Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

ACUTE KIDNEY INJURY

Pembimbing: dr. Arif Gunawan, SpPD

Disusun oleh:

Budi Santoso 030.13.043


Gilang Akbar D 030.12.118
Chairunnisa Putri A 030.12.054

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :


ACUTE KIDNEY INJURY
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang periode Mei 2018 – Juli 2018

Disusun oleh:
Budi Santoso 030.13.043
Gilang Akbar D 030.12.118
Chairunnisa Putri A 030.12.054

Telah diterima dan disetujui oleh dr. dr. Arif Gunawan, SpPD selaku dokter
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang

Karawang, 6 Juli 2018

dr. Arif Gunawan, SpPD


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat.
Referat disusun sebagai bentuk evaluasi pembelajaran selama menjalani
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang.
Dalam penulisan referat, tidak sedikit kendala yang penulis hadapi. Namun
berkat bimbingan, bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada dr. Arif Gunawan, SpPD selaku pembimbing yang telah sabar, tulus
dan ikhlas meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan bimbingan,
motivasi dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama penulisan
referat.
Penulis menyadari perlunya saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,
penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu khususnya
dibidang kesehatan.

Karawang, 6 Juli 2018

Penulis,

Budi Santoso
BAB I
PENDAHULUAN

Acute Kidney Injury/AKI (Gangguan Ginjal Akut/GnGA) merupakan


kondisi akut yang terjadi dalam kurun waktu beberapa jam yang menyebabkan
penurunan fungsi ginjal mendadak akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostatis tubuh sebagai fungsi ginjal maupun kerusakan
struktural dari ginjal.(1) Kondisi ini dapat ditandai dengan peningkatan metabolit
persenyawaan nitrogen seperti ureum, kreatinin, sehingga terjadi kondisi azotemia,
(peningkatan Blood Urea Nitrogen) dan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit,
serta asam-basa. Secara tampilan klinik, AKI dapat menyebabkan penurunan
produksi urin, sehingga dapat terjadi kondisi oligouria hingga anuria. Kondisi
gangguan ginjal ini bersifat reversible sehingga fungsi ginjal diharapkan dapat
kembali seperti normal (2,3).

Pada negara berkembang, angka kejadian AKI cukup tinggi dengan


prevalensi berkisar antara 60% dan diperkirakan kejadian AKI ditemukan pada
15% pasien yang dating ke rumah sakit dengan kondisi kritis (3,4,5). Pada penelitian
lain menyebutkan sebesar 4,3% rawatan di rumah sakit disebabkan oleh kejadian
AKI. Meskipun kejadian AKI jarang menyebabkan pasien dating ke rumah sakit,
kejadian AKI dapat berdampak cukup besar pada kesehatan seseorang. Angka
kejadian AKI tertinggi dapat ditemukan pada pasien anak dan usia lanjut, karena
pada kedua populasi tersebut banyak ditemukan kelainan fungsi ginjal dan intake
cairan yang terkadang sulit, namun tidak menutup kemungkinan kejadian AKI
ditemukan di segala usia (6,7).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal

Ginjal terletak di ruang peritoneal antara vertebra torakal dua belas atau
lumbal satu dan lumbal empat. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ± 6 cm dan
24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram pada
orang dewasa. Tiap ginjal terdiri atas 8 – 12 lobus yang berbentuk piramid. Ginjal
mempunyai lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung glomerulus, tubulus
proksimal, distal yang berkelok-kelok, dan duktus koligens, serta lapisan dalam
yaitu medula yang mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta,
dan duktus koligens terminal. Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut
papil ginjal yang merupakan ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens
bermuara pada duktus papilaris Bellini yang ujungnya bermuaradi papil ginjal dan
mengalirkan urin ke dalam kaliks minor, karena ada 18 – 24 lubang muara duktus
Bellini pada ujung papil yang disebut area kribrosa. Antara dua piramid terdapat
jaringan korteks tempat masuknya cabang-cabang arteri renalis disebut kolumna
Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks mayor yang bersatu menjadi
pelvis ginjal dan kemudian bermuara ke dalam ureter. Ureter kanan dan kiri
bermuara di kandung kemih/vesika urinaria. Urin dikeluarkan dari vesika urinaria
melalui uretra.

2.2 Sirkulasi Ginjal

Tiap ginjal menerima kira-kira 25 persen isi sekuncup jantung. Dalam hal
ini ginjal merupakan suplai darah terbesar di dalam tubuh manusia. Suplai darah
pada setiap ginjal biasanya berasal daari arteri renalis yang keuar daari aorta. Arteri
renalis bercabang-cabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan melewati
medula menuju ke batas antara korteks dan medula. Arteri interlobaris akan
bercabang membentuk arteri arkuata yang berjalan sejajar dengan permukaan
ginjal. Arteri interlobularis berasal dari arteri arkuata dan bercabang menjadi
arteriol aferen glomerulus. Sel-sel otot khusus di dinding arteriol aferen, dengan sel
lacis serta bagian dari tubulus distal yang berdekatan dengan glomerulus (makula
densa), membentuk aparat jukstaglomerular yang mengendalikan sekresi renin.
Arteriol aferen bercabang-cabang menjadi kapiler glomerulus yang kemudian
bergaabung lagi menjadi arteriol eferen.

2.3 Struktur Ginjal

Setiap ginjal terdiri dari sekitar ± 1 juta unit fungsional mikroskopik yang
dikenal sebagai nefron, yang disatukan oleh jaringan ikat. Pada manusia,
pembentukan nefron selesai pada janin usia 35 minggu. Unit fungsional ini (nefron)
adalah unit terkecil di dalam suatu organ yang mampu melaksanakan semua fungsi
organ tersebut. Karena fungsi utama ginjal adalah menghasilkan urin dan dalam
pelaksanaannya, mempertahankan stabilitas komposisi CES (Cairan Ekstra Sel),
maka nefron adalah unit terkecil yang mampu membentuk urin. Perkembangan
pada ginjal paling cepat terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir, oleh karena itu
bila ada masa ini terjadi gangguan pada ginjal misalnya infeksi saluran kemih atau
refluks maka dapat menggangu pertumbuhan ginjal. Susunan nefron di dalam ginjal
adalah sedemikian sehingga dihasikan dua regio berbeda, regio luar yang disebut
korteks ginjal dan tampak granular dan regio dalam medula ginjal yang tersusun
oleh segitiga-segitiga bergaris piramida ginjal.

2.4 Fisiologis Ginjal

Ginjal merupakan organ ekskresi, fungsi utama ginjal adalah menjaga


keseimbangan internal dengan menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Untuk
melaksanakan hal itu sejumlah besar cairan difiltasi di glomerulus dan kemudian
direabsorpsi dan disekresi disepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna
diserap kembali dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan sebagai urin, sedangkan air
ditahan sesuai kebutuhan tubuh kita. Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi 2
golongan yaitu:
2.4.1 Fungsi Ekskresi

 Ekskresi sisa metabolisme protein


Sisa metabolisme lemak dan karbohidrat yaitu CO2 dan H2O
dikeluarkan melalui paru dan kulit. Sisa metabolisme protein yaitu ureum,
kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat dikeluarkan melalui ginjal.
Jadi bila teerjadi kerusakan ginjal akan terjadi peniCambunan zat-zat hasil
metabolisme tersebut dengan akibat terjadi azotemia, hiperkalemia,
hiperosfatemia, hiperurisemia dan lain-lain dengan segala macam akibat.
 Regulasi volume cairan tubuh

Bilatubuh kelebihan cairan makan terdapat rangsangan melalui


arteri karotis interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior. Rangsangan
tersebut diteruskn ke kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon
anti-diuretik (ADH) dikurangi dan akibatnya diuresis menjadi banyak.
Sebaliknya bila tubuh kekurangan air (dehidrasi), maka produksi Adh akan
bertambah sehingga produksi urin berkurang karena penyerapan air di
tubulus distal dan duktus koligens bertambah.

 Menjaga keseimbangan asam-basa

Keseimbangan asam dan basa tubuh diatur oleh paru dan ginjal. Paru
menjaga jumlah H2CO3 plasma dengan mengatur kadar pCO2 dan ginjal
menjaga konsentrasi NaHCO3 dengan cara menyerap NaHCO3 dan
mensekresi H+ di tubulus.

2.4.2 Fungsi Endokrin

 Partisipasi dalam eritropoesis

Pada penderita gagal ginjal kronik sering disertai dengan anemia


berat yang normokromik. Ternyata bahwa untuk pembentukan sel darah
merah diperlukan zat eritropoetin. Eritropoetin dirubah dari proeritropoetin
yang mungkin dibuat dalam hati oleh zat yang diproduksi ginjal yang
disebut faktor eritropoetik gnjal (kidney erythropoetic factor)

 Pengaturan tekanan darah

Bila terjadi iskemia ginjal misalnya oleh stenosis arteri renlis maka
fungsi pengaturan tekanan darah akan terjadi

 Keseimbangan kalsium dan fosfor

Pada gangguan ginjal kronik dapat terjadi kerusakan tlang yang


disebut osteodistrofi ginjal. Hal ini disebabkan karena ginjal mempunyai
peranan pada metabolisme vitamin D, dimana vitamin D berfungsi untuk
menyerap kalsium diusus (hipokasemia), hal ini akan diperberat lagi dengan
adanya

2.5 Filtrasi Ginjal


Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urin : filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
 Filtrasi Glomerulus

Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman


harus melewati tiga lapisan berikut yang membentuk membran glomerulus:
dinding kapiler glomerulus, membran basal, dan lapisan dalam kapsul
bowman. Secara kolektif, lapisan-lapisan ini berfungsi sebagai saringan
molekuler halus yang menahan sel darah dan protein plasma tetapi
membolehkan H2O dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil lewat.
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari satu sel endotel gepeng. Lapisan ini
memiliki banyak pori besar yang menyebabkan 100 kali lebih permeabel
terhadap H2O dan zat terlarut daripada kapiler di bagian lain tubuh.
Membran basal adalah lapisan gelatinosa aselular (tidak mengandung sel)
yang terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang tersisip diantara
glomerulus dan kapsul bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural,
dan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma yang kecil. Protein
plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karen tidak dapat melewati pori
kapiler, tetapi pori ini masih dapat melewatkan albumin, protein plasma
terkecil. Namun, karena bermuatan negatif maka glikoprotein menolak
albumin dan protein plasma lainnya yang juga bermuatan negatif. Karena itu
protein plasma hampir tidak terdapat di dalam filtrat, dengan kurang dari 1%
molekul albumin berhasil lolos ke dalam kapsul bowman. Sebagian penyakit
ginjal yang ditandai oleh adanya albumin berlebih di dalam urin
(albuminuria) disebabkan oleh gangguan pada muatan negatif di membran
basal, yang menyebabkan membran glomerulus lebih permeabel terhadap
albumin meskipun ukuran pori kapiler tidak berubah. Lapisan terakhir
membran glomerulus adalah lapisan dalam kapsul Bowman. Lapisan ini
terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi glomerulus. Setiap
podosit memiliki banyak foot process memanjang yang saling menjalin
dengan foot process podosit sekitar. Celah diantara foot process yang
berdampingan dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalur tempat cairan
meninggalkan kapiler glomerulus menuju lumen kapsul bowman.

 Reabsorpsi Tubulus
Reabsorpsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Semua
konstituen kecuali protein plasma memiliki konsentrasi yang sama di filtrat
glomerulus dan di plasma. Pada sebagian besar kasus, jumlah setiap bahan
yang diserap adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan
komposisi dan volume lingkungan cairan internal yang sesuai. Secara umum,
tubulus memiliki kapasitas reabsorpsi yang besar untuk bahan-bahan yang
dibutuhkan oleh tubuh dan kecil atau tidak ada untuk bahan-bahan yang tidak
bermanfaat. Karena itu hanya sedikit konstituen plasma yang terfiltrasi dan
bermanfaat bagi tubuh terdapat di urin karena sebagian besar telah
direabsorpsi dan dikembalikan ke darah. Hanya bahan esensial, misalnya
elektrolit yang berlebihan yang diekskresikan di urin. Untuk konstituen
plasma esensial yang diatur oleh ginjal, kapasitas reabsorpsi dapat bervariasi
bergantung pada kebutuhan tubuh. Sebaliknya, sebagian produk sisa yang
terfiltrasi terdapat di urin. Bahan sisa ini, yang tidak bermanfaat dan bahkan
berpotensi merugikan tubuh jika dibiarkan menumpuk, sama sekali tidak
direabsorpsi. Zat-zat ini menetap di tubulus untuk dikeluarkan di urin.
Sewaktu H2O dan bahan penting lain direabsorpsi, produk-produk sisa yang
tertinggal di cairan tubulus menjadi sangat pekat.
 Sekresi Tubulus
Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transport
transepitel, tetapi kini langkah-langkahnya dibalik. Dengan menyedikan rute
pemasukan kedua ke dalam tubulus untuk bahan-bahan tertentu, sekresi tubulus:
pemindahan diskret bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus,
menjadi mekanisme pelengkap yang meningkatkan eliminasi bahan-bahan ini
dari tubuh. Setiap bahan yang masuk ke cairan tubulus, dan tidak direabsorpsi
akan dieliminasi dalam urin. Bahan-bahan terpenting yang disekresikan oleh
tubulus adalah ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan kation
organik, yang banyak di antaranya adalah senyawa yang asing bagi tubuh.

2.6 Definisi AKI


Acute Kidney Injury/AKI (Gangguan Ginjal Akut/GnGA) merupakan
kondisi akut yang terjadi dalam kurun waktu beberapa jam yang menyebabkan
penurunan fungsi ginjal mendadak akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostatis tubuh sebagai fungsi ginjal maupun kerusakan
struktural dari ginjal.(1). AKI merupakan sindrom yang terdiri dari penurunan
kemampuan filtrasi ginjal yang terjadi dalam tempo beberapa jam sampai hari,
kondisi azotemia yang merupakan peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen
seperti ureum, kreatinin, serta dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, serta asam-basa. Kondisi AKI ditandai dengan keluhan oligouria hingga
anuria. Sebagian besar kejadian AKI bersifat asimtomatik dan sering ditandai
dengan peningkatan konsentrasi ureum dan kreatinin (2,3).
Berdasarkan masalah dan letak masalahnya, Diagnosis dan penatalaksanaan
gagal ginjal terutama AKI dapat dibagi menjadi 3 yaitu gangguan pada prerenal
tanpa gangguan renal (55%), penyakit yang mengakibatkan gangguan pada
(3)
parenkim renal (40%), dan penyakit dengan obstruksi saluran kemih (5%) .
Kondisi gangguan ginjal ini bersifat reversible sehingga fungsi ginjal diharapkan
dapat kembali seperti normal setelah dilakukan terapi masalah yang mendasari
terjadinya AKI (8).
Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialisis, mempunyai mortalitas
tinggi melebihi 50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi
organ. Walaupun terdapat perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka
mortalitas belum berkurang karena usia pasien dan pasien dengan penyakit kronik
lainnya (8,9).

2.7 Epidemiologi

Kejadian AKI dapat ditemukan hampir diseluruh golongan dan negara.


Namun di negara berkembang, angka kejadian AKI cukup tinggi dengan prevalensi
berkisar antara 60% dan diperkirakan kejadian AKI ditemukan pada 15% pasien
yang dating ke rumah sakit dengan kondisi kritis (3,4,5). Perbedaan mencolok antara
kejadian AKI pada negara berkembang dan negara maju adalah penyebab dan
(3)
patofisiologi kejadian AKI . Sebesar 4,3% rawatan di rumah sakit pada negara
berkembang disebabkan oleh kejadian AKI. Meskipun kejadian AKI jarang
menyebabkan pasien datang ke rumah sakit, kejadian AKI dapat berdampak cukup
besar pada kesehatan seseorang.

Angka kejadian AKI tertinggi dapat ditemukan pada pasien anak dan usia
lanjut, karena pada kedua populasi tersebut banyak ditemukan kelainan fungsi
ginjal dan intake cairan yang terkadang sulit, namun tidak menutup kemungkinan
kejadian AKI ditemukan di segala usia (6,7).

2.8 Klasifikasi

Secara terminology AKI merupakan situasi intoksikasi akut oleh senyawa


hasil metabolic ginjal. Tahun 2004 dilakukan consensus tentang kondisi AKI yang
menghasilkan kriteria RIFLE (Risk-Injury-Failure-Loss-End stage kidney disease)
Kriteria laju filtrasi glomerulus Kriteria jumlah urine
Risk Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali < 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam
Injury Peningkatan serum kreatinin 2 kali - 2.9 kali < 0,5 ml/kg/jam selama 12 jam
Failure Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau < 0,5 ml/kg/jam selama 24 jam
kreatinin 355 μmol/l atau anuria selama 12 jam
Loss Gagal ginjal akut persisten, kerusakan total
fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu
ESRD Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan

Tabel 1. Klasifikasi AKI menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group

Tabel 2. Klasifikasi AKI berdasarkan kriteria RIFLE modified by AKIN

2.9 Etiologi & Patofisiologi

Acute Kidney Injury dibagi menjadi pre-renal, intra renal dan pasca renal.
a. Pre-renal Acute Kidney Injury
Terjadi ketika aliran darah menuju ginjal berkurang, dihubungkan dengan
kontraksi volume intravaskular atau penurunan volume darah. Pada pre-renal injury
secara intrinsik ginjal normal, dimana volume darah dan kondisi hemodinamik
dapat kembali normal secara reversibel. Keadaan pre-renal injury yang lama dapat
menyebabkan gangguan ginjal akut pada intrarenal yang dihubungkan dengan
hipoksia/iskemia acute tubular necrosis (ATN) (8). Ketika perfusi ginjal terganggu,
terjadi relaksasi arteriol aferen pada tonus vaskular untuk menurunkan resistensi
vaskular ginjal dan memelihara aliran darah ginjal (9,10). Selama terjadi hipoperfusi
ginjal, pembentukan prostaglandin vasodilator intrarenal, termasuk prostasiklin,
memperantarai terjadinya vasodilatasi mikrovasular ginjal untuk memelihara
perfusi ginjal. Pemberian inhibitor siklooksigenase seperti aspirin atau obat anti
inflamasi non-steroid dapat menghambat terjadinya mekanisme kompensasi dan
(11,12)
mencetuskan insufisiensi ginjal akut . Ketika tekanan perfusi ginjal rendah,
dengan akibat terjadi stenosis arteri renalis, tekanan intraglomerular berusaha untuk
meningkatkan kecepatan filtrasi, yang diperantarai oleh peningkatan pembentukan
angiotensin II intrarenal sehingga terjadi peningkatan resistensi eferen arteriolar.
Pemberian inhibitor angiotensin-converting enzyme pada kondisi ini dapat
menghilangkan tekanan gradien yang dibutuhkan untuk meningkatkan filtrasi dan
mencetuskan terjadinya acute kidney injury.(12) Pre-renal injury dihasilkan dari
hipoperfusi ginjal berhubungan dengan kontraksi volume dari perdarahan, dehidrasi,
penyakit adrenal, diabetes insipidus nefrogenik atau sentral, luka bakar, sepsis, sindrom
nefrotik, trauma jaringan, dan sindrom kebocoran kapiler. Penurunan volume darah
efektif terjadi ketika volume darah normal atau meningkat, namun perfusi ginjal
menurun berhubungan dengan penyakit seperti gagal jantung kongestif, tamponade
(11)
jantung, dan sindrom hepatorenal . Walaupun pre-renal injury disebabkan oleh
penurunan volume atau penurunan volume darah efektif, koreksi dari gangguan
penyerta akan memulihkan fungsi ginjal kembali normal.
Category Abnormality Possible causes

Prerenal Hypovolaemia Haemorrhage


Volume depletion
Renal fluid loss (over-diuresis)
Third space (burns, peritonitis, muscle trauma)

Impaired cardiac Congestive heart failure


function Acute myocardial infarction
Massive pulmonary embolism

Systemic Anti-hypertensive medications


vasodilatation Gram negative bacteraemia
Cirrhosis
Anaphylaxis
Category Abnormality Possible causes

Increased vascular Anaesthesia


resistance Surgery
Hepatorenal syndrome
NSAID medications
Drugs that cause renal vasoconstriction (i.e. cyclosporine)
b. Intra-renal
Pada hypoxic/ischemic GnGA ditandai oleh vasokonstriksi lebih awal diikuti
oleh patchy tubular necrosis. Penelitian terkini menduga bahwa vaskularisasi ginjal
berperan penting pada acute injury dan chronic injury, dan sel endotel telah
diidentifikasi sebagai target dari kelainan ini. Aliran darah kapiler peritubular telah
diketahui abnormal selama reperfusi, dan juga terdapat kehilangan fungsi sel endotel
normal yang dihubungkan dengan gangguan morfologi perikapiler peritubular dan
fungsinya. Mekanisme dari kerusakan sel pada Hypoxic/ishemic acute kidney injury
tidak diketahui, tetapi pengaruh terhadap endotel atau pengaruh nitrit oksida pada tonus
vaskular, penurunan ATP dan pengaruh pada sitoskeleton, mengubah heat shock
protein, mencetuskan respon inflamasi dan membentuk oksigen reaktif serta molekul
nitrogen yang masing-masing berperan dalam terjadinya kerusakan sel. (13,14)
- Nephrotoxic acute kidney injury(14)
Obat-obatan yang dihubungkan dengan kejadian acute kidney injury,
saat ini dihubungkan dengan toxic tubular injury, termasuk antibiotik golongan
aminoglikosida,media kontras intravaskular, amfoterisin B, obat kemoterapi
seperti ifosfamid dan cisplatin, asiklovir, dan asetaminofen. Nefrotoksisitas
karena amoniglikosida ditandai dengan non oliguria GnGA, dengan urinalisis
menunjukkan abnormalitas urin minimal. Insidensi dari nefrotoksisitas karena
aminoglikosa dihubungkan dengan dosis dan lama penggunaan dari antibiotik
serta fungsi ginjal yang menurun berhubungan dengan lama penggunaan
aminoglikosa. Etiologi kejadian tersebut dihubungkan dengan disfungsi
lisosom dari tubulus proksimal dan perbaikan fungsi ginjal akan tercapai jika
pemakaian antibiotik dihentikan. Namun, setelah penghentian pemakaian
antibiotik aminoglikosida, kreatinin serum dapat meningkat dalam beberapa
hari, hal ini dihubungkan dengan berlanjutnya kerusakan tubular dengan kadar
aminoglikosida yang tinggi pada prenkim ginjal. Cisplatin, ifosfamid,
asiklovir, amfoterisin B, dan asetaminofen juga bersifat nefrotoksik dan
mencetuskan terjadinya acute kidney injury.

- Uric acid nephropathy dan tumor lysis syndrome(14)


Pasien dengan acute lymphocytic leukemia dan B-cell lymphoma
memiliki risiko tinggi untuk terjadinya GnGA, hal ini dihubungkan dengan
uric acid nephropathy dan atau tumor lysis syndrome. Walaupun
patogenesis dari uric acid nephropathy bersifat komplek, mekanisme
penting terjadinya kerusakan dihubungkan dengan munculnya kristal dalam
tubulus, yang menyebabkan aliran urin terhambat, atau hambatan
mikrovaskular ginjal, yang mengakibatkan aliran darah ginjal terhambat.
- Acute Interstitial Nephritis(14)
Acute Interstitial Nephritis (AIN) dapat menyebabkan gangguan
ginjal sebagaai akhir reaksi terhadap obat atau dihubungkan dengan acute
interstitial nephritis idiopatik. Pasien dengan AIN terdapat gejala rash,
demam, artralgia, eosinofilia, dan piuria dengan atau tanpa eosinofiluria.
Obat-obatan yang dihubungkan dengan terjadinya AIN termasuk metisilin
dan golongan penisilin lainnya, simetidin, sulfonamid, rifampin, obat anti
inflamasi non-steroid, dan proton pump inhibitors. Acute Interstitial
Nephritis yang dihubungkan dengan obat anti inflamasi non-steroid dapat
ditandai dengan proteinuria bermakna serta mencetuskan sindrom nefrotik.
Penanganan spesifik yaitu penghentian obat tersebut yang menyebabkan
AIN. (12,13)
Category Abnormality Possible causes

Instrinsic Tubular Renal ischaemia


(shock, complications of surgery, haemorrhage, trauma, bacteraemia, pancreatitis, pregnancy)
Nephrotoxic drugs
(antibiotics, antineoplastic drugs, contrast media, organic solvents, anaesthetic drugs, heavy metals)
Endogenous toxins
(myoglobin, haemoglobin, uric acid)

Glomerular Acute post-infectious glomerulonephritis


Lupus nephritis
IgA glomerulonephritis
Infective endocarditis
Goodpasture syndrome
Wegener disease
Interstitium Infections
(bacterial, viral)
Medications
(antibiotics, diuretics, NSAIDs, and many more drugs)

Vascular Large vessels


(bilateral renal artery stenosis, bilateral renal vein thrombosis)
Small vessels
(vasculitis, malignant hypertension, atherosclerotic or thrombotic emboli, haemolytic uraemic syndrome, thrombotic
thrombocytopenic purpura)
c. Post-renal (15)
Obstruksi dari saluran urin dapat menyebabkan acute kidney injury jika
obstruksi terjadi pada ginjal unilateral, bilateral ureter, atau jika ada obstruksi
uretra. Obstruksi dapat diakibatkan malformasi kongenital seperti katup uretral
posterior, bilateral ureteropelvic junction obstruction, atau bilateral obstructive
ureteroceles. Kelainan kongenital yang paling sering adalah katup uretra posterior.
Obstruksi saluran urin didapat dihasilkan dari hambatan batu ginjal atau lebih
jarang karena tumor. Ini penting untuk mengevaluasi adanya obstruksi. Di
Indonesia biasanya disebabkan oleh kristal asam jengkol (intoksikasi jengkol).
Obstruksi dapat terjadi di seluruh saluran kemih mulai dari uretra sampai ureter dan
pelvis. Sampai sekarang belum ada bukti terjadinya kristalisasi di tubulus. Tindakan
yang cepat dengan alkalinisasi urin dengan bikarbonat natrikus dapat melarutkan
kristal tersebut, tetapi pada beberapa kasus yang datang terlambat, kadang-kadang
sampai memerlukan tindakan dialisis.14 Uropati obstruktif adalah penyebab penting
AKI dan CKD pada anak yang bersifat potensial reversibel.15
Uropati obstruktif merupakan penyebab utama AKI terutama banyak ditemkan
pada neonatus. Etiologi uropati obstruktif biasanya adalah kelainan kongenital
saluran kemih, kadang kadang saja didapat. Kelainan kongenital merupakan faktor
predisposisi untuk obstruksi aliran kemih yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi ginjal dan stasis aliran kemih dan mudah menimbulkan infeksi saluran kemih
berulang, selanjutnya dapat mengakibatkan Chronic Kidney Disease. Obstruksi
kongenital juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan ginjal.
Category Abnormality Possible causes

Postrenal Extrarenal Prostate hypertrophy


obstruction Improperly placed catheter
Bladder, prostate or cervical cancer
Retroperitoneal fibrosis

Intrarenal Nephrolithiasis
obstruction Blood clots
Papillary necrosis
Gambar 1. Etiologi AKI (16)

2.10 Manifestasi Klinis & Pemeriksaan Penunjang

Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume
urine berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila
produksi urin < 50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan
konsentrasi terganggu, dalam keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala
lain yang timbul adalah uremia dimana BUN di atas 40 mmol/l, edema paru terjadi
pada penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik dengan manifestasi
takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor penyebabnya(1,9)
2.11 Tatalaksana

Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya


kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah
komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai
faal ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi,
perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan
pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal,
mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan
nutrisi yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi
dialisis sebelum timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR (14).

Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan


pemantauan berat badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada
pasien dengan kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan
(5,14)
menggunakan diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari . Dosis obat
harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang mengandung
magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan
untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada
GGA, penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah
protein,natrium dan kalium(5,8)
Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan
volume, asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hiponatremia. Indikasi
dilakukannya dialisa adalah (5,8,15):
1. Oligouria : produksi urine < 200 ml dalam 12 jam
2. Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam
3. Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
4. Asidemia : pH < 7,0
5. Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
6. Ensefalopati uremikum
7. Neuropati/miopati uremikum
8. Perikarditis uremikum
9. Hipertermia
10. Keracunan obat

Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut (5):


1. Energi 20–30 kkal/kgBB/hari
2. Karbohidrat 3–5 (max. 7) g/kgBB/hari
3. Lemak 0.8–1.2 (max. 1.5) g/kgBB/hari
4. Protein (essential dan non-essential amino acids)
Terapi konservatif 0.6–0.8 (max. 1.0) g/kgBB/hari
Extracorporeal therapy 1.0–1.5 g/kgBB/hari
5. CCRT hypercatabolism maximum 1.7g/kgBB/hari

GGA post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi


misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan
sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran
prostate(15)
Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskuler Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<
1L/hari)
Hiponatremia Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari
Hiperkalemia infuse larutan hipotonik.
Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari),
Asidosis metabolic hindari diuretic hemat kalium
Natrium bikarbonat ( upayakan
Hiperfosfatemia bikarbonat serum > 15 mmol/L, pH >7.2 )
Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat,
Hipokalsemia kalsium karbonat)
Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-
Nutrisi 20 ml larutan 10% )
Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari)
jika tidak dalam kondisi katabolic
Karbohidrat 100 g/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika
perjalanan klinik lama atau katabolik

Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut

Indikasi hemodialisa pada gagal ginjal akut (5,14) :


1. GGT ( klirens kreatinin < 5 ml/m)
2. GGA berkepanjangan ( > 5 hari)
3. GGA dengan: a. keadaan umum yang buruk
b. K serum > 6 mEq/L
c. BUN > 200 mg%
d. pH darah < 7,1
e. Fluid overload
4. Intoksikasi obat yg gagal dengan terapi konservatif
2.12 Komplikasi

Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis


metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan
hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru,
yang dapat menimbulkan keadaan gawat (4). Hiperkalemia terjadi karena beberapa
hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel,
kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga
disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa
(4,5)
menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik . Asidosis terjadi karena
bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga
meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada
fase penyembuhan GGA (5).

Komplikasi sistemik seperti (1,5,16) :


1. Jantung
Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
3. Neurologi:
Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,
4. Gangguan kesadaran dan kejang.
5. Gastrointestinal:
Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik
8. Infeksi
Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9. Hambatan penyembuhan luka
2.13 Prognosis

Mortalitas akibat AKI bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal.
Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi
yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan
memperburuk prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%),
perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%),
dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.
Pasien dengan AKI yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%,
karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan(16).
BAB III
PENUTUP

Acute Kidney Injury (AKI) atau Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu
sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak
(dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa
metabolisme nitrogen (urea/creatinin) dan non nitrogen, dengan atau tanpa disertai
oligouri. Penyebab gagal ginjal akut yang dibagi menjadi 3 besar yaitu:
a) Pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik) yang disebabkan utama oleh hipoperfusi
ginjal dimana terjadi hipovolemia.
b) Renal (gagal ginjal initrinsik) yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah
ginjal.
c) Post-renal (uropati obstruksi akut) yang disebabkan oleh obstruksi ureter dan
obstrtuksi uretra.
Gejala klinis dari gagal ginjal akut yang tampak adalah adanya oligouri,
anuria, high output renal failure BUN, dan kreatinin serum yang meningkat. Tujuan
utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal
ginjalnya sembuh secara spontan
DAFTAR PUSTAKA

1. Makris K, Spanou L. Acute Kidney Injury: Definition, Pathophysiology and


Clinical Phenotypes. The Clinical Biochemist Reviews. 2016;37(2):85-98.
2. Stein,Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. panduan klinik ilmu penyakit
dalam.edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
3. Lameire NH, Bagga A, Cruz D, De Maeseneer J, Endre Z, Kellum JA, et al.
Acute kidney injury: an increasing global concern. Lancet. 2013;382:170–
9. [PubMed]
4. Case J, Khan S, Khalid R, Khan A. Epidemiology of acute kidney injury in
the intensive care unit. Crit Care Res Pract. 2013;2013:479730. [PMC free
article] [PubMed]
5. Uchino S, Kellum JA, Bellomo R, Doig GS, Morimatsu H, Morgera S, et
al. Beginning and Ending Supportive Therapy for the Kidney (BEST
Kidney) Investigators Acute renal failure in critically ill patients: a
multinational, multicenter study. JAMA. 2005;294:813–8. [PubMed]
6. utherland SM, Ji J, Sheikhi FH, Widen E, Tian L, Alexander SR, et al. AKI
in hospitalized children: epidemiology and clinical associations in a national
cohort. Clin J Am Soc Nephrol. 2013;8:1661–9.[PMC free
article] [PubMed]
7. Wang X, Bonventre JV, Parrish AR. The aging kidney: increased
susceptibility to nephrotoxicity. Int J Mol Sci. 2014;15:15358–76. [PMC
free article] [PubMed]
8. Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci. Harrison's Principles
of Internal Medicine 16th Edition. USA : McGraw-Hill, 2004
9. Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors.
Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2006.
10. Takaoka, Kuro, Matsumura. Role of endothelin in the pathogenesis of acute
renal failure. Drug News Perspect 2000, 13(3): 141
11. Sharfuddin AA, Molitoris BA. Pathophysiology of ischemic acute kidney
injury. Nat Rev Nephrol. 2011;7:189–200. [PubMed]
12. Blantz RC. Pathophysiology of pre-renal azotemia. Kidney
Int. 1998;53:512–23.[PubMed]
13. Basile DP, Anderson MD, Sutton TA. Pathophysiology of acute kidney
injury. Compr Physiol. 2012;2:1303–53. [PMC free article] [PubMed]
14. Dager W, Hallilovic J. Acute Kidney Injury. In: DiPiro JT, Talbert RL, Yee
GC, et al., editors. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 8th
Edition. New York: McGraw-Hill; 2011. p. 746
15. Hegarty NJ, Young LS, Kirwan CN, O’Neill AJ, Bouchier-Hayes DM,
Sweeney P, et al. Nitric oxide in unilateral ureteral obstruction: effect on
regional renal blood flow. Kidney Int. 2001;59:1059–65. [PubMed]
16. Lameire N, Van Biesen W, Vanholder R. Acute renal
failure. Lancet. 2005;365:417–30. [PubMed]

Anda mungkin juga menyukai