Abstrak
dimana kondisi penyakit ini dapat diderita oleh 10% sampai lebih dari 40% populasi
dunia. Beberapa penelitian akhir-akhir ini telah menjelaskan tingkat kemanjuran dari
gejala rinitis alergi, kita belumlah mengetahui bahwa apakah cetirizine lebih manjur/
melibatkan 100 orang anak yang berusia 13 sampai 16 tahun, dan penelitian ini
dilakukan dari bulan Oktober sampai November 2009 di dua sekolah menengah
diberikan loratadine 10 mg (satu kali sehari di pagi hari selama 14 hari). Tingkat
gejala baseline (skor tingkat gejala sebelum dilakukannya penelitian) dan dari
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan di kelompok loratadine setelah 3 hari
dan 7 hari penanganan (masing-masing P = 0,01 dan P = 0,03). Selain itu, para
kelompok cetirizine.
rinitis alergi. Namun, loratadine diketahui lebih dapat memunculkan efek samping
yang berupa sakit kepala dan palpitasi jika dibandingkan dengan cetirizine.
Rinitis alergi (AR/ allergic rhinitis) merupakan satu masalah kesehatan global,
dimana kondisi ini mempengaruhi 10% sampai lebih dari 40% populasi dunia.
Rinitis alergi simtomatik dapatlah mengurangi tingkat kualitas hidup dan dapat
rinitis alergi. Pengaruh komparatif antihistamin generasi kedua, yaitu cetirizine dan
loratadine, belumlah diketahui pada kelompok pasien yang berusia muda. Cetirizine
Loratadine, 98% nya dimetabolisasi pada liver dan diekskresikan oleh ginjal,
seluruh zat nya diekskresikan oleh ginjal. Namun, Bucks dkk menemukan fakta
bahwa cetirizine diketahui enam kali lipat lebih kuat dibandingkan loratadine, dan
dengan demikian dosis loratadine yang lebih tinggi seringkali diperlukan untuk
mencapai hasil yang sama. Beberapa antihistamin generasi kedua lainnya, seperti
contohnya terfenadine dan astemizole, diketahui juga memiliki efek yang sama
dengan cetirizine, namun obat-obatan ini dimetabolisme lebih cepat pada liver dan
Metode
Kami melakukan percobaan acak, buta-ganda, terkendali dari bulan Oktober sampai
dikumpulkan melalui kuesioner. Para pasien yang dilibatkan di dalam penelitian ini
adalah mereka yang mengalami gejala-gejala rinitis alergi (hidung berair, bersin-
bersin, hidung mampet, gatal pada mata, mata kemerahan, gangguan tidur,
terganggunya fungsi kognitif, atau tidak masuk sekolah) dan atopik. Kami
penskoran alergi rinitis : 0 = tidak terbukti ada gejala, 1 = gejala ringan namun tidak
mengganggu aktifitas harian dan/ atau tidur, 2 = gejala sedang yang terkadang
mengganggu aktifitas harian dan/ atau tidur, serta 3 = gejala parah yang mengganggu
aktifitas harian dan/ atau tidur. Kami tidak menyertakan subjek yang memiliki
oral atau topikal, dan menggunakan antihistamin dalam 24 jam terakhir, dan yang
Para pasien pun dibagi kedalam dua kelompok melalui pengacakan sederhana
kelompok II mendapatkan loratadine 10 mg, dimana obat ini harus diminum satu kali
sehari selama 14 hari. Kami mengevaluasi pasien pada kunjungan 1 untuk tindakan
skrining, setelah 3 hari (kunjungan kedua), setelah 7 hari (kunjungan ketiga), dan
setelah 14 hari penanganan (kunjungan 4). Para subjek dilarang untuk mengkonsumsi
gejala baseline, dan efek samping yang muncul di-assessment/ dinilai setelah respons
terapeutik pada hari ke-3, ke-7, dan ke-14. Gejala-gejala yang muncul diobservasi
dan pemeriksaan fisik dilakukan di tiap kunjungan. Penelitian ini mendapatkan izin/
dan efek samping yang muncul. Perbedaan-perbedaan pun akan dianggap signifikan
jika P <0,005. Kami menggunakan SPSS versi 15 untuk pengolahan data. Penelitian
Loratadine
n=50
Hasil
Kami pun men-skrining 475 siswa, dan 150 diantaranya diketahui menderita rinitis
alergi. Lima puluh dari 150 anak ini ditidaksertakan karena beberapa alasan berikut
siswa sudah mengkonsumsi antihistamin. Sisanya, yaitu 150 anak pun diacak/
dirandomisasi kedalam dua kelompok yang terdiri dari masing-masing 50 anak, dan
Pada kunjungan pertama, 21 siswa di kelompok cetirizine memiliki skor rinitis alergi
kelompok loratadine, 16 siswa memiliki skor rinitis alergi sedang, dan 34 siswa
lainnya memiliki skor tinggi (parah). Mayoritas subjek (63%) diketahui memiliki
skor rinitis alergi tinggi/ parah pada baseline (sebelum atau di awal dilakukannya
penelitian).
Tabel 2 menunjukkan skor rinitis alergi pada hari ke-3, ke-7, dan ke-14 penanganan.
Pada hari ke-3 dan ke-7, terjadi penurunan tingkat gejala rinitis di kedua kelompok,
antara kedua kelompok (P = 0,40 di hari ke-3, dan P = 0,07 di hari ke-7). Setelah 14
hari, mayoritas dari para subjek di kedua kelompok pun tidak lagi mengalami gejala,
terjadi penurunan tingkat gejala di tiap kelompok, namun diketahui tidaklah terdapat
hari dan 7 hari penanganan. Sakit kepala diketahui lebih sering terjadi di kelompok
loratadine jika dibadingkan dengan di kelompok cetirizine (hari ke-3 P = 0,01 dan
hari ke-7 P = 0,03). Selain itu, pada hari ke-7, kami pun mengobservasi tingkat efek
samping yang berupa palpitasi adalah lebih sering terjadi di kelompok loratadine jika
Pembahasan
alergi. Tingkat prevalensi aktual akan kondisi ini adalah sulit untuk diketahui, karena
banyak dari penderitanya yang tidak memeriksakan diri ke dokter, mereka cukup
dengan mengobati diri mereka sendiri. Menurut Studi Internasional Tentang Asma
dan Alergi Pada Anak-Anak (ISAAC/ International Study on Asthma and Allergy in
Childhood), tingkat prevalensi rinitis alergi adalah 1,4 – 39,7% di usia 13 sampai 14
tahun. Sesuai dengan data ini, kami pun menemukan terdapat 32% siswa (150/475)
yang di-skrining diketahui mengidap kondisi ini. Usia rerata para subjek di dalam
Diagnosis rinitis alergi umumnya dilakukan dengan dasar hasil pemeriksaan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik pasien. Selain gejala-gejala klasik kongesti hidung,
hidung gatal, bersin-bersin, rinorea, mata gatal dan mata berair, pertimbangan
penting lainnya mencakup riwayat keluarga akan rinitis alergi, riwayat penyakit
atopik lainnya, dan pengalaman penanganan sebelumnya serta hal-hal lain yang
dapat menjadi pemicu kondisi ini. Untuk tujuan penelitian kami, diagnosis rinitis
riwayat keluarga akan rinitis alergi dan penyakit atopik lainnya, serta dengan
Kami tidaklah melakukan uji diagnostik untuk menegakan diagnosis rinitis alergi, hal
ini karena banyak dari subjek yang menolak untuk mendapatkan tindakan
pengambilan sampel darah, dan para subjek pun tidak berkenan dilakukannya uji
tusuk. Pedoman/ panduan yang sudah diterbitkan oleh Himpunan Asma, Alergi, dan
Imunologi Amerika, dan juga hasil panel-panel para ahli lainnya, telah
merekomendasikan uji konfirmasi ketika rinitis alergi secara klinis terduga diidap
oleh pasien. Tidaklah terdapat bukti untuk mendukung superioritas/ keunggulan dari
rekomendasi ini dari percobaan empirik langsung medikasi, dan hampir dari seluruh
dokter umum akan memilih untuk langsung melakukan penanganan empiris dengan
Uji diagnostik diantaranya adalah uji tusuk kulit, uji intradermal, dan pemeriksaan
darah in vitro. Uji provokasi hidung, smear hidung, transimulasi hidung, dan
direkomendasikan untuk dilakukan pada evaluasi rutin, namun akan berguna pada
penyebab rinitis.
Antihistamin generasi kedua adalah bersifat selektif untuk reseptor-reseptor H1 tepi.
tidak terlalu bersifat sedatif (tidak terlalu menyebabkan kantuk) jika dibandingkan
keamanan dari beberapa antihistamin generasi kedua pada anak-anak pun sudah
diteliti pada sejumlah percobaan klinis. Berbeda dengan temuan-temuan kami, satu
mengurangi tingkat gejala-gejala utama rinitis alergi (hidung berair, bersin, hidung
gatal, dan mata berair) jika dibandingkan dengan loratadine dan plasebo. Penelitian
kami menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal
alergi.
Mayoritas dari para partisipan kami diketahui menderita rinitis alergi dengan tingkat
keparahan tinggi, hal ini didasarkan pada sistem penskoran yang kami gunakan.
Kami pun mengklasifikasikan gejala rinitis alergi kedalam kategori ringan, sedang,
dan parah. Tingkat keparahan ringan didefinisikan sebagai tidak terjadinya gangguan
terhadap aktifitas harian dan/ atau tidur. Tingkat keparahan sedang didefinisikan
harian dan/ atau tidur. Dan tingkat keparahan tinggi didefinisikan sebagai kondisi
dengan gejala yang sangat mengganggu aktifitas harian dan/ atau tidur.
Kami tidaklah menemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal pengaruh
Namun terdapat satu penelitian yang menemukan temuan bahwa tidak terdapat
pengaruh sedatif ataupun antikolinergik di kelompok loratadine, yang dimana hal ini
Satu penelitian yang melibatkan 398 orang pasien pun dilakukan untuk mengetahui
pengaruh cetirizine terhadap kualitas hidup dan kesehatan pasien penderita rinitis
keparahan total, dan juga untuk pemulihan aktifitas sehari-hari, masalah praktis,
gangguan tidur, dan gangguan emosional. Sama dengan penelitian kami, gejala
akhir penanganan dengan cetirizine, namun tidaklah terdapat perbedaan yang secara
walaupun konsentrasi plasma obat-obatan ini adalah lebih tinggi jika dibandingkan
perbedaan yang secara statistik signifikan dalam hal kemunculan palpitasi antara
rinitis alergi. Namun, loratadine diketahui memiliki resiko yang lebih tinggi dengan
kemunculan efek samping yang berupa sakit kepala dan palpitasi (jantung berdebar).