, Beberapa Penyebab Pruritus Lokal:
1) Kulit kepala : Seborrhoeic dermatitis, kutu rambut.
2) Punggung : Notalgia paraesthetica
3) Lengan : Brachioradial pruritus
4) Tangan : Dermatitis tangan,dll.
b. Gangguan sistemik
Beberapa Gangguan Sistemik Penyebab Pruritus.
1) Gangguan ginjal seperti Gagal ginjal kronik.
2) Gangguan hati seperti Obstruksi biliaris intrahepatika atau
ekstrahepatika.
3) Endokrin/Metabolik seperti Diabetes, hipertiroidisme,
Hipoparatiroidisme, dan Myxoedema.
4) Gangguan pada Darah Defisiensi seng (anemia), Polycythaemia,
Leukimia limfatik, dan Hodgkin's disease.
c. Gangguan pada kulit
Penyebab pruritus yang berasal dari gangguan kulit sangat
beragam. Beberapa diantaranya, yaitu dermatitis kontak, kulit kering,
prurigo nodularis, urtikaria, psoriasis, dermatitis atopic, folikulitis, kutu,
scabies, miliaria, dan sunburn.
d. Pajanan terhadap faktor tertentu
Pajanan kulit terhadap beberapa faktor, baik berasal dari luar
maupun dalam dapat menyebabkan pruritus. Faktor yang dimaksud

10
adalah allergen atau bentuk iritan lainnya, urtikaria fisikal, awuagenic
pruritus, serangga, dan obat-obatan tertentu (topical maupun sistemik;
contoh: opioid, aspirin).
e. Hormonal
2% dari wanita hamil menderita pruritus tanpa adanya
gangguan dermatologic. Pruritus gravidarum diinduksi oleh estrogen
dan terkadang terdapat hubungan dengan kolestasis. Pruritus terutama
terjadi pada trimester ketiga kehamilan, dimulai pada abdomen atau
badan, kemudian menjadi generalisata. Ada kalanya pruritus disertai
dengan anoreksi, nausea, dan muntah. Pruritus akan menghilang setelah
penderita melahirkan. Ikterus kolestasis timbul setelah penderita
mengalami pruritus 2-4 minggu. Ikterus dan pruritus disebabkan oleh
karena terdapat garam empedu di dalam kulit. Selain itu, pruritus juga
menjadi gejala umum terjadi menopause. Setidaknya 50% orang
berumur 70 tahun atau lebih mengalami pruritus. Kelainan kulit yang
menyebabkan pruritus, seperti scabies, pemphigoid nodularis, atau
eczema grade rendah perlu dipertimbangkan selain gangguan sistemik
seperti kolestasis ataupun gagal ginjal. Pada sebagian besar kasus
pruritus spontan, penyebab pruritus pada lansia adalah kekeringan kulit
akibat penuaan kulit. Pruritus pada lansia berespon baik terhadap
pengobatan emollient.
Adapun penyebab lainnya oleh:
a. Faktor eksogen
Dermatitits kontak (pakaian, logam, benda asing),
rangsangan oleh ektoparasit (serangga tungau scabies, pedikulus,
larva migrans) atau faktor lingkungan yang membuat kulit kering.
b. Faktor endogen
Seperti reaksi obat atau penyakit (contoh diskriasia darah,
limfoma keganasan alat dalam, dan kelainan hepar dan ginjal.
Bentuk Pruritus:
a. Pruritus pada gravidarum

11
Di induksi oleh hormon estrogen terutama pada trimester
III akhir gravidarum dimulai dari abdomen atau badan kemudian
generalisata, bisa disertai dengan gejala anorexia, nausea atau
muntah juga disertai ikterus kolestatik setelah pruritus 2- 4 minggu
karena garam empedu ada dalam kulit.
b. Pruritus pada hepatikum
Pruritus sebagai akspresi kolestatis tanda adanya obstruksi
pada empedu (obstruksi biliarry disease) yang berlokalisasi pad
daerah hepatal, bisa juga disebabkan efek samping obat-obatan yang
memberi obstruksi intra hepatal sehingga terjadi ekskresi garam
asam billiar.
c. Pruritus pada Senilitas / Senilis
Kulit senile yang kering mudah menderita fisur (chapped
skin) mudak menjadi pruritik, terjadi dengan atau tanpa reaksi
inflamatorik. Rasa gatal terjadi karena stimulasi ringan / perubahan
suhu. Daerah yang tersering ialah daerah genital eksterna, perineal
dan perianal.
d. Pruritus pada Sistem Endokrin (DM, Hiperparatiroid, Mixedema)
Pada DM terjadi hiperglikemia, sehingga terjadi iritabilitas
ujung-ujung saraf dan kelenjar metabolik di kulit terutama daerah
anogenital atau sub mammae pada wanita.
Glikogen sel sel epitel kulit dan vagina meningkat
sehingga terjadi diabetes kulit oleh karena predisposisi berupa
dermatitis, kandidiasis, dan furunkulosis.
Pada hiperparatiroid terjadi peningkatan hormon paratiroid
dalam plasma sehingga terjadi defisit kalsium dalam kulit khususnya
kalsium fosfat.
e. Pruritus pada Generalisata / Payah Ginjal
Terjadi pruritus generalisata, terutama pada GGK (payah
ginjal kronis) disertai edema dan terjadi kekeringan kulit (Xerosis)
oleh karena terjadi atrofi kelenjar sebasea dab kelenjar sudorifera.

12
Pada penyakit ginjal juga mengakibatkan gangguan
metabolisme pada fosfor dan kalsium, magnesium dalam serum
meningkat sehingga terjadi uremia yang menyebabkan terjadinya
pruritus, penyebabnya oleh bahan-bahan yang mengalami retensi,
ginjal gagal mensekresinya sehingga perlu dilakukan hemodialisis
f. Pruritus pada neopalstik
Pruritus pada keganasan internal terutama berasal dari
system limforetikuler menyebabkan penyakit Hodgkin dengan
insidens sampai berbulan-bulan, sebelum penyakit gejala mendasari
diketahui.
g. Pruritus pada Mikosis Fungoides
Merupakan limfoma maligna yang progresif. Pruritus
timbul pad waktu lesi kulit masih tidak khas dan belum terdapat
infiltrasi maligna. Pruritus dapat bersifat menetap dan intoleran.
h. Pruritus pada neurologik
Defisit saraf sentral/perifer sebagai pengatur sensasi
perabaan dapat menyebabkan pruritus.
i. Pruritus pada Psokologik
Respons garukan berbeda dengan pruritus karena
penyebab lain. Pada gatal karena penyakit organis terdapat korelasi
antara sensasi gatal dengan beratnya respons garuk. Pada gatal
psikologik ternyata respons garukan lebih kecil daripada derajat
gatal subjektif, tampak lebih sedikit efek garukan dan lebih sedikit
efek garukan dan lebih banyak picking (cubitan), serta tidak
dijumpai gangguan tidur.
j. Pruritus pada Penyakit lain
1) Gout / rhematik
2) Hipertensi, aterosklerotik menyebabkan pruritus di seluruh tubuh
sebelum timbulnya aplopexia.
3) Polisitemia vena disertai pruritus dan urtikaria.

13
4) Defisiensi Fe bukan anemia, karena gangguan pembentukan Fe,
sebelumnya anemia pruritus sudah hilang.
4. PATOFISIOLOGI
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang
paling sering di jumpai pada gangguan dermatologik yang menimbulkan
gangguan dermatologik yang menimbulkan gangguan rasa nyaman dan
perubahan integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan.
Reseptor rasa gatal tidak bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat
(peniciate) yang hanya di temukan dalam kulit, membran mukosa dan
kornea (Sher, 1992).
Garukan menyebabkan terjadinya inflamasi sel dan pelepasan
histamine oleh ujung saraf yang memperberat gejala pruritus yang
selanjutnya menghasilkan lingkaran setan rasa gatal dan menggaruk.
Meskipun pruritus biasanya disebabkan oleh penyakit kulit yang primer
dengan terjadinya ruam atau lesi sebagai akibatnya, namun keadaan ini
bisa timbul tanpa manifestasi kulit apapun. Keadaan ini disebut sebagai
esensial yang umumnya memiliki awitan yang cepat, bias berat dan
menganggu aktivitas hidup sehari-hari yang normal.
5. KLASIFIKASI PRURITUS PERIANAL
Pruritus di daerah anus dan genital dapat terjadi akibat partikel
kecil feces yang terjepit dalam lipatan perianal atau yang melekat pada
rambut anus, atau akibat kerusakan kulit perianal karena garukan, keadaan
basah dan penurunan sesistensi kulit yang disebabkan oleh terapi
kortikosteroid atau antibiotic. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
gatal-gatal di daerah sekitar anus (Pruritis Perianal) adalah iritan local
seperti scabies serta tuma, lesi local seperti hemoroid, infeksi jamur atau
kandida, dan infestasi cacing kerawit. Keadaan seperti DM, Anemia,
Hipertiroidisme, dan kehamilan dapat pula menyebabkan pruritus perianal.
6. MANIFESTASI KLINIS
Pruritus secara khas akan menyebabkan pasien menngaruk yang
biasanya dilakukan semakin intensif pada malam hari. Pruritus tidak sering

14
dilaporkan pada saat terjaga karena perhatian pasien teralih pada aktifitas
sehari-hari. Pada malam hari dimana ha-hal yang bisa mengalihkan
perhatian hanya sedikit, keadaan priritus yang ringan sekalipun tidak
mudah diabaikan. Efek sekunder mencakup ekskorisi, kemerahan bagian
kulit yang menonjol (bidur), infeksi dan perubahan pigmentasi. Rasa gatal
yang hebat akan menganggu penampilan pasien.
7. KOMPLIKASI
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan,
dapat timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo,
ektima, sellulitis, limfangitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan
anak kecil yang diserang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada
ginjal. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat anti
skabies yang berlebihan, baik pada terapi awal ataupun pemakaian yang
terlalu sering.
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa
gatal itu sendiri.Sementara pemeriksaan untuk mencari penyebab pruritus
dilakukan, terdapat beberapa cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga
menimbulkan perasaan lega pada penderita, yaitu: Pengobatan topical:
a. Dinginkan kulit dengan kain basah atau air hangat.
b. Losion calamine. Losion ini tidak dapat digunakan pada kulit yang
kering dan memiliki batasan waktu dalam pemakaiannya karena
mengandung phenols.
c. Losion menthol/camphor yang berfungsi untuk memberikan sensasi
dingin.
d. Pemakaian emmolient yang teratur, terutama jika kulit kering.
e. Kortikosteroid topical sedang untuk periode waktu yang pendek.
Antihistamin topical sebaiknya tidak digunakan karena dapat
mensensitisasi kulit dan menimbulkan alergi dermatitis kontak.
Pengobatan dengan medikasi oral mungkin diperlukan, jika rasa
gatal cukup parah dan menyebabkan tidur terganggu:

15
a. Aspirin: efektif pada pruritus yang disebabkan oleh mediator kinin atau
prostaglandin, tapi dapat memperburuk rasa gatal pada beberapa pasien.
b. Doxepin atau amitriptyline: antidepresan trisiklik dengan antipruritus
yang efektif. Antidepresan tetrasiklik dapat membantu rasa gatal yang
lebih parah.
c. Antihistamin: antihistamin yang tidak mengandung penenang memiliki
antipruritus. Antihistamin penenang dapat digunakan karena efek
penenangnya tersebut.
d. Thalidomide terbukti ampuh mengatasi prurigo nodular dan beberapa
jenis pruritus kronik.
Upaya lain yang berguna untuk menghindari pruritus,
diantaranya mencegah factor pengendap, seperti pakaian yang kasar,
terlalu panas, dan yang menyebabkan vasodilatasi jika dapat menimbulkan
rasa gatal (mis. Kafein, alcohol, makanan pedas). Jika kebutuhan untuk
menggaruk tidak tertahankan, maka gosok atau garuk area yang
bersangkutan dengan telapak tangan.
Untuk gatal ringan dengan penyebab yang tidak membahayakan
seperti kulit kering, dapat dilakukan penanganan sendiri berupa:
a. Mengoleskan pelembab kulit berulang kali sepanjang hari dan segera
setelah mandi.
b. Mandi dengan air hangat suam-suam kuku.
c. Tidak mandi terlalu sering dengan air berkadar kaporit tinggi.
d. Kamar tidur harus bersih, sejuk dan lembab.
e. Memasang alat pelembab udara, terutama di ruangan ber-AC.
f. Mengenakan pakaian yang tidak mengiritasi kulit seperti katun dan
sutra, menghindari bahan wol serta bahan sintesis yang tidak menyerap
keringat.
g. Menghindari konsumsi kafein, alkohol, rempah-rempah, air panas dan
keringat berlebihan.
h. Menghindari hal-hal yang telah diketahui merupakan penyebab gatal.
i. Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.

16
j. Mencegah komplikasi akibat garukan dengan jalan memotong kuku dan
menggosok kulit yang gatal menggunakan telapak tangan sebagai ganti
menggaruk. Obat yang dapat dipergunakan antara lain obat oles
antigatal (dengan kandungan mentol, kampor, kalamin dan doxepin
HCl) serta obat minum, seperti doxepin dan antihistamin.
C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PRURITUS
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup
umur, jenis kelamin, suku bangsa.
b. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan
keluhan gatal pada kulitnya, intensitas gatal lebih sering terasa pada
malam hari.
c. Riwayat penyakit sekarang
Faktor pencetus timbulnya pruritus dapat disebabkan oleh
adanya kelainan sistemik internal seperti diabetes melitus, kelainan
darah atau kanker, penggunaan preperat oral seperti aspirin, terapi
antibiotik, hormon. Adanya alergi, baru saja minum obat yang baru,
pergantian kosmetik dapat menjadi faktor pencetus adanya pruritus.
Tanda-tanda infeksi dan bukti lingkungan seperti udara yang panas,
kering, atau seprei/selimut yang menyebabkan iritasi. Pruritus dapat
terjadi pada orang yang berusia lanjut sebagai akibat dari kulit yang
kering.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pruritus merupakan penyakit yang hilang/ timbul,
sehingga pada riwayat penyakit dahulu sebagian besar klien pernah
menderita penyakit yang sama dengan kondisi yang dirasa sekarang.
e. Riwayat penyakit keluarga

17
Diduga faktor genetic tidak mempengaruhi timbulnya
pruritus. Kecuali dalam keluarga ada kelainan sistemik internal yang
bersifat herediter mungkin juga mengalami pruritus.
f. Riwayat psikososial
Rasa gatal dapat pula disebabkan oeh factor psikologik
seperti stress yang berlebihan dalam keluarga atau lingkunagn kerja.
Pruritus menimbulkan gangguan rasa nyaman dan perubahan integritas
kulit. Rasa gatal yang hebat akan menganggu penampilan pasien.
2. DIAGNOSA
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
b. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan terjadinya lesi/erupsi
dermal.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan respon
peradangan
d. Resiko tinggi terjadinya gangguan konsep diri/body image b.d
perubahan fisik dan respon orang lain
3. INTERVENSI
a. Nyeri (akut)
Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaingan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international
association for the study of pain): awitan atau tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan sehingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan
Batasan karakteristik :
 Perubahan selera makan
 Perubahan tekanan darah
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan frekuensi pernafasan
 Laporan isyarat
 Diaphoresis

18
 Perilaku distraksi (missal: berjalan mondar-mandir mencari orang
lain dana tau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
 Mengekspresikan perilaku (missal: gelisah, merengek, menangis)
 Masker wajah (missal: mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis)
 Sikap melindungi area nyeri
 Fokus menyempit (misal: gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
 Indikasi nyeri yang dapat diamati
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
 Sikap tubuh melindungi
 Dilatasi pupil
 Melaporkan nyeri secara verbal
 Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan:
 agen cedera (misal: biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
 kerusakan jaringan kulit
Tujuan: Nyeri berkurang.
Kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda-
tanda nyeri)
4. Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Kerusakan jaringan pada kulit dapat teratasi
Intervensi:
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi kualitas, dan faktor predisposisi

19
2) Tutup jari atau ekstremitas pada posisi berfungsi (menghindari posisi
fleksi sendi yang sakit) menggunakan papan dan kaki sesuai
keperluan.
3) Berikan tindakan kenyamanan, contoh: pijatan pada area yang tidak
sakit, perubahan posisi dengan sering.
4) Berikan analgesik sesuai indikasi

b. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan terjadinya lesi/erupsi


dermal.
Definisi merasa kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensia
fisik, psikospiritual, lingkungan, dan social.
Batasan karakteristik:
 Ansietas
 Menangis
 Gangguan pola tidur
 Takut
 Ketidak mampuan untuyk relaks
 Iritabilitas
 Merintih
 Melaporkan merasa dingin
 Melaporkan merasa panas
 Melaporkan perasaan tidak nyaman
 Melaporkan gejala distress
 Melaporkan rasa lapar
 Melaporkan rasa gatal
 Melaporkan kurang puas dengan keadaan
 Melaporkan kurang senang dengan situasi tersebut
 Gelisah
 Berkeluh kesah
Faktor yang berhubungan:
 Gejala penyakit terkait

20
 Sumber yang tidak adekuat (mis., dukungan finansial dan social)
 Kurang pengendalian lingkungan
 Kurang privasi
 Kurang control situasional
 Stimuli lingkungan yang mengganggu
 Efek samping terkaitterapi (mis., medikasi, radiasi)
Tujuan: Terpenuhinya kenyamanan.
Kriteria hasil: Lesi/erupsi dermal berkurang/hilang.
Intervensi:
1) Jaga kebersihan lingkungan dan kebersihan kulit.
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman.
3) Hindari sabun berlemak/yang mengandung deterjen.
4) Hindari perubahan cuaca yang mendadak/ekstrem.
5) Hindari faktor pencetus gatal/lesi.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan respon
peradangan
Definisi: perubahan/gangguan epidermis atau dermis
Batasan karakteristik:
 kerusakan lapisan kulit (dermis)
 gangguan permukaan kulit (epidermis)
 invasi struktur tubuh
Tujuan: Integritas kulit kembali normal
Faktor yang berhubungan:
 Eksternal:
1. Zat kimia, radiasi
2. Usia yang ekstrim
3. Kelembapan
4. Hipertermia, hipotermia
5. Faktor mekanik (misal: gaya gunting)
6. Medikasi
7. Lembab

21
8. Imobilitas fisik
 Internal:
1. Perubahan status cairan
2. Perubahan pigmentasi
3. Perubahan turgor
4. Faktor perkembangan
5. Kondisi ketidak seimbangan nutrisi (misal: obesitas, emasiasi)
6. Penurunan imonologis
7. Penurunan sirkulasi
8. Kondisi gangguan metabolik
9. Gangguan sensasi
10. Tonjolan tulang
Kriteria hasil:
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2. Perfusi jaringan baik
3. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang
4. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
5. Lesi dan peradangan teratasi
Intervensi:
1) Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang longgar
2) Hindari kerutan pada tempat tidur
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4) Mobilisasi setiap 4 jam sekali
5) Monitor kulit akan adanya kemerahan
6) Memandikan dengan sabun dan air hangat
7) Monitor status nutrisi
8) Monitor aktivitas dan mobilisasi
9) Beri pelembab

22
10) Gunakan handuk yang lembut saat mengeringkan tubuh.
11) Anjurkan untuk tidak menggaruk saat gatal jika terpaksa ingin
menggaruk, menggunakan telapak tangan saat menggaruk.
d. Resiko tinggi terjadinya gangguan konsep diri/body image b.d
perubahan fisik dan respon orang lain
Definisi: konfusi dalam gambaran mental tentang diri, fisik individu

Batasan karakteristik:
 Perilaku mengenali tubuh individu
 Perilaku menghindari tubuh individu
 Perilaku memantau tubuh individu
 Respon non verbal terdapat perubahan aktual pada tubuh (misal:
penampilan, struktur, fungsi)
 Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan
pandangan tentang tubuh individu ( misal: penampilan, struktur,
fungsi)
 Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan individu
dalam penampilan
Tujuan: Gangguan konsep diri/body image tidak terjadi.
Kriteria hasil:
1. Body image positif
2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
3. Mengidentifikasi secara faktual perubahan fungsi tubuh
4. Mempertahankan interaksi sosial
5. Pasien mampu menerima terjadinya perubahan fisik, keterbatasan
karena kondisi.
Intervensi:
1) Kaji secara verbal dan non verbal respon pasien terhadap tubuh
2) Monitor frekuensi mengkritik diri
3) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis
penyakit

23
4) Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
5) Jalin hubungan saling percaya
6) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
7) Hindari pemajanan lama di bawah sinar matahari.
8) Anjurkan untuk memakai baju lengan panjang dan celana/rok
panjang untuk perlindungan.

24

Anda mungkin juga menyukai