UNIVERSITAS JAMBI
2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)
Oleh:
Citra Utami Viollety, S.Ked
BAGIAN BEDAH
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat (Clinical Science
Session) yang berjudul “Congenital Tallipes Equinovarus” ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1.2 Anatomi Tulang Pedis
Tulang tarsal terdiri dari 7 tulang yaitu calcaneus, talus, cuboidea
naviculare dan tulang cuneiforme.
1. Tulang calcaneus
Tulang calcaneus adalah tulang terbesar yang terdapat di region pedis,
tulang ini berada di daerah tumit dan berfungsi untuk menopang badan ketika
tumit kita menyentuh permukaan. Tulang ini menjorok keluar pada kaki bagian
belakang, merupakan tempat melekatnya ligamen calcaneus. Tulang ini memiliki
3 dimensi dan berbentuk persegi panjang dan memiliki 6 permukaan. Tulang
calcaneus memiliki 2 artikulasi yaitu dengan tulang cuboid dan talus.
2. Tulang Talus
Talus adalah tulang kedua terbesar pada tulang tarsal dan berada diatas
tulang calcaneus pada bagian belakang kaki. Tulang ini unik karena 2 dari tiga
permukaan tulang ditutupi oleh artikulasi kartilago dan tulang ini tidak memilki
insersio entah itu dari tendon atau otot. Tulang ini memiliki 5 permukaan sendi
6
semua memiliki fungsi menahan berat badan. Tulang ini terbagi menjadi 3 bagian
yaitu kepala, leher dan badan.
3. Tulang cuboid
Tulang cuboid terletak di sisi lateral kaki, didepan dari tulang calcaneus
dan dibelakang tulang ke empat dan kelima dari metatarsal.
4. Tulang naviculare
Tulang naviculare terletak pada medial pada kaki tengah diantara talus dan
3 tulang cuneiforme.
5. Tulang Cuneiforme
Tulang cuneiforme terdiri dari 3 tulang yaitu cuneiforme medial, tengah
dan lateral.
6. Tulang metatarsal
Tulang metatarsal terdiri dari tulang kesatu sampai kelima dihitung dari
medial ke lateral masing-masing memiliki kepala, leher dan basis. Karakteristik
umum tulang metatarsal; tulang-tulang metatarsal secara kasar berbentuk silinder.
Bentuknya mengecil dari ujung proksimal ke ujung distal. Tulang ini melengkung
di sumbu panjang, pada permukaan plantar berbentuk cekung dan permukaan
dorsal cembung.
7. Tulang phalanges atau jari-jari kaki
Tulang jari-jari kaki berjumblah sama dengan jari-jari tangan, bentuknya
pun lumayan sama ada jempol dan juga telunjuk serta 3 jari lainnya meskipun
dalam bentuknya berbeda dari segi ukuran.
7
▪ Sisi lateral:
◦ Lig. talofibularis anterior dan posterior
◦ Lig. calcaneofibularis
c. Articulatio tarsotransversa
Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering
menjadi tempat amputasi kaki. Terdiri dari 2 sendi, yaitu:
Articulatio talonavicularis
Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:
◦ Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial
◦ Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal
◦ Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar
Gerak sendi ini ◦ Rotasi kaki sekeliling aksis
◦ Memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis
8
d. Artikulatio tarsometatarsal
Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi
distal pada os cuneiformis I-III
Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:
Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I
Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III
Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid
Ligamentum pengikatnya adalah:
◦ Ligg. Tarsi plantaris
◦ Ligg. Tarsi dorsalis
◦ Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea dan plantaris
e. Articulatio metacarpofalangeal
Ligamen pengikatnya adalah: lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi
9
Berfungsi untuk:
◦ Plantarfleksi
◦ Bersama dengan soleus, membantu supinasi sendi subtalar saat
segmen anterior kaki menapak di tanah
M. soleus
Otot ini terletak dibawah gastrocnemius dan berorigo pada tibia dan
fibula bagian atas, dibawah sendi lutut. Berakhir sebagai bagian dalam
tendo Achilles.
Berfungsi untuk: plantar fleksi
10
tiap tendon terbagi tiga, 1 berinsersi di atas falang tengah dan 2
lainnya berinsersi di atas falang distal.
Berfungsi untuk:
b. Otot-otot intrinsik
Adalah otot-otot yang berorigo dan berinsersi pada kaki. Otot-otot tersebut
adalah otot-otot kaki. Otot-otot ini tidak dapat diperiksa secara individual dan
untuk detailnya, dapat merujuk ke buku-buku anatomi.. Yang termasuk otot-otot
intrinsik yaitu:
Lapis I
M. Abduktor digiti kuinti
M. Abduktor hallucis
M. Fleksor digitorum brevis
Lapis II
M. Kuadratus plantaris
Mm. Lumbricales
11
Lapis III
M. Adduktor hallucis caput transversal dan oblik
M. Fleksor hallucis brevis
M. Fleksor digiti kuinti brevis
Lapis IV
Mm. Interosseus plantaris dan dorsalis
12
2.2 DEFINISI
Kata talipes equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle),
pes (foot), equinus menunjukkan tumit yang terangkat seperti kuda, dan varus
berarti inversi dan adduksi (inverted and adducted). Jadi kelainan ini berupa
terfiksasinya kaki depan dalam posisi aduksi dan supinasi, tumit yang mengalami
inversi dan pergelangan kaki dalam keadaan plantar fleksi. Kelainan ini disebut
juga “clubfoot” karena bentuknya seperti kaki club.
Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi
subtalar, adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus pada ankle joint.
Komponen yang diamati dari clubfoot adalah equinus, midfoot cavus, forefoot
adduction dan hindfoot varus.
2.3 EPIDEMIOLOGI
CTEV rata-rata muncul dalam 1-2:1000 kelahiran bayi di dunia dan
merupakan salah satu defek saat lahir yang paling umum pada sistem
muskuloskeletal.
Terdapat predominansi laki-laki sebesar 2:1 terhadap perempuan, dimana
50% kasusnya adalah bilateral. Pada kasus unilateral, kaki kanan lebih sering
terkena.
Insidensi akan semakin meningkat (pada 25% kasus) bila ada riwayat
keluarga yang menderita CTEV. Kemungkinan munculnya CTEV bila ada
riwayat keluarga yaitu sekitar 1:35 kasus, dan sekitar 1:3 (33%) bila anak terlahir
kembar identik.
2.4 ETIOPATOGENESIS
Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa teori tentang etiologi
CTEV antara lain:
a. Faktor mekanik intrauteri
Teori tertua oleh Hipokrates dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada
posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan Browne
(1939) mengatakan bahwa oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan
dari luar karena keterbatasan gerak fetus.
13
b. Defek neuromuskular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek
neuromuskular, tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya kelainan
histologis dan elektromiografik. Peneliti menemukan adanya jaringan fibrosis
pada otot, fascia, ligament dan tendon sheath pada clubfoot, hal ini diperkirakan
mengakibatkan kelainan pada tulang. Adanya jaringan fibrosis ini ditandai dengan
terekspresinya TGF-beta dan PDGF pada pemeriksaan histopatologis, keadaan ini
juga berperan dalam kasus-kasus resisten.
c. Defek sel plasma primer
Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal;
Irani & Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu pendek,
diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga karena defek sel
plasma primer.
d. Perkembangan fetus terhambat
Heuter dan Von Volkman mengemukakan bahwa adanya gangguan
perkembangan dini pada usia awal embrio adalah enyebab clubfoot kongenital.
e. Herediter
Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor
eksternal, seperi infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).
Pada janin perkembangan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase fibula
(6,5 – 7 minggu kehamilan) dan fase tibia (8-9 minggu kehamilan). Ketika terjadi
gangguan perkembangan saat kedua fase tersebut, maka kemungkinan terjadinya
CTEV akan meningkat. Semua teori di atas belum dapat menjelaskan secara pasti
etiologi dari CTEV, namun kita dapat menyimpulkan bahwa penyebab CTEV
adalah multifactorial dan proses kelainan telah dimulai sejak limb bud
development.
f. Vaskular
Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskular berupa hambatan
vaskular setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV
didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral, mungkin karena berkurangnya
perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan.plasma primer.
14
g. Pengaruh lingkungan
Beberapa zat seperti agen teratogenik (rubella dan thalidomide) serta asap
rokok memiliki peran dalam terbentuknya CTEV, dimana terjadi temporary
growth arrest pada janin.
2.5 PATOFISIOLOGI
Deformitas bentuk kaki dikarakterisasi dengan komponen-komponen
anatomis sebagai berikut:
Adduksi midtarsal
Inversi pada sendi subtalar (varus)
Plantarfleksi sendi talocruralis (equinus)
Kontraksi jaringan di sisi medial kaki
Tendo Achilles memendek
Gastrocnemius kontraktur dan kurang berkembang
Otot-otot evertor sisi lateral tungkai bawah kurang berkembang
Talus dan calcaneus pada kaki deformitas berat sering lebih kecil daripada
normal, sehingga kaki terlihat lebih kecil. Bentuk konveks pada sisi lateral kaki
15
disebabkan oleh tarikan otot sisi medial kaki dan tungkai bawah yang kontraktur,
juga karena subluksasi sendi calcaneocuboid, ligamen dan kapsul yang teregang.
Jaringan lunak juga ambil bagian dalam deformitas ini dan menyebabkan
posisi equinus dan varus dipertahankan karena ketegangan pada jaringan ini.
Posisi equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot-otot sebagai berikut:
Gastrocnemius
Soleus
Tibialis posterior
Fleksor hallucis longus
Fleksor digitorum longus
Sedangkan posisi varus disebabkan oleh kontraktur pada otot-otot sebagai berikut:
Tibialis anterior dan posterior
Fleksor hallucis longus
Fleksor digitorum longus
Ligamentum deltoid
Otot-otot kecil sisi medial kaki
Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal,
yang hampir seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi,
adduksi, dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat,
collumnya melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji.
Navicular bergeser jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan
berartikulasi dengan permukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi
dibawah talus. Bentuk sendi-sendi tarsal relatif berubah karena perubahan posisi
tulang tarsal. Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih
konkaf (cavus). Tulang-tulang metatarsal tampak fleksi dan makin kemedial
makin bertambah fleksi.
16
CTEV secara anatomis
17
Bila keadaan ini datang terlambat untuk dikoreksi, maka keadaan
kontraktur akan lebih parah dan akan lebih kaku, anak akan berjalan pada sisi kaki
lateral dan pada malleolus lateralis. Anak tersebut bila berjalan akan terasa sakit
dan terbentuk bursa dengan cepat.
18
Anomali ini sering ditemukan pada arthroghyposis multipleks kongenital,
oleh karena itu sendi panggul lutut, siku dan bahu penderita perlu diperiksa
dengan teliti untuk mencari adanya subluksasi atau dislokasi. Periksa juga LGS
sendi-sendi perifer kontraktur yang menyebabkan fleksi atau ekstensi abnormal.
Yang khas pada arthroghyposis multipleks kongenital adalah penurunan massa
otot dan fibrosis.
2.7 DIAGNOSIS
Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki terputar
dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-gejala
lokalnya adalah sebagai berikut:
Inspeksi Betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada
pergelangan kaki, varus pada hindfoot atau tumit adduksi
dan supinasi pada forefoot.
Palpasi Pemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti
Saat digerakkan Deformitas terfiksir dan tidak dapat dikoreksi secara pasif.
Meskipun kaki pada bayi normal dapat terlihat dalam
posisi equinovarus, tetapi dapat didorsofleksikan
sampai jari - jari menyentuh bagian depan tungkai
bawahnya.
Rontgen Teknik pemotretan sangat penting agar kaki dapat dinilai
secara akurat. Beatson dan Pearson mendeskripsikan suatu
metoda untuk memperoleh roentnogram posisi AP dan
lateral yang sederhana dan mudah dilakukan. Cara: sendi
panggul anak fleksi 90º dan lutut fleksi 45º-60º. Untuk
posisi AP, ke-2 kaki dipegang berdekatan dan letakkan
pada posisi plantarfleksi 30º di atas film. Posisi lateral,
kaki harus plantarfleksi 35º and tabung sinar-X dipusatkan
pada pergelangan kaki dan hindfoot.
Hasil foto menunjukkan bentuk dan posisi talus yang
berguna untuk penilaian penanganan. Pusat osifikasi pada
talus, calcaneus dan cuboid terhambat dan mungkin
19
naviculare tidak tampak sampai tahun ketiga. Biasanya
deformitas ini disertai adanya torsi tibia.
A B
A.Perbedaan struktur kaki normal dan clubfoot pada bayi. B. CTEV bilateral
20
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas. Akan tetapi
ada beberapa kelainan yang secara anatomis menyerupainya. Sedangkan untuk
memberi penanganan yang sesuai dengan kelainan ini, perlu mengetahui kelainan-
kelainan lain yang serupa untuk membedakannya. Beberapa diantaranya adalah:
1. Absensi atau hipoplasia tibia kongenital
2. Dislokasi pergelangan kaki kongenital
Pada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah:
Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus
lateral dan medial
Pemeriksaan radiografi.
3. Acquired type of clubfoot
Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe
kongenital, tetapi pada anak yang lebih besar lebih sulit.
Biasanya sering terjadi karena penyakit paralitik karena itu disebut juga
paralytic clubfoot, antara lain: myelomeningocele, tumor intraspinal,
diasmatomyelia, poliomyelitis, atrofi muskular progresif tipe distal,
cerebral palsy dan penyakit Guillain-Barré. Pemeriksaan:
Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas
Muscle testing
Radiogram seluruh kolum vertebra
Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan
penyakit paralitik
Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)
Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi
21
tersebut telah cukup terosifikasi, dan pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
dengan proyeksi film anteroposterior dan lateral dengan stress dorsofleksi.
Gambaran radiologis CTEV adalah adanya kesejajaran tulang talus dan
kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis sangat penting. Posisi
anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30º dan
posisi tabung 30° dari keadaan vertikal.
Posisi lateral diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30º.
Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofl eksi dan
plantar fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan
kalkaneus dan mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral.
Garis AP digambar melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan
batas medial) serta melalui pusat aksis tulang kalkaneus (sejajar dengan batas
lateral). Nilai normalnya adalah antara 25-40°. Bila sudut kurang dari 20°,
dikatakan abnormal. Garis anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada
kasus CTEV. Seiring dengan terapi, baik dengan casting maupun operasi, tulang
kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan talus yang juga
mengalami derotasi. Denganb demikian akan terbentuk sudut talokalkaneus yang
adekuat.
Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang
talus serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50°,
sedang pada CTEV nilainya berkisar antara 35° dan negatif 10°.
Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular
dan metatarsal pertama. Sudut dari dua sisi (AP and lateral) ditambahkan untuk
menghitung indeks talokalkaneus; pada kaki yang sudah terkoreksi akan memiliki
nilai lebih dari 40°.
Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi
maksimal dorsofleksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk
mendiagnosis CTEV yang tidak dikoreksi.
22
2.10 TATALAKSANA
Hampir seluruh ahli bedah Orthopedi sepakat bahwa terapi non operatif
merupakan pilihan pertama dalam menangani kasus CTEV. Mereka pun setuju
semakin awal terapi dimulai, maka semakin baik hasilnya, sehingga mencegah
terapi operatif lanjutan.
Tujuan terapi talipes equinovarus adalah :
1. Mereduksi dislokasi atau sublokasi sendi talocalcaneonaviculare
2. Mempertahankan reduksi
3. Memperbaiki normal articular alignment
4. Membuat keseimbangan otot antara evorter dan invertor, dan dorsi flexor dan
plantar flexor
5. Membuat kaki mobile dengan fungsi normal dan weight bearing
23
Terapi harus sudah dimulai pada hari-hari pertama kelahiran, 3 minggu
pertama merupakan golden period, sebab jaringan lunak pada usia ini masih
lentur. Tujuannya adalah mendapatkan kaki yang estetik, fungsional, bebas nyeri
dan plantigrade. Prinsip terapi meliputi koreksi pasif yang gentle,
mempertahankan koreksi untul periode waktu yang lama, dan pengawasan anak
hingga usai masa pertumbuhan. Pengawasan diperlukan karena walaupun telah
terkoreksi, 50% kasus akan terjadi rekurensi dan adanya kontraktur soft tissue
dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan sendi. Tata laksana non-operatif lebih
disukai di berbagai belahan dunia karena extensive surgery memiliki hasil yang
buruk dalam jangka panjang.
24
B. Medial crease of the foot (MC)
Pada keadaan normal, kulit daerah telapak kaki akan memperlihatkan garisgaris
halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat menandakan adanya kontraktur di
daerah medial. Pegang kaki dan tarik dengan lembut saat memeriksa. Lihatlah
pada lengkung batas medial kaki. Normalnya, akan terlihat garis-garis halus pada
kulit telapak kaki yang tidak mengubah kontur lengkung medial tersebut. Nilai
MC adalah 0 (Gambar 4). Pada kaki abnormal, akan tampak satu atau dua lipatan
kulit yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur
lengkung medial, nilai MC adalah 0,5 (Gambar 5). Apabila lipatan ini tampak
dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur batas medial kaki, nilai MC adalah
sebesar 1 (Gambar 6).
25
C. Posterior crease of the ankle (PC)
Pada keadaan normal, kulit bagian tumit posterior akan memperlihatkan lipatan
kulit multipel halus. Terdapatnya lipatan kulit yang lebih dalam menunjukkan
adanya kemungkinan kontraktur posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan
lembut saat memeriksa. Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan
terlihat adanya garis-garis halus yang tidak mengubah kontur tumit. Lipatan-
lipatan ini menyebabkan kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang
saat kaki dalam posisi dorsofl eksi. Pada kondisi ini, nilai PC adalah 0 (Gambar
7).
Pada kaki abnormal, akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit yang dalam.
Apabila lipatan ini tidak terlalu mempengaruhi kontur dari tumit, nilai PC adalah
0,5 (Gambar 8). Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di
daerah tumit dan hal tersebut merubah kontur tumit, nilai PC adalah 1 (Gambar 9).
26
Penatalaksanaan Non-operatif
Berupa pemasangan splint yang dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan
koreksi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adduksi kaki depan (forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi
dapat mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot.
Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada
posisi terbaik yang bias didapatkan, kemudian pertahankan posisi ini dengan
menggunakan “strapping” yang diganti tiap beberapa hari, atau menggunakan
gips yang diganti beberapa minggu sekali. Cara ini dilanjutkan hingga dapat
diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi
selanjutnya. Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama
beberapa bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat tampak
kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas
menetap, deformitas berupa rockerbottom foot, atau kembalinya deformitas segera
setelah koreksi dihentikan. Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat
diketahui apakah jenis deformitas CTEV mudah dikoreksi atau resisten. Hal ini
dikonfirmasi menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan penghitungan
orientasi tulang. Tingkat kesuksesan metode ini 11-58%.
Metode Ponseti
Metode ini diperkenalkan oleh Ignacio Ponseti pada akhir tahun 1940an
sebagai jawaban atas terapi operatif yang sedang popular namun masih
menimbulkan nyeri dan deformitas residu. Komponen dari metode ini meliputi
serial manipulasi yang gentle dan casting setiap minggunya, diikuti Achilles
tenotomy. Terkadang digunakan juga foot abduction brace untuk mencegah dan
mengatasi relaps. Ponseti memberikan sebuah akronim CAVE sebagai panduan
untuk tahapan koreksi CTEV. Pada metode ini terjadi relaksasi kolagen dan
atraumatik remodeling pada permukaan sendi dan menghindari fibrosis, seperti
yang terjadi bila dilakukan operasi release. Dibutuhkan komitmen dan kerjasama
27
yang baik dengan orang tua pasien, dikarenakan metode ini setidaknya butuh
waktu selama 4 tahun. Terapi dapat dimulai dalam beberapa hari setelah
kelahiran. Batas akhir usia belum ditentukan dikarenakan adanya keberhasilan
metode ini saat diterapkan pada anak usia lebih dari 1 tahun. Tercatat sekitar 95%
kasus yang ditangani dengan metode ini tidak memerlukan posterior medial dan
laterat release. Terkadang diperlukan sedasi pada anak-anak usia lebih dari 15
bulan karena nyeri yang ditimbulkan saat manipulasi. Dalam setiap sesi
manipulasi, disarankan bersamaan dengan waktu memberi makan anak. Hal ini
bertujuan agar sang anak lebih relaks sehingga lebih mudah saat pemasangan cast.
Serial casting dapat menggunakan bahan plaster atau fiberglass dan tidak
ditemukan perbedaan hasil diantara kedua bahan tersebut. Cast dipasang dari jari
kaki hingga 1/3 atas paha dengan lutut fleksi 90o dan akan diganti setiap 5-7 hari.
Biasanya diperlukan 5-6 kali penggantian cast untuk mendapatkan koreksi yang
baik. Walaupun biasanya metode Ponseti digunakan pada idiopathic clubfoot,
pada beberapa kasus dapat juga digunakan pada non-idiopathic clubfoot (yang
disertai dengan arthrogryposis, myelomeningocele, berbagai syndrome genetic,
dan kelainan neuromuskuler. Metode Ponseti juga digunakan pada complex
clubfoot dan kasus relaps meski telah menjalani extensive soft tissue release
surgery. Deformitas cavus dikoreksi terlebih dahulu dengan cara supinasi forefoot
relatif terhadap hindfoot melalui penekanan pada metatarsal I. Pada kebanyakan
kasus, deformitas cavus akan terkoreksi dengan satu kali pemasangan long leg
cast. Forefoot adduction, hindfoot varus, dan hindfoot equinus akan dikoreksi
pada pemasangan cast ke 2-4. Koreksi aduksi forefoot dan hindfoot varus
dilakukan secara simultan dengan supinasi pedis dan counterpressure pada head of
talus. Dengan teknik ini calcaneus, navicular dan cuboid akan displace secara
gradual ke lateral. Manuver penting ini mengoreksi mayoritas deformitas dari
clubfoot dan harus dilakukan pada setiap sesi dengan memperhatikan tiga hal:
o Abduksi forefoot harus dilakukan dengan dengan sedikit supinasi pedis,
sehingga koreksi pada deformitas cavus tetap terjaga dan colinearity dari
metatarsal tetap terjaga.
28
o Jangan melakukan dorsofleksi premature terhadap tumit, hal ini bertujuan
agar calcaneus dapat terabduksi secara bebas dibawah talus dan eversi ke
posisi pedis netral, serta mencegah rocker bottom deformity.
o Berikan counterpressure pada pada sisi lateral head of talus. Koreksi hindfoot
varus dan calcaneal inversion akan sulit bila counterpressure diberikan pada
sisi lateral pedis, bukan pada sisi lateral head of talus.
29
shoes) diberikan untuk mencegah rekurensi deformitas, untuk remodeling
persendian dengan tulang-tulang dalam posisi baik, dan untuk meningkatkan
kekuatan otot kaki. Alat ini berupa sepatu yang terhubung dengan dynamic bar
(kira-kira sepanjang bahu pasien). Rotasi sepatu terhadap bar sekitar 60-70o
eksternal rotasi pada kaki clubfoot dan 40o eksternal rotasi pada kaki normal. Alat
ini dipakai 22-23 jam sehari selama 3 bulan, lalu saat tidur malam dan siang (12-
14 jam sehari) hingga anak berusia 1 tahun, dan saat tidur malam hingga usia 3-4
tahun (3). Pasien disarankan untuk control satu bulan berikutnya dan dilanjutkan
dengan interval 3 bulan.
Orthosis terdiri dari dua sepatu yang dihubungkan dengan sebuah papan
yang mampu memposisikan sepatu selebar bahu. Papan harus mampu menahan
sepatu 70 derajat eksternal rotasi dan 5-10 derajat dorsofleksi. Pada kasus
unilateral, kaki normal harus berada di 40 derajat eksternal rotasi. Menahan kaki
selebar bahu membantu abduksi pedis. Orthosis digunakan setiap hari hingga 3-4
bulan, lalu dilanjutkan pemakaian saat tidur siang dan malam selama 2-4 tahun.
Pada 90% kasus diperlukan adanya Achilles tenotomy (percutaneous
Achilles Tenotomy/pAT) untuk mengoreksi kontraktur equinus. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi local pada anak usia dibawah 1 tahun (tanpa adanya
overlengthening atau kelemahan otot) dan dengan sedasi di ruang operasi untuk
anak yang lebih tua. Untuk anestesi local disarankan hanya menggunakan anestesi
topikal terlebih dahulu dan anestesi injeksi diberikan setelah prosedur tenotomy.
Hal ini untuk menghindari kesulitan dalam palpasi tendon sehingga berpotensi
merusak neurovaskuler di area tersebut. Tenotomy dapat dilakukan dengan thin
cataract knife yang steril di klinik (setelah EMLA cream menganastesi kulit secara
local selama 30 menit). Beberapa dokter lebih memilih mengerjakan di ruang
operasi untuk anak >3 bulan, karena akan lebih mudah memasang cast tanpa
adanya resistensi dari anak. Setelah steril, pedis ditahan oleh asisten dengan
tekanan dorsofleksi yang ringan hingga sedang. Tekanan yang terlalu kuat akan
cenderung mengencangkan kulit dan menyulitkan untuk palpasi tendon dengan
baik. Pisau memasuki kulit sepanjang batas medial tendon Achilles. Karena
biasanya calcaneus terelevasi pada fat pad, maka penting untuk memotong tendon
0,5–1 cm proksimal dari insersinya, dimana akan cenderung untuk menyebar ke
30
tuberositas calcaneus. Setelah dimasukkan, pisau didorong ke medial tendon dan
dirotasikan di bawahnya. Counterpressure dengan jari telunjuk dari arah
berlawanan akan mendorong tendon ke pisau dan mencegah laserasi yang tidak
diinginkan. Pergerakan yang berlebihan dari pisau ke arah lateral akan berisiko
mencederai vena saphena dan nervus suralis. Tenotomy yang berhasil ditandai
dengan palpable pop dan adanya kemampuan untuk dorsofleksi tambahan sejauh
15-20o. Tidak perlu ada jahitan dan dipasangkan cotton cast padding steril, diikuti
dengan pemasangan long leg cast pada maksimal dorsofleksi dengan abduksi 70
derajat.
Pedis diimobilisasi selama 3-4 minggu; kebanyakan bayi memerlukan
imobilisasi sekitar 3 minggu, pemasangan lebih lama masih diperbolehkan untuk
anak berusia >6 bulan. Long leg cast dipasang dengan posisi abduksi 60-70o dan
dorsofleksi 5-10o (1,3). Suatu studi menyebutkan bahwa penyembuhan tendon
terjadi dalam 3 minggu saat terpasang cast.
31
2.12 PROGNOSIS
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa
tindakan operatif. Teknik Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achilles) dilaporkan
memiliki tingkat kesuksesan sebesar 89%. Peneliti lain melaporkan rerata tingkat
kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan
75-90%, baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.
Hasil memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor utama
yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan kaki,
yang dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang talus. Tiga puluh
delapan persen pasien CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir
dua pertiganya adalah prosedur pembentukan ulang tulang). Rerata tingkat
kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang 10-50%. Hasil terbaik
didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3 bulan (biasanya
dengan ukuran lebih dari 8 cm).
32
DAFTAR PUSTAKA
33