Anda di halaman 1dari 23

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Penyusun:
Nadia Shadrina & Tazkia Shahnaz Andjani
030.14.134 & 030.14.191

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik
Departemen Anestesi di RSUD Karawang periode 26 Maret – 28 April 2018

Jakarta, 12 April 2018

Pembimbing
dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus pasien pada kepaniteraan klinik
bagian anestesi di RSUD Karawang.
Tugas laporan kasus ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para
pembimbing yang sudah meluangkan waktunya dan ilmunya yaitu dr. Ucu
Nurhadiat, Sp.An, dr. Ade Nurkacan, Sp.An, dr. Catur Pradono, Sp.An dan
juga kepada seluruh dokter lainnya yang turut membantu dan membimbing
penulis serta teman-teman coass kepaniteraan klinik di bagian anestesi yang telah
membantu dan men-support penulis. Semoga Allah SWT membalas kebaikan atas
bantuan nya selama ini.
Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat membantu menambah
ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai materi ini, serta salah satunya untuk
memenuhi tugas di kepaniteraan klinik bagian anestesi RSUD Karawang
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan laporan
kasus ini, diharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan
penulisan ini. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.

Penulis

Nadia Shadrina & Tazkia Shahnaz Andjani

2
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………. 1
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 5
BAB II ILUSTRASI KASUS
2.1 Identitas Pasien
2.2 Anamnesis
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.5 Diagnosis
2.6 Kesimpulan
2.7 Pre-Operatif
2.8 Intra Operatif
2.9 Post Operatif
2.10 Follow Up
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Mioma Uteri
3.1.1
3.1.2
3.1.3
3.1.4
3.1.5
3.1.6
3.1.7
3.1.8
3.2 Anemia
3.2.1 Definisi Anemia
3.2.2 Etiologi

3
3.2.3 Gejala Klinis
3.2.4 Tatalaksana Anemia
3.3 Anestesi Spinal
BAB IV ANALISIS

4
BAB I
PENDAHULAN

Mioma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor jinak
yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut fibromioma uteri,
leiomioma, atau uterine fibroid. Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang
terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi antara 20% –
25 % terjadi pada wanita diatas umur 35 tahun, tepatnya pada usia produktif
seorang wanita, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen.

Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin


(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun. Anemia dapat disebabkan
oleh beberapa hal antara lain gangguan pembentukan eritrosit, perdarahan akut
maupun kronis, dan hemolysis yaitu proses penghancuran eritrosit.

Anemia ada beberapa jenis, salah satunya anemia mikrositik hipokrom


yang artinya mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV kurang, MCHC kurang). Hal ini
umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis heme (besi), seperti pada anemia
defisiensi besi, keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan
sintesis globin, seperti pada talasemia.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk membahas


mengenai masalah mioma uteri pada pasien ini yang didiagnosa mengidap mioma
uteri dan perdarahan yang terjadi beberapa minggu dan menyebabkan kejadian
anemia.

5
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. E
Usia : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 13/08/1977
Status Pernikahan : Menikah

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada 06/04/2018 pukul 06.00 WIB
Keluhan Utama: Pusing sejak 2 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang: Siklus haid sejak 2017 mulai tidak teratur.
Hipertensi (+), DM (-), Asma (-), Alergi (-)
Riwayat Penyakit Dahulu: Pada tahun 2016 sudah pernah menjalani operasi
karena terdapat kista dan pada bulan September
2017 mengalami keguguran. Terdapat mioma
pada bagian kiri dan kanan. Riwayat operasi (+)
Riwayat obstetri : G1P0A1
Riwayat Penyakit Kel.: Hipertensi (+), Asma (+)

2.3 Pemeriksaan Fisik


Kesadaran: Composmentis
Keadaan umum: Sakit ringan
TD : 140/90 SpO2 : 99%
HR : 85x/min RR : 20x/min
ASA : II Suhu : 36,5
Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi
merata

6
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : Oral hygiene baik
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Paru: SNV (+/+) Ronki (-/-) Wheezing (-/-)
Jantung: BJ I & II Reg, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan kuadran iliaca dextra, bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+) Oedem (-) Sianosis (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hari Kamis, Tanggal 05/04/2018
 Hb : 8,7 g/dL
 Eritrosit : 3,66
 Trombosit : 754
 Hematokrit : 29%
 MCV : 79 fL
 MCH : 24 pg
 MCHC : 30 g/dL
 RDW-CV : 18,5%
 GDS : 149 mg/dL

2.5 Diagnosis
Abnormal uterine bleeding e.c mioma uteri
Diagnosis tambahan: Dismenore dan anemia e.c perdarahan

2.6 Kesimpulan
Status fisik pasien : ASA II dengan anemia
Perencanaan anastesi : Pada pasien ini akan dilakukan tindakan HTSO
hysterectomy total salpingo ovarektomy dengan
anestesi spinal
2.7 Pre-Operatif
 Diagnosis pre-operasi: Abnormal uterine bleeding e.c mioma uteri

7
 Tindakan operasi: Laparatomi
 Cek Informed Consent (+)
 Pasien dipuasakan selama 11 jam pre-operatif
 IV line terpasang pada tangan kanan dengan Asering
 Persiapan obat dan alat anestesi umum
o Menyiapkan meja operasi
o Menyiapkan mesin dan alat anestesi
o Menyiapkan nasal kanul, suction, stetoskop, NIBP, saturasi
oksigen
o Menyiapkan obat-obatan (Premedikasi, Induksi, Maintanance,
Emergency, dan Relaxant)
 Keadaan umum
o Kesadaran: Composmentis
o Kesan sakit: Sakit sedang
 Tanda vital:
Tekanan darah : 145/90 Nadi : 80x/menit
SpO2 : 99% RR : 22x/menit
Suhu : 36,5

2.8 Intra Operatif


Tindakan anestesi
 Pasien masuk ruang operasi dengan hanya mengenakan baju operasi.
Kemudian diposisikan di meja operasi dan dipakaikan topi operasi dan
di pasang alat monitoring
 Penilaian pra induksi pada pukul 11.00 WIB. Kesadaran
composmentis, suhu 36,5, tekanan darah 145/90, SpO2 99%, Nadi
88x/menit, RR 22x/menit
 Pasien segera ditidurkan dengan diberikan Sedacum 3 mg, bupivacain
15 mg, ondansetron 4 mg, ketolorac 3 mg, tramadol 100 mg. Setelah
itu pasien dipasangkan nasal kanul

8
Keadaan Intra operasi
 Diagnosa Pre-Op : Abnormal uterine bleeding e.c mioma uteri
 Jenis anestesi : Spinal anestesi
 Jenis operasi : Laparatomi/HTSO
 Lama anestesi : 11.00 – 12.20 (1 jam 20 menit)
 Lama operasi : 11.00 – 12.10 (1 jam 10 meit)
 Induksi : Bupivacaine 15 mg
 Teknik dan alat khusus : NIBP, SpO2
 Posisi : Terlentang
 Cairan infus :
 Keadaan akhir bedah : TD : 120/70 Suhu : 35,8
Nadi : 80x/menit RR : 22x
SpO2 : 99%

2.9 Post Operasi


Operasi berakhir pada pukul 12.10 WIB tanggal 06/04/2018. Diagnosa
post operasi adalah abnormal uterine bleeding e.c mioma uteri. Adapun
instruksi post operasi sebagai berikut:
 Rawat inap
 Observasi keadaan umum, tanda vital, nyeri
 Valsartan 1x80 mg
 Sulfas Ferosus 2x1 tab
 Ceftriaxone 2x1 gr
Selesai operasi pasien dalam kondisi belum sadar lalu dipindahkan ke
ruang pemulihan, melanjutkan pemberian cairan dan di observasi tanda vital
pernapasan, tekanan darah serta nadi setiap 15 menit selama 1 jam pertama.
Sesuai instruksi pasca anestesi jika pasien mengeluh mual atau muntah
diberikan ondansetron 4 mg IV. Lalu pasien dipindahkan ke kamar rawat inap
di Cilamaya Baru.

9
2.10 Follow Up
Pre-Operasi
Cilamaya Baru 05/04/2018
S: Pasien mengeluh keluar darah dari vagina sudah 3 minggu. Riwayat alergi
obat dan makanan disangkal. Asma (-) Hipertensi (+) Riwayat operasi (+) dan
pasien puasa sejak jam 23.00
O: TD : 120/80 mmHg RR : 14x/menit
Nadi : 80x/menit Suhu : 36,4
Hb : 8,7 g/dL
Leukosit : 3,66 x 106/uL
Trombosit : 754 x 103 uL
Hematokrit : 29% GDS : 149 mg/dL
MCV : 79 fL MCHC : 30 g/dL
MCH : 24 pg RDM-CV : 18,5%
A: ASA II dengan hipertensi, anemia mikrositik hipokrom, leukopenia,
trombositosis, DM
P: Acc operasi

Post-Operasi
Cilamaya Baru 06/04/2018
S: Nyeri luka operasi (+) Mual (-) Muntah (-) Demam (-) Batuk (-)
O: TD : 130/80 mmHg RR : 20x/menit
Nadi : 86x/menit Suhu : 36,1
A: Mioma uteri
P: Observasi tanda vital, Ceftriaxone 2x1 gr, Asering

10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mioma Uteri
3.1.1 Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri atau disebut juga fibromyoma, fibroid atau
leiomyoma merupakan suatu tumor yang jinak yang berasal dari otot
uterus dan jaringan ikat yang terdapat di dalamnya. Mioma uteri adalah
salah satu tumor jinak yang paling sering didapati oleh sejumlah pasien
perempuan, tumor ini dapat bersifat tunggal, ganda dan terkadang
ukurannya dapat mencapai ukuran yang cukup besar.
Prevalensi terjadinya mioma uteri ini terjadi pada wanita usia
reproduktid, kira kira terjadi sebanyakan 20 – 25%, dan bahkan terjadi
lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun yaitu sebesar 40%. Dengan adanya
prevalensi tersebut bisa dikaitkan adanya hubungan antara terjadinya
mioma uteri dengan kandungan hormone estrogen pada seorang
perempuan.

3.1.2 Klasifikasi Mioma Uteri


3.1.2.1 Menurut Lokasi
Pada uterus, bagian cervical memiliki prevalensi
2,6% untuk menjadi tempat terjadinya mioma uteri, pada isthmus
terdapat prevalensi sebanyak 7,2 % dan pada isthmus biasanya
didapatkan keluhan nyeri pada saat berkemih dan gangguan pada
traktus urinarius nya, dan yang paling sering yaitu prevalensi
sebesar 91% terjadi pada bagian corpiral dan biasanya terjadi tanpa
adanya gejala pada penderita.
3.1.2.2 Menurut Lapisan Pada Uterus
Dibagi menurut arah pertumbuhannya, dibagi menjadi 4
bagian yaitu mioma submucosa 6,1%, mioma intramural 54%,
mioma subserosa 48,2%, dan mioma intraligamenter 4,4%.

11
A. Mioma Submukosa : Lapisan yang terdapat berada di
bawah endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri, dapat
dalam bentuk bertangkai ataupun tidak, jika bentuknya bertangkai
dan menonjol melalui kanalis servikalis kemungkinan besar mudah
terjadi torsi atau menyebabkan infeksi. Tumor yang terdapat pada
submucosa dapat memperluas permukaan rahim. Keluhan yang
biasanya dikeluhkan adanya perdarahan melalui vagina.
B. Mioma Intramural : Terdapat di dinding uterus diantara
serabut myometrium. Gejala yang muncul biasanya hanya efek
tidak nyaman karena adanya massa yang berada di perut sebelah
kanan.
C. Mioma Subserosa : Pada tumor ini, tumbuh keluar
dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi
oleh serosa, dan dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum
latum menjadi mioma intraligamenter apabila pertumbuhannya
kearah lateral. Apabila dalam ukuran yang besar, akan mengisi
rongga peritonial sebagai suatu massa, dan menyebabkan
perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di
sekitarnya dan menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih
dari tangkai ke omentum dan menyebabkan tangkai menjadi

12
mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus
dan menjadi massa tumor yang bebas di dalam rongga peritoneum
dan dikenal dengan jenis parasitic.
D. Mioma Intraligamenter : Pada mioma ini adalah mioma
subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, seperti
menempel pada ligamentum atau omentum dan kemudian bergerak
kea rah lateral sehingga menjadi mioma intraligamenter.

3.1.3 Anatomi Dan Fisiologi Uterus

Uterus merupakan organ yang terdiri dari tiga bagian yaitu :


- Fundus : Merupakan tonjolan bulat yang terdapat di bagian atas dan
terletak di atas insersio tuba falopi.
- Corpus : Merupakan bagian utama pada uterus yang mengelilingi
kavum uteri.
- Istmus : Merupakan bagian sedikit yang berbentuk seperti pipa
yang menghubungkan corpus dengan serviks.

Uterus merupakan organ berdinding tebal, muscular, pipih,


tampak cekung dan mirip dengan bentuk buah pir terbalik. Ukuran yang
biasanya di miliki wanita cenderung hampir sama, pada wanita yang
belum pernah hamil berat uterus kira kira berkisar 60 gram atau sekitar 2

13
ons. Ketika melakukan palpasi atau penekanan pada umumnya uterus akan
mengeluarkan respon nyeri. Kepadatan dan kelunakan pada uterus berbeda
beda pada setiap wanita yang biasanya didasari oleh beberapa faktor
misalnya : pada uterus seseorang yang memiliki atau mengandung banyak
rongga selama fase sekresi dan pada siklus menstruasi akan lebih lunak
selama masa hamil tetapi akan lebih padat setelah mengalami masa
menopause.

3.1.4 Etiologi Mioma Uteri


Penyebab terjadinya mioma uteri belum diketahui secara pasti, dan
jarang ditemukan sebelum memasuki usia pubertas, beberapa penelitian
mengatakan bahwa dipengaruhi oleh hormone reproduksi dan mayoritas
terjadi pada saat wanita memasuki usia reproduksi, tetapi tidak ada bukti
kuat bahwa estrogen merupakan penyebab yang adekuat yang
menyebabkan terjadinya mioma uteri tetapi memang dikategorikan sebagai
precursor pertumbuhan miomatosa.
Hal yang mungkin menjadi perdebatan mengenai hormone
estrogen menjadi salah satu penyebab terjadinya mioma uteri adalah pada
prevalensi terjadinya mioma uteri adalah pada saat masa pubertas atau
masa reproduksi, pada saat menopause akan mengalami pengecilan
ukuran, Pada estrogen di dapatkan enzim 17B hidroxydesidrogenase,
enzim ini mengubah estradiol sebuah estrogen kuat menjadi estron yaitu
estrogen lemah, aktifnya enzim tersebut menjadi penyebab berkurangnya
jaringan miomatus dimana berhubungan dengan reseptor estrogen yang
lebih banyak.

3.1.5 Faktor Resiko Mioma Uteri


Beberapa faktor yang menjadi faktor resiko terjadinya mioma uteri
adalah usia penderita, hormone endogen, riwayat keluarga, berat badan,
kehamilan dan paritas dan kebiasaan merokok.

14
3.1.6 Patofisiologi Mioma Uteri
Mioma uteri terdapat pada sel otot polos myometrium, terjadinya
mioma dibagi menjadi 2 garis besar penyebab yaitu faktor inisiator dan
promotor. Pada beberapa penelitian sebelumnya didapatkan bahwa mioma
berasal dari jaringan uniseluler hal tersebut diketahui dari penelitian
dengan menggunakan glucose-6-phospatase dehydrogenase. Transformasi
neoplastic myometrium menjadi mioma melibatkan beberapa aspek yaitu
mutase somatic dari myometrium normal dan interaksi kompleks hormone
sterois seks dan growth factor lokal. Banyak ditemukan mediator mioma
uteri, seperti misalnya estrogen growth factor, insulin growth factor-1
(IGF1).
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi
somatic pada sel sel myometrium yang mencakup banyak terjadinya
perubahan kromosom, baik parsial maupun perubahan secara keseluruhan.
Pada mioma uteri mengandung reseptor estrogen dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dibandingkan jaringan myometrium disekitarnya, namun
masih lebih rendah dibandingkan dengan endometrium. Peran hormone
progesterone adalah menyebabkan terjadinya pembesaran tumor dengan
cara down-regulation apoptosis tumor, sedangkan hormone estrogen
berperan dalam pembesaran tumor dengan cara meningkatkan produksi
matriks ekstraseluler. Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal,
berdinding licin, dan apabila dilakukan pembelahan akan menonjol keluar
sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul.

3.1.7 Kriteria Diagnosis Mioma Uteri


3.1.7.1 Anamnesis
Terdapat nyeri perut bagian bawah, terjadi perdarahan
abnormal uterus, terkadang disertai gangguan haid, buang air
kecil atau buang air besar, nyeri perut terasa seperti terpuntir,
terdapat adanya infertilitas

15
3.1.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada palpasi didapatkan adanya pembesaran uterus, jika
memang didapatkan adanya tumor maka akan teraba sebagai nodul
regular dan tidak bergerak/tetap pada bagian abdomen bawah,
pergerakkannya terbatas atau bahkan bebas. Konsistensi yang
muncul jika diraba adalah padat, kenyal, bergerak. Permukaannya
rata, jika terdapat area perlunakan maka akan memberi kesan
adanya perubahan degenerative.
Pada pemeriksaan pelvis, jika terjadi mioma submucosa
yang bertangkai pada akan mengakibatkan dilatasi serviks dan
akan terlihat pada ostium serviks. Uterus juga cenderung
membesar tidak beraturan dan noduler. Terdapat perlunakan
tergantung pada derajat degenerasi dan kerusakan vaskuler yang
terjadi. Pada pemeriksaan ginekologik dengan melakukan palpasi
bimanual mendapatlan tumor menyatu dengan Rahim atau mengisi
kavum douglasi.
Pada pemeriksaan penunjang yang paling sering ditemukan
adalah anemia yang disebabkan oleh perdarahan uterus dan
habisnya cadangan zat besi. Pada mioma juga menghasilkan
eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia,
terdapat hubungan antara polisitemia dan penyakit ginjal yang
diduga terjadi akibat penekanan mioma terhadap ureter yang
menyebabkan peningkatan tekanan balik ureter dan kemudian
menginisiasi terbentuknya eritropoetin ginjal. Pada pemeriksaan
USG dapat menentukan jenis, lokasi mioma, ketebalan
endometrium, dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma
juga daopat dideteksi dengan CT scan / MRI, tetapi kedua
pemeriksaan tersebut tidak bisa memberikan keterangan lebih jelas
dibandingkan USG.

16
3.1.8 Indikasi Bedah Mioma Uteri
Menurut American College of Obstetricians and Gyneclogist (
ACOG ) dan American Society of Reproductive Medicine ( ASRM )
indikasi dilakukan tindakan bedah pada penderita mioma uteri adalah :
- Terdapat perdarahan uterus yang tidak mengalami perubahan
walaupun sudah diberikan terapi konservatif.
- Diduga adanya keganasan.
- Adanya pertumbuhan mioma pada massa menopause.
- Adanya keluhan infertilitas karena adanya gangguan pada kavum uteri
atau dikarenakan adanya oklusi tuba.
- Adanya nyeri dan adanya penekanan organ lain yang dirasa sangat
menganggu.
- Adanya gangguan berkemih dan keluhan lain yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
- Adanya anemia hebat diakibatkan perdarahan.

3.2 Anemia
3.2.1 Definisi Anemia
Definisi dari anemia adalah berkurangnya 1 atau lebih parameter
sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematocrit atau jumlah sel darah
merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah
13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Anemia merupakan
kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari penyakit
lainnya. Gejala anemia dapat timbul jika hemoglobin menurun kurang dari
7 atau 8 gr/dl. Berat ringannya gejala tergantung pada: beratnya penurunan
kadar hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, umur, adanya
kelainan kardiovaskuler.

17
3.2.2 Etiologi Anemia
Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia
yaitu pendekatan kinetik yang didasarkan pada mekanisme yang berperan
dalam turunnya Hb dan pendekatan morfologi yaitu mengkategorikan
anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular
volume/MCV) dan respons retikulosit. Berdasarkan pendekatan kinetik,
anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen
yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel
darah merah dan kehilangan darah. Sedangkan menurut pendekatan
morfologi, penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel
darah merah pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter.
Anemia diklasifikasikan menjadi anemia makrositik, mikorsitik dan
normositik.

Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV


di atas 100 fL. Anemia ini dapat disebabkan oleh peningkatan retikulosit,

18
metabolism abnormal asam nukleat, gangguan maturasi sel darah merah,
penggunaan alkohol, penyakit hati, dan hipotiroidisme. Anemia mikrositik
merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV
kurang dari 80 fL) dan biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam
eritrosit. Dengan penurunan MCH dan MCV akan didapatkan gambaran
mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Anemia normositik adalah
anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini disebabkan
oleh penyakit ginjal kronik, dan anemia hemolitik.

3.2.3 Gejala Klinis


Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan
terjadinya anemia, dan kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih
ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan, karena ada kesempatan
bagi mekanisme homeostatic untuk menyesuaikan dengan berkurangnya
kemampuan darah membawa oksigen. Gejala utama nya ialah sesak napas
saat beraktivitas, saat istirahat, fatigue, gejala dan tanda hiperdinamik.
Anemia yang lebih berat dapat timbul gejala letargi, konfusi, dan
komplikasi yang mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/
atau infark miokard). Anemia yang disebabkan karena perdarahan akut
menimbulkan gejala mudah lelah, lassitude (tidak bertenaga), dan kram
otot. Gejala bisa berlanjut menjadi postural dizziness, letargi, sinkop. Dan
pada keadaan berat dapat terjadi hipotensi persisten, syok, dan kematian.

3.2.4 Tatalaksana Anemia


Penatalaksanaan pada pasien dengan anemia yaitu memperbaiki
penyebab dasar, pemberian suplemen nutrisi (vitamin B12, asam folat, besi)
serta tatalaksana transfusi darah.

19
3.3 Anestesi Spinal

Pada anestesi spinal letak injeksi obat anestesi lokal ialah ke dalam
ruang intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra
L2-3, L3-4, L4-5 agar keberhasilan tinggi serta onset anestesi yang cepat.
Teknik ini memiliki kontraindikasi absolut dan relatif.
Kontraindikasi absolut meliputi pasien menolak, infeksi di daerah
penusukan, koagulopati, hipovolemia berat, peningkatan tekanan
intrakranial, stenosis aorta dan mitral berat. Sedangkan kontraindikasi
relatif meliputi pasien tidak kooperatif, sepsis, kelainan neuropati.
Obat anestesi lokal ialah senyawa amino organik, obat ini dibagi
menjadi golongan ester dan amino amida. Ikatan ester memiliki sifat
mudah dihidrolisis dan hepar, awal kerja nya lambat, serta lama kerja juga
pendek, contohnya adalah procaine, chloroprocaine, dan tetracaine.
Sedangkan ikatan amida mulai kerja cepat dan lama kerja lebih lama,
contohnya lidocaine, mepivacaine, bupivacaine, dan etidocaine. Dan yang
paling sering dipakai adalah bupivacaine.

20
BAB IV
ANALISIS

Tatalaksana yang diberikan untuk pasien ini adalah dengan penggunaan


Teknik laparoskopi, pada periode perioperatif faktor psikologis mendapat
perhatian karena pasien merupakan ibu rumah tangga yang belum memiliki anak,
dan didapatkan seperti rasa bersalah karena belum memberikan keturunan kepada
suami. Secara klinis pasien memiliki berat badan ideal, tidak terlalu kurus dan
tidak terlalu gemuk. Dengan adanya riwayat melakukan kuretase sebanyak 2 kali
menjadikan pasien lebih tenang dan lebih siap dalam menghadapi operasi untuk
pengangkatan mioma uteri.
Pada tanggal 6 April 2018, didapatkan bahwa Hb masih dalam lebih turun
dari biasanya yaitu 8 gr/dl, tetapi sudah diberikan terapi transfusi darah. Anemia
sendiri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jalannya operasi, dikarenakan
anemia dapat mengakibatkan berkurangnya transport oksigen oleh hemoglobin
berkurang, yang dimana untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan, jantung
harus memompa darah lebih banyak sehingga akan timbul takikardia, murmur dan
terkadang pada kondisi terburu menyebabkan timbulnya gagal jantung pada
pasien dengan anemia. Penentu lancarnya transport oksigen diantaranya adalah
pertukaran gas di pulmo, afinitas Hb-O2, konsentrasi total Hb, dan cardiac ouput
yang bekerja dalam satu sistem dalam menyediakan kapasitas oksigen yang
adekuat. Apabila ada salah satu komponen yang mengalami penurunan maka akan
berakibat kepada hal hal yang lain. Hemoglobin merupakan komponen yang
memiliki kemungkinan terbesar untuk dimanipulasi untuk meningkatkan transport
oksigen, itulah yang menyebabkan bahwa anemia sangat penting untuk dikoreksi
jika ingin melakukan anestesi atau pembiusan terhadap pasien ini.
Pada pasien ini dilakukan anestesi atau pembiusan secara regional yaitu
spinal, pasien disiapkan untuk posisi terlentang terlebih dahulu agar pasien merasa
nyaman dan lebih tenang, setelah itu didudukan untuk memulai melakukan
penyuntikan Bupivakain sebanyak 15 mg ( berisi Bupivakain Hcl 20 mg, satu
ampul berisi 3 mg ) di L4 – L5, pasien disuruh menunduk dan mulai melakukan

21
penyuntikan ketika sudah menembus LCS pada sela sela tulang belakang,
Bupivakain termasuk golongan obat anestesi spinal amida, bupivakain dipilih
karena memiliki onset yang cepat, durasi yang lebih lama dan tidak terlalu toksik
terhadap tubuh,obat tersebut memiliki waktu paruh yaitu selama 2 jam. Ketika
bupivakain dimasukkan akan memblok syaraf simpatik, dan membuat syaraf
parasimpatik lebih dominan sehingga akan timbul mual muntah, BAB selama
dilakukannya operasi, tekanan darah menurun, bradikardia. Untuk mengurangi
mual muntah dan hipotensi yang akan terjadi akibat efek samping bupivakain,
maka akan dilakukan pemberian loading cairan 10 cc/ kgBB intravena sebelum
dilakukannya operasi. Syaraf yang akan terjadi pemblokan adalah otonom yaitu
dengan ditemukannya perubahan suhu panas dan dingin, lalu diikuti dengan
pemblokan sensorik dengan melakukan tes pin pricks menggunakan ujung jarum,
dan pemblokan motoric yaitu dengan intruksi pengangkatan kaki pada anestesi
spinal.
Dilanjutkan dengan pemberian Ondansetron sebanyak 4 mg sebagai
antiemetic, obat ini melakuan reaksi dengan melakukan blok pada reseptor 5HT3
yang akan menghambat serotonin sehingga membuat tidak terjadinya mual dan
muntah, obat ini melakukan reaksi dengan Tramadol yaitu Ondansetron dapat
mengurangi efek pereda nyeri atau sebagai analgetik dari obat Tramadol sehingga
bisa dikombinasikan. Diberikan juga Ketorolac sebanyak 3 mg, sebagai anti
inflamasi nonsteroid ( NSAID ) namun untuk penggunaan nya harus dilakukan
dengan hati hati karena ada beberapa interaksi obat dengan obat obatan golongan
kortikosteroid yang dapat meningkatkan resiko tukak lambung atau bahkan
perdarahan jika digunakan bersama dengan Ketorolac.
Selama dilakukannya operasi pasien diberikan bantuan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen yang dimiliki pasien dengan pemasangan
oksigen sebanyak 3 liter, operasi dilakukan selama 1 jam 20 menit, luka pasien
dicuci dengan NaCl dan dibalut dengan kassa steril dan diplester dengan Hypafix.
Setelah itu pasien masuk ke dalam Recovery Room dan dilakukan pemasangan
tensi, saturasi oksigen dan bantuan pernapasan.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Oehadian A. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Subbagian
Hematologi Onkologi Medik, Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung. CDK-194/39/6. 2012. Available at :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/04_194CME-
Pendekatan%20Klinis%20dan%20Diagnosis%20Anemia.pdf. Accessed
on 2nd April 2018.
2. Husodo L. Pembedahan dengan Laparotomi. Wiknjosastro H. Ilmu
Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2002.
3. Bakta I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Interna
Publishing. 2011.
4. Hartanto. Widya W. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bandung :
Universitas Padjadjaran. 2007.
5. Schrier S. Approach to The Adult Patient With Anemia. January 2011.
Available at : www.uptodate.com.

23

Anda mungkin juga menyukai