Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, baik
bencana alam bencana non alam maupun bencana sosial. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya bencana adalah kondisi geografis, geologis,
hidrologis dan demografis yang rawan, epidemik, wabah penyakit dan
penyebab lain seperti keragaman sosial ekonomi budaya dan etnik yang akan
memicu terjadinya kerawanan sosial.
Kejadian bencana di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan, baik frekuensi maupun intensitasnya. Berdasarkan hasil
pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan, sepanjang
tahun 2007 tercatat 205 kejadian bencana di beberapa wilayah Indonesia dan
ini meningkat dari tahun 2006 yang tercatat sebanyak 162 kali. Banjir
merupakan jenis bencana yang paling tinggi frekuensinya pada tahun 2007
yaitu 99 kali (48%) dengan jumlah korban meninggal sebanyak 140 orang,
rawat inap 2.303 orang, rawat jalan 299.414 jiwa dan pengungsi sebanyak
610.065 orang. Angin puting beliung, banjir dan tanah longsor, dan tanah
longsor merupakan jenis bencana dengan frekuensi tinggi setelah banjir,
masing-masing sebanyak 22 kali (10,73%), 20 kali (9,76%) dan 18 kali
(8,78%). Data dan informasi tersebut merupakan dasar dalam perencanaan
program pengurangan risiko bencana dan merupakan tantangan bagi sector
kesehatan agar terus melakukan peningkatan kualitas penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana.
Salah satu kunci keberhasilan dalam penanggulangan krisis kesehatan
akibat bencana adalah pengelolaan informasi dan komunikasi yang mudah
dijangkau termasuk ketersediaan data terkini yang cepat, tepat dan akurat. Hal
ini dibutuhkan oleh semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait
untuk menetapkan keputusan dan langkah-langkah dalam penanggulangan
bencana baik dalam situasi sedang tidak terjadi bencana (pra bencana),
2

tanggap darurat (saat bencana) maupun pasca bencana (pasca bencana). Untuk
kegiatan pra bencana, sistem informasi yang terangkai dengan sistem
peringatan dini multi hazard berbasis masyarakat, penting peranannya dalam
mewujudkan pengurangan risiko bencana.
Mengingat pentingnya informasi dan komunikasi dalam
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana, maka upaya pemantapan dan
pengembangannya merupakan suatu langkah yang perlu diwujudkan. Salah
satu pengaplikasiannya adalah dengan mengetahui sistem informasi dan
komunikasi bencana secara tepat agar dapat melakukan tindakan yang tepat
menghadapi pra, saat dan pasca bencana.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini
adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana defenisi dari bencana ?
b. Bagaimana defenisi dari komunikasi ?
c. Apa fungsi komunikasi ?
d. Bagaimana komunikasi bencana ?
e. Bagaimana manajemen sistem informasi pada bencana ?
f. Bagaimana bentuk pengelolaan data dan informasi penanggulangan krisis?
g. Apa saja sarana penyampaian informasi ?
h. Bagaimana bentuk penerapan radio sebagai media komunikasi dalam
bencana ?
i. Bagaimana alur dan mekanisme penyampaian informasi ?
j. Bagaimana mekanisme kerja informasi ?
k. Bagaimana peran lembaga dalam penyampaian informasi ?

1.3 Tujuan Makalah


1.3.1. Tujuan Umum
a. Mengetahui Sistem Informasi dan Komunikasi di Bencana
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui defenisi bencana
3

b. Mengetahui defenisi komunikasi


c. Mengetahui fungsi komunikasi
d. Mengetahui komunikasi bencana
e. Mengetahui manajemen sistem informasi pada bencana
f. Mengetahui bentuk pengelolaan data dan informasi penanggulangan
krisis
g. Mengetahui sarana penyampaian informasi
h. Mengetahui bentuk penerapan radio sebagai media komunikasi dalam
bencana
i. Mengetahui alur dan mekanisme penyampaian informasi
j. Mengetahui mekanisme kerja informasi
k. Mengetahui peran lembaga dalam penyampaian informasi

1.4 Manfaat Makalah


1.4.2 Bagi Institusi
Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan tentang Sistem
Informasi dan Komunikasi di Bencana.
1.4.3 Bagi Tenaga Kesehatan
Memberikan pengetahuan khususnya kepada perawat tentang Sistem
Informasi dan Komunikasi di Bencana dan mengetahui hal yang dapat
dilakukan ketika pra, saat dan pasca bencana.
1.4.4 Bagi Masyarakat
Sebagai tambahan informasi dan pengetahuan masyarakat tentang
Sistem Informasi dan Komunikasi di Bencana, serta meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.
1.4.5 Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang kegawatdaruratan dan
merupakan suatu pengalaman baru bagi penulis atas informasi yang
diperoleh selama ini.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Bencana


Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, tentang
Penanggulangan Bencana, dikemukakan, ”Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau
faktor nonalam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis”.
Sekretariat Strategi Internasional untukPengurangan Bencana atau
International Strategyfor Disaster Reduction - Perserikatan Bangsa-Bangsa
(ISDR 2004), mendefinisikan bahwa bencana adalah suatu gangguan serius
terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian
yang meluas pada kehidupanmanusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk
mengatasinya dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak
besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan,
hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, tornado, kebakaran liar dan
wabah penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami. Contohnya
adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang
disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam.

2.2 Defenisi Komunikasi


Komunikasi adalah proses penyampaian suatu maksud, tujuan ataupun
berita-berita kepada pihak-pihak lain dan mendapatkan respons/tanggapan
sehingga pada masing-masing pihak mencapai pengertian yang maksimal.
Bentuk komunikasi tersebut dapat dilakukan secara lisan, tulisan, isyarat/tanda
dan juga dapat menggunakan peralatan (misalnya; radio dengan informasi
5

suara, data dan gambar). Dalam suatu keadaan darurat (disaster) baik dalam
skala kecil, menengah dan besar, unsur komunikasi adalah salah-satu
komponen (sub-system) yang berperan menentukan terhadap berhasil atau
kurang berhasil, bahkan gagalnya suatu operasi penyelamatan (search and
rescue) dan pengerahan bantuan penanganan serta penanggulangan terhadap
kejadian musibah/bencana.
Komponen-komponen yang saling menunjang dalam suatu operasi /
pengerahan bantuan dimaksud, adalah;
a. Organisasi (mission organization)
b. Fasilitas
c. Pelayanan gawat darurat (emergency care);
d. Komunikasi, dan
e. Dokumentasi

2.3 Fungsi Komunikasi


Komunikasi yang berada didalam jaring koordinasi untuk penanganan
bencana (disaster) harus berfungsi setiap saat, baik pada tahap sebelum terjadi
musibah/bencana, saat terjadi musibah/bencana, maupun pada tahap pasca
terjadinya musibah/bencana. Fungsi-fungsi tersebut, meliputi ;
a. Sarana pengindera-dini (early warning system), agar musibah / bencana /
marabahaya yang terprediksi / diperkirakan akan terjadi dapat dideteksi
sejak awal, sehingga semua usaha pertolongan dan penyelamatan dapat
dilakukan tepat waktu, terseleksi (tepat guna) dan mengurangi timbulnya
kerugian yang banyak (harta benda bahkan jiwa manusia).
b. Sarana koordinasi antar semua institusi / instansi / organisasi/ potensi yang
terlibat operasi, agar menemukan cara yang tepat, cepat, efektif dan
efisien.
c. Sarana untuk mengalirkan perintah, berita-berita dan berikut pengendalian
terhadap semua unsur dan elemen yang terlibat dalam operasi / kegiatan
pertolongan / penyelamatan.
d. Sarana bantuan administrasi dan logistik.
6

2.4 Komunikasi Bencana


Secara umum komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau
lebih yang mengirim dan menerima pesan, terjadi dalam konteks tertentu,
mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan
balik. Komunikasi juga menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari
pelaku yang terlibat sehingga dalam kegiatan komunikasi terjadi pokok
perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan.
Berkaitan dengan bencana, komunikasi dapat berfungsi sebagai radar
sosial yang memberi kepastian kepada pihak lain mengenai adanya bencana di
suatu tempat. Komunikasi diperuntukkan pada kegiatan pra bencana yang
meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi. Dalam hal ini, komunikasi
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kesiagaan yang
diperlukan dan persiapan apa yang harus dilakukan ketika bencana itu terjadi.
Semua ini, dimaksudkan untuk mengurangi seminimal mungkin korban jiwa
dan kerugian harta benda. Upaya penanggulangan bencana haruslah dimulai
jauh sebelum bencana terjadi karena antisipasi sedini mungkin akan mampu
menekan jumlah kerugian jiwa dan materi. Ketika upaya penanggulangan
bencana dapat dilakukan sedini mungkin, kita berharap muncul sikap,
tindakan, dan perilaku yang menekankan kesadaran manusia dan peningkatan
kemampuan manusia menghadapi ancaman.
Dalam menghadapi bencana, kita memerlukan komunikasi sosial yang
melibatkan banyak masyarakat. Menurut Wilbur Schram (dalam Lestari, 2011:
90), ada empat fungsi komunikasi sosial:
a. Komunikasi sebagai radar sosial. Komunikasi sosial berfungsi untuk
memastikan atau memberi keyakinan kepada pihak lain mengenai
informasi yang sedang berlangsung, bahwa apabila ada informasi yang
baru dan relevan dengan kehidupan masyarakat, masyarakat yang
memperoleh informasi tersebut dapat menggunakannya dalam pergaulan
sehari - hari, agar tidak ketinggalan informasi.
b. Komunikasi sebagai manajemen. Komunikasi sosial berfungsi sebagai
dasar tindakan atau kegiatan komunikasi yang menjadi alat untuk
mengatur atau mengendalikan anggota komunitas dan anggota ini
7

mengetahui apa yang diharapkan oleh pihak lain terhadap dirinya dalam
hidup bermasyarakat.
c. Komunikasi sebagai sarana sosialisasi. Kegiatan komunikasi untuk
menyampaikan pengetahuan atau pendidikan bagi warga ataupun generasi
baru dalam kehidupan bermasyarakat. Kegiatan ini disebut juga sebagai
proses sosialisasi.
d. Kegiatan komunikasi yang berfungsi untuk menghibur masyarakat, atau
kegiatan yang dapat melepaskan ketegangan hidup bermasyarakat.
Komunikasi dalam kehidupan sosial juga penting untuk membangun
konsep diri, aktualisasi diri serta kelangsungan hidup manusia dan melalui
komunikasi sosial, manusia dapat bekerjasama dengan berbagai anggota
masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.

2.5 Manajemen Sistem Informasi pada Bencana (PERMENKES Tahun 2006)


Upaya penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang mempunyai
fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengendalian dalam lingkup “Siklus Penanggulangan Bencana” (Disaster
Management Cycle).

Gambar 1. Siklus Penanggulangan Bencana (Disaster Management Cycle)

Siklus diatas dimulai pada waktu sebelum terjadinya bencana berupa


kegiatan pencegahan, mitigasi (pelunakan / penjinakan dampak) dan
kesiapsiagaan. Kemudian pada saat terjadinya bencana berupa kegiatan
tanggap darurat dan selanjutnya pada saat setelah terjadinya bencana berupa
8

kegiatan pemulihan dan rekonstruksi (Nick Carter, 1991), maka upaya


penanggulangan bencana harus didukung oleh suatu sistem informasi yang
memadai. Sistem ini diharapkan mampu untuk:
a. Meningkatkan kemampuan perencanaan penanggulangan bencana bagi
semua mekanisme penanngulangan bencana, baik pada tingkat pusat
maupun daerah pada semua tahapan penanggulangan bencana.
b. Mendukung pelaksanaan pelaporan kejadian bencana secara cepat dan
tepat, termasuk di dalamnya proses pemantauan dan perkembangan
kejadian bencana
c. Memberikan informasi secara lengkap dan aktual kepada semua pihak
yang terkait dengan unsur-unsur penanggulangan bencana baik di
Indonesia maupun negara asing melalui fasilitas jaringan global.
Sistem informasi adalah kumpulan modul atau komponen yang dapat
mengumpulkan, mengelola, memproses, menyimpan, menganalisa dan
mendistribusikan informasi untuk tujuan tertentu (Turban wt al. 1997).
Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi,
bersifat manajerial, dan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak
luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. (Robert A. Leitch/K.
Roscoe Davis,1983).

2.6 Pengelolaan Data dan Informasi Penanggulangan Krisis


Informasi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana harus
dilakukan dengan cepat, tepat, akurat dan sesuai dengan kebutuhan. Pada saat
pra, saat dan pasca‐bencana pelaporan informasi penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana dimulai dari pengumpulan sampai penyajian
informasi dan ditujukan untuk mengoptimalisasikan upaya penanggulangan
krisis kesehatan akibat bencana.
Dalam pengumpulan data sebaiknya terpilah, sesuai dengan keharusan
untuk mengarus utamakan gender dalam semua kebijakan / program / kegiatan
yang memerlukan data terpilah.
9

a. Informasi Pra‐Bencana
Dalam rangka mendukung upaya‐upaya sebelum terjadi bencana
diperlukan data dan informasi yang lengkap, akurat dan terkini sebagai
bahan masukan pengelola program di dalam mengambil keputusan terkait
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Salah satu bentuk
informasi yang cukup penting adalah adanya profil yang mengambarkan
kesiapsiagaan sumber daya dan upaya‐upaya yang telah dilakukan terkait
dengan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana di daerah,
khususnya di tingkat kabupaten / kota. Informasi yang dikumpulkan dalam
bentuk profil terdiri dari:
1) Gambaran umum wilayah, yang meliputi letak geografis, aksesibilitas
wilayah gambaran wilayah rawan bencana, geomedic mapping, data
demografi, dan informasi bencana yang pernah terjadi
2) Upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan, yang pernah dilakukan
3) Upaya tanggap darurat dan pemulihan, yang pernah dilakukan
4) Gambaran pengelolaan data dan informasi.

Sumber informasi pra‐bencana yang dituangkan kedalam bentuk


profil tersebut berasal dari dinas kesehatan, rumah sakit, instansi terkait
dan puskesmas.

b. Informasi saat dan pasca bencana


Informasi saat dan pasca‐bencana ini terdiri dari :
1) Informasi pada awal kejadian bencana
Informasi ini harus disampaikan segera setelah kejadian awal diketahui
serta dikonfirmasi kebenarannya dengan menggunakan formulir
penyampaian informasi Form B‐1 atau B‐4 (terlampir). Sumber
informasi dapat berasal dari masyarakat, sarana pelayanan kesehatan,
dinas kesehatan provinsi / kabupaten / kota dan lintas sektor.:
2) Informasi penilaian kebutuhan cepat
Informasi ini dikumpulkan segera setelah informasi awal kejadian
bencana diterima oleh Tim Penilaian Kebutuhan Cepat dengan
menggunakan formulir isian form B‐2 (terlampir). Sumber
10

informasinya dapat berasal dari masyarakat, sarana pelayanan


kesehatan, dinas kesehatan provinsi / kabupaten / kota dan lintas
sektor.
3) Informasi perkembangan kejadian bencana
Informasi ini dikumpulkan setiap kali terjadi perkembangan informasi
terkait dengan upaya penanganan krisis kesehatan akibat bencana yang
terjadi. Formulir penyampaian informasinya menggunakan form B‐3
(terlampir). Sumber informasi berasal dari sarana pelayanan kesehatan
dan dinas kesehatan provinsi / kabupaten / kota.

2.7 Sarana Penyampaian Informasi


a. Informasi pra‐bencana
Profil yang mengambarkan kesiapsiagaan sumber daya dan upaya‐upaya
yang telah dilakukan terkait dengan penanggulangan krisis kesehatan
akibat bencana di daerah, khususnya di tingkat kabupaten / kota dapat
disampaikan melalui email dan secara online melalui website.
Sumber informasi:
1) Dinas kesehatan
2) Rumah sakit
3) Instansi terkait
4) Puskesmas
b. Informasi saat dan pasca‐bencana
1) Informasi pada awal kejadian bencana (Form B-1 dan B-4)
Sumber informasi berasal:
a) Masyarakat
b) Sarana pelayanan kesehatan
c) Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota
d) Lintas sektoral
Informasi disampaiakan melalui:
a) Telpon
b) Faksimili
c) Telpon seluler
11

d) Internet
e) Radio komunikasi
2) Informasi penilaian kebutuhan cepat (Form B-2)
Informasi dikumpulkan oleh Tim Penilaian Kebutuhan Cepat yang
bersumber dari:
a) Masyarakat
b) Sarana pelayanan kesehatan
c) Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota
d) Lintas sektoral
Informasi disampaikan melalui:
a) Telepon
b) Faksimile
c) Telepon seluler
d) Internet
e) Radio komunikasi
3) Informasi perkembangan kejadian bencana (Form B-3)
Informasi disampaikan oleh institusi kesehatan di lokasi bencana
(Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan)
Sumber informasi :
a) Masyarakat
b) Sarana pelayanan kesehatan
c) Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota
d) Lintas sektoral
Informasi disampaiakan melalui:
a) Telepon
b) Faksimile
c) Telepon seluler
d) Internet
e) Radio komunikasi
12

2.8 Penerapan Radio sebagai Media Komunikasi dalam Bencana


Pada dasarnya semua unsur penyelenggara komunikasi yang ada di
Indonesia (milik pemerintah, milik swasta, milik perorangan, dll.) dapat
dikerahkan oleh suatu badan, lembaga atau instansi yang berwenang
mengkoordinasikan kegiatan penanggulangan dan penanganan terhadap
kejadian musibah / bencana / marabahaya (disaster), agar dapat tepat waktu
dan tepat pola tindaknya pada saat keadaan emergency tersebut.
Dalam kenyataaannya, banyak diantara pemakai dan pengguna alat dan
peralatan radio komunikasi yang belum memberikan perhatian yang agak
pantas pada suatu kegiatan / operasi penanganan korban musibah bila terjadi
keadaan darurat / marabahaya (disaster). Hal tersebut diatas dapat disebabkan,
antara lain oleh ;
a. Tidak menyadari peranan penting dirinya yang berkemampuan
menggunakan peralatan radio komunikasi dalam keharusan
keterlibatannya.
b. Tidak mempunyai minat dalam memanfaatkan kemampuan diri dan
peralatannya, dan hanya berfikir sudah cukup bila dapat menjalankan
perannya (pada waktu diminta) tanpa usaha untuk menguasai aturan-
aturannya secara baik dan optimal.
c. Tidak tahu harus berbuat apa,.. karena ketidak-tahuan dan tidak terlatih.
Dari uraian secara umum yang ditulis diatas, maka terlihat begitu
pentingnya kita semua harus paham akan posisi dan peran ORARI (organisasi
beserta anggota didalamnya), bahwa kegiatan public service yang dilakukan
ORARI dalam keadaan disaster dengan segala bentuk dan implikasinya, akan
berujung pada seberapa besar kemampuan koordinasinya, kemampuan dan
pengetahuan individu yang dilibatkan, serta dukungan kerja-sama terpadu dari
semua pihak / unit yang ikut dalam kegiatan penanggulangan bencana
tersebut.
13

2.9 Alur dan Mekanisme Penyampaian Informasi


a. Informasi Pra Bencana
Informasi terintegrasi dengan sistem informasi yang sudah ada

Gambar 2. Alur Penyampaian Informasi Pra-Bencana


b. Informasi Saat Bencana
1) Bagan alur penyampaian informasi langsung
Informasi awal tentang krisis pada saat kejadian bencana dari lokasi
bencana langsung dikirim ke Dinas Kab/Kota atau Provinsi, maupun
PPK Setjen Depkes dengan menggunakan sarana komunikasi yang
paling memungkinkan pada saat itu. Informasi dapat disampaikan oleh
masyarakat, unit pelayanan kesehatan dan lain-lain. Unit penerima
informasi harus melakukan konfirmasi.

Gambar 3. Alur Penyampaian Informasi Awal Bencana


14

2) Alur penyampaian informasi penilaian kebutuhan cepat secara berjenjang


Informasi penilaian kebutuhan cepat disampaiakn secara berjenjang mulai
dari institusi kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota, kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke
Depkes melalui PPK dan di laporkan ke Mentri Kesehatan. Alur informasi
dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Gambar 4. Alur Penyampaian Informasi Penilaian Kebutuhan Cepat


3) Alur penyampaian informasi perkembangan PK-AB
Informasi perkembangan disampaikan secara berjenjang mulai dari
institusi kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke
Depkes melalui PPK dan dilaporkan ke Mentri Kesehatan.

Gambar 5. Alur Penyampaian Informasi Perkembangan


15

Mekanisme Penyampaian Informasi


a. Tingkat Puskesmas
1) Menyampaikan informasi pra bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
2) Menyampaiakan informasi rujukan ke RS Kabupaten/Kota bila
diperlukan
3) Menyampaikan informasi perkembangan bencana ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota

b. Tingkat Kabupaten/Kota
1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi awal
bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi
2) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penilaian kebutuhan
pelayanan di lokasi bencana
3) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaiakn laporan hasil
penilaian kebutuhan pelayanan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan
memberi respon ke Puskesmas dan RS Kabupaten/Kota
4) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi
perkembangan bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi
5) RS Kabupaten/Kota menyampaikan informasi rujukan dan
perkembangannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS
Provinsi bila diperlukan

c. Tingkat Provinsi
1) Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan informasi awal kejadian
dan perkembangannya ke Depkes melalui PPK
2) Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kajian terhadap laporan hasil
penilaian kebutuhan pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
3) Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan hasil kajian ke
PPK dan memberi respon ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
RS Provinsi
16

4) RS Provinsi menyampaikan informasi rujukan dan


perkembangannya ke Dinas Kesehatan Provinsi dan RS Rujukan
Nasional bila diperlukan

d. Tingkat Pusat
1) PPK menyampaikan informasi awal kejadian, hasil kajian penilaian
kebutuhan pelayanan dan perkembangannya ke Sekertaris Jendral
Depkes, Pejabat Eselon I dan Eselon II terkait serta tembusan ke
Mentri Kesehatan
2) PPK melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian kebutuhan
pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
3) Rumah sakit umum Pusat Nasional menyampaikan informasi
rujukan dan perkembangannya ke PPK bila diperlukan
4) PPK beserta unit terkait di lingkungan Depkes merespons
kebutuhan pelayanan kesehatan yang diperlukan.

Gambar 6. Mekanisme Penyampaian Informasi

2.10 Mekanisme Kerja Informasi


Informasi yang dikumpulkan oleh Pos Informasi adalah informasi yang
terkait dengan bencana baik pada tahap pra bencana, tahap saat bencana
maupun tahap pasca bencana. Informasi tersebut dapat berasal dari
lingkungan jajaran kesehatan, lintas sektor, media dan masyarakat.
17

a. Pra Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat pra bencana adalah :
1) Informasi sumber daya baik tenaga, dana, sarana dan prasarana dalam
rangka penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana (Form
Kesiapsiagaan pada Pedoman Sistem Informasi Penangggulangan
Krisis Akibat Bencana). Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas,
Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan Dinas Kesehatan
Provinsi.
2) Informasi dari lintas sektor terkait, misalnya meteorologi dan geofisika
dalam rangka penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang
disebabkan oleh fenomena cuaca dan iklim (prakiraan cuaca harian /
mingguan, prakiraan hujan bulanan dan prakiraan musim hujan /
kemarau) serta informasi gempa bumi dan tsunami yang bersumber
dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
3) Informasi nomor telepon, faksimile (kantor dan rumah) serta nomor
telepon genggam / mobile dari petugas yang telah ditunjuk untuk
bertanggung jawab dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana baik dari lintas program maupun lintas sektor untuk
membangun jaringan informasi dan komunikasi ( contact person).
Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan lintas
sector yang terkait dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian
dilakukan pengolahan , dengan melakukan :
1) Penyusunan tabel bencana.
2) Penyusunan peta daerah rawan krisis kesehatan akibat bencana.
3) Penyusunan buku profil penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana yang berisi informasi tentang sumber daya baik tenaga, dana,
sarana dan prasarana dalam rangka penanggulangan krisis dan masalah
kesehatan lain.
18

4) Penyusunan buku informasi penanggulangan krisis kesehatan akibat


bencana yang pernah terjadi.
5) Pembuatan website.
6) Pembuatan peta jalur evakuasi sarana kesehatan pada daerah rawan
bencana (ring 1, ring 2 dan ring 3)
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan
dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk lebih memudahkan
penyampaian informasi ke seluruh pengguna yang membutuhkan
informasi secara cepat dengan biaya yang relatif murah.

b. Saat Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat bencana adalah :
1) Informasi awal penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain
(Form B1 dan B4 pada Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan
Krisis Akibat Bencana).
2) Informasi perkembangan penanggulangan krisis dan masalah
kesehatan lain (Form B2 pada Pedoman Sistem Informasi
Penanggulangan Krisis Akibat Bencana).
Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, instansi terkait,
masyarakat, media cetak dan media elektronik.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah,
dengan melakukan :
1) Penyusunan laporan awal penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana.
2) Penyusunan laporan perkembangan penanggulangan krisis kesehatan
akibat bencana.
Sesuai dengan kebutuhan akan informasi, pemantauan dan
pelaporan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat
dilakukan sesering mungkin. Semua data dan informasi yang didapatkan
akan menjadi landasan dalam pengambilan langkah dan strategi
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Pemantauan ini terus
19

berlangsung hingga penangulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat


ditangani terutama pada masa tanggap darurat.
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan
dengan memanfaatkan teknologi informasi/elektronik untuk lebih
memudahkan penyampaian informasi ke seluruh pengguna yang
membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang relatif murah
dengan membuat Media Center di Pos Informasi.

c. Pasca Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat pasca bencana adalah :
1) Informasi pemulihan / rehabilitasi dan pembangunan kembali /
rekonstruksi sarana / prasarana kesehatan yang mengalami kerusakan.
2) Informasi upaya pelayanan kesehatan (pencegahan KLB,
pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi), kegiatan surveilans
epidemiologi, promosi kesehatan dan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan dan sanitasi dasar di tempat penampungan pengungsi
maupun lokasi sekitarnya yang terkena dampak.
3) Informasi relawan, kader dan petugas pemerintah yang memberikan
KIE kepada masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang
berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma dan memberikan
konseling pada individu yang berpotensi mengalami gangguan stress
pasca trauma.
4) Informasi pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang.
5) Informasi rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan konseling
awal dan membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau
penanggulangan lebih spesifik.
Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan lintas sektor.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah,
dengan melakukan :
20

1) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya


pemulihan / rehabilitasi dan pembangunan kembali / rekonstruksi
sarana / prasarana kesehatan yang mengalami kerusakan.
2) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam upaya pelayanan
kesehatan (pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular,
perbaikan gizi), kegiatan surveilans epidemiologi, promosi kesehatan
dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di
tempat penampungan pengungsi maupun lokasi sekitarnya yang
terkena dampak.
3) Penyusunan informasi dengan program terkait tentang upaya relawan,
kader dan petugas pemerintah yang memberikan KIE kepada
masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang berpotensi
mengalami gangguan stress pasca trauma dan memberikan konseling
pada individu yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca
trauma.
4) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang.
5) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal dan
membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau penanggulangan lebih
spesifik.
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan
dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk lebih memudahkan
penyampaian informasi ke seluruh pengguna yang membutuhkan
informasi secara cepat dengan biaya yang relatif murah.

2.11 Lembaga/Pihak yang Berperan dalam Penyampaian Informasi


Lembaga-lembaga yang berperan dalam mata rantai peringatan
dini ini berkewajiban untuk segera memberikan konfirmasi (secara
manual) bahwa mereka telah menerima berita peringatan dini yang telah
dikirimkan oleh BMKG.Konfirmasi ini dilatihkan melalui penerimaan
berita gempa bumi.
21

Pihak-pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami mempunyai


peran dan tanggung jawab masing-masing.
a. BMKG
Lembaga ini menjadi penyedia berita peringatan dini tsunami di
Indonesia. BMKG menyampaikan berita gempa bumi, berita
peringatan dini tsunami, dan saran untuk tindak lanjut di daerah yang
terancam tsunami kepada pihak lain dalam rantai komunikasi
peringatan dini tsunami.

Tabel 1. Status Peringatan Dan Saran Kepada Pemda dari BMKG


b. BNPB
BNPB berkewajiban menindaklanjuti berita gempa bumi dan berita
peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG.
BNPB membantu menyebarluaskan peringatan dini tsunami dan saran
kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selain itu,
BNPB berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu
kegiatan search andrescue dan bantuan darurat, setelah ancaman
tsunami berakhir.
c. Pemda
Pemerintah daerah (pemda) berkewajiban untuk menindaklanjuti berita
gempa bumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang
disampaikan oleh BMKG. Pemda adalah satu-satunya pihak dalam
rantai komunikasi peringatan dini tsunami yang mempunyai
wewenang serta tanggung jawab memutuskan dan mengumumkan
22

status evakuasi secara resmi berdasarkan informasi dari BMKG.


Berdasarkan UU 24/2007 pasal 46 dan 47, PP 21/2008 pasal 19 dan
Perka BNPB 3/2008 khususnya di dalam Bab 2 yang menyebutkan
bahwa pemda bertanggung jawab untuk segera dan secara luas
mengumumkan arahan yang jelas dan instruktif untuk membantu
penduduk dan pengunjung di daerah tersebut bertindak cepat dan tepat
terhadap ancaman tsunami.
d. TNI
TNI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita
peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG.
TNI ikut berperan dalam usaha menyebarluaskan berita gempabumi
atau berita peringatan dini tsunami khususnya di tingkat daerah. Bila
status evakuasi diumumkan, TNI dapat mendukung proses evakuasi
masyarakat. TNI berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap
darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan darurat, setelah
ancaman tsunami berakhir.
e. POLRI
POLRI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita
peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh
BMKG.POLRI ikut berperan serta dalam usaha menyebarluaskan
berita gempabumi atau berita peringatan dini tsunami khususnya di
tingkat daerah. Bila status evakuasi diumumkan, POLRI dapat
mendukung proses evakuasi masyarakat. POLRI berkewajiban untuk
segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue
dan bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.
f. Stasiun TV dan radio
Stasiun TV dan radio di tingkat nasional atau daerah (milik pemerintah
dan swasta) wajib menyiarkan berita gempabumi dan berita peringatan
dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. Hal ini
berdasar pada UU 31/2009 pasal 34 dan Permenkominfo 20/2006 pasal
1 - 5. Stasiun TV dan radio merupakan pihak dalam rantai komunikasi
peringatan dini tsunami yang mempunyai akses langsung dan cepat
23

kepada publik. Stasiun TV dan radio berkewajiban untuk segera


menangguhkan siaran yang sedang berlangsung dan menyiarkan
peringatan dini tsunami dan saran yang diterima dari BMKG kepada
pemirsa dan pendengar.
g. Masyarakat berisiko
Masyarakat berisiko berhak mendapatkan informasi tentang ancaman
tsunami serta arahan instruktif yang memungkinkan orang-orang yang
terancam bencana bertindak secara tepat dan cepat. Masyarakat
bertanggung jawab untuk siap menyelamatkan diri dari ancaman
gempabumi dan tsunami. Individu dan lembaga masyarakat wajib
meneruskan informasi serta arahan yang benar kepada orang lain.
Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Organisasi Amatir Radio
Indonesia (ORARI), Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) dan
Search and Rescue (SAR) ikut beperan dalam penyebaran berita
gempabumi, berita peringatan dini tsunami, serta saran yang
disampaikan oleh BMKG.
h. Penyedia layanan selular
Penyedia layanan selular merupakan salah satu bagian dari mata rantai
penyebaran berita gempabumi dan peringatan dini tsunami melalui
modal SMS. Penyedia layanan ini berkewajiban meneruskan berita
gempabumi dan berita peringatan dini tsunami dari BMKG ke para
pengguna ponsel yang sudah terdaftar.Secara internal penyedia
layanan ini juga harus memberikan prioritas yang lebih tinggi untuk
pengiriman SMS dari BMKG daripada SMS pada umumnya, seperti
SMS perorangan. Dengan demikian, dalam situasi di mana arus SMS
padat, SMS dari BMKG akan didahulukan dalam antrian untuk sampai
ke pengguna. Selain itu juga mereka wajib menjaga agar server untuk
layanan ini tetap beroperasi dengan terus menerus dan dalam kondisi
baik.Semua layanan ini tidak dipungut biaya.
i. Pengelola hotel
Pengelola hotel berkewajiban untuk menyelamatkan para tamu yang
menginap di hotel tersebut, berkunjung ke hotel tersebut, dan
24

masyarakat yang berada di sekitar hotel tersebut. Pengelola hotel


bertanggung jawab untuk menyiapkan segala prosedur dan rencana
tindak untuk keadaan darurat gempa bumi dan tsunami melalui
langkah-langkah sebagai berikut: membuat mekanisme penerimaan
peringatan dini dari BMKG atau Pusdalops atau BPBD, memberikan
informasi yang lengkap pada para tamu mengenai langkah-langkah
yang harus dilakukan pada saat darurat tsunami, serta menyiapkan
tempat evakuasi sementara dan rambu evakuasi baik di dalam
bangunan hotel maupun di luar bangunan (evakuasi dalam bangunan
hotel harus memenuhi persyaratan bangunan tahan gempabumi dan
tsunami dan memiliki ketinggian melebihi perkiraan tinggi tsunami di
daerah tersebut). Apabila para tamu hotel harus melakukan evakuasi ke
luar dari hotel, maka pengelola hotel berkewajiban memberikan
informasi yang lengkap kepada para tamu lokasi tempat evakuasi
sementara dan membimbing para tamu menuju tempat evakuasi pada
saat darurat tsunami.
25

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia.
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu maksud. Komunikasi yang
berada didalam jaring koordinasi untuk penanganan bencana (disaster) harus
berfungsi pada saat terjadi musibah/bencana, maupun pada tahap pasca
terjadinya musibah/bencana.
Berkaitan dengan bencana, komunikasi dapat berfungsi sebagai radar
sosial yang memberi kepastian kepada pihak lain mengenai adanya bencana
di suatu tempat. Komunikasi diperuntukkan pada kegiatan pra bencana yang
meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi. Dalam hal ini, komunikasi
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kesiagaan yang
diperlukan dan persiapan apa yang harus dilakukan ketika bencana itu terjadi.
Untuk itu diperlukan beberapa alur penyampaian informasi dalam bencana
sehingga dapat diketahui mekanisme yang tepat dalam penyampaian
informasi tersebut.

3.2. Saran
Setelah mengetahui Sistem Informasi dan Komunikasi di Bencana,
penulis akan memberikan usulan dan masukan positif khususnya di bidang
kesehatan antara lain :

a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan


Diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan
kesehatan dan mempertahankan kerja sama baik antara tim kesehatan
dalam menghadapi kegawatdaruratan sehingga dapat meningkatkan mutu
kesehatan dan dapat mengaplikasikan tindakan yang tepat dalam
menghadapi pra, saat dan pasca bencana.
26

b. Bagi Tenaga Kesehatan Khusunya Perawat


Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainya dalam
tindakan kegawatdaruratan, khususnya pada wilayah yang rentan
mengalami bencana.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih berkualitas
dan profesional agar tercipta perawat yang profesional, terampil, inovatif,
aktif, dan bermutu yang mampu memberikan tindakan yang tepat secara
menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan dan dapat
mengaplikasikannya saat terjun ke masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai