Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN KASUS

ABNORMAL UTERINE BLEEDING ec MYOMA


UTERI

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Stase Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RSUD dr. Soedirman Kebumen

Oleh :

Nurmala Widya Absari

17712086

Pembimbing :

Dr. Deyna Primavita Pahlevi,Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. SOEDIRMAN
KEBUMEN
2018

1
MANAJEMEN KASUS

ABNORMAL UTERINE BLEEDING ec MYOMA UTERI

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Di Stase


Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Soedirman Kebumen

Oleh :
Nurmala Widya Absari
17712086

Telah dipresentasikan tanggal :


08 November 2018

Dokter Pembimbing DM RSUD Dr. Soedono Madiun

Dr. Deyna Primavita Pahlevi,Sp.OG Nurmala Widya Absari

2
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
SMF OBSTETRI – GINEKOLOGI

LAPORAN KASUS
No. Rekam Medis :397xxx

IDENTITAS
 Nama pasien : Ny. I umur : 40 tahun
 Nama suami : Tn. S umur : 53 tahun
 Agama : Islam
 Pendidikan istri : SLTA
 Pendidikan suami : SLTA
 Pekerjaan istri : Wiraswasta
 Pekerjaan suami : Wiraswasta
 Lama menikah : 30 tahun
 Alamat : Manggar No.6 Kebumen

Kunjungan ke Poli
 Masuk : 15 November 2018 jam 11:00
ANAMNESIS
 Keluhan utama : Perdarahan dari vagina sejak September 2018
 RPS : P3A2, 40th
Post Kuret dan pengambilan IUD bulan September
2018. Perdarahan pervaginam sejak September
hingga sekarang, sering disertai prongkol-prongkol
 Riwayat menstruasi :
Menarche: 14 tahun
Teratur: teratur
HPMT: 13 September 2018
Keluhan selama haid: haid tidak kunjung berhenti

3
 Riwayat Keputihan
Tidak ada
 Riwayat pernikahan :
Status : Menikah
Banyak : 1 kali
Usia kawin : Menikah
Lama kawin : 30th
 Riwayat kontrasepsi :
IUD 18 tahun, tidak ada keluhan
 Riwayat persalinan yang lalu :
No. A/P/I/Ab/H BBL Cara Penolong L/P H/M
Lahir
1. 1989 3336gr Spontan Bidan L H
2. 1991 (5mg) - Abortus Dr - M
3. 1993 3800 Spontan Bidan L H
4. 1998 3600 Spontan Bidan P H
5. 2002 (3mg) - Abortus Dr - M
 Riwayat penyakit dahulu:
Hipertensi (- ) Asma (- )
 Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi (-), Asma (-), Jantng (-)
 Riwayat alergi
Tidak ada
 Riwayat obat
Konsumsi obat horminal dari dr. Sp. OG

4
Pemeriksaan Fisik (20 November 2018)
S: Lemas membaik, darah pervaginan membaik

O: KU baik, GCS 456

Kepala: Mata CA(-/-), SI (-/-)

VS: TD= 140/90 mmHg

N= 75 kali//menit

R= 20 kali/menit

S= 36 ̊C

Cardiologi : S1S2 tunggal reguler

Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : Supel, BU (+), Nyeri tekan supra pubik (+)

Genital : Perdarahan (+) flek-flek

Ekstremitas : akral hangat +/+, edem tungkai -/-

A: AUB ec Myoma Uteri

P: Persiapan pro histerektomi


R/ Kalnex 3 x 500mg
R/ SF 2x1
Persiapan darah 2 PRC
Konsul Anastesi

5
 Riwayat pemeriksaan penunjang
USG 15/11/2018  Tampak VU terisi penuh
Tampak uterus membesar
Tampak whorl like appearance
Kesan: menyokong gambaran Myoma uteri

6
Laboratorium tanggal 18-11-18

Parameter Hematologi Nilai


Hb 10,3 gr/dL
Leukosit 8,3 x 103/µL
Trombosit 299 x 103/µL
Hematokrit 34 %
Eritrosit 4,8 x 106/µL
MCV 69 fL
MCH 21 pg
MCHC 31 g/dl
Eosinofil 1,2 %
Basofil 0,4 %
Neutrofil 69,7%
Limfosit 20,7 %
Monosit 8,0 %

7
LANDASAN TEORI
ABNORMAL UTERINE BLEEDING

A. Definisi
Terminologi Abnormal Uterine Bleeding digunakan untuk
mendeskripsikan perdarahan uterus yang terjadi diluar menstruasi (Töz et
al. 2016). Abnormal Uterine Bleeding mendeskripsikan berbagai macam
gejala seperti perdarahan banyak, perdahan intermenstrual dan kombinasi
antara perdarahan banyak dengan pemanjangan durasi menstruasi (Cheong
et al. 2017).
B. Klasifikasi Abnormal Uterine Bleeding
Berdasarkan cara pengklasifikasiannya AUB dapat dibagi
berdasarkan jenis dan penyebabnya.
Berdasarkan jenisnya AUB dapat dibagi menjadi:
 Pendarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai pendarahan haid
dengan jumlah banyak yang membutuhkan penanganan segera untuk
mencegah kehilangan darah lebih banyak.
 Pendarahan uterus abnormal kronik didefinisikan sebagai pendarahan
uterus abnormal lebih dari 3 bulan. Berbeda dengan AUB akut,AUB
kronik seringkali tidak membutuhkan penanganan yang segera.
 Pendarahan tengah (intermenstrual bleeding) didefinisikan sebagai
pendarahan haid yang terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur yang dapat
terjadi kapan saja atau terjadi di waktu yang sama pada setiap siklus..
Sedangkan Abnormal Uterine Bleeding berdasarkan penyebabnya dapat
dibagi menjadi 2 golongan yaitu penyebab struktural dan penyebab non-structural
yang memiliki akronim PALM-COEIN. Termasuk dalam penyebab struktural
ialah polip, adenomyosis, leiomyoma, dan malignansi (PALM). Sedangkan
penyebab non struktural diantara lain koagulopati, gangguan ovulatorik,
endometrial, iatrogenik, serta penyebab yang tak terklasifikasi (COEIN). Sistem
klasifikasi tersebut dibuat oleh International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO) sebagai sistem klasifikasi AUB pada tahun 2011 dan telah

8
diterima secara global. Diagnosis dari AUB dapat ditegakkan apabila melibatkan
kondisi dari PALM-COEIN (Cheong et al. 2017).

Gambar 1. Klasifikasi AUB berdasarkan penyebabnya


Telah disebutkan sebelumnya, salah satu penyebab dari AUB adalah
Mioma Uterus. Pada pembahasan berikut penulis akan membahas mengenai
mioma uterus.

9
MIOMA UTERUS
A. Definisi
Mioma uterus adalah tumor jinak otot polos uterus yang seringkali
ditemukan pada wanita usia produktif. Wanita dengan mioma bisa saja
asimptomatik, namun gejala yang paling sering ditunjukkan adalah perdarahan
menstrual berat, yang dapat menyebabkan anemia, kelelahan, serta rasa sakit.
Gejala lain yang dapat terjadi antara lain nyeri saat bersenggama, nyeri perut,
disfungsi vesika urinaria yang dapat menyebabkan inkontinensia, serta sakit saat
berkemih. Mioma juga berkaitan dengan masalah reproduktif seperti gangguan
fertilitas, dan komplikasi kehamilan (Stewart et al. 2017).
Berdasarkan lokasi nya mioma dibagi menjadi beberapa jenis, yang
pertama adalah mioma intra mural, mioma intra mural terletak di dalam dinding
uterus. Tipe kedua adalah mioma submucosal yang merupakan derivate dari sel
myometrium yang berada dibawah endometrium, mioma jenis ini akan menonjol
kearah kavitas uterus. Jenis ketiga adalah mioma subserosal yang tumbuh kearah
permukaan serosal rahim (Grabo et al. 1999).

Gambar 2. Lokasi Mioma Uterus

10
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Meskipun belum diketahui secara pasti namun studi yang ada
menunjukkan peranan estrogen dan progesterone terhadap mioma. Faktor resiko
terjadinya mioma uterus diantara lain:
1. Ras
Kejadian mioma lebih tinggi pada ras kulit hitam apabila
dibandingkan dengan etnis kaukasian dan hispanik. Ras kulit hitam
memiliki resiko 2 hingga 3 kali lipat untuk terkena mioma dibandingkan
ras kulit putih (Ciavattini et al. 2013). Meskipun begitu penyebab lebih
tingginya prevalensi mioma pada ras kulit hitam belum diketahui.
2. Usia
Angka kejadian mioma uteri meningkat tinggi setelah usia 30
tahun. Hal ini diduga diakibatkan oleh perubahan hormonal dalam tubuh
(Ciavattini et al. 2013).
3. Berat badan
Tiap peningkatan 10 kilogram berat badan berperan dalam
meningkatkan 21% resiko terkena miom uterus. Hal ini diduga berkaitan
dengan peranan jaringan adiposa dalam merubah androgen ovarian dan
adrenal menjadi estrogen (Ciavattini et al. 2013).
4. Menarche dini
Penelitian menunjukkan wanita yang mengalami menarche
dibawah usia 10 tahun cenderung mudah mengalami mioma. Sementara
itu wanita yang mengalami menarche diatasu usia 16 tahun mengalami
penurunan resiko (Ciavattini et al. 2013).
C. Patofisiologi
Mioma uterus adalah tumor jinak monoclonal yang berasal dari
otot polos myometrium. Meskipun penyebab utama mioma uteri belum
diketahui secara pasti, namun telah dilakukan penelitian untuk memahami
keterlibatan faktor-faktor yang berperan dalam pertumbuhan mioma
uterus.

11
Beberapa faktor yang diduga berperan dalam pertumbuhan mioma
uterus diantara lain abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan
reseptor estrogen pada miometrium, serta perubahan hormonal. Setelah
tumbuhnya mioma uterus, perubahan genetik akan dipengaruhi oleh
hormone dan growth factor. Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos
miometrium, menurut patogenesisnya dapat dibagi menjadi 2 faktor yaitu
inisiator dan promotor.
Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum
dapat dipastikan. Dalam penelitian yang menggunakan glucose-6-
phosphatase dihydrogenase ditemukan bahwa mioma berasal dari jaringan
uniseluler. Perubahan dari miometrium normal menjadi mioma melibatkan
mutasi somatik dan interaksi dari growth factor lokal dan hormon steroid.
Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan
tumor.
Meskipun belum diketahui secara pasti namun mioma memiliki
reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari
miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding
endometrium. Pada beberapa penelitian estrogen dapat menggunakan efek
stimulasi pertumbuhan mereka pada leiomioma yang diperantarai oleh
sitokin, growth factor, atau faktor apoptosis. Estrogen dapat
mempertahankan kadar progesteron, dan dengan demikian progesteron
melalui reseptornya dapat meningkatkan pertumbuhan leiomioma.
Selanjutnya, penelitian lain menyimpulkan bahwa estrogen dapat
merangsang pertumbuhan leiomioma secara parsial dengan menekan
fungsi p53 normal. Hormon progesteron juga berperan dalam
pertumbuhan mioma dengan berinteraksi dengan growth factors,
progesterone akan meningkatkan aktivitas mitogenic dan mengubah

ekspresi TGF-β3 (Ciavattini et al. 2013).

12
D. Diagnosis
Biasanya pasien datang dengan keluhan keluarnya darah dari
vagina. Gejala yang ditimbulkan tergantung dari ukuran dan lokasi mioma.
Karena mioma seringkali tidak bergejala, sangat sering mioma ditemukan
secara tidak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan.
Pada pemeriksaan fisik, pada serviks tidak ditemukan
abnormalitas. Mioma sendiri dapat dirasakan sebagai nodul reguler pada
abdomen bagian bawah, dengan konsistensi yang padat, kenyal, serta
mobile, dengan permukaan yang rata. Uterus dapat dirasakan membesar
dari ukuran normal. Uterus biasanya bersifat dapat digerakkan, kecuali ada
kondisi lain seperti patologi adneksa.
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosa
mioma antara lain, USG, CT scan atau MRI. USG dapat menentukan jenis,
lokasi mioma, dan ketebalan endometrium. Selain menggunakan USG,
mioma juga dapat dideteksi menggunakan CT scan dan MRI, namun
kekurangan kedua pemeriksaan itu adalah mahal dan tidak dapat
menggambarkan uterus sebaik USG.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mioma uteri tergantung pada ukuran, lokasi,
jumlah mioma, usia penderita, kondisi reproduksi penderita, keluhan yang
ditimbulkan, kesehatan umum pasien, dan kemungkinan adanya maligna
nsi. Bila ditemukan mioma uteri yang masih kecil (tidak lebih besar dari
uterus kehamilan 12 minggu) dan tidak menimbulkan gejala, tidak perlu
dilakukan pengobatan, namun perlu dilakukan observasi berkala untuk
melihat perubahan ukuran mioma. Secara garis besar tatalaksana mioma
saat ini dapat dibagi dua, bedah dan non bedah (Grabo et al. 1999).
Tata laksana non bedah yang sering digunakan bekerja dengan cara
memanfaatkan hormone dependennya. Beberapa terapi non bedah yang

13
biasa digunakan adalah golongan Gonadotropin Releasing Hormone
Analogues seperti Buserelin dan Goserelin, Selective Estrogen Receptor
Modulators seperti Ulipristal dan Antiprogestin seperti Mifepriston. Obat-
obat ini dapat mengecilkan ukuran mioma dan meringankan gejala yang
dirasakan pasien. Meskipun begitu terapi non bedah diatas tidak dapat
digunakan untuk angka waktu yang panjang, yaitu berkisar 3-6 bulan
waktu pemberian. Hal ini karena efek samping yang diberikan cukup
signifikan, sebagai contoh analog GnRH dapat menyebabkan
hipoestrogenemia yang dapat menyebabkan hot flush dan pengeroposan
tulang. Selain itu biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal (Gurusamy et
al. 2016).
Tatalaksana bedah untuk kasus mioma adalah miomektomi atau
histerektomi. Miomektomi dijadikan pilihan utama apabila pasien ingin
mempertahankan uterusnya untuk rencana kehamilan selanjutnya ataupun
menolak untuk dilakukan histerektomi (Grabo et al. 1999). Belum dapat
dipastikan bahwa mioma uteri menurunkan kemungkinan untuk hamil.
Risiko rekurensi mioma setelah miomektomi berkisar 15-40% (Penzias et
al. 2017).

Histerektomi adalah tindakan yang dilakukan bila kesuburan tidak


dibutuhkan. Histerektomi total pada umumnya dilakukan dengan alasan
pencegahan karsinoma serviks uterus. Histerektomi supravaginal hanya
dilakukan apabila terdapat kesulitan seperti prolapse uteri. Kriteria
indikasi histerektomi menurut American College of Obstetricians
Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut

1. Mioma asimptomatik yang dapat teraba dengan cara palpasi


abdominal.

2. Perdarahan uterus berlebih, yang ditandai dengan anemia akibat


pendarahan akut ataupun kronis, dan pendarahan lebih dari 8
hari secara berulang.

14
3. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri
akut dan berat, rasa tertekan di perut bagian bawah atau di
punggung bawah yang bersifat kronis dan penekanan pada
vesika urinaria yang menyebabkan frekuensi miksi yang sering
yang tidak disebabkan oleh infeksi salurah kemih (Grabo et al.
1999).

15
DAFTAR PUSTAKA
Cheong, Y., Cameron, I.T. & Critchley, H.O.D., 2017. Abnormal uterine
bleeding. British Medical Bulletin, 123(1), pp.103–114. Available at:
http://academic.oup.com/bmb/article/123/1/103/4096455/Abnormal-uterine-
bleeding.
Ciavattini, A. et al., 2013. Uterine Fibroids: Pathogenesis and Interactions with
Endometrium and Endomyometrial Junction. Obstetrics and Gynecology
International, 2013, pp.1–11. Available at:
http://www.hindawi.com/journals/ogi/2013/173184/.
Grabo, T.N. et al., 1999. Uterine Myomas: Treatment Options. Journal of
Obstetric, Gynecologic & Neonatal Nursing, 28(1), pp.23–31. Available at:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0884217515336169.
Gurusamy, K.S. et al., 2016. Medical Therapies for Uterine Fibroids – A
Systematic Review and Network Meta-Analysis of Randomised Controlled
Trials. Plos One, 11(2), p.e0149631. Available at:
http://dx.plos.org/10.1371/journal.pone.0149631.
Penzias, A. et al., 2017. Removal of myomas in asymptomatic patients to improve
fertility and/or reduce miscarriage rate: a guideline. Fertility and Sterility,
108(3), pp.416–425.
Stewart, E.A. et al., 2017. Epidemiology of uterine fibroids: a systematic review.
BJOG: An International Journal of Obstetrics and Gynaecology, 124(10),
pp.1501–1512.
Töz, E. et al., 2016. Comparison of classic terminology with the FIGO PALM-
COEIN system for classification of the underlying causes of abnormal
uterine bleeding. International Journal of Gynecology and Obstetrics,
133(3), pp.325–328.

16

Anda mungkin juga menyukai