Anda di halaman 1dari 20

Keperawatan Medikal Bedah

Ulkus Peptik

Kelompok 1:

Ansar

Akademi keperawatan pelamonia

Kesdam XIV/HSN

Tahun 2017
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah.SWT atas segala limpahan rahmat serta


karunianya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul”Penyakit Ulkus Peptik” sesuai waktu yang telah direncanakan.

Ulkus peptikum adalah kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa dan


lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh aktipitas pepsin dan asam lambung
yang berlebihan.Penyakit Ulkus Peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa
lambung yang meluas sampai dibawah epitel.

Dalam pembuatan makalah ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih


pada pihak yang membantu terutama rekan kelompok 1. Penyusun menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penyusun meminta agar pembaca dapat memberikan kririk dan
sarannya sehingga dapat menjadi bahan perbaikan untuk pembuatan makalah
selanjutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan
pembelajaran bagi para pembaca.

Makassar,28 september 2017

Penyusun, kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... ii


B. Tujuan ...................................................................................... iii

BAB II PEMBAHASAN

A. Penyakit Ulkus Peptik ......................................................... 5


1. Pengertian ........................................................................ 6
2. Etiologi dan Faktor resiko .............................................. 7
3. Manifestasi Klinis ............................................................. 8
4. Pencegahan dan pengobatan .......................................... 9
B. Konsep Keperawatan .......................................................... 11
1. Pengkajian ...................................................................... 12
2. Diagnosa Keperawatan .................................................. 13
3. Intervensi ........................................................................ 14
4. Implementasi .................................................................. 15
5. Evaluasi ........................................................................... 16

BAB III PENUTUP

1. Simpulan ............................................................................... iv
2. Saran ..................................................................................... v

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Medis
1. Pengertian
PUD merupakan gangguan dalam kesinambungan esofagus bagian
bawah, lambung, atau mukosa, duodenum, yang menyebabkan
kerusaakan setempat yang dikarenakan oleh inflamasi. Ulkus dapat terjadi
di semua bagian saluran GI yang bersinggungan dengan cairan lambung
(asam hidrokloris dan pepsin). Ulkus dapat ditemukan di esofagus,
lambung, duodenum, atau jejunum setelah gastroentrosel.

Ulkus peptik cukup umum di Amerika Serikat, terjadi pada 4 juta


penduduk per tahun dengan estimasi biaya pengobatan melebihi 10 miliar
dolar per tahun. Prevalensi usia kehidupan PUD di Amerika Serikat kira-
kira 12% pada pria dan 10% pada wanita. Diperkirakan 15.000 kematian
terjadi per tahun akibat komplikasi PUD. Ulkus lambung lebih mungkin
terjadi dalam dekade kehidupan kelima dan keenam; ulkus duodenum
lebih umum terjadi selama dekade keempat dan kelima untuk pria.
Sementara itu untuk wanita, kejadiannya sekitar 10 tahun kemudian. Pria
lebih mungkin memilih ulkus lambung dan duodenum.

2. Etiologi dan Faktor Risiko


Lebih dari 90% ulkus peptik faktor penyebab dihubungkan dengan
H. pylori. H. pylori adalah salah satunya bakteri yang diklasifikasikan oleh
WHO sebagai karsinogen kelas I. Pembasmian organisme biasanya
mengakibatkan resolusi gastritis dan penurunan risiko berkembangnya
kanker lambung. Vaksin HELIVAX, disetujui oleh FDA pada 2003 untuk
pencegahan dan pengobatan infeksi H. pylori, menginduksi generasi
sekresi sel antibodi Helicobacter-spesifik diantrum lambung dan
duodenum tempat infeksi biasa terjadi.
Terjadinya PUD bergantung pada resistansi defensif mukosa dalam
hubungannya dengan kekuatan agresif dari sekresi. Resitensi defensif
mukosa bergantung pada integritas mukosa dan regenerasi, adanya
pembatas pelindung mukosa, aliran darah yang cukup ke mukosa,
kemampuan mekanisme penghalang duodenum untuk mengatur sekresi,
serta adanya gastromukosal prostaglandin yang cukup. Faktor agresif
PUD berhubungan dengan adanya H.pylori dan volume hidroklorida dan
asam biliari. Ulserasi terjadi ketika faktor agresif meluas ke barier
pertahanan. Sifat agresif cairan lambung mungkin adalah hasil dari
hipersekresi cairan lambung, meningkatnya rangsangan saraf vagus,
menurunnya penghalang sekresi lambung, meningkatnya kapasitas atau
jumlah sel parietal yang mensekresi sam hidroklorida, atau jumah sel
parietal yang mensekresi asam hidroklorida, atau meningkatnya respons
sel parietal terhadap rangsangan.
Faktor-faktor risiko yang berkontribusi terhadap PUD meliputi
merokok (nikotin), mengunyah tembakau, steroid, aspirin, NSAID, kafein,
alkohol, dan stress. Kondisi medis tertentu seperti penyakit Chrohn,
sindrom Zollinger-Ellison, serta penyakit hepatitis dan biliari, mungkin juga
berperan.
Tindakan dalam upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
pada klien dengan PUD sama dengan yang dibahas untuk gratis untuk
gastritis akut. Oleh Karena merokok sering ditemukan sebagai penyebab
kegagalan terapi pembasmian H.pylori, maka klien didorong untuk
berhenti merokok sebelum memulai program pengobatan. Pemulihan
kesehatan untuk klien melibatkan pengobatan gangguan medis yang
menyebabkan PUD sekunder. Pastikan bahwa klien mengikuti rejimen
pengobatan yang diresepkan untuk meminimalis iritasi lambung. Obati
dengan agresif gangguan apapun yang mengakibatkan PUD berkembang,
misalnya, penggunaan steroid jangka panjang, luka bakar parah, dan
gagal ginjal kronis.

3. Patofisiologi
Selain inflamasi H. pylori sebagai perubahan patofisiologi utama,
dua mekanisme berbeda untuk perkembangan PUD telah diajukan.
Diperkirakan kerusakan lapisan epitalial protektif dasar mengakibatkan
ulkus lambung. Dalam keadaan normal, aliran asam hidroklorida dari
lumen lambung dicegah dengan adanya taut ketat nonpermeabel antara
sel epithelial dan oleh sedikit lapisan mucus alkalin yang mwnutupi lapisan
epitelium lambung.
NSAID adalah salah satu obat yang paling umum digunakan di
Amerika Serikat, dan penyebab yang paling sering kedua akan PUD.
Sebanyak 3% sampai 4% pengguna NSAID mengalami PUD setiap tahun,
tetapi sapai 80% klien dengan komplikasi serius yang berhubungan
dengan NSAID tidak dating dengan manifestasi yang berhubungan
dengan despepsia sebelumnya.
Dalam pembentukan ulkus peptic lamung penghalang difusi dapat
terganggu oleh kehadiran kronis obat yang dapat melukai sejenis aspirin,
NSAIS, kortison, hormone adenokortikotropis (ACTH), kafein, alcohol,
obat keoterapi, dan kondisi hipersekresi. Obat-obat ini mungkin
merangsang produksi asam, menyebabkan kerusakan local mukosa, dan
menekan sekresi mucus. Zat-zat tersebut mengupas permukaan mucus
dan mengakibatkan degenerasi membrane sel epithelial lambung.
Pathogenesis ulkus peptic duodenum memiliki perbedaan
mekanisme, karena sekresi asam yang berlebih bertanggung jawab pada
perkembangan ulkus. Aktivitas saraf vagus meningkat pada orang dengan
ulkus duodenum, khususnya selama keadaan puasa dan malam hari.
Saraf vagusmerangsang sel antrum pilori untuk melepaskan gastrin, yang
berjalan melalui aliran darah dan bekerja di sel pariental lambung untuk
merangsang pelepasan asam hidroklorida.
Factor lain pada PUD adalah stress emosional, yang dapat
menyebabkan peningkatan sekresi lambung, pasokan darah, dan motilitas
lambung oleh rangsangan thalamus saraf vagal. Pengaruh hormone
terjadi via via hipotalamus melalui rute pituitary-adrenal. Pada klien
dengan kondisi stress, system saraf simpatis menyebabkan pembuluh
darah di duodenum menyempit , yang membuat mukosa lebih rentan
terhadap trauma dari sekresi asam lambng dan pepsin. Pada aktivitas
korteks adrenal, produksi mukosa berkurang dan sekresi lambung
meningkat. Factor-faktor ini menyebablan meningkatnya kerentanan
terhadap ulserasi secara bersamaan. Reaksi stress dengan demikian
mengganggu keseimbangan agresif-defensif. Stress berkepanjangan yang
berhubungan dengan luka bakar, trauma parah, dan kondisi lainnya dapat
menyebabkan ulkus stress, atau gastritis stress erosive, di saluran GI.
Sindrom Zollinger-Ellison dicirikan dengan kelainan sekresi gastrin
oleh tumor sel pulau Langerhans di pancreas yang jarang terjadi.
Perubahan patofisiologi terkait dengan sindrom ini termasuk
hipergastrinemia dan diare sekunder untuk malabsorpsi lemak yang
dihasilkan dari penurunan duodenum-menonaktifkan lipase pancreas atau
cedera vili yang diinduksi oleh asam. Selain meningkatnya sekresi
lambung, hierplasia mukosa lambung disebabkan oleh efek trofik
lambung. Pengobatan sindrom Zollinger-Ellison bertujuan pada
penekanan sekresi lambung.
Ulkus yang diobati, biasanya sembuh tanpa kesulitan. Ulkus yang
tidak diobati atau tidak merespons pengobatan dapat mengakibatkan
perforasi, perdarahan, atau obstruksi, yang mungkin memerlukan
penatalaksanaan bedah. Beberapa ulkus kambuh lagi setelah sembuh,
khususnya jika factor-faktor risiko yang berhuungan dengan
perkembangannya tidak diubah.
Klien yang sakit kritis rentan terhadap ulkus stress. Misalnya,
perubahan mukosa lambung yang disebabkan oleh stress berkembang
dalam 72 jam pada 78% klien dengan luka bakar lebih dari 35% pada
tubuhnya. Ulkus stress ditunjukkan dengan erosi lambung dangkal, sering
disertai dengan perdarahan lambung yang banyak tanpa rasa sakit. Ulkus
stress dicirikan dengan banyaknya lesi, biasanya kecil dan dangkal, yang
tidak meluas ke mukosa muskularis. Lesi-lesi ini mungkin muncul dan
mengeluarkan darah. Mekanisme yang mengakibatkan ulserasi stress
tidak diketahui, tetapi mungkin melibatkan iskemia. Dengan adanya asam,
iskemia dapat membuat gastritis erosive dan ulserasi. Meningkatnya ion
hydrogen yang berdifusi kembali dan menurunnya perfusi mukosa
mungkin juga berkontribusi terhadap pembentukan ulkus stress. Tingkat
keasaman (pH) lambung yang redah (tinggi asam) penting dalam
perkembangan ulkus stress.
Penelitian trus mencari mekanisme yang tepat mengenai terjadinya
ulkus stress, pada stress ulkus manifestasi yang terjadi hanya sedikit.
Nyeri terutama pada ulkus stress tidak ada kecuali jika terjadi perforasi,
tetapi perforasi jarang terjadi. Pperdarahan saluran GI bagian atas adalah
manifestasi utama dari ulkus stress. Sekitar 10% klien mengalami dispepsi
sebelum perdarahan, tetapi biasanya tanpa ada manifestasi peringatan.
Ketika ulkus stress mengakibatkan perdarahan besar, tingkat mortalitas
meningkat menjadi sekitar 50%.

4. Manifestasi Klinis

a). Nyeri Akut

Manifestasi utama ulkus adalah sakit, rasa terbakar, seperti kram,


seta nyeri yang menggerogoti. Nyeri memiliki hubungan yang jelas dan
makan. Pada ulkus lambung, makanan mungkin menyebabkan nyeri dan
muntah mungkin dapat meredakan nyeri tersebut. Klien dengan ulkus
duodenum merasa nyeri saat lambung kosong, dan ketidaknyamanan
mungkin mereda dengan mengonsumsi makanan atau antasida. Klien
biasanya mengFigurkan nyeri terbatas pada daerah berdiameter 2 sampai
10 cm (0,8 sampai 4 inci), antara tulang rawan sifoid dan umbilikus. Nyeri
ulkus lambung sering terjadi di epigastrium bagian atas, dengan lokasi
sebelah kiri garis tengah, sedangkan nyeri duodenum berada disebelah
kanan epigastrum. Nyeri ulkus juga beragam dalam tempat, ukuran, atau
penetrasi ulkus atau jumlah fibrosis jaringan sekitar.

Pada ulkus duodenum, nyeri yang kuat didekat garis tengah


punggung antara tulang punggung toraks keenam dan kesepuluh dengan
penyebaran ke kuadran kanan atas dapat mengindikasikan perforasi
dinding posterior duodenum. Kenyang atau lapar dapat juga muncul.
Distensi pada bulbus duodenum membuat nyeri epigastrik, yang dapat
menyebar ke punggung dan toraks. Sekresi asam hidrokloris dapat
menyebabkan edema dan inflamasi, dengan akibat nyeri, tekanan
intragastrik, dan meningkatnya motilitas. Selanjutnya nyeri ulkus
cenderung terjadi dalam periode berbeda (periodik).

b). Mual dan Muntah


Klien dengan ulkus duodenum biasanya memilki nafsu makan yang
normal kecuali ada obstruksi pilorik. Karsinoma, ulkus lambung, atau
gastritis mungkin berkaitan dengan anoreksia, penurunan berat badan,
dan disfagia. Muntah terjadi lebih sering pada ulkus lambung
dibandingkan ulkus duodenum tanpa komplikasi. Manifestasi ini juga lebih
sering terjadi ketika ulkus berada di pylorus atau antrum lambung. Muntah
dikarenakan oleh statis lambung atau obstruksi pilorik, dan klien
biasanyamemuntahkan makanan yang belum dicerna. Mual hebat dan
muntah dapat menunjukkan robeknya esofagus.

c). Perdarahan

Klien dengan ulkus sering berdarah ketika ulkus mengikis pembuluh


darah. Perdarahan mungkin terjadi sebagai perdarahan massif atau
mungkin tersembunyi, dengan aliran yang lambat. Kira-kira 25% klien
dengan ulkus dapat mengalami perdarahan.

Diagnosis ulkus ditegakkan berdasarkan manifestasi yang muncul,


pemeriksaan radiografi, dan endoskopi. Pengkajian riwayat dan
pemeriksaan fisik tidak memberikan banyak informasi yang signifikan
pada klien dengan ulkus peptik ringan (tanpa komplikasi). Pemeriksaan
laboratorium hitung sel darah lengkap yang mengindikasikan perdarahan
ditunjukkan dengan penurunan nilai hematokrit dan hemoglobin. Tes
darah samar pada tinja biasanya akan positif jika terjadi perdarahan.
Pengujian bakteri H.pylori dapat dilakukan melalui tes napas ureum atau
tes identifikasi serum antibodi H.pylori sebagai tambahan
esofagostroduodenoskopi (EGD) dengan biopsi. Pengujian antigen feses
monoklonal mungkin juga digunakan untuk mendiagnosis adanya H.pylori
serta dapat mengevaluasi klien dalam penyembuhan setelah eradikasi
farmakologi dilakukan. Uji diagnosis utama meliputi EGD dan serangkaian
pemeriksaan rongent saluran GI.EGD memiliki beberapa kelebihan.
Pemeriksaan tersebut memungkinkan dokter mengambil contoh jaringan
serta mengobati ulkus baik dengan multipolar electrocoagulation (MPEC)
atau terapi heater-probe (baca komplikasi dalam Manajemen Medis).
d). Modifikasi Diet

Untuk penyakit ulkus tanpa komplikasi, beberapa dokter atau praktisi


berpengalaman membantu perubahan diet yang ketat. Ada sedikit bukti
bahwa modifikasi diet mendukung atau mempercepat penyembuhan.
Makanan yang diketahui meningkatkan keasaman lambung atau
menyebabkan ketidaknyamanan harus dihindari, seperti kopi, alkohol,
makanan, protein, dan susu.

5. Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi

Perdarahan, perforasi, dan obstruksi adalah komplikasi utama yang


berkembang setelah PUD.

a) Perdarahan

1). Mengkaji Perdarahan.

Perdarahan bervariasi tingkatannya dari minimal, yang


dimanifestasikan oleh adanya samar pada feses(melena), sampai
banyak yang di manifestasikan, oeh muntah dengan darah merah
terang (hematemesis). Manifestasi umum dari perdarahan saluran
GI dapat berupa muntah materi seperti ampas kopi melalui feses
yang keras. Emeses dengan granular gelap dapat terjadi karena
asam pencernaan yang bercampur darah di lambung, sedangkan
pencernaan duodenum atau dibawahnya mungkin mengakibatkan
feses hitam. Perdarahan cenderung terjadi lebih sering pada ulkus
lambung, khusunya pada orang tua (Figur 31-2). Walaupun onset
perdarahan mungkin berkaitan dengan kelelahan, ketegangan
saraf, infeksi saluran pernafasan atas kecerobohan diet,
alkoholisme, atau obat yang membuat iritasi, namun mungkin juga
ada faktor pencetus yang tidak diketahui.

Manifestasi bergantung pada keparahan perdarahan. Dengan


perdarahan ringan (<500ml), klien mungkin akan mengalami sedikit
lemah dan diaforesis. Kehilangan parah lebih dari 1 L darah dalam
24 jam dapat mengakibatkan manifestasi syok.
2). Mencegah Syok.

Intervensi untuk perdarahan masif bertujuan untuk mengatasi


syok hipovelemik, menghindari dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit, serta menghentikan perdarahan. Klien, yang harus
berpuasa, menerima cairan intravena sampai perdarahan mereda.
Perawat atau dokter dapat memasang slang NG dengan ada atau
tidak ada darah di lambung untuk mengkaji tingkat perdarahan dan
mencegah dilatasi lambung; tindakan berikutnya adalah dengan
memberikan larutan salin suhu kamar yang kemudian dapat
menghilangkan darah dari lambung. Larutan salin suhu kamar
memiliki suhu yang lebih dingin dari pada suhu tubuh, yang
menciptakan vasokonstriksi ringan. Walaupun kontraversial,
pemberian larutan salin lavage dingin juga dapat ditingkatkan untuk
pendinginan lambung yang akan mengurangi perdarahan lebih
lanjut melalui efek vasokonstriktifnya. Larutan salin dingin ini jarang
digunakan karena dapat mengakibatkan kerusakan mukosa akibat
penurunan perfusi ke mukosa lambung dan dapat menyebabkan
respons vagal, sehingga menurunkan perfusi ke mukosa lambung
dan dapat menyebakan respons vagal, sehingga menurunkan
perfusi sistemik.

3). Mengganti Cairan.

Deplesi volume darah adalah masalah utama bagi klien


dengan perdarahan parah. Bagi mereka yang menderita
perdarahan saluran GI bagian atas masif, tujuan utama intervensi
adalah menggantikan volume darah. Gelisah dan takikardi adalah
manifestasi awal hipovelemia. Klien mengalami penurunan
keluaran urine dalam jumlah besar, sehingga harus di pantau
dengan karakter foley dan pengukuran urine per jam. Hal ini
penting karena cairan harus digantikan untuk mencegah kerusakan
ginjal. Keluaran urine kurang dari 0,5ml/kg/jam harus diaporkan ke
dokter

4). Pemberian vasopressin.


Pemberian vasopressin arterial (melalui pompa infus) juga
dapat mengontrol perdarahan akut. Vasopressin memberikan
sedikit komplikasi jika diberikan secara intravena kurang dari 36
jam untuk mengontrol perdarahan.

5). Menginjeksi Arteri dengan Emboli.

Pendekatan lainnya untuk mengontrol perdarahan adalah


embolisasi arteri selektif dengan angiografi. Emboi dapat terdiri
atas bekuan darah autologus dengan atau tanpa spons gelatin
yang dapat diserap. Modifikasi bekuan dapat juga dibuat dengan
campuran darah klien sendiri, asam aminocaproic, dan trombosit.
Lem fibrin juga dapat digunakan.

6). Menjaga Pola Istirahat.

Klien harus melakukan aktivitas minimal untuk beberapa hari


setelah perdarahan mereda. Istirahat menurunkan tekanan darah
dan aktivitas saluran GI. Ketika perdarahan berhenti, klien
diperbolehkan untuk ke kamar mandi. Jika diperlukan, opioid dapat
diberikan degan peringata. Opioid morfin sulfat dapat
mengakibatkan mual dan muntah; namun, obat tersebut dapat
menenangkan klien yang sangat khawati dan gelisah. Alternatif
yang lebih baik adalah mengatasi kegelisahan dengan alternatif
non-opioid.

7). Menjaga pH Lambung Tinggi.

Selama beberapa hari pertama pendarahan, pH lambung


harus dijaga antara 5,5 sampai 7,0. Agar pH lambung berada pada
kadar ini, beikan reseptor H2 antagonis melalui interavena selama
4 hari atau seperti yang diresepkan dan tingkatkan menjadi
pemberian secara oral. Pantau pH paling tidak setiap pergantian
sif. Obat golongan antikolinergik tidak direkomendasikan. Berikan
antasida untuk 1 minggu untuk melengkapi reseptor H2 antagonis.
Berikan antasida 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah pemberian
reseptor H2 antagonis sehingga antasida tidak menggangu
penyerapan obat. Klien mungking memerlukan antasida setiap 30
menit setelah memulai asupan makanan atau cairan.

8) Menghentikan Pendarahan degan pembedahan.

Jika pendarahan berlanjut selama 48 jam, berulang, atau


berhubungan dengan perforasi atau obstruski, maka pembedaan
dapat diindikasikan. Meningkatnya resiko pembedahan berkaitan
dengan perdarahan berkelanjutan, transfusi ganda, lemah,
ketidakseimbangan elektrolit, dan bertambahnya usia. Prosedur
pembedahan meliputi reseksi bagian lambung, pemotong ulkus,
serta vagotomi dan piloroplasti.

9) Melakukan Elektrokoagulasi Multipolar atau Terapi Heater-


Probe.

Dua prosedur endoskopi yang telah efektif mengobati


perdarahan ulkus: MPEG dan terapi heater-probe. Ketika
menggunakan MPEG, arus listrik bipolar membakar lesi
perdarahan; dengan terapi heater-probe, panas langsung
membakar lesi.
b). Perforasi

biasanya menjadi pembedahan darurat. Ketika angi, isi


gastroduodenum keluar melalui dinding anterior lambung ke rongga
peritoneal, mengakibatkan peritonitis kimia, septikemia bakteri, dan
berkembang ileus paralitik. Perforasi posterior tidaklah jelas dan sering
mengakibatkan pankreatitis, karena pankreas menyumbat perforasi.

1). Mengkaji nyeri.

perforasi terjadi paling sering dengan ulkus duodenum (Figur


31-3).Perforasi ini terjadi ketika ulkus melalui tunika muskularis.
Klien mengalami nyeri tiba-tiba, tajam, dan parah yang bermula di
medipigastrium. Selanjutnya akan terjadi peritonitis, kemudian nyeri
berkembang ke abdomen, yang menjadi lembut, keras, dan kaku.
Tingkat nyeri bergantung pada jumlah dan type isi yang
tumpah ke rongga peritoneal. Nyeri sering menyebabkan klien
membungkuk atau menarik lutut sampai perut dalam upaya untuk
mengurangi tensi pada otot abdominal. Jika perforasi terjadi pada
dinding posterior lambung, ia mungkin mengikis melalui organ
terdekat dan menjadi tertutup yang menyebabkan sedikit
menifestasi. Ketika perforasi mengikis pancreas, manifestasi
pankreatitis berkembang.

2). Mengganti cairan.

jika perforasi terjadi, klien memerlukan segera pergantian


cairan, elektrolit, dan darah, serta pemberian antibiotic. Pengisapan
gasogastrik harus dilakukan untuk membilas sekresi lambung dan
kemudian mencegah tumpahan peritoneal lebih jauh. Perforasi
kecil yang segera menutup dengan melekat pada jaringan yang
berdekatan hanya mengakitbatkan kehilangan sedikit isi lambung.

3). Memperbaiki perforasi dengan pembedahan.


Ketika pembedahan diperlukan, ahli bedah mengevaluasi isi
lambung yang keluar, membersihkan rongga peritoneal dengan
menyiramnya dengan larutan salin normal atau antibiotic (atau
keduanya), dan menutup perforasi dengan menambalnya dengan
amentum. Vagotomi dan hemigastrektomi atau vagotomi dan
piloroplasti memberikan control definif baik ulkus maupun
komplikasi. Setelah pembedahan, antibiotic diberikan untuk
mengobati peritonitis. Slang NG tetap di lambung sampai gerak
peristaltic kembali. Komplikasi pascaoperasi meliputi abses
subfrenik, pendarahan, fistula lambung atau duodenum, atelectasis
dan pneumonia.
c). Obstruksi
Penyakit ulkus yang berlangsung lama menyebabkan
terbentuknya jaringan parut karena ulserasi dan penyembuhan
yang berulang. Jaringan parut di pylorus sering menyebabkan
obstruksi piloris, yang manifestasinya nyeri saat malam, ketika
lambung tidak bisa dikosongkan dengan gerak peristaltic. Obstruksi
piloris juga dapat mengakibatkan muntah. Pembedahan
(piloroplastik) biasanya diperlukan untuk memperbaiki masalah.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan melibatkan pengumpulan data baik
psikososial maupun patofisiologi mengenai klien. Untuk mengkaji
aspek psikososial penyakit ulkus, tanyai klien tentang kejadian
ulkus pada keluarga, konsumsi obat yang mengakibatkanirisati
lambung, merokok, asupan alcohol, penyebab stress, dan pola
penanggulangannya. Pertanyaan tentang gaya hidup, jabatan,
pekerjaan, dan aktivitas waktu luang dapat memberikan informasi
yang berharga.
Pengkajian fisik meliputi pengamatan akurat dan laporan segera
manifestasi yang membantu menunjukkan diagnosis yang mungkin
mengindikasikan adanya komplikasi. Manifestasi meliputi nyeri,
muntah, dan kadang-kadang pendarahan, serta perubahan nafsu
makan. Selalu amati riwayat lengkap serangan ulkus sebelumnya,
termasuk frekuensi, durasi, manifestasi, dan respon untuk
interfensi.
2. Diagnosa Keperawatan.
a. Nyeri akut
1) Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak meyenangkan
akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau
potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti
kerusakan(internasional association for the study of pain);
awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan
sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
2) Batasan Karakteristik
Subjektif
 Melaporkan (nyeri) dengan syarat (mis.,
menggunakan skala nyeri)
 Melaporkan nyeri
Objektif
 Respon otonom( mis., diaphoresis., perubahan
tekanan darah, pernafasan, atau denyut jantung,
dilatasi pupil)
 Perilaku distraksi (mis., mondarmandir, mencari
orang dan /atau aktivitas lain, aktivitas berulang)
 Perilaku ekspresif (mis., gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsangan,
dan menghelah nafas panjang)
 Wajah topeng
 Sikap melindungi
 Pokus menyempit (mis., gangguan persepsi waktu,
gangguan proses pikir, interaksi dengan orang lain
atau lingkungan menurun)
 Bukti nyeri yang dapat diamati
 Posisi untuk menghindari nyeri
 Perilaku menjaga atau sikap melindungi
 Gangguan tidur(mata terlihat kuyu, gerakan tidak
teratur atau tidak menentuh, dan menyeringai)
3) Faktor yang berhubungan
Agens-agens penyebab cedera (mis., biologis,kimia, fisik,
dan psikologis)
b. Nyeri kronis
1) Definisi
Pengalaman seksori dan emosi yang tidak menyeangkan,
akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau
digambarkan dengan istilah seperti kerusakan(internasional
association for the study of pain); awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan
durasinya kurang dari enam bulan.
2) Batasan karakteristik
Mengungkapkan secara verbal atau dengan isyarat atau
dengan menunjukkan bukti sebagai berikut
Subjektif
 Depresi
 Keletihan
 Takut kembali cedera
 Nyeri
Objektif
 Perubahan kemampuan untuk meneruskan aktifitas
sebelumnya
 Anoreksia
 Atropi
 Kelompok otot yang terklibat
 Perubahan pola tidur
 Wajah topeng(mis., mata kurang bersinar, tampak
kelelahan, gerakan rapi atau tidak teratur dan
meringis)
 Perilaku melindungi
 Ritabilitas
 Perilaku protektif yang dapat diamati
 Penurunan interaksi dengan orang lain
 Gelisah
 Berfokus pada diri sendiri
 Respon yang dimediasi oleh saraf simpatis(mis.,
suhu, dingin, perubahan posisi tubuh, dan
hipersensitifitas)
 Perubahan berat badan
3) Faktor yang berhubungan
Ketunadayaan fisik atau psikososial kronis(mis., kanker
metastasis, cedera neorologis, artilitis)
c. Defisiensi pengetahuan
1) Definisi
Tidak ada atau kurang informasi kognitif tentang topic
tertentu.
2) Batasan karakteristik
Subjektif
 Mengungkapkan masalah
Objektif
 Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara
akurat
 Performa uji tidak akurat
 Perilaku yang tidak sesuai atau terlalu berlebihan
(sebagai contoh, histeris, bermusuhan, agitasi, atau
apatis)
3) Faktor yang berhubungan
d. Kekurangan volume cairan
1) Definisi
2) Batasan karakteristik
3) Faktor yang berhubungan
e. Ansietas
1) Definisi
2) Batasan karakteristik
3) Faktor yang berhubungan
f. Nutrisi
1) Definisi
2) Batasan karakteristik
3) Faktor yang berhubungan
3. Rencana Tindakan Keperawatan / Intervensi:
a. Nyeri akut b/d ………………..., intervensinya:
1. Meminta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan
pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada nyeri atau
ketidaknyamanan, 10=nyeri hebat )
Rasional:
2. Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang
sesuai usia dan tingkat perkembangan pasien.
3. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada
perawat jika perbedaan nyeri tidak dicapai.
4. Manajemen nyeri (NIC) :berikan informasi tentang nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa lama brlangsung, dan
antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
5. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebi berat.
6. Bantu pasien mengidentifikasi tindakan ketidaknyamanan
yang efektif di masa lalu,seperti, distraksi, reklasasi, atau
kompres hangat/dingin
7. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan
pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan
pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan
pengunjung.
b. Nyeri kronis, intervensinya:
1. Pantau ketidak puasan pasien terhadap manajemen nyeri
pada interval tertentu.
2. Tentukan dampak pengalamn nyeri pada kualitas hidu (mis.,
tidur, selera makan, kativitas, kognisi, alam perasaan,
hubungan, kinerja, dan tanggung jawab pearn).
3. Beri tahu pasien bahwa peredaan nyeri secara total tidak
akan di capai.
4. Manajemen Nyeri (NIC): pertimbangkan rurjukan untuk
pasien, keluarga dan orang terdekat pasien ke kelompo
pendukung atau sumber lain, bila perlu.
5. Tawarkan tindakan meredakn nyeri untuk membantu
pengobatan nyeri (mis., umpan balik biologis, teknik
relaksasi, dan masase punggung).
6. Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat untuk
memfasilitasi peredaan nyeri .
7. Berikan obat sebelum aktivitas sebelum meningkatkan
partisipasi, tetapi evaluasi bahaya sedasi.
c. Defisiensi pengetahuan
1. Berinteraksi dengan patien dengan cara yang tidak
menghakimi untuk memfasilitasi pembelajaran
2. Kaji gaya belajar patien
3. Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien
saat ini dan pemahaman terhadap materi (mis.,
pengetahuan tentang prosedur atau penanganan yang
diprogramkan)
4. Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan, redemonstrasi,
dan berikan umpan-balik secara verbal dan tertulis
5.
d. Kekurangan volume cairan
4. Implementasi
5. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai