Oleh :
MARYAM ZUNAR
(NIM.P1337420116006)
B. KLASIFIKASI CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD).
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi
kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade,
dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1
dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage
5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
o Kreatinin serum dan kadar BUN normal
o Asimptomatik
o Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
o Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
o Kadar kreatinin serum meningkat
o Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral:
- Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
- Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
- Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis
- Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
- Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
- Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
- Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
- Nefropati obstruktif
- Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal
- Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–
nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
- Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
- Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
- Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
- Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
- Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
- Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.
E. PATHWAYS
a. Pathofisiologi pada pre renal;
Pe ↓ perfusi ginjal
↓
Pe ↓ aliran darah ke ginjal
↓
Pe ↓ LFG
↓
Pe ↑ fraksi dari filtrate yang dieabsorbsi pada tubulus proximal
↓
Pe ↓ flow urin
↓
Retensi Natrium
↓
Edema
b. Pathofisiologi pada renal
3. Kelainan Mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphorAlergi bahan-bahan dalam proses
HD
b. Kering Bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di
bawah kulit.
- Kulit mudah memar
- Kulit kering dan bersisik
- Rambut tipis dan kasa
6. Neuorpsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
9. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada
pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati
nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
o Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan
dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit
nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi
ginjal.
o Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya
4. KOMPLIKASI
- Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
- Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
- Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
- Asidosis metabolic
- Osteodistropi ginjal
- Sepsis
- neuropati perifer
- hiperuremia
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
o Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
o Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
o Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
A. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
1. Airway
a. Lidah jatuh kebelakang
b. Benda asing/ darah pada rongga mulut
c. Adanya sekret
2. Breathing
a. pasien sesak nafas dan cepat letih
b. Pernafasan Kusmaul
c. Dispnea
d. Nafas berbau amoniak
3. Circulation
a. TD meningkat
b. Nadi kuat
c. Disritmia
d. Adanya peningkatan JVP
e. Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
f. Capillary refill > 3 detik
g. Akral dingin
h. Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
4. Disability : pemeriksaan neurologis è GCS menurun bahkan terjadi koma,
Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada
tungkai
B. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
- AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
- Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
- Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
o Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
o Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik,
riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis
herediter)
- Anamnesa
o Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
o Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium
o Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
o Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
o Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
o Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
o Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
o Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
o Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
o Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
o Lain-lain : Penurunan berat badan
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
D. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan
perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau
pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli
Kriteria Hasil :
o Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
o Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
o Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
o Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Airway Management
o Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
o Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
o Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
o Pasang mayo bila perlu
o Lakukan fisioterapi dada jika perlu
o Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
o Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
o Lakukan suction pada mayo
o Berikan bronkodilator bial perlu
o Barikan pelembab udara
o Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
o Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
AcidBase Managemen
o Monitro IV line
o Pertahankanjalan nafas paten
o Monitor AGD, tingkat elektrolit
o Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
o Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
o Monitor pola respirasi
o Lakukan terapi oksigen
o Monitor status neurologi
o Tingkatkan oral hygiene
2. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan
frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
Kriteria Hasil:
o Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
o Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
o Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asite
o Tidak ada penurunan kesadaran
NIC :
Cardiac Care
Fluid management
Fluid Monitoring
NIC :
Fluid management
Fluid Monitoring
Nutrition Management
Nutrition Monitoring
NIC :
Energy Management
Activity Therapy
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition
. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Menyetujui,
Pembimbing Klinik
______________________________
NIP.