LAPORAN KASUS
Penyusun:
Nadia Shadrina & Tazkia Shahnaz Andjani
030.14.134 & 030.14.191
Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik
Departemen Anestesi di RSUD Karawang periode 26 Maret – 28 April 2018
Pembimbing
dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus pasien pada kepaniteraan klinik
bagian anestesi di RSUD Karawang.
Tugas laporan kasus ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para
pembimbing yang sudah meluangkan waktunya dan ilmunya yaitu dr. Ucu
Nurhadiat, Sp.An, dr. Ade Nurkacan, Sp.An, dr. Catur Pradono, Sp.An dan
juga kepada seluruh dokter lainnya yang turut membantu dan membimbing
penulis serta teman-teman coass kepaniteraan klinik di bagian anestesi yang telah
membantu dan men-support penulis. Semoga Allah SWT membalas kebaikan atas
bantuan nya selama ini.
Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat membantu menambah
ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai materi ini, serta salah satunya untuk
memenuhi tugas di kepaniteraan klinik bagian anestesi RSUD Karawang
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan laporan
kasus ini, diharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan
penulisan ini. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………. 1
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 5
BAB II ILUSTRASI KASUS
2.1 Identitas Pasien
2.2 Anamnesis
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.5 Diagnosis
2.6 Kesimpulan
2.7 Pre-Operatif
2.8 Intra Operatif
2.9 Post Operatif
2.10 Follow Up
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Mioma Uteri
3.1.1
3.1.2
3.1.3
3.1.4
3.1.5
3.1.6
3.1.7
3.1.8
3.2 Anemia
3.2.1 Definisi Anemia
3.2.2 Etiologi
3
3.2.3 Gejala Klinis
3.2.4 Tatalaksana Anemia
3.3 Anestesi Spinal
BAB IV ANALISIS
4
BAB I
PENDAHULAN
Mioma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor jinak
yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut fibromioma uteri,
leiomioma, atau uterine fibroid. Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang
terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi antara 20% –
25 % terjadi pada wanita diatas umur 35 tahun, tepatnya pada usia produktif
seorang wanita, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen.
5
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada 06/04/2018 pukul 06.00 WIB
Keluhan Utama: Pusing sejak 2 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang: Siklus haid sejak 2017 mulai tidak teratur.
Hipertensi (+), DM (-), Asma (-), Alergi (-)
Riwayat Penyakit Dahulu: Pada tahun 2016 sudah pernah menjalani operasi
karena terdapat kista dan pada bulan September
2017 mengalami keguguran. Terdapat mioma
pada bagian kiri dan kanan. Riwayat operasi (+)
Riwayat obstetri : G1P0A1
Riwayat Penyakit Kel.: Hipertensi (+), Asma (+)
6
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : Oral hygiene baik
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Paru: SNV (+/+) Ronki (-/-) Wheezing (-/-)
Jantung: BJ I & II Reg, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan kuadran iliaca dextra, bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+) Oedem (-) Sianosis (-)
2.5 Diagnosis
Abnormal uterine bleeding e.c mioma uteri
Diagnosis tambahan: Dismenore dan anemia e.c perdarahan
2.6 Kesimpulan
Status fisik pasien : ASA II dengan anemia
Perencanaan anastesi : Pada pasien ini akan dilakukan tindakan HTSO
hysterectomy total salpingo ovarektomy dengan
anestesi spinal
2.7 Pre-Operatif
Diagnosis pre-operasi: Abnormal uterine bleeding e.c mioma uteri
7
Tindakan operasi: Laparatomi
Cek Informed Consent (+)
Pasien dipuasakan selama 11 jam pre-operatif
IV line terpasang pada tangan kanan dengan Asering
Persiapan obat dan alat anestesi umum
o Menyiapkan meja operasi
o Menyiapkan mesin dan alat anestesi
o Menyiapkan nasal kanul, suction, stetoskop, NIBP, saturasi
oksigen
o Menyiapkan obat-obatan (Premedikasi, Induksi, Maintanance,
Emergency, dan Relaxant)
Keadaan umum
o Kesadaran: Composmentis
o Kesan sakit: Sakit sedang
Tanda vital:
Tekanan darah : 145/90 Nadi : 80x/menit
SpO2 : 99% RR : 22x/menit
Suhu : 36,5
8
Keadaan Intra operasi
Diagnosa Pre-Op : Abnormal uterine bleeding e.c mioma uteri
Jenis anestesi : Spinal anestesi
Jenis operasi : Laparatomi/HTSO
Lama anestesi : 11.00 – 12.20 (1 jam 20 menit)
Lama operasi : 11.00 – 12.10 (1 jam 10 meit)
Induksi : Bupivacaine 15 mg
Teknik dan alat khusus : NIBP, SpO2
Posisi : Terlentang
Cairan infus :
Keadaan akhir bedah : TD : 120/70 Suhu : 35,8
Nadi : 80x/menit RR : 22x
SpO2 : 99%
9
2.10 Follow Up
Pre-Operasi
Cilamaya Baru 05/04/2018
S: Pasien mengeluh keluar darah dari vagina sudah 3 minggu. Riwayat alergi
obat dan makanan disangkal. Asma (-) Hipertensi (+) Riwayat operasi (+) dan
pasien puasa sejak jam 23.00
O: TD : 120/80 mmHg RR : 14x/menit
Nadi : 80x/menit Suhu : 36,4
Hb : 8,7 g/dL
Leukosit : 3,66 x 106/uL
Trombosit : 754 x 103 uL
Hematokrit : 29% GDS : 149 mg/dL
MCV : 79 fL MCHC : 30 g/dL
MCH : 24 pg RDM-CV : 18,5%
A: ASA II dengan hipertensi, anemia mikrositik hipokrom, leukopenia,
trombositosis, DM
P: Acc operasi
Post-Operasi
Cilamaya Baru 06/04/2018
S: Nyeri luka operasi (+) Mual (-) Muntah (-) Demam (-) Batuk (-)
O: TD : 130/80 mmHg RR : 20x/menit
Nadi : 86x/menit Suhu : 36,1
A: Mioma uteri
P: Observasi tanda vital, Ceftriaxone 2x1 gr, Asering
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mioma Uteri
3.1.1 Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri atau disebut juga fibromyoma, fibroid atau
leiomyoma merupakan suatu tumor yang jinak yang berasal dari otot
uterus dan jaringan ikat yang terdapat di dalamnya. Mioma uteri adalah
salah satu tumor jinak yang paling sering didapati oleh sejumlah pasien
perempuan, tumor ini dapat bersifat tunggal, ganda dan terkadang
ukurannya dapat mencapai ukuran yang cukup besar.
Prevalensi terjadinya mioma uteri ini terjadi pada wanita usia
reproduktid, kira kira terjadi sebanyakan 20 – 25%, dan bahkan terjadi
lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun yaitu sebesar 40%. Dengan adanya
prevalensi tersebut bisa dikaitkan adanya hubungan antara terjadinya
mioma uteri dengan kandungan hormone estrogen pada seorang
perempuan.
11
A. Mioma Submukosa : Lapisan yang terdapat berada di
bawah endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri, dapat
dalam bentuk bertangkai ataupun tidak, jika bentuknya bertangkai
dan menonjol melalui kanalis servikalis kemungkinan besar mudah
terjadi torsi atau menyebabkan infeksi. Tumor yang terdapat pada
submucosa dapat memperluas permukaan rahim. Keluhan yang
biasanya dikeluhkan adanya perdarahan melalui vagina.
B. Mioma Intramural : Terdapat di dinding uterus diantara
serabut myometrium. Gejala yang muncul biasanya hanya efek
tidak nyaman karena adanya massa yang berada di perut sebelah
kanan.
C. Mioma Subserosa : Pada tumor ini, tumbuh keluar
dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi
oleh serosa, dan dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum
latum menjadi mioma intraligamenter apabila pertumbuhannya
kearah lateral. Apabila dalam ukuran yang besar, akan mengisi
rongga peritonial sebagai suatu massa, dan menyebabkan
perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di
sekitarnya dan menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih
dari tangkai ke omentum dan menyebabkan tangkai menjadi
12
mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus
dan menjadi massa tumor yang bebas di dalam rongga peritoneum
dan dikenal dengan jenis parasitic.
D. Mioma Intraligamenter : Pada mioma ini adalah mioma
subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, seperti
menempel pada ligamentum atau omentum dan kemudian bergerak
kea rah lateral sehingga menjadi mioma intraligamenter.
13
ons. Ketika melakukan palpasi atau penekanan pada umumnya uterus akan
mengeluarkan respon nyeri. Kepadatan dan kelunakan pada uterus berbeda
beda pada setiap wanita yang biasanya didasari oleh beberapa faktor
misalnya : pada uterus seseorang yang memiliki atau mengandung banyak
rongga selama fase sekresi dan pada siklus menstruasi akan lebih lunak
selama masa hamil tetapi akan lebih padat setelah mengalami masa
menopause.
14
3.1.6 Patofisiologi Mioma Uteri
Mioma uteri terdapat pada sel otot polos myometrium, terjadinya
mioma dibagi menjadi 2 garis besar penyebab yaitu faktor inisiator dan
promotor. Pada beberapa penelitian sebelumnya didapatkan bahwa mioma
berasal dari jaringan uniseluler hal tersebut diketahui dari penelitian
dengan menggunakan glucose-6-phospatase dehydrogenase. Transformasi
neoplastic myometrium menjadi mioma melibatkan beberapa aspek yaitu
mutase somatic dari myometrium normal dan interaksi kompleks hormone
sterois seks dan growth factor lokal. Banyak ditemukan mediator mioma
uteri, seperti misalnya estrogen growth factor, insulin growth factor-1
(IGF1).
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi
somatic pada sel sel myometrium yang mencakup banyak terjadinya
perubahan kromosom, baik parsial maupun perubahan secara keseluruhan.
Pada mioma uteri mengandung reseptor estrogen dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dibandingkan jaringan myometrium disekitarnya, namun
masih lebih rendah dibandingkan dengan endometrium. Peran hormone
progesterone adalah menyebabkan terjadinya pembesaran tumor dengan
cara down-regulation apoptosis tumor, sedangkan hormone estrogen
berperan dalam pembesaran tumor dengan cara meningkatkan produksi
matriks ekstraseluler. Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal,
berdinding licin, dan apabila dilakukan pembelahan akan menonjol keluar
sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul.
15
3.1.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada palpasi didapatkan adanya pembesaran uterus, jika
memang didapatkan adanya tumor maka akan teraba sebagai nodul
regular dan tidak bergerak/tetap pada bagian abdomen bawah,
pergerakkannya terbatas atau bahkan bebas. Konsistensi yang
muncul jika diraba adalah padat, kenyal, bergerak. Permukaannya
rata, jika terdapat area perlunakan maka akan memberi kesan
adanya perubahan degenerative.
Pada pemeriksaan pelvis, jika terjadi mioma submucosa
yang bertangkai pada akan mengakibatkan dilatasi serviks dan
akan terlihat pada ostium serviks. Uterus juga cenderung
membesar tidak beraturan dan noduler. Terdapat perlunakan
tergantung pada derajat degenerasi dan kerusakan vaskuler yang
terjadi. Pada pemeriksaan ginekologik dengan melakukan palpasi
bimanual mendapatlan tumor menyatu dengan Rahim atau mengisi
kavum douglasi.
Pada pemeriksaan penunjang yang paling sering ditemukan
adalah anemia yang disebabkan oleh perdarahan uterus dan
habisnya cadangan zat besi. Pada mioma juga menghasilkan
eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia,
terdapat hubungan antara polisitemia dan penyakit ginjal yang
diduga terjadi akibat penekanan mioma terhadap ureter yang
menyebabkan peningkatan tekanan balik ureter dan kemudian
menginisiasi terbentuknya eritropoetin ginjal. Pada pemeriksaan
USG dapat menentukan jenis, lokasi mioma, ketebalan
endometrium, dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma
juga daopat dideteksi dengan CT scan / MRI, tetapi kedua
pemeriksaan tersebut tidak bisa memberikan keterangan lebih jelas
dibandingkan USG.
16
3.1.8 Indikasi Bedah Mioma Uteri
Menurut American College of Obstetricians and Gyneclogist (
ACOG ) dan American Society of Reproductive Medicine ( ASRM )
indikasi dilakukan tindakan bedah pada penderita mioma uteri adalah :
- Terdapat perdarahan uterus yang tidak mengalami perubahan
walaupun sudah diberikan terapi konservatif.
- Diduga adanya keganasan.
- Adanya pertumbuhan mioma pada massa menopause.
- Adanya keluhan infertilitas karena adanya gangguan pada kavum uteri
atau dikarenakan adanya oklusi tuba.
- Adanya nyeri dan adanya penekanan organ lain yang dirasa sangat
menganggu.
- Adanya gangguan berkemih dan keluhan lain yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
- Adanya anemia hebat diakibatkan perdarahan.
3.2 Anemia
3.2.1 Definisi Anemia
Definisi dari anemia adalah berkurangnya 1 atau lebih parameter
sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematocrit atau jumlah sel darah
merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah
13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Anemia merupakan
kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari penyakit
lainnya. Gejala anemia dapat timbul jika hemoglobin menurun kurang dari
7 atau 8 gr/dl. Berat ringannya gejala tergantung pada: beratnya penurunan
kadar hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, umur, adanya
kelainan kardiovaskuler.
17
3.2.2 Etiologi Anemia
Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia
yaitu pendekatan kinetik yang didasarkan pada mekanisme yang berperan
dalam turunnya Hb dan pendekatan morfologi yaitu mengkategorikan
anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular
volume/MCV) dan respons retikulosit. Berdasarkan pendekatan kinetik,
anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen
yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel
darah merah dan kehilangan darah. Sedangkan menurut pendekatan
morfologi, penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel
darah merah pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter.
Anemia diklasifikasikan menjadi anemia makrositik, mikorsitik dan
normositik.
18
metabolism abnormal asam nukleat, gangguan maturasi sel darah merah,
penggunaan alkohol, penyakit hati, dan hipotiroidisme. Anemia mikrositik
merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV
kurang dari 80 fL) dan biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam
eritrosit. Dengan penurunan MCH dan MCV akan didapatkan gambaran
mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Anemia normositik adalah
anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini disebabkan
oleh penyakit ginjal kronik, dan anemia hemolitik.
19
3.3 Anestesi Spinal
Pada anestesi spinal letak injeksi obat anestesi lokal ialah ke dalam
ruang intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra
L2-3, L3-4, L4-5 agar keberhasilan tinggi serta onset anestesi yang cepat.
Teknik ini memiliki kontraindikasi absolut dan relatif.
Kontraindikasi absolut meliputi pasien menolak, infeksi di daerah
penusukan, koagulopati, hipovolemia berat, peningkatan tekanan
intrakranial, stenosis aorta dan mitral berat. Sedangkan kontraindikasi
relatif meliputi pasien tidak kooperatif, sepsis, kelainan neuropati.
Obat anestesi lokal ialah senyawa amino organik, obat ini dibagi
menjadi golongan ester dan amino amida. Ikatan ester memiliki sifat
mudah dihidrolisis dan hepar, awal kerja nya lambat, serta lama kerja juga
pendek, contohnya adalah procaine, chloroprocaine, dan tetracaine.
Sedangkan ikatan amida mulai kerja cepat dan lama kerja lebih lama,
contohnya lidocaine, mepivacaine, bupivacaine, dan etidocaine. Dan yang
paling sering dipakai adalah bupivacaine.
20
BAB IV
ANALISIS
21
penyuntikan ketika sudah menembus LCS pada sela sela tulang belakang,
Bupivakain termasuk golongan obat anestesi spinal amida, bupivakain dipilih
karena memiliki onset yang cepat, durasi yang lebih lama dan tidak terlalu toksik
terhadap tubuh,obat tersebut memiliki waktu paruh yaitu selama 2 jam. Ketika
bupivakain dimasukkan akan memblok syaraf simpatik, dan membuat syaraf
parasimpatik lebih dominan sehingga akan timbul mual muntah, BAB selama
dilakukannya operasi, tekanan darah menurun, bradikardia. Untuk mengurangi
mual muntah dan hipotensi yang akan terjadi akibat efek samping bupivakain,
maka akan dilakukan pemberian loading cairan 10 cc/ kgBB intravena sebelum
dilakukannya operasi. Syaraf yang akan terjadi pemblokan adalah otonom yaitu
dengan ditemukannya perubahan suhu panas dan dingin, lalu diikuti dengan
pemblokan sensorik dengan melakukan tes pin pricks menggunakan ujung jarum,
dan pemblokan motoric yaitu dengan intruksi pengangkatan kaki pada anestesi
spinal.
Dilanjutkan dengan pemberian Ondansetron sebanyak 4 mg sebagai
antiemetic, obat ini melakuan reaksi dengan melakukan blok pada reseptor 5HT3
yang akan menghambat serotonin sehingga membuat tidak terjadinya mual dan
muntah, obat ini melakukan reaksi dengan Tramadol yaitu Ondansetron dapat
mengurangi efek pereda nyeri atau sebagai analgetik dari obat Tramadol sehingga
bisa dikombinasikan. Diberikan juga Ketorolac sebanyak 3 mg, sebagai anti
inflamasi nonsteroid ( NSAID ) namun untuk penggunaan nya harus dilakukan
dengan hati hati karena ada beberapa interaksi obat dengan obat obatan golongan
kortikosteroid yang dapat meningkatkan resiko tukak lambung atau bahkan
perdarahan jika digunakan bersama dengan Ketorolac.
Selama dilakukannya operasi pasien diberikan bantuan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen yang dimiliki pasien dengan pemasangan
oksigen sebanyak 3 liter, operasi dilakukan selama 1 jam 20 menit, luka pasien
dicuci dengan NaCl dan dibalut dengan kassa steril dan diplester dengan Hypafix.
Setelah itu pasien masuk ke dalam Recovery Room dan dilakukan pemasangan
tensi, saturasi oksigen dan bantuan pernapasan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Oehadian A. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Subbagian
Hematologi Onkologi Medik, Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung. CDK-194/39/6. 2012. Available at :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/04_194CME-
Pendekatan%20Klinis%20dan%20Diagnosis%20Anemia.pdf. Accessed
on 2nd April 2018.
2. Husodo L. Pembedahan dengan Laparotomi. Wiknjosastro H. Ilmu
Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2002.
3. Bakta I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Interna
Publishing. 2011.
4. Hartanto. Widya W. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bandung :
Universitas Padjadjaran. 2007.
5. Schrier S. Approach to The Adult Patient With Anemia. January 2011.
Available at : www.uptodate.com.
23