telah ada :
undang kesehatan ini sudah bisa ditetapkan secara menyeluruh di seluruh Indonesia ?
4. UUD No.29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran, bagaimana korelasinya dengan
Jawaban
undang dimana pada keduanya memiliki tujuan yaitu untuk pembangunan kesehatan
setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang besar
artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia sebagai modal
sehat.
Untuk rnewujudkan hal tersebut di atas diselenggarakan berbagai upaya
kesehatan yang didukung antara lain oleh sumber daya tenaga kesehatan yang
karena itu pola pengembangan sumber daya tenaga kesehatan perlu disusun
kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan
profesional yang baku dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan
dan sistem yang telah ditetapkan. Setiap penyimpangan pelaksanaan tugas oleh
1996 lebih berfokus pada hak dan kewajiban tenaga kesehatan dalam menunjang
denga cara yang global baik secara keilmuan maupun fasilitas kesehatan. Sesuai
dengan definisi Globalisasi adalah peristiwa mendunia atau proses membuana dari
keadaan lokal atau nasional yang lebih terbatas sebelumnya. Artinya pembatasan
antar negeri untuk perpindahan barang, jasa, modal, manusia, teknologi, pasar, dan
masih banyak hal lain menjadi tidak berarti atau malahan hilang sama sekali.
Globalisasi di berbagai sektor yang mengarah pada pasar bebas tidak bisa dihindari
oleh negara-negara lain termasuk diantaranya Indonesia. Di era ini, batas negara
Area (AFTA) atau istilah lainnya Mayarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun
2015 ini.
Indonesia sebagai negara berkembang dan merupakan negara yang cukup
diminati oleh negara asing. Pertama, karena memiliki potensi pasar yang besar
terkait dengan jumlah penduduk yang besar yaitulebih dari 200 juta penduduk.
Dengan potensi pasar yang besar tidak mengherankan jika kelak banyak dokter atau
tenaga kesehatan asing yang berniat bekerja di Indonesia. Hal ini tampaknya
menakutkan profesi kesehatan, karena ketakutan untuk bersaing, seperti kita ketahui
kualitas sumber daya manusia kesehatan kita rendah serta penguasaan teknologi
ketenagakerjaan bahwa tenaga kesehatan asing yang ingin bekerja di Indonesia yaitu
berusia muda sekitar 30 – 45 tahun, dan merupakan lulusan dari perguruan tinggi
yang mutunya diakui secara internasional, dan telah memperoleh lisensi dari negara
asalnya. Selain itu harus lolos kualifikasi dan kompetensi serta diprioritaskan pada
penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tenaga medis asing
tersebut juga harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dari konsil kedokteran
untuk dokter dan perawat oleh Majelis Tenaga Kerja Indonesia (MTKI). Tenaga
kerja asing yang masuk pun harus diseleksi dulu oleh kolegium untuk bisa
kita, dimana kita perlu pemusatan diri untuk meningkatkan mutu atau
Indonesia tidak perlu takut lagi di negeri sendiri dan diluar negeri. Bila Indonesia
dapat menambah jumlah, jenis serta dapat meningkatkan mutu tenaga medisnya,
maka akan turun minat rumah sakit asing di Indonesia mempekerjakan tenaga
kesehatan asing, karena Indonesia sudah dapat memenuhi kuota tenaga kesehatan
seperti hal nya dokter atau dokter spesialis dan biaya yang dikeluarkanpun relatif
murah, sebab biaya mempekerjakan dokter asing lebih mahal. Kalau dianalisis dari
sudut pandang yang lain, sebenarnya dokter Indonesia tidak perlu takut dengan
diselenggarakan oleh dokter asing tidak sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
kesehatan masyarakat Indonesia sebagai akibat dari sistem pendidikan serta latar
pihak Indonesia untuk meningkatkan daya saing tenaga kesehatan Indonesia dapat
dilakukan dengan pertama, meningkatkan jumlah, jenis dan mutu tenaga profesional
tenaga kesehatan Indonesia punya standar yang bertaraf internasional, dan siap
menghadapi serangan tenaga asing, atau terjadi perpindahan para tenaga kesehatan
profesi sesuai standar bila akan bekerja di Indonesia, serta memberlakukan peraturan
timbal balik yang artinya tenaga kesehatan asing yang dibenarkan bekerja di
Indonesia adalah yang berasal dari negara yang juga membolehkan tenaga kesehatan
kesehatan di Indonesia.
3. Bisa asalkan diawasi dan dijalankan dengan baik dimana termasuk penatalaksanaan
peraturan didaerah terpencil dengan fasilitas yang minimal tetap harus dijalaknkan
dengan baik. Selain alasan diatas Menurut saya UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
hal-hal yang menyangkut dengan kesehatan estetika dan juga hal penting yang itu
dicantumka detail n secar di dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 maka hal ini
menjadikan dapat dilaksanakannya peraturan tersebut di Seluruh Indonesia namun
dan jelas sudah tercantum baik syarat menjadi seorang dokter dalam perizinan
praktek, tugas pokok seorang dokter sesuai bidang keilmuan yang dikuasai dan
dan kewajiban yang harus dijalankan seorang dokter dalam menjalankan tugas dan
praktiknya yang diselarasakan dengan bidang keilmuan dan etika kedokteran sesuai
surat tanda registrasi (STR) hanya diperuntukkan bagi dokter spesialis, tidak
disebutkan untuk DLP.“Kalau dia dokter (umum) atau dokter spesialis, biasanya
tertera di ijazahnya. Sementara DLP belum tentu ada ijazahnya,” maka sangat
MK.
Sebagian negara DLP bertugas memberi pelayanan kesehatan pertama dan
dirujuk ke rumah sakit lain. Di Inggris dan Amerika, DLP disebut general practice
atau dokter umum. “Itu sejalan dengan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran yang hanya mengenal dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dokter
gigi spealis. Tidak ada DLP” Terbitnya perkonsil itu, disebabkan distribusi dokter
terkait memberi pelatihan keahlian tertentu bagi dokter umum, sehingga dokter yang
seorang dokter menyatakan 80 persen tugas DLP sama dengan dokter umum, kenapa
dokter umum harus berpendidikan lagi dengan biaya mahal, padahal pekerjaan yang
seperti yang dilakukan DLP. Terlebih, apabila dokter umum yang mengantongi STR
berpraktik DLP bisa berujung dipidana karena tidak sesuai kompetensi. Padahal,
(JKN) akan ada aturan yang bisa bekerja sama dengan BPJS hanya DLP. Maka,
dokter umum tidak bisa apa-apa. Terus terang kami merasa dinafikan, tidak ada arti
uji kompetensi, sertifikasi kompetensi, dan dokter layanan primer. Pasal-pasal itu
kesehatan masyarakat. Sebab, hanya dokter yang berstatus dokter layanan primer
kompetensi lagi dengan biaya yang mahal. Misalnya, Pasal 36 menyebutkan seorang
dokter sebelum diangkat sumpah harus memiliki sertifikat uji kompetensi yang
Profesi Dokter Indonesia dan Perkonsil No. 11 Tahun 2012 tentang Standar
dipraktekkan seperti adanya dokter ahli kesehatan anak, dokter ahli kandungan,
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
digunakan;
e. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
f. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
Namun pada penerapan kasusnya tidak dapat dipungkiri, maraknya pemalsuan
obat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Pelaku pemalsuan obat seakan-
akan tidak menghiraukan akibat yang ditimbulkan dari tindakan pemalsuan yang
hologram, dan hires scanner, yang membuat produk palsu sulit dibedakan dengan
aslinya.
2. Keinginan mendapatkan keuntungan
Praktik pemalsuan dan peredaran obat palsu sepenuhnya dimotivasi oleh
merupakan bisnis yang sangat menggiurkan dengan risiko yang relatif minim. Ini
juga alasan mengapa yang paling banyak dipalsukan adalah obat-obat bermerek
internasional yang umumnya mahal dan fast move (cepat laku). Maraknya
Parulian Simanjuntak, juga dilatari pertimbangan membuat obat palsu jauh lebih
diperlukan dana investasi untuk riset sekitar 800 juta dollar AS hingga 1,2 miliar
dollar AS. Pertimbangan mahalnya ongkos distribusi juga harus ditanggung dan
beban pajak seperti pajak pertambahan nilai 10 persen. Sama halnya seperti
pembuatan obat yang berasal dari obat-obat kadaluarsa juga akan diperoleh
dapat dikatakan perlu biaya yang besar untuk membuat produk obat yang original
dibandingkan dengan obat yang tidak diregristrasi dan juga pada kasus
pengontrolan yang lemah, pemerintah juga tidak memperbaiki regulasi obat. Pola
kebutuhan obat di Indonesia. Penegakan hukum dalam soal obat palsu ini, juga
sangat lemah., sanksi yang dijatuhkan pengadilan untuk pelaku pemalsuan obat,
sangat ringan. Misalnya, hukuman percobaan selama dua bulan atau denda
beberapa ratus ribu rupiah. Padahal, omzet penjualan obat palsu itu sangat besar.
Sanksi yang ringan tidak menimbulkan efek jera, sanksi hukum yang ringan ini
cukup mengherankan. Sebab, sanksi pemalsu obat menurut Undang-Undang
Kesehatan Tahun 1992, pemalsu bisa dikenai kurungan penjara 15 tahun dan