Anda di halaman 1dari 7

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR : 412//Dir-SK/XII/2016
TENTANG
PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI RUMAH SAKIT
DIREKTUR RUMAH SAKIT

ENIMBANG : 1. Bahwa dalam pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan Keluarga dapat meningkatkan
pengetahuan dan perilaku kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
2. Bahwa penyelenggaraan pendidikan pasien dan pemberian informasi di Rumah Sakit diperlukan adanya
Panduan Pemberian Informasi dan Edukasi.

MENGINGAT : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


2. Undang-Undang RI Nomor 72 tahun 1963 tentang Farmasi.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
: Panduan pemberian informasi dan edukasi Rumah Sakit sebagaimana terlampir dalam keputusan ini

: Panduan berlaku sejak ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 (satu) tahun sekali

: Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukan perubahan dan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Tangerang
Tanggal : 30 Desember 2016
RUMAH SAKIT UMUM MELOY

Direktur

TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip
SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR : 412//Dir-SK/XII/2016
TANGGAL : 30 Desember 2016

BAB I
DEFINISI

A. Informasi
Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang komunikator kepada komunikan. Menurut Rakhmat
(1986), proses informasi meliputi empat tahap, yakni tahap sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Tahap
sensasi merupakan tahap yang paling awal dalam penerimaan informasi melalui alat indera, sehinnga individu
dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Selanjutnya individu mempersepsikan objek, peristiwa, atau pun
hubungan-hubungan yang diperoleh, kemudian menyimpulkan atau menafsirkan informasi tersebut. Sensasi
yang telah dipersepsikan oleh individu direkam oleh memori.
Memori berperan penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Dengan memori inilah
informasi dapat direkam, disimpan, dan kemudian digunakan kembali, jika diperlukan. Tahap terakhir proses
pengolahan informasi adalah berpikir, yang mempengaruhi penafsiran individu terhadap stimuli. Berpikir
dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, dan
menghasilkan pengetahuan baru. Proses pengolahan informasi ini akan dapat menimbulkan suatu perubahan
pada sikap atau tindakan individu. Menurut Aristoteles (dalam fisher, 1986), (dalam Tina Afianti, 2007),
informasi dapat digunakan sebagai alat persuasi. Informasi dapat digunakan untuk membujuk dan
mempengaruhi perilaku manusia, atau untuk mengubah perilaku manusia, sesuai yang diinginkan pemberi
informasi. Melalui informasi individu mendapatkan pengetahuan.

B. Edukasi
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan perorangan paling sedikit
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan
status kesehatan peserta, mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan penyakit. Menurut Ross
(1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih
penting dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha pembentukan sikap dan
perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara
pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang lebih memungkinkan
untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah
sikap akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara tatap muka langsung.
Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan
perilaku, lebih penting dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha pembentukan
sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka langsung
antara pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang lebih
memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan pengetahuan yang bertujuan
untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara tatap muka langsung. Upaya agar
masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan,
memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau
penyuluhan kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat
memakan waktu yang lama, dibanding dengan cara koersi. Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil
diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan.

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi
(pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan bahwa
pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku
tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan mengupayakan perilaku
individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positf terhadap pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan.

BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pemberian informasi dan edukasi dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain
dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan
kesehatan.
1. Sasaran Pendidikan Kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat
2. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Menurut dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat. Dengan
sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya:
a. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, guru
b. Pendidikan kesehatan di Rumah Sakit, dilakukan di rumah sakit dengan sasaran pasien, keluarga pasien,
pengunjung, petugas Rumah Sakit, dan masyarakat sekitar Rumah Sakit
c. Pendidikan kesehatan di Posyandu atau Desa Binaan dengan sasaran masyarakat sekitar
3. Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat
pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and Clark, sebagai berikut:
a. Promosi Kesehatan (Health Promotion).
Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup,
perbaikan sanitasi lingkungan, higiene perorangan, dan sebagainya.
b. Perlindungan Khusus (Specifik Protection)
Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini pendidikan kesehatan sangat
diperlukan terutama di negara-negara berkembang. Hal ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya
imunisasi sebagai cara perlindungan terhadap penyakit pada orang dewasa maupun pada anak-anaknya masih
rendah.
c. Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka sering
sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di dalam masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit
atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh
pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan pada tahap ini.

d. Pembatasan Cacat (Disability Limitation)


Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, seringkali
mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain mereka tidak
melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan
sempurna dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan menjadi cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk
melakukan sesuatu. Oleh karena itu pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.

e. Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya
tersebut kadang-kadang diperlukan latihan-latihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran
orang tersebut, ia tidak atau segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Di samping itu orang yang cacat
setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula
masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas
pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan
kesehatan kepada masyarakat.

Rumah Sakit dalam memberikan materi dan proses edukasi pada pasien dan keluarga minimal berupa topik
sebagai berikut :

1. Penggunaan obat - obatan yang didapat pasien secara efektif & aman, termasuk potensi efek samping obat
2. Penggunaan peralatan medis secara efektif & aman
3. Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dengan obat lainnya, serta makanan
4. Diet dan nutrisi
5. Manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi
BAB III
TATA LAKSANA

Dalam memberikan pelayanan informasi dan edukasi pada sasaran (pasien, keluarga, pengunjung, dll)
harus menggunakan komunikasi yang efektif agar tepat, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh sasaran,
sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman). Komunikasi itu bisa bersifat informasi
(asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi)

1. Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah :


a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi
kemampuan rumah sakit. Akses informasi ini dapat diperoleh melalui Customer Service, Admission, dan
Website.
2. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) :
a. Edukasi tentang obat
b. Edukasi tentang penyakit
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit
e. Edukasi tentang Gizi
Akses untuk mendapatkan materi edukasi melalui unit PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit). Pemberian
edukasi dan informasi diberikan oleh semua petugas yang ada di Rumah Sakit baik petugas medis maupun non
medis. Edukasi dapat diberikan kepada siapa saja yang berada di lingkungan Rumah Sakit maupun di luar
Rumah Sakit, misalnya pelanggan intern (Yayasan Badan Wakaf Rumah Sakir, petugas Rumah Sakit dan
keluarga) dan pelanggan ekstern (pasien, pengunjung, keluarga, pedagang, masyarakat).
Dalam pemberian materi atau pesan yang akan diberikan kepada sasaran harus disesuaikan dengan kebutuhan
kesehatan pasien keluarga dan masyarakat, sehingga dapat dirasakan langsung manfaatnya. Sebelum melakukan
edukasi, langkah awal petugas harus

menilai kebutuhan edukasi pasien dan keluarga (asesmen) berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
1. Identitas dasar pasien
2. Kemampuan berbicara
3. Perlu penerjemah atau tidak
4. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
5. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
6. Hambatan emosional dan motivasi (emosional: depresi, senang dan marah)
7. Keterbatasan fisik dan kognitif
8. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi

Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan pasien,
yaitu:
1. Materi informasi apa yang disampaikan
a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat pemeriksaan)
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta
kemungkinan efek samping/komplikasi
d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis
e. Prognosis
f. Dukungan (support) yang tersedia
2. Siapa yang diberi informasi
a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien jika kondisi pasien
tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung
3. Kapan menyampaikan informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan
4. Di mana menyampaikannya
a. Ruang praktik dokter
b. Bangsal/ruangan tempat pasien dirawat
c. Ruang diskusi
5. Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telepon, juga tidak diberikan dalam
bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet.
b. Persiapan meliputi:
1) Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh tim).
2) Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio,
telepon.
3) Waktu yang cukup.
4) Media yang digunakan, seperti leaflet, lembar balik, dll.
c. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan dibicarakan,
informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan.

Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda
SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut :

Salam:
Beri salam dan sapa, tunjukkan bahwa petugas kesehatan bersedia meluangkan waktu untuk berbicara dengan
pasien/keluarga

Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar pasien/keluarga mau dan dapat
mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa petugas kesehatan menghargai pendapatnya, dapat
memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Petugas kesehatan dapat menggunakan pertanyaan
terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.

Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan yang akan
dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan
penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas.

Ingatkan:
Pemberian informasi dan edukasi yang dilakukan bersama pasien mungkin memasukkan berbagai materi secara
luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir percakapan, ingatkan pasien/keluarga untuk hal-hal
yang penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti
benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang
kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting. Pendukung dalam pelaksanaan pemberian materi edukasi
dengan menggunakan 2 metoda, yaitu secara langsung (tanya jawab, seminar, ceramah, demonstrasi) dan tidak
langsung (leaflet, lembar balik, pemasangan poster, papan pengumuman, media elektronik, majalah, dll).
Metode yang diberikan untuk pasien rawat inap dapat menggunakan teknik secara langsung maupun tidak
langsung dengan menggunakan teknik tanya jawab, ceramah, demonstrasi, dan pemberian leaflet. Sedangkan
pemberian edukasi dan informasi untuk pasien rawat jalan dapat melalui tatap muka, pemberian leaflet,
pemasangan poster, papan pengumuman, dan media elektronik.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi kepada sasaran diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat
dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Pada tahap selanjutnya diperlukan proses verifikasi bahwa pasien dan
keluarga menerima dan memahami edukasi yang diberikan. Pemahaman yang ditunjukkan oleh pasien dan atau
keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk :
1. Mengulangi materi yang diberikan
2. Mendemonstrasikan/memperagakan ketrampilan yang diajarkan
3. Mampu menunjukkan perubahan perilaku sesuai yang diajarkan
4. Bila kesulitan dengan bahasa, pasien dapat menggunakan bahasa isyarat atau dengan melibatkan keluarganya.

Berikut ini contoh petugas kesehatan melakukan verifikasi tentang edukasi dan informasi kepada pasien dan
keluarga :
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka
verifikasi yang dilakukan dengan menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari
?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami hambatan fisik, maka
verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan emosional (marah atau
depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi
edukasi yang diberikan dan pahami.
Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Setiap petugas kesehatan dalam memberikan informasi dan edukasi kepada pasien wajib untuk mengisi formulir
edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal
ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang
benar.

BAB IV
DOKUMENTASI

A. Pengertian
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang
akurat dan lengkap yang dimiliki oleh perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan berguna untuk
kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan perawat sendiri (A. Aziz Alimul). Dokumentasi dalam Bahasa
Inggris berarti satu atau lebih lembar kertas resmi dengan tulisan diatasnya.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti bahan pustaka, baik berbentuk tulisan maupun berbentuk
rekaman lainnya seperti pita suara/kaset, video, film, gambar dan foto (Suyono trimo 1987, hal 7). Pemberian
informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga perlu didokumentasikan oleh tim kesehatan yang telah
memberikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan pasien.

B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan pendokumentasian asuhan, antara lain sebagai sarana komunikasi. Dokumentasi yang
dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk membantu koordinasi asuhan yang diberikan
oleh tim kesehatan, mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau
mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan
ketelitian dalam memberikan asuhan pada pasien.
Dokumentasi asuhan pada pasien dibuat untuk menunjang tertibnya administrasi dalam rangka upaya
peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

C. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Rumah Sakit


Sebelum memberikan edukasi pada pasien/keluarga, penilaian kebutuhan edukasi harus dikaji terlebih dahulu
oleh Dokter dan petugas kesehatan lainnya. Kebutuhan edukasi masing-masing pasien tidaklah sama, tergantung
dengan kondisi pasien saat itu. Kebutuhan edukasi pasien meliputi :
1. Tindakan pencegahan
2. Intervensi diit
3. Peralatan khusus
4. Pencegahan resiko jatuh
5. Manajemen nyeri
6. Penyakit
7. Pengobatan
8. Transfuse darah
9. Vaksinasi
10. Pelayanan rohani, dll yang tertuang di form penilaian edukasi.

Setelah kebutuhan edukasi dikaji, selanjutnya menuliskan tujuan diberikan edukasi tersebut, kemampuan
belajar, kesiapan belajar, hambatan dan intervensi mengatasi hambatan, metode pembelajaran, dan hasil yang
dicapai. Form penilaian edukasi ini wajib diisi oleh Dokter Jaga atau Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)
saat menjelaskan penyakit dan disertakan tandatangan, nama terang.
Form pemberian informasi dan edukasi diisi oleh semua petugas kesehatan yang melakukan asuhan pada pasien.
Materi yang diberikan dapat ditulis di kolom materi edukasi dengan menjabarkannya. Apabila materi tersebut di
bukukan atau bentuk leaflet dapat menuliskan kode buku atau leaflet tersebut di kolom materi edukasi dengan
dibubuhkan tandatangan pemberi edukasi (petugas kesehatan) dan penerima edukasi (pasien /keluarga).
Sedangkan untuk pemberian informasi dan edukasi di Rawat Jalan hanya menuliskan apa yang telah
disampaikan di kolom edukasi.

D. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Luar Rumah Sakit


Kegiatan yang dilaksanakan oleh Petugas PKRS terkait pemberian informasi dan edukasi di luar Rumah Sakit
merupakan salah satu program untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, kesadaran dan pemahaman
masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan. Jenis kegiatan yang rutin dilaksanakan Rumah Sakit seperti
Posyandu dan pendidikan kesehatan di Daerah Binaan, pendidikan kesehatan di sekolah, siaran radio/televisi
yang sudah bekerjasama dengan Rumah Sakit. Semua kegiatan harus terdokumentasikan dalam bentuk laporan
kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

Anda mungkin juga menyukai