Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN HERNIA INGUINALIS

A. DEFINISI
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan, atau struktur melewati
dinding ronga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut
(Nettina, 2007).
Hernia inguinalis medialis adalah suatu tonjolan melalui fascia transversa
yang melemah pada trigonum Hasselbach (Philip Thorek, 2010). Hernia
inguinalis lateralis adalah tonjolan dari perut di lateral pembuluh epigastrica
inferior, yang keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu annulus dan canalis
inguinalis (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2007).
B. Anatomi
Regio inguinalis untuk beberapa struktur merupakan tempat peralihan
dari daerah perut ke organ – organ kelamin luar dan ke tungkai bagian atas.
Garis pemisah anatomis antara kedua daerah tersebut di bentuk oleh
ligamentum inguinale (poupart) yang terletak diantara tuberculum ossis
pubikum, pada sisi medialnya dan spina illiaka anterior superior, pada sisi
lateralnya. Sebenarnya ligamentum inguinale ini merupakan tempat
pertemuan fascia yang menutupi permukaan perut dan fascia yang menutupi
permukaan tungkai (fascia lata)(kuijjer,2001).
Di atas ligamentum inguinale, funikulus spermatikus meninggalkan
rongga perut melalui anulus inguinalis profundus yang terletak di sebelah
lateral. Funikulus spermatikus ini menembus dinding perut melalui kanalis
inguinalis yang terletak sejajar dengan ligamentum inguinale dan berada di
bawah kulit dalam annulus inguinalis superfisialis yang terletak di sebelah
medial. Lubang yang di sebutkan belakangan ini dengan mudah dapat diraba
di bawah kulit pada dinding perut, kalau skrotum didorong ke dalam, serta
meraba di atas lipatan inguinale (kuijjer,2001).
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis
internus yang merupakan bagian terbuka dari facia transversalis dan
aponeurosis m. transversus abdominis. Di medial bawah, diatas tuberkulum
pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka
dari aponeurosis m. obliqus eksternus. Atapnya ialah m. obliqus internus dan
m. transverses abdominis, dan didasarnya terdapat ligamentum inguinale,
bagian depan dibatasi oleh aponeorosis m. obliqus abdominis eksternus,
belakang m. obliqus abdominis internus. Kanal berisi tali sperma pada pria,
dan ligamentum rotundum pada wanita ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong,
2007 ).

Hernia inguinalis lateralis (indirek), karena keluar dari rongga


peritonem melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis
inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus. Apabila hernia ini berlanjut , tonjolan akan sampai ke skrotum, ini
disebut hernia skrotalis.
Sedangkan hernia inguinalis medialis (direk), menonjol langsung
kedepan melalui trigonum Hesselbach di batasi oleh :
 inferior : ligamentum inguinale
 lateral : vasa epigastrica inferior
 medial : tepi lateral musculus rectus abdominis
( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2007 ).

C. Fisiologi
Pada laki- laki, penutupan yang berhubungan dengan terjadinya
hernia ini memerlukan pengetahuan embriologis yang berhubungan dengan
turunnya testis. Mula- mula testis tumbuh sebagai suatu struktur di daerah
ginjal dalam abdomen (retroperitoneal). Selama pertumbuhan foetus testis
akan turun (descensus testis) dari dinding belakang abdomen menuju
kedalam scrotum. Selama penurunan ini peritoneum yang terdapat
didepannya ikut terbawa serta sebagai suatu tube, yang melalui kanalis
innguinalis masuk kedalam scrotum. Penonjolan peritoneum ini dikenal
sebagai processus vaginalis. Sebelum lahir processus vaginalis ini akan
mengalami obliterasi, kecuali bagian yang mengelilingi testis yang disebut
tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tetap ada, akan didapat hubungan
langsung antara cavum peritonei dengan scrotum, hal ini potensial dapat
menyebabkan terjadinya hernia inguinalis dikemudian hari.
D. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat. Lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita. Berbagai
faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada
annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi
hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut. Pada orang sehat
ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu
kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblliqus
internus abdominis yang menutupi annulus inguinalis internus ketika
berkontraksi, dan adanya fascia transversa yang kuat menutupi trigonum
hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme
ini dapat menyebabkan hernia. Faktor yang dipandang berperan kausal
adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam
rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia ( Syamsuhidayat
dan Wim de Jong, 2007 ).
Adapun faktor – faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap insidensi
hernia inguinalis adalah sebagai berikut :
1. Hereditas
Menurut macready (Cit. Watson, 2008) hernia lebih sering terjadi pada
penderita yang mempunyai orang tua, kakak atau nenek dengan riwayat
hernia inguinalis.
2. Jenis kelamin
Hernia inguinalis jauh lebih banyak dijumpai pada laki – laki dibanding
pada wanita (9:1) (Watson, 2008). Hernia pada laki – laki 95% adalah
jenis inguinalis, sedangkan pada wanita 45-50%. Perbedaan prevalensi
ini di sebabkan karena ukuran ligamentum rotundum, dan prosentase
obliterasi dari processus vaginalis testis lebih kecil dibanding obliterasi
kanalis nuck.
3. Umur
Banyak terjadi pada umur di bawah 1 tahun, oleh macready (Cit. Watson,
2008) disebutkan 17,5% anak laki – laki dan 9,16% anak perempuan
mempunyai hernia. Tendensi hernia meningkat sesuai dengan
meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26 – 50 tahun insidensi menurun dan
setelah umur diatas 50 tahun insidensi meningkat lagi oleh karena
menurunnya kondisi fisik.
4. Konstitusi atau keadaan badan
Banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding abdomen dan
menimbulkan lokus minoris atau kelemahan – kelemahan otot serta
terjadi relaksasi dari anulus.
Bila lemak menginfiltrasi ke omentum dan mesenterium akan mengurangi
volume rongga abdomen sehingga terjadi peningkatan tekanan intra
abdomen (Kendarto Darmokusumo, 2003).
Kelahiran prematur dan berat lahir yang kecil dianggap sebagai faktor
yang memiliki resiko yang besar untuk menyebabkan hernia. Cacat
bawaan, seperti kelainan pelvic atau ekstrosi pada kandung kemih, dapat
menyebabkan kerusakan pada saaluran inguinal tak langsung. Hal yang
jarang terjadi kelainanan bawaan atau cacat collagen dapat
menyebabkan tumbuhnya hernia inguinal langsung (Sabiston dan Lyerly,
2007).
E. Patofisiologi
Secara patofisiologi, faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan
kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach, hampir selalu menyebabkan
hernia inguinalis direk atau hernia inguinalis medialis. Oleh karena itu hernia
ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada pria tua. Hernia ini jarang,
hampir tidak pernah mengalami inkarserasi dan strangulasi. Mungkin terjadi
hernia geser yang mengandung sebagian dinding kantong kemih. Hernia
inguinalis lateralis menonjol dari perut dilateral pembuluh epigastrika inferior.
Disebut indirek karena keluar malalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan
kanalis inguinalis. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh
kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum
sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum (Syamsuhidayat dan
Wim de Jong, 2007).
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya
bagaimana sifat keluhan, dimana lokasi dan kemana penjalarannya,
bagaimana awal serangan dan urutan kejadiannya, adanya faktor yang
memperberat dan memperingan keluhan, adanya keluhan lain yang
berhubungan perlu ditanyakan dalam diagnosis. Gejala dan tanda klinik
hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel
keluhan satu- satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul
pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan menghilang setelah
berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan
didaerah epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena
regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk
kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru
timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau srangulasi karena
nekrosis atau gangren ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2007 ). Pasien
sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah inguinal, dan
dapat dihilangkan dengan reposisi manual kedalam kavitas peritonealis.
Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka biasanya
hernia muncul lagi ( Sabiston, 2004 ).
2. Pemeriksaan fisik
Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya.
Semua ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia omentum yang
terbanyak ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan sigmoid. Appendiks
bagian – bagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar pernah
dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar. Omentum teraba
relative bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa dicurigai apabila
kantong teraba halus dan tegang seperti hydrocele, tetapi tidak tembus
cahaya. Kadang – kadang pemeriksa bisa merasakan gas bergerak
didalam lengkung usus atau dengan auskultasi bisa menunjukkan
peristaltik. Lengkung usus yang berisi gas akan tympani pada perkusi
(Dunphy dan Botsford, 2000). Dalam keadaan penderita berdiri gaya
berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat dan pemeriksaan
pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan dengan lebih
menyeluruh. Dengan kedudukan penderita berbaring akan lebih mudah
melakukan pemeriksaan raba. Andaikata terdapat hernia, lebih mudah
dapat melakukan reposisi dan sisa pemeriksaan (perut dan tungkai) lebih
mudah dilakukan.
a. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan
mencapai labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu
merupakan hernia inguinalis lateralis. Kalau tidak ada
pembengkakan yang dapat kila lihat, penderita disuruh batuk.
Kalau pembengkakan yang kemudian terlihat kemudian berada di
atas lipatan inguinal dan berjalan miring dan lateral atas menuju
ke medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah hernia
inguinalis lateralis. Tetapi kalau pembengkakan itu kelihatannya
langsung muncul ke depan, maka kita berhadapan dengan hernia
inguinalis medialis.
b. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa
pelipatan paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan
dipakai tangan kanan. Caranya:
1) Zieman’s test : Jari ke 2 diletakkan diatas annulus internus
( terletak diatas ligamentum inguinale pada pertengahan
SIAS dan tuberkulum pubikum ). Jari ke 3 diletakkan diatas
annulus eksternus ( terletak diatas ligamentum inguinale
sebelah lateral tuberkulum pubikum ). Jari ke 4 diletakkan
diatas fossa ovalis ( terletak dibawah ligamentum inguinale
disebelah medial dari a. femoralis ). Lalu penderita disuruh
batuk atau mengejan, bila terdapat hernia akan terasa
impulse atau dorongan pada ujung jari pemeriksa. Teknik
ini dikerjakan bila tidak didapatkan benjolan yang jelas.
2) Thaab test: Teknik ini dilakukan bila benjolannya jelas.
Benjolan dipegang diantara ibu jari dan jari lain, kemudian
cari batas atas dari benjolan tersebut. Bila batas atas
dapat ditentukan, berarti benjolan berdiri sendiri dan tiak
ada hubungan dengan kanalis inguinalis ( jadi bukan
merupakan suatu kantong hernia). Bila batas atas tidak
dapat ditentukan berarti benjolan itu merupakan kantong
yang ada kelanjutannya dengan kanalis inguinalis),
selanjutnya pegang leher benjolan ini dan suruh penderita
batuk untuk merasakan impulse pada tangan yang
memegang benjolan itu.
3) Finger test: Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi
kanan, pakai tangan kiri untuk hernia sisi kiri. Dengan jari
kelingking kulit scrotum diinvaginasikan, jari tersebut
digeser sampai kuku berada diatas spermatic cord dan
permukaan volar jari menghadap ke dinding ventral
scrotum. Dengan menyusuri spermatic cord kearah
proksimal maka akan terasa jari tersebut masuk melalui
annulus eksternus, dengan demikian dapat dipastikan
selanjutnya akan berada dalam kanalis inguinalis. Bila
terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa impulse pada
ujung jari, bila hernia inguinalis medialis maka teraba
dorongan pada bagian samping jari.
c. Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.
d. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan
isi hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui
derajat obstruksi usus (Kendarto Darmokusurno, 2003).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Herniografi
Dalam teknik ini, 50—80 ml medium kontras iodin positif di
masukkan dalam wadah peritoneal dengan menggunakan
jarum yang lembut. Pasien berbaring dengan kepala terangkat
dan membentuk sudut kira- kira 25 derajat. Tempat yang
kontras di daerah inguinalis yang diam atau bergerak dari sisi
satu ke sisi lain akan mendorong terwujudnya kolam kecil pada
daerah inguinal. Tiga fossa inguinal adalah suprapubik, medial
dan lateral. Pada umumnya fossa inguinal tidak mcncapai ke
seberang pinggir tulang pinggang agak ke tengah dan dinding
inguinal posterior. Hernia tak langsung muncul dari fossa lateral
yang menonjol dari fossa medial atau hernia langsung medial
yang menonjol dari fossa suprapubik.
b. Ultrasonografi
Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga
femoral.
c. Tomografi komputer
Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi.
(Cuschieri dan Giles, 2008).
G. Diagnosis banding
Diagnosis banding hernia inguinalis antara lain:
1. Hernia femoralis
Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak diatas dan medial
terhadap ujung ligamentum. Pada hernia femoralis, leher hernia
terletak dibawah dan lateral terhadap ujung medial ligamentum
inguinale dan tuberkulum pubikum.
2. Nodes lymph inguinal
Saat nodes lymph inguinal memungkinkan untuk muncul, mungkin
penyakit ini hampir tidak dapat dibedakan dari hernia femoral, tapi
penyakit ini biasanya berada di bawah ikatan sendi tulang inguinal.
3. Hydrocele dari saluran Nuck
Ini muncul sebagai sebuah pembengkakan yang keras kista, dan tidak
dapat diperkecil di lingkaran superfisial dari seorang perempuan
muda, dan sebuah kista yang menggantikan distal di sepanjang ikatan
sendi tulang. Sebuah testis yang tidak sepenuhnya diturunkan yang
berasal dari lingkaran eksternal. Sebuah hernia biasanya muncul
H. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif sehingga
dapat kambuh lagi.
a. Reposisi
Suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau
mengembalikan isi hernia ke dalam cavum peritoneum atau
abdomen secara hati-hati dan dengan tekanan yang lembut dan
pasti. Reposisi ini dilakukan pada hernia inguinalis yang reponibel
dengan cara memakai kedua tangan. Tangan yang satu
memegang lekuk yang sesuai dengan pintunya (leher hernia
diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan), sedangkan tangan yang
lainnya memasukkan isi hernia melalui pintu tersebut. Reposisi ini
kadang dilakukan pada hernia inguinalis irreponibel pada pasien
yang takut operasi. Caranya, bagian hernia dikompres dingin,
penderita diberi penenang valium 10 ml supaya pasien tidur, posisi
tidur trendelenberg. Hal ini rnemudahkan memasukkan isi
hernianya. Jika gagal tidak boleh dipaksakan, lebih baik dilakukan
operasi pada hari berikutnya.
b. Suntikan
Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan rnenyuntikkan cairan
sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia,
rnenyebabkan pintu hernia mengalami sklerosis atau
penyempitan, sehingga isi hernia tidak akan keluar lagi dari cavum
peritonei.
c. Sabuk hernia
Sabuk ini diberikan pada pasien dengan pintu hernia yang rnasih
kecil dan menolak dilakukan operasi (Kendarto Darmokusumo,
2003). Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan
hernia yang telah di reposisi dan tidak pernah menyembuhkan
sehingga harus dipakai seumur hidup.
2. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2007).
Indikasi diadakan operasi:
a. Hernia inguinalis yang mengalami inkarserata, meskipun keadaan
umum jelek.
b. Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau
berat badan lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi
menggunakan obat anastesi lokal berupa procain dengan dosis
rnaksimum 200 cc. Jika digunakan anastesi lokal, digarnbarkan
incisi berbentuk belah ketupat dan diberikan kira-kira 60 ml
xylocain 0,5 persen dengan epinefrin (Sabiston, 2007).
Operasi hernia ada 3 tahap
1. Herniotomy yaitu membuka dan memotong kantong hernia serta
mengembalikan isi ke cavum abdominalis.
2. Herniorafi yaitu mulai dari mengikat leher hernia dan
menggantungkannya pada conjoint tendon.
3. Hernioplasty yaitu memberi kekuatan pada dinding perut dan
menghilangkan locus minnoris resistentiae.
Operasi pada hernia inguinalis lateralis
Irisan kulit pada hernia inguinalis ini disebut inguinal incision, dua jari
cranial dan sejajar ligamentum inguinale mulai dari pertengahan. Dan
ini sesuai dengan anulus inguinalis internus. Panjang irisan
tergantung dari besarnya hernia (tergantung kebutuhan), biasanya 5-
8 cm. Pada anastesi lokal dilakukan infiltrasi procain kurang lebih
tidak melebihi 20 cc. Setelah kulit dibuka, subkutis dan jaringan
lemak disiangi sampai tampak aponeurosis muskulus obliqus
eksternus yang merupakan dinding depan kanalis inguinalis. Kira-kira
2 cm cranial ligamentun inguinale. Irisan ke medial sampai membuka
anulus inguinalis eksternus.
Di dalam kanalis inguinalis terdapat funiculus spermaticus dibungkus
muskulus cremaster. Otot ini disiangi sampai funikulus spermaticus
kelihatan. Funiculus dibersihkan atau dicanthol sampai ke lateral
dengan kain kasa, dan kantong peritoneum akan timbul di sebelah
caudomedialnya. Kantong ini dijepit dengan dua buah pinset sirurgik
dan diangkat, kemudian dibuka dengan memperhatikan agar isi
hernia (usus) tidak terpotong. Kantong yang terbuka lalu dijepit
dengan klem Mickuliks sehingga usus tampak jelas. Kemudian usus
dikembalikan ke cavum abdominalis dengan rnelebarkan irisan pada
kantong ke proksimal sampai leher hernia. Sisa kantong sebelah
distal dibiarkan dalam skrotum pada hernia yang besar (karena bisa
menimbulkan banyak pendarahan), sedang hernia yang kecil sisa
kantong tersebut dibuang. Kemudian leher dijahit ikat. Puntung ini
kemudian ditanamkan di bawah conjoint tendon dan digantungkan.
Selanjutnya karena locus minoris resistantiae masih ada, perlu
dilakukan hernioplasty (Kendarto Darmokusumo, 2003).
Hernioplasty ada bermacarn-macam menurut kebutuhannya:
1. Ferguson
Yaitu funiculus spermaticus ditaruh di sebelah dorsal dari
musculus obliqus externus dan internus abdominis dan
muskulus obliqus internus dan transversus dijahitkan pada
ligamenturn inguinale dan meletakkan funiculus spermaticus di
dorsal, kemudian aponeurosis muskulus obliqus externus dijahit
kembali sehingga tidak ada lagi kanalis inguinalis.
2. Bassini
Muskulus obliqus internus dan muskulus transversus abdominis
dijahitkan pada ligamentum inguinale. Funikulus spermaticus
diletakkan ventral dari muskulus tadi tetapi dorsal dari
aponeurosis muskulus obliqus eksternus sehingga kanalis
inguinalis kedua muskuli tadi memperkuat dinding belakang dari
kanalis inguinalis, sehingga locus minoris resistantiae hilang.
3. Halstedt
Di lakukan untuk memperkuat atau menghilangkan locus
minonis resistentiae. Ketiga muskulus, muskulus obliqus
eksternus abdominis, muskulus obliqus internus abdominis,
muskulus obliqus transversus abdominis, funikulus spermatikus
diletakkan di sub kutis (Kendarto Darmokusumo, 2003).
4. Shouldice
Membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fascia
transversalis dengan teknik jahitan kontinyu (Sabiston, 2004).
Operasi pada hernia inguinalis medialis
Herniotomy pada hernia inguinalis medialis sama dengan teknik
operasi hernia inguinalis lateralis. Hernioplasty di sini memperkuat
daerah medial dan anulus inguinalis eksternus. Hernioplasty
dikerjakan dengan cara Mc. Vay. yaitu menarik muskulus obliqus
abdominis internus dan muskulus transversus abdominis, serta
conjoint tendon lalu dijahitkan pada ligamentum cowperi atau
pectineum lewat sebelah dorsal dari ligamentum inguinale.
I. Komplikasi dan prognosis
1. Komplikasi
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi
hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia
irreponibel, ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri
dan omenturn, organ ekstra peritoneal (hernia geser atau hernia
akreta). Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat
pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi
hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang
sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter.
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan
isi hernia. Pada pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi
udem organ atau struktur didalam hernia dan transudasi kedalam
kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin
hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi
transudat berupa serosanguinus. Kalau isi hernis terdiri dari usus,
dapat terjadi perforasi yang dapat menimbulkan abses lokal, fistel
atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut
(Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2008).
Pada pasien dewasa. tingkat komplikasi dari herniorafi inguinal yang
terbuka berbeda antara 1% sampai 26% dengan banyak laporan yang
tersusun dari 7% sampai I 2%. Kira-kira 700 ribu herniorafi inguinal
yang terjadi setiap tahunnya, komplikasi yang muncul kira-kira 10%
dari orang-orang ini memiliki sebuah masalah yang cukup besar
(Sabiston dan Lyerly, 2007).
Infeksi luka merupakan masalah yang sering dihadapi. Sebuah infeksi
yang lebih dalam dapat berdampak dalarn kernunculan kembali
hernia. Kandung kemih dapat luka dengan cara saat dasar saluran
inguinal dibentuk kembali dan dilakukan untuk hernia pangkal paha.
Jika rnungkin melukai testis, vasdeferens, pembuluh darah atau
syaraf’ illiohypogastrik, illioinguinal (Schawrtz dan Shires, 2008).
Komplikasi intra operatif meliputi rnelukai atau pembedahan struktur
sperma, luka vaskular mernproduksi pendarahan, mengganasnya
sakit atau pengharnbatan syaraf-syaraf, luka visceral (biasanya perut
atau kandung kemih). Komplikasi sistemik setelah operasi
berhubungan dengan suatu prosedur khusus dalam kemunculannya.
2. Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi
kantong hernia (Kendarto Darmokusumo, 2003). Prognosis baik jika
infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan
rekurensi hernia umumnya dapat diatasi.
J. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian hernia menurut Doengoes, 2000
1. Data umum
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : riwayat pekerjaan mengangkat berat, duduk mengemudi dalam
waktu lama, penurunan rentang gerak, tidak bisa beraktifitas seperti
biasanya, atrofi otot, gangguan berjalan
b. Eliminasi
Gejala : konstipasi adanya kesulitan dalam defekasi, retensi urine
c. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : adanya nyeri seperti ditusuk pisau dan bertambah hebat saat
sedang batuk kronis, mengejan saat konstipasi, dan saat beraktifitas
mengangkat berat
d. Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan pada ekstrimitas atas maupun bawah
e. Integritas ego
Gejala : ketakutan, ansietas masalah pekerjaan, dan finansial keluarga
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : tingkat kesadasran, adanya benjolan, tanda infeksi
b. Palpasi : turgor kulit elastis, palpasi daerah benjolan nyeri
c. Auskultasi : bising usus melebihi normal
d. Perkusi : hipertimpani,distensi abdomen

K. Fokus Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencidera fisik; kompresi saraf; spasme
otot; diskontinuitas jaringan post op
a. Tujuan : nyeri hilang dengan spasme terkontrol
b. Kriteria Hasil :
1) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
2) Mengungkapkan metode yang dapat menghilangkan nyeri
3) Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi distraksi
4) Ekspresi rileks dan tenang
c. Intervensi :
1) Kaji tingkat rasa nyeri meliputilokasi, irama, faktor penyebab
2) Kaji skala nyeri
3) Berikan posisi senyaman mungkin
4) Pertahankan tirah baring
5) Ajarkan teknik relaksasi distraksi
6) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai kebutuhan
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah / operasi
a. Tujuan : tidak ada infeksi
b. Kriteria hasil :
1) tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2) luka bersih tidak lembab dan kotor.
3) Tanda-tanda vital normal
c. Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,
drainase luka
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
a. Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman
b. Kriteria hasil :
1) pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur.
2) pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur
3) kualitas dan kuantitas tidur normal
c. intervensi :
1) Berikan kesempatan untuk beristirahat / tidur sejenak, anjurkan
latihan pada siang hari, turunkan aktivitas mental / fisik pada sore
hari.
2) Lengkapi jadwal tidur dan ritoal secara teratur. Katakan pada pasien
bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.
3) Kolaborasi berikan obat sesuai indikasi : Antidepresi, seperti
amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dan trasolon (Desyrel).
4) Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan masase
punggung.
4. Nyeri berhubungan dengan kondisi hernia
a. Tujuan : nyeri berkurang sampai dengan hilang
b. Kriteria Hasil :
1) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
2) Mengungkapkan metode yang dapat menghilangkan nyeri
3) Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi distraksi
4) Ekspresi rileks dan tenang

c. Intervensi :
1) Kaji dan catat nyeri
2) Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk,
dan mengangkat benda berat
3) Ajarkan bagaimana bila menggunakan dekker (bila diprogramkan)
4) Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum atau kompres es
yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan
mengendalikan nyeri
5) Berikan analgesik sesuai program
5. Retensi urin berhubungan dengan nyeri, trauma
a. Tujuan : tidak terjadi retensi urin, output urin lancar
b. Kriteria hasil:
1) Vesika urinaria tidak distensi
2) Output urin lancar
c. Intervensi
1) Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat
berkemih
2) Pantau haluaran urin, catat dan laporkan, berkemih yang sering <
100ml dalam sewaktu-waktu
3) Permudah berkemih dengan mengimplementasikan pada posisi
normal untuk berkemih, rangsang pasien dengan mendengar air
mengalir atau tempatkan pada baskom hangat
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan komplikasi GI berkenaan
dengan adanya hernia
a. Tujuan : pasien mengetahui komplikasi hernia terhadap GI, tidak
terjadi komplikasi pada GI
b. Kriteria hasil :
1) Pasien dapat menyebutkan pencegahan komplikasi GI
c. Intervensi
1) Anjukan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat,
menetap, mual dan muntah, demam, dan distensi abdomen
yang dapat memperberat awitan inkarserasi atau strangulasi
usus
2) Dorong pasien untuk mengikuti argumen medis : penggunaan
dekker atau penyokong lainnya dan menghindari mengejan,
mengejan, konstipasi dan mengangkat benda yang berat.
3) Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diit tinggi residu atau
suplemen diet serat untuk mencegah konstipasi, anjurkan
masukan cairan sedikitnya 2-3 liter per hari untuk
meningkatkan konsistensi feses lunak
4) Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak
dan mengangkat
DAFTAR PUSTAKA

Cuscheri, A, M. D, Ch. M, F. R. C. S, and Giles, G. R, M. D, F. R. C. S, and


Moosa, (2008), Essentials Surgical Practise, 2nd ed.1, 263, Departement
of Surgery, St. James University Hospital, London.
Cameron, J. L, (2007), Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Dunphy, J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S, (2000), Pemeriksaan
Fisik Bedah, edisi ke-4, 145-146, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta.
Dudley and Waxmann, (2009), Scott; An Aid to Clinical Surgery, 4nd ed, 247,
Longman Singapore Publisher Ltd, Singapore.
Darmokusumo, K, (2003), Buku Pegangan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas
Kedokteran, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Kuijjer, P. J, prof. Dr, (2001), Kapita Selekta Pemeriksaan Bedah, cetakan IV, 62-
66, EGC, Jakarta.
Schwartz, and Shires, and Spencer, (2008), Principles of Surgery, 4nd ed, 1543,
Mc. Graw Hill Book Company, Singapore.
Sabiston (2004), Buku Ajar Bedah, bagian 2, 228- 230, EGC, Jakarta.
Sabiston and Lyerly, (2007), Text Book of Surgery The Biological Basis of
Modern Surgical Practice, 15nd ed, 1.219- 1.232, W. B, Saunders
Company, London.
Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (2007), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi,
706- 710, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai