Anda di halaman 1dari 33

REFERAT/CLINICAL SCIENCE SESSION

*Prodi Profesi Dokter/ G1A216001/ Mei 2017


**Pembimbing/ dr. Humaryanto, Sp.OT

CONGENITAL TALLIPES EQUINOVARUS

Citra Utami Viollety, S. Ked * dr. Humaryanto, Sp.OT **

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN BEDAH RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS

Oleh:
Citra Utami Viollety, S.Ked

PROFRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI/RSUD. RADEN MATTAHER PROV. JAMBI

Jambi, Mei 2017


Pembimbing

dr. Humaryanto, Sp.OT

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat (Clinical Science
Session) yang berjudul “Congenital Tallipes Equinovarus” ini.

Penulisan referat ini dibuat dan disusun untuk memenuhi dan


melengkapi syarat menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Bedah RSUD
Raden Mattaher Jambi. Dalam pembuatan dan penulisan referat ini, penulis
banyak menerima bantuan oleh berbagai pihak, baik berupa saran, masukan,
bimbingan, dorongan dan motivasi secara moril, serta data maupun informasi.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Humaryanto, Sp.OT atas bimbingan yang diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat ini serta kepada semua pihak yang telah membantu.

Sepenuhnya penulis menyadari laporan referat ini masih jauh dari


sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan penulisan referat ini. Terlepas dari segala kekurangan yang ada,
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis
ucapkan terima kasih

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jambi, Mei 2017

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘club


foot’ adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas inferior yang sering
ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminologi
“sindromik” bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain
sebagai suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa
didampingi gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik.
CTEV sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular,
seperti spina bifida maupun atrofi muscular spinal. Bentuk yang paling sering
ditemui adalah CTEV idiopatik. Pada bentuk ini, ekstremitas superior dalam
keadaan normal.
Prevalensi kejadian 1-2 per 1000 kelahiran. Biasanya anak laki-laki lebih
sering terkena dengan ratio 2:1. Pada kasus unilateral, kaki kanan lebih sering
terkena.
Kelainan yang terjadi pada Clubfoot adalah equinus pada tumit, seluruh
hindfoot varus, serta midfoot dan forefoot aduksi dan supinasi.
Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang atau berat yang dilihat dari
rigiditasnya atau resistensinya, dan dari penampilannya.
Pengenalan dan penanganan secara dini pada clubfoot sangat penting
dimana “Golden Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir, karena
pada umur kurang dari tiga minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur
sehingga masih dapat dimanipulasi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TULANG


2.1.2 Anatomi Pedis
Pedis pada manusia terdiri dari 26 tulang, yang dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu:
 7 tulang tarsal
 5 tulang metatarsal
 14 tulang phalanges
Kaki dapat dibagi menjadi 3 segmen fungsional.
a. Hindfoot (segmen posterior)
Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai
penyangganya. Terdiri dari:
▪ Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi
pergelangan kaki
▪ Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan tanah
b. Midfoot (segmen tengah)
Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:
▪ 3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral
▪ Cuboid
▪ Navikulare
Ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan dasar
medial dan apeks lateral. 3 cuneiforme dan bagian anterior cuboid serta naviculare
dan bagian belakang tulang cuboid membentuk suatu garis.

c. Forefoot (segmen anterior)


Bagian ini terdiri dari:
▪ 5 metatarsal: I, II, III, IV, V
▪ 14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan setiap
jari lainnya 3 falang

5
2.1.2 Anatomi Tulang Pedis
Tulang tarsal terdiri dari 7 tulang yaitu calcaneus, talus, cuboidea
naviculare dan tulang cuneiforme.
1. Tulang calcaneus
Tulang calcaneus adalah tulang terbesar yang terdapat di region pedis,
tulang ini berada di daerah tumit dan berfungsi untuk menopang badan ketika
tumit kita menyentuh permukaan. Tulang ini menjorok keluar pada kaki bagian
belakang, merupakan tempat melekatnya ligamen calcaneus. Tulang ini memiliki
3 dimensi dan berbentuk persegi panjang dan memiliki 6 permukaan. Tulang
calcaneus memiliki 2 artikulasi yaitu dengan tulang cuboid dan talus.
2. Tulang Talus
Talus adalah tulang kedua terbesar pada tulang tarsal dan berada diatas
tulang calcaneus pada bagian belakang kaki. Tulang ini unik karena 2 dari tiga
permukaan tulang ditutupi oleh artikulasi kartilago dan tulang ini tidak memilki
insersio entah itu dari tendon atau otot. Tulang ini memiliki 5 permukaan sendi

6
semua memiliki fungsi menahan berat badan. Tulang ini terbagi menjadi 3 bagian
yaitu kepala, leher dan badan.
3. Tulang cuboid
Tulang cuboid terletak di sisi lateral kaki, didepan dari tulang calcaneus
dan dibelakang tulang ke empat dan kelima dari metatarsal.
4. Tulang naviculare
Tulang naviculare terletak pada medial pada kaki tengah diantara talus dan
3 tulang cuneiforme.
5. Tulang Cuneiforme
Tulang cuneiforme terdiri dari 3 tulang yaitu cuneiforme medial, tengah
dan lateral.
6. Tulang metatarsal
Tulang metatarsal terdiri dari tulang kesatu sampai kelima dihitung dari
medial ke lateral masing-masing memiliki kepala, leher dan basis. Karakteristik
umum tulang metatarsal; tulang-tulang metatarsal secara kasar berbentuk silinder.
Bentuknya mengecil dari ujung proksimal ke ujung distal. Tulang ini melengkung
di sumbu panjang, pada permukaan plantar berbentuk cekung dan permukaan
dorsal cembung.
7. Tulang phalanges atau jari-jari kaki
Tulang jari-jari kaki berjumblah sama dengan jari-jari tangan, bentuknya
pun lumayan sama ada jempol dan juga telunjuk serta 3 jari lainnya meskipun
dalam bentuknya berbeda dari segi ukuran.

2.1.3 Struktur persendian dan ligamen


Tulang-tulang tersebut membentuk persendian-persendian sebagai berikut:
a. Artikulatio talocruralis
Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus. Sendi ini
distabilkan oleh ligamen-ligamen:
▪ Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:
◦ Lig. tibionavikularis
◦ Lig. calcaneotibialis
◦ Lig. talotibialis anterior dan posterior

7
▪ Sisi lateral:
◦ Lig. talofibularis anterior dan posterior
◦ Lig. calcaneofibularis

Gerak sendi ini: ◦ Plantar fleksi


◦ Dorsofleksi
◦ Sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki
b. Artikulatio talotarsalis
Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi
keduanya merupakan 1 kesatuan, yaitu:
 Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar
Ligamen yang memperkuat adalah: lig. talocalcanearis anterior,
posterior, medial dan lateral

▪ Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis


Ligamen yang memperkuat adalah:
◦ Lig. tibionavikularis
◦ Lig. calcaneonaviculare plantaris
◦ Lig. bifurcatum: pars calcaneonavicularis (medial) dan pars
calcaneocuboid (lateral) berbentuk huruf V
Gerak sendi ini ◦ Inversi pergelangan kaki
◦ Eversi pergelangan kaki

c. Articulatio tarsotransversa
Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering
menjadi tempat amputasi kaki. Terdiri dari 2 sendi, yaitu:
 Articulatio talonavicularis
 Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:
◦ Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial
◦ Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal
◦ Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar
Gerak sendi ini ◦ Rotasi kaki sekeliling aksis
◦ Memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis

8
d. Artikulatio tarsometatarsal
Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi
distal pada os cuneiformis I-III
Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:
 Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I
 Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III
 Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid
Ligamentum pengikatnya adalah:
◦ Ligg. Tarsi plantaris
◦ Ligg. Tarsi dorsalis
◦ Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea dan plantaris
e. Articulatio metacarpofalangeal
Ligamen pengikatnya adalah: lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi

Gerak sendi ini: ◦ Fleksi-ekstensi sendi metacarpal


◦ Abduksi-adduksi sendi metacarpal
f. Artculatio interfalangeal
Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis

Gerak sendi ini: ◦ Fleksi-ekstensi interfalang


◦ Abduksi-adduksi interfalang

2.1.4 Otot-otot penggerak kaki


Otot-otot penggerak kaki dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Otot-otot ekstrinsik
Adalah otot-otot yang berorigo dan bekerja di luar kaki. Otot-otot tersebut
adalah otot-otot tungkai bawah, yaitu:
 M. gastrocnemius
Otot ini berorigo pada condylus femoralis medialis dan lateralis dan
berakhir sebagai tendon Achilles yang berinsersi di sisi posterior
calcaneus.

9
Berfungsi untuk:
◦ Plantarfleksi
◦ Bersama dengan soleus, membantu supinasi sendi subtalar saat
segmen anterior kaki menapak di tanah
 M. soleus
Otot ini terletak dibawah gastrocnemius dan berorigo pada tibia dan
fibula bagian atas, dibawah sendi lutut. Berakhir sebagai bagian dalam
tendo Achilles.
Berfungsi untuk: plantar fleksi

 Otot ekstrinsik yang lain dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:


 Kelompok lateral terdiri dari:
M. peroneus longus dan brevis: berorigo pada sisi lateral fibula.
Peroneus brevis berinsersi di basis metatarsal V sedangkan peroneus
longus pada basis metatarsal I dan cuneiformis medialis di
permukaan plantar.
Berfungsi untuk: eversi pergelangan kaki.

 Kelompok anterior terdiri dari:


- M. tibialis anterior: berorigo pada sisi lateral tibia dan berinsersi
di cuneiformis medialis dan basis metatarsal I.
Berfungsi untuk: ~ inversi pergelangan kaki
~ dorsofleksi pergelangan kaki

- M. ekstensor hallucis longus: berorigo pada permukaan anterior


fibula dan membran interoseus dan berinsersi di atas falang distal
ibu jari kaki.
Berfungsi untuk: ~ ektensi ibu jari kakai
~ membantu dorsofleksi pergelangan kaki

- M. ekstensor digitorum longus: berorigo pada condylus tibia


lateralis dan permukaan anterior fibula dan berakhir sebagai 4
tendon yang melekat disisi dorsal ke-4 jari-jari kaki. Di ujung

10
tiap tendon terbagi tiga, 1 berinsersi di atas falang tengah dan 2
lainnya berinsersi di atas falang distal.
Berfungsi untuk:

~ ekstensi jari-jari kaki

~ bersama dengan m. peroneus tertius, yang merupakan bagian


dari ekstensor digitorum longus membantu dorsofleksi dan eversi
pergelangan kaki.

 Kelompok medial terdiri dari:


- M. tibialis posterior: berorigo pada tibia dan sisi posterior fibula
dan berinsersi di tarsal dan metatarsal medial.
Berfungsi untuk: ~ inversi pergelangan kaki
~ plantarfleksi

- M. fleksor hallucis longus: berorigo pada sisi lateral fibula dan


tibia, berinsersi di falang distal ibu jari kaki.
Berfungsi untuk: fleksi falang distal ibu jari kaki

- M. fleksor digitorum longus: berorigo pada sisi posterior tibia


dan berinsersi di sisi lateral falang distal ke-4 jari kaki.
Berfungsi untuk: fleksi jari-jari kaki

b. Otot-otot intrinsik
Adalah otot-otot yang berorigo dan berinsersi pada kaki. Otot-otot tersebut
adalah otot-otot kaki. Otot-otot ini tidak dapat diperiksa secara individual dan
untuk detailnya, dapat merujuk ke buku-buku anatomi.. Yang termasuk otot-otot
intrinsik yaitu:

 Lapis I
 M. Abduktor digiti kuinti
 M. Abduktor hallucis
 M. Fleksor digitorum brevis
 Lapis II
 M. Kuadratus plantaris
 Mm. Lumbricales

11
 Lapis III
 M. Adduktor hallucis caput transversal dan oblik
 M. Fleksor hallucis brevis
 M. Fleksor digiti kuinti brevis
 Lapis IV
 Mm. Interosseus plantaris dan dorsalis

Otot-otot yang dipersarafi oleh n. plantaris medial, yaitu: m. abduktor


hallucis, fleksor digitorum brevis, fleksor hallucis brevis dan lumbricales I,
berfungsi untuk:
 fleksi jari-jari kaki terutama pada sendi metatarsofalangeal ibu jari
 menstabilisasi falang jari pertama saat fase push-off saat berjalan

Otot-otot yang dipersarafi oleh n. plantaris lateral, yaitu: m. abduktor


hallucis, abduktor digiti kuinti, fleksor digiti kuinti, kuadratus plantaris,
lumbricalea dan interosseus, berfungsi untuk:
 mempertahankan arkus kaki
 fleksi sendi metatarsofalangeal jari-jari kaki
 adduksi dan abduksi jari-jari kaki

12
2.2 DEFINISI
Kata talipes equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle),
pes (foot), equinus menunjukkan tumit yang terangkat seperti kuda, dan varus
berarti inversi dan adduksi (inverted and adducted). Jadi kelainan ini berupa
terfiksasinya kaki depan dalam posisi aduksi dan supinasi, tumit yang mengalami
inversi dan pergelangan kaki dalam keadaan plantar fleksi. Kelainan ini disebut
juga “clubfoot” karena bentuknya seperti kaki club.
Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi
subtalar, adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus pada ankle joint.
Komponen yang diamati dari clubfoot adalah equinus, midfoot cavus, forefoot
adduction dan hindfoot varus.

2.3 EPIDEMIOLOGI
CTEV rata-rata muncul dalam 1-2:1000 kelahiran bayi di dunia dan
merupakan salah satu defek saat lahir yang paling umum pada sistem
muskuloskeletal.
Terdapat predominansi laki-laki sebesar 2:1 terhadap perempuan, dimana
50% kasusnya adalah bilateral. Pada kasus unilateral, kaki kanan lebih sering
terkena.
Insidensi akan semakin meningkat (pada 25% kasus) bila ada riwayat
keluarga yang menderita CTEV. Kemungkinan munculnya CTEV bila ada
riwayat keluarga yaitu sekitar 1:35 kasus, dan sekitar 1:3 (33%) bila anak terlahir
kembar identik.

2.4 ETIOPATOGENESIS
Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa teori tentang etiologi
CTEV antara lain:
a. Faktor mekanik intrauteri
Teori tertua oleh Hipokrates dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada
posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan Browne
(1939) mengatakan bahwa oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan
dari luar karena keterbatasan gerak fetus.

13
b. Defek neuromuskular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek
neuromuskular, tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya kelainan
histologis dan elektromiografik. Peneliti menemukan adanya jaringan fibrosis
pada otot, fascia, ligament dan tendon sheath pada clubfoot, hal ini diperkirakan
mengakibatkan kelainan pada tulang. Adanya jaringan fibrosis ini ditandai dengan
terekspresinya TGF-beta dan PDGF pada pemeriksaan histopatologis, keadaan ini
juga berperan dalam kasus-kasus resisten.
c. Defek sel plasma primer
Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal;
Irani & Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu pendek,
diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga karena defek sel
plasma primer.
d. Perkembangan fetus terhambat
Heuter dan Von Volkman mengemukakan bahwa adanya gangguan
perkembangan dini pada usia awal embrio adalah enyebab clubfoot kongenital.
e. Herediter
Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor
eksternal, seperi infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).
Pada janin perkembangan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase fibula
(6,5 – 7 minggu kehamilan) dan fase tibia (8-9 minggu kehamilan). Ketika terjadi
gangguan perkembangan saat kedua fase tersebut, maka kemungkinan terjadinya
CTEV akan meningkat. Semua teori di atas belum dapat menjelaskan secara pasti
etiologi dari CTEV, namun kita dapat menyimpulkan bahwa penyebab CTEV
adalah multifactorial dan proses kelainan telah dimulai sejak limb bud
development.
f. Vaskular
Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskular berupa hambatan
vaskular setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV
didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral, mungkin karena berkurangnya
perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan.plasma primer.

14
g. Pengaruh lingkungan
Beberapa zat seperti agen teratogenik (rubella dan thalidomide) serta asap
rokok memiliki peran dalam terbentuknya CTEV, dimana terjadi temporary
growth arrest pada janin.

2.5 PATOFISIOLOGI
Deformitas bentuk kaki dikarakterisasi dengan komponen-komponen
anatomis sebagai berikut:
 Adduksi midtarsal
 Inversi pada sendi subtalar (varus)
 Plantarfleksi sendi talocruralis (equinus)
 Kontraksi jaringan di sisi medial kaki
 Tendo Achilles memendek
 Gastrocnemius kontraktur dan kurang berkembang
 Otot-otot evertor sisi lateral tungkai bawah kurang berkembang

Kombinasi deformitas equinus pergelangan kaki dan sendi subtalar, inversi


hindfoot dan adduksi mid-forefoot disebabkan oleh displacement dari sisi medial
dan plantar serta rotasi medial sendi talocalcaneonavicular

Schlicht (1963) melaporkan suatu penelitian CTEV yang dilakukannya


pada bayi-bayi yang lahir mati atau mati segera sesudah lahir. Dilakukan diseksi
kaki, yang semuanya menunjukkan deformitas dengan derajat yang berat.
Dikatakan bahwa tulang-tulang mengalami distorsi, khususnya talus, calcaneus,
navicularis, cuboid dan metatarsal, tetapi yang paling parah adalah talus. Tidak
hanya terjadi malformasi tulang, tetapi jaringan-jaringan lain yang berhubungan
dengannya juga mengalami distorsi. Pada semua kaki yang didiseksinya, talus
memperlihatkan distorsi facet pada permukaan superior, oleh karena itu tidak pas
masuk dalam lekukan tibia-fibula. Inilah penyebab terpenting persistensi
deformitas equinus.

Talus dan calcaneus pada kaki deformitas berat sering lebih kecil daripada
normal, sehingga kaki terlihat lebih kecil. Bentuk konveks pada sisi lateral kaki

15
disebabkan oleh tarikan otot sisi medial kaki dan tungkai bawah yang kontraktur,
juga karena subluksasi sendi calcaneocuboid, ligamen dan kapsul yang teregang.

Jaringan lunak juga ambil bagian dalam deformitas ini dan menyebabkan
posisi equinus dan varus dipertahankan karena ketegangan pada jaringan ini.
Posisi equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot-otot sebagai berikut:
 Gastrocnemius
 Soleus
 Tibialis posterior
 Fleksor hallucis longus
 Fleksor digitorum longus

Sedangkan posisi varus disebabkan oleh kontraktur pada otot-otot sebagai berikut:
 Tibialis anterior dan posterior
 Fleksor hallucis longus
 Fleksor digitorum longus
 Ligamentum deltoid
 Otot-otot kecil sisi medial kaki

Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal,
yang hampir seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi,
adduksi, dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat,
collumnya melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji.
Navicular bergeser jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan
berartikulasi dengan permukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi
dibawah talus. Bentuk sendi-sendi tarsal relatif berubah karena perubahan posisi
tulang tarsal. Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih
konkaf (cavus). Tulang-tulang metatarsal tampak fleksi dan makin kemedial
makin bertambah fleksi.

16
CTEV secara anatomis

Secara histology dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan


gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini
menyebabkan ligament mudah diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi, yang
dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi
beberapa hari berikutnya, yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut.
Inilah sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah dilakukan.

2.6 GAMBARAN KLINIS


Gambaran klinik clubfoot sangat karakteristik, kaki dan tungkai bawah
seperti tongkat (clublike). Terdapat lekukan yang dalam pada bagian posterior
sendi ankle, kaki bagian tengah dan kaki bagian depan terjadi aduksi, inversi dan
equinus. Dengan adanya inversi dan aduksi dari kaki bagian depan akan
menyebabkan terabanya benjolan tulang pada subkutis dorsum pedis sisi lateral.
Kulit pada sisi cembung (dorsum pedis), tipis, teregang, dan tidak ada
lekukan kulit, malleolus lateralis lebih menonjol dibanding yang medial. Kulit sisi
cekung (daerah medial dan plantar) terdapat cekungan yang dalam.
Tulang naviculare berdekatan langsung dengan malleolus medialis,
sehingga pada palpasi jarak antara kedua tulang tersebut tidak terdapat sela. Kaki
bagian depan dalam posisi equinus dan jaringan lunak sisi plantar kaki sangat
kontraktur. Dapat diraba ligamentum dan kapsul sendi sisi medial kaki dan sisi
posterior sendi ankle memendek dan menebal. Terdapat juga atrofi dari otot betis,
dan pemendekan dari kaki. Keadaan equinus ini kaku dan bila dilakukan
manipulasi pasif hanya terkoreksi sedikit.

17
Bila keadaan ini datang terlambat untuk dikoreksi, maka keadaan
kontraktur akan lebih parah dan akan lebih kaku, anak akan berjalan pada sisi kaki
lateral dan pada malleolus lateralis. Anak tersebut bila berjalan akan terasa sakit
dan terbentuk bursa dengan cepat.

Gambaran kaki dengan CTEV

Kasus deformitas bilateral terjadi pada sepertiga kasus. Pada kasus


bilateral, salah satu kaki biasanya mempunyai deformitas lebih berat daripada kaki
lainnya. Pada kasus unilateral, kaki yang sakit lebih kecil dan kurang berkembang
dibandingkan kaki lainnya dan biasanya kaki kanan lebih sering terkena daripada
kiri.
Pada anak yang sudah dapat berdiri maka berat badan akan ditumpukan
pada basis metatarsal V. Kadang-kadang terdapat kavus. Jika deformitas berat,
kaki yang terkena tampak lebih kecil dari kaki lainnya. Tumit biasanya kecil dan
kurang berkembang, betis kurang berkembang dan kurus. Talus terlihat menonjol
dan dapat teraba pada permukaan dorsal kaki. Kulit sisi medial berkerut,
sedangkan sisi lateral teregang. Ibu jari mungkin terabduksi, terpisah dengan jari-
jari lainnya. Derajat inversi dan adduksi dilihat dari sisi plantar dimana kaki
terlihat melengkung dan berbentuk seperti bentuk buah pisang .
Deformitas ini dapat terjadi pada bayi normal, tetapi kadang-kadang juga
disertai anomali kongenital lain seperti dislokasi sendi panggul, arthroghyposis
multipleks kongenital atau myelomeningocele, absensi tibia kongenital dan spina
bifida. Atau menjadi bagian dari suatu sindroma developmental generalisata.
Karena itu penting untuk memeriksa tubuh penderita secara keseluruhan.

18
Anomali ini sering ditemukan pada arthroghyposis multipleks kongenital,
oleh karena itu sendi panggul lutut, siku dan bahu penderita perlu diperiksa
dengan teliti untuk mencari adanya subluksasi atau dislokasi. Periksa juga LGS
sendi-sendi perifer kontraktur yang menyebabkan fleksi atau ekstensi abnormal.
Yang khas pada arthroghyposis multipleks kongenital adalah penurunan massa
otot dan fibrosis.

2.7 DIAGNOSIS
Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki terputar
dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-gejala
lokalnya adalah sebagai berikut:
 Inspeksi Betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada
pergelangan kaki, varus pada hindfoot atau tumit adduksi
dan supinasi pada forefoot.
 Palpasi Pemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti
 Saat digerakkan Deformitas terfiksir dan tidak dapat dikoreksi secara pasif.
Meskipun kaki pada bayi normal dapat terlihat dalam
posisi equinovarus, tetapi dapat didorsofleksikan
sampai jari - jari menyentuh bagian depan tungkai
bawahnya.
 Rontgen Teknik pemotretan sangat penting agar kaki dapat dinilai
secara akurat. Beatson dan Pearson mendeskripsikan suatu
metoda untuk memperoleh roentnogram posisi AP dan
lateral yang sederhana dan mudah dilakukan. Cara: sendi
panggul anak fleksi 90º dan lutut fleksi 45º-60º. Untuk
posisi AP, ke-2 kaki dipegang berdekatan dan letakkan
pada posisi plantarfleksi 30º di atas film. Posisi lateral,
kaki harus plantarfleksi 35º and tabung sinar-X dipusatkan
pada pergelangan kaki dan hindfoot.
Hasil foto menunjukkan bentuk dan posisi talus yang
berguna untuk penilaian penanganan. Pusat osifikasi pada
talus, calcaneus dan cuboid terhambat dan mungkin

19
naviculare tidak tampak sampai tahun ketiga. Biasanya
deformitas ini disertai adanya torsi tibia.

Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga.


Deformitas serupa dapat ditemui pada mielomeningokel dan artrogriposis.
Lakukan pemeriksaan lengkap untuk mengidentifikasi kelainan lain. Periksa kaki
bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga bagian plantar dapat terlihat. Periksa
juga dengan posisi bayi supine untuk mengevaluasi adanya rotasi internal dan
varus. Pergelangan kaki berada dalam posisi ekuinus dan kaki berada dalam posisi
supinasi (varus) serta adduksi. Tulang navikular dan kuboid bergeser ke arah lebih
medial. Terjadi kontraktur jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang
kalkaneus tidak hanya berada dalam posisi ekuinus, tetapi bagian anteriornya
mengalami rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lateral pada bagian
posteriornya.
Tumit tampak kecil dan kosong; pada perabaan tumit akan terasa lembut
(seperti pipi). Sejalan dengan terapi, tumit akan terisi kembali dan pada perabaan
akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau dagu). Karena bagian
lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah teraba di sinus
tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh tulang navikular dan badan talus.
Maleolus medialis menjadi sulit diraba dan pada umumnya menempel pada tulang
navikular. Jarak yang normal terdapat antara tulang navikular dan maleolus
menghilang. Tulang tibia sering mengalami rotasi internal.

A B
A.Perbedaan struktur kaki normal dan clubfoot pada bayi. B. CTEV bilateral

20
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas. Akan tetapi
ada beberapa kelainan yang secara anatomis menyerupainya. Sedangkan untuk
memberi penanganan yang sesuai dengan kelainan ini, perlu mengetahui kelainan-
kelainan lain yang serupa untuk membedakannya. Beberapa diantaranya adalah:
1. Absensi atau hipoplasia tibia kongenital
2. Dislokasi pergelangan kaki kongenital
Pada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah:
 Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus
lateral dan medial
 Pemeriksaan radiografi.
3. Acquired type of clubfoot
Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe
kongenital, tetapi pada anak yang lebih besar lebih sulit.

Biasanya sering terjadi karena penyakit paralitik karena itu disebut juga
paralytic clubfoot, antara lain: myelomeningocele, tumor intraspinal,
diasmatomyelia, poliomyelitis, atrofi muskular progresif tipe distal,
cerebral palsy dan penyakit Guillain-Barré. Pemeriksaan:
 Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas
 Muscle testing
 Radiogram seluruh kolum vertebra
 Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan
penyakit paralitik
 Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)
 Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan radiologi dini tidaklah informatif dibandingkan dengan
pemeriksaan fisik, dikarenakan hanya akan tampak ossification center pada tulang
tarsal, calcaneus, dan metatarsal. Setelah usia 3 atau 4 bulan, tulang-tulang

21
tersebut telah cukup terosifikasi, dan pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
dengan proyeksi film anteroposterior dan lateral dengan stress dorsofleksi.
Gambaran radiologis CTEV adalah adanya kesejajaran tulang talus dan
kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis sangat penting. Posisi
anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30º dan
posisi tabung 30° dari keadaan vertikal.
Posisi lateral diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30º.
Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofl eksi dan
plantar fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan
kalkaneus dan mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral.
Garis AP digambar melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan
batas medial) serta melalui pusat aksis tulang kalkaneus (sejajar dengan batas
lateral). Nilai normalnya adalah antara 25-40°. Bila sudut kurang dari 20°,
dikatakan abnormal. Garis anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada
kasus CTEV. Seiring dengan terapi, baik dengan casting maupun operasi, tulang
kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan talus yang juga
mengalami derotasi. Denganb demikian akan terbentuk sudut talokalkaneus yang
adekuat.
Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang
talus serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50°,
sedang pada CTEV nilainya berkisar antara 35° dan negatif 10°.
Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular
dan metatarsal pertama. Sudut dari dua sisi (AP and lateral) ditambahkan untuk
menghitung indeks talokalkaneus; pada kaki yang sudah terkoreksi akan memiliki
nilai lebih dari 40°.
Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi
maksimal dorsofleksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk
mendiagnosis CTEV yang tidak dikoreksi.

22
2.10 TATALAKSANA
Hampir seluruh ahli bedah Orthopedi sepakat bahwa terapi non operatif
merupakan pilihan pertama dalam menangani kasus CTEV. Mereka pun setuju
semakin awal terapi dimulai, maka semakin baik hasilnya, sehingga mencegah
terapi operatif lanjutan.
Tujuan terapi talipes equinovarus adalah :
1. Mereduksi dislokasi atau sublokasi sendi talocalcaneonaviculare
2. Mempertahankan reduksi
3. Memperbaiki normal articular alignment
4. Membuat keseimbangan otot antara evorter dan invertor, dan dorsi flexor dan
plantar flexor
5. Membuat kaki mobile dengan fungsi normal dan weight bearing

23
Terapi harus sudah dimulai pada hari-hari pertama kelahiran, 3 minggu
pertama merupakan golden period, sebab jaringan lunak pada usia ini masih
lentur. Tujuannya adalah mendapatkan kaki yang estetik, fungsional, bebas nyeri
dan plantigrade. Prinsip terapi meliputi koreksi pasif yang gentle,
mempertahankan koreksi untul periode waktu yang lama, dan pengawasan anak
hingga usai masa pertumbuhan. Pengawasan diperlukan karena walaupun telah
terkoreksi, 50% kasus akan terjadi rekurensi dan adanya kontraktur soft tissue
dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan sendi. Tata laksana non-operatif lebih
disukai di berbagai belahan dunia karena extensive surgery memiliki hasil yang
buruk dalam jangka panjang.

The Pirani Scoring System


Dapat digunakan untuk identifikasi tingkat keparahan dan memantau
perkembangan kasus CTEV selama koreksi dilakukan. Sistem ini terdiri dari 6
kategori, masing-masing 3 dari hindfoot dan midfoot. Untuk hindfoot, kategori
terbagi menjadi tonjolan posterior/posterior crease (PC), kekosongan
tumit/emptiness of the heel (EH), dan derajat dorsofleksi /degree of dorsiflexion
(DF). Sedangkan untuk kategori midfoot, terbagi menjadi kelengkungan batas
lateral/curvature of the lateral border (CLB), tonjolan di sisi medial/medial
crease (MC) dan terpajannya kepala lateral talus/uncovering of the lateral head of
the talus (LHT).
A. Curvature of the lateral border of the foot (CLB)
Batas lateral kaki normalnya lurus. Batas kaki yang tampak melengkung
menandakan terdapat kontraktur medial. Lihat pada bagian plantar pedis dan
letakkan batangan/penggaris di bagian lateral kaki. Normalnya, batas lateral kaki
tampak lurus, mulai dari tumit sampai ke kepala metatarsal ke lima. Skor adalah 0
(Gambar 1). Pada kaki abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus
tersebut. Batas lateral yang tampak melengkung ringan diberi nilai 0,5
(lengkungan terlihat di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal) (Gambar
2). Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1
(kelengkungan tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid) (Gambar 3).

24
B. Medial crease of the foot (MC)
Pada keadaan normal, kulit daerah telapak kaki akan memperlihatkan garisgaris
halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat menandakan adanya kontraktur di
daerah medial. Pegang kaki dan tarik dengan lembut saat memeriksa. Lihatlah
pada lengkung batas medial kaki. Normalnya, akan terlihat garis-garis halus pada
kulit telapak kaki yang tidak mengubah kontur lengkung medial tersebut. Nilai
MC adalah 0 (Gambar 4). Pada kaki abnormal, akan tampak satu atau dua lipatan
kulit yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur
lengkung medial, nilai MC adalah 0,5 (Gambar 5). Apabila lipatan ini tampak
dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur batas medial kaki, nilai MC adalah
sebesar 1 (Gambar 6).

25
C. Posterior crease of the ankle (PC)
Pada keadaan normal, kulit bagian tumit posterior akan memperlihatkan lipatan
kulit multipel halus. Terdapatnya lipatan kulit yang lebih dalam menunjukkan
adanya kemungkinan kontraktur posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan
lembut saat memeriksa. Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan
terlihat adanya garis-garis halus yang tidak mengubah kontur tumit. Lipatan-
lipatan ini menyebabkan kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang
saat kaki dalam posisi dorsofl eksi. Pada kondisi ini, nilai PC adalah 0 (Gambar
7).
Pada kaki abnormal, akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit yang dalam.
Apabila lipatan ini tidak terlalu mempengaruhi kontur dari tumit, nilai PC adalah
0,5 (Gambar 8). Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di
daerah tumit dan hal tersebut merubah kontur tumit, nilai PC adalah 1 (Gambar 9).

D. Lateral part of the Head of the Talus (LHT)


Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, pemeriksa dapat meraba kepala talus di
bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, tulang navikular akan turun
menutupi kepala talus, membuatnya menjadi lebih sulit teraba, dan akhirnya sama
sekali tidak dapat teraba. Tanda “turunnya tulang navikular menutupi kepala
talus” adalah ukuran besarnya kontraktur di daerah medial (Gambar 10).

26
Penatalaksanaan Non-operatif
Berupa pemasangan splint yang dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan
koreksi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adduksi kaki depan (forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi
dapat mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot.
Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada
posisi terbaik yang bias didapatkan, kemudian pertahankan posisi ini dengan
menggunakan “strapping” yang diganti tiap beberapa hari, atau menggunakan
gips yang diganti beberapa minggu sekali. Cara ini dilanjutkan hingga dapat
diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi
selanjutnya. Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama
beberapa bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat tampak
kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas
menetap, deformitas berupa rockerbottom foot, atau kembalinya deformitas segera
setelah koreksi dihentikan. Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat
diketahui apakah jenis deformitas CTEV mudah dikoreksi atau resisten. Hal ini
dikonfirmasi menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan penghitungan
orientasi tulang. Tingkat kesuksesan metode ini 11-58%.

Metode Ponseti
Metode ini diperkenalkan oleh Ignacio Ponseti pada akhir tahun 1940an
sebagai jawaban atas terapi operatif yang sedang popular namun masih
menimbulkan nyeri dan deformitas residu. Komponen dari metode ini meliputi
serial manipulasi yang gentle dan casting setiap minggunya, diikuti Achilles
tenotomy. Terkadang digunakan juga foot abduction brace untuk mencegah dan
mengatasi relaps. Ponseti memberikan sebuah akronim CAVE sebagai panduan
untuk tahapan koreksi CTEV. Pada metode ini terjadi relaksasi kolagen dan
atraumatik remodeling pada permukaan sendi dan menghindari fibrosis, seperti
yang terjadi bila dilakukan operasi release. Dibutuhkan komitmen dan kerjasama

27
yang baik dengan orang tua pasien, dikarenakan metode ini setidaknya butuh
waktu selama 4 tahun. Terapi dapat dimulai dalam beberapa hari setelah
kelahiran. Batas akhir usia belum ditentukan dikarenakan adanya keberhasilan
metode ini saat diterapkan pada anak usia lebih dari 1 tahun. Tercatat sekitar 95%
kasus yang ditangani dengan metode ini tidak memerlukan posterior medial dan
laterat release. Terkadang diperlukan sedasi pada anak-anak usia lebih dari 15
bulan karena nyeri yang ditimbulkan saat manipulasi. Dalam setiap sesi
manipulasi, disarankan bersamaan dengan waktu memberi makan anak. Hal ini
bertujuan agar sang anak lebih relaks sehingga lebih mudah saat pemasangan cast.
Serial casting dapat menggunakan bahan plaster atau fiberglass dan tidak
ditemukan perbedaan hasil diantara kedua bahan tersebut. Cast dipasang dari jari
kaki hingga 1/3 atas paha dengan lutut fleksi 90o dan akan diganti setiap 5-7 hari.
Biasanya diperlukan 5-6 kali penggantian cast untuk mendapatkan koreksi yang
baik. Walaupun biasanya metode Ponseti digunakan pada idiopathic clubfoot,
pada beberapa kasus dapat juga digunakan pada non-idiopathic clubfoot (yang
disertai dengan arthrogryposis, myelomeningocele, berbagai syndrome genetic,
dan kelainan neuromuskuler. Metode Ponseti juga digunakan pada complex
clubfoot dan kasus relaps meski telah menjalani extensive soft tissue release
surgery. Deformitas cavus dikoreksi terlebih dahulu dengan cara supinasi forefoot
relatif terhadap hindfoot melalui penekanan pada metatarsal I. Pada kebanyakan
kasus, deformitas cavus akan terkoreksi dengan satu kali pemasangan long leg
cast. Forefoot adduction, hindfoot varus, dan hindfoot equinus akan dikoreksi
pada pemasangan cast ke 2-4. Koreksi aduksi forefoot dan hindfoot varus
dilakukan secara simultan dengan supinasi pedis dan counterpressure pada head of
talus. Dengan teknik ini calcaneus, navicular dan cuboid akan displace secara
gradual ke lateral. Manuver penting ini mengoreksi mayoritas deformitas dari
clubfoot dan harus dilakukan pada setiap sesi dengan memperhatikan tiga hal:
o Abduksi forefoot harus dilakukan dengan dengan sedikit supinasi pedis,
sehingga koreksi pada deformitas cavus tetap terjaga dan colinearity dari
metatarsal tetap terjaga.

28
o Jangan melakukan dorsofleksi premature terhadap tumit, hal ini bertujuan
agar calcaneus dapat terabduksi secara bebas dibawah talus dan eversi ke
posisi pedis netral, serta mencegah rocker bottom deformity.

o Berikan counterpressure pada pada sisi lateral head of talus. Koreksi hindfoot
varus dan calcaneal inversion akan sulit bila counterpressure diberikan pada
sisi lateral pedis, bukan pada sisi lateral head of talus.

Secara umum diperlukan 3-4 minggu manipulasi dan casting untuk


melonggarkan sisi medial struktur ligamen pada tulang tarsal dan molding parsial
dari persendiannya.

Teknik koreksi Ponseti


Equinus merupakan deformitas terakhir yang dikoreksi, dan koreksi harus
dilakukan ketika hindfoot dalam posisi sedikit valgus dan pedis abduksi 70o
relative terhadap cruris. Derajat abduksi tampak ekstrem namun diperlukan untuk
mencegah rekurensi deformitas. Equinus dapat dikoreksi dengan dorsofleksi pedis
secara progresif setelah varus dan adduksi pedis telah terkoreksi. Dorsofleksi
pedis dilakukan dengan penekanan pada seluruh bagian telapak kaki dan kurangi
penekan pada head metatarsal untuk menghindari rocker bottom deformity.
Equinus dapat dengan sempurna dikoreksi melalui stretching dan casting yang
progresif. Setelah cast keempat, pedis harus bisa abduksi 50o dan varus harus
sudah terkoreksi, namun biasanya equinus masih ada (1). Calcaneus akan
terkoreksi dengan sendirinya tanpa manipulasi menjadi eversi dan dorsofleksi (3).
Setelah cast dilepas, foot abduction orthosis (sering disebut Denis Browne bar and

29
shoes) diberikan untuk mencegah rekurensi deformitas, untuk remodeling
persendian dengan tulang-tulang dalam posisi baik, dan untuk meningkatkan
kekuatan otot kaki. Alat ini berupa sepatu yang terhubung dengan dynamic bar
(kira-kira sepanjang bahu pasien). Rotasi sepatu terhadap bar sekitar 60-70o
eksternal rotasi pada kaki clubfoot dan 40o eksternal rotasi pada kaki normal. Alat
ini dipakai 22-23 jam sehari selama 3 bulan, lalu saat tidur malam dan siang (12-
14 jam sehari) hingga anak berusia 1 tahun, dan saat tidur malam hingga usia 3-4
tahun (3). Pasien disarankan untuk control satu bulan berikutnya dan dilanjutkan
dengan interval 3 bulan.
Orthosis terdiri dari dua sepatu yang dihubungkan dengan sebuah papan
yang mampu memposisikan sepatu selebar bahu. Papan harus mampu menahan
sepatu 70 derajat eksternal rotasi dan 5-10 derajat dorsofleksi. Pada kasus
unilateral, kaki normal harus berada di 40 derajat eksternal rotasi. Menahan kaki
selebar bahu membantu abduksi pedis. Orthosis digunakan setiap hari hingga 3-4
bulan, lalu dilanjutkan pemakaian saat tidur siang dan malam selama 2-4 tahun.
Pada 90% kasus diperlukan adanya Achilles tenotomy (percutaneous
Achilles Tenotomy/pAT) untuk mengoreksi kontraktur equinus. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi local pada anak usia dibawah 1 tahun (tanpa adanya
overlengthening atau kelemahan otot) dan dengan sedasi di ruang operasi untuk
anak yang lebih tua. Untuk anestesi local disarankan hanya menggunakan anestesi
topikal terlebih dahulu dan anestesi injeksi diberikan setelah prosedur tenotomy.
Hal ini untuk menghindari kesulitan dalam palpasi tendon sehingga berpotensi
merusak neurovaskuler di area tersebut. Tenotomy dapat dilakukan dengan thin
cataract knife yang steril di klinik (setelah EMLA cream menganastesi kulit secara
local selama 30 menit). Beberapa dokter lebih memilih mengerjakan di ruang
operasi untuk anak >3 bulan, karena akan lebih mudah memasang cast tanpa
adanya resistensi dari anak. Setelah steril, pedis ditahan oleh asisten dengan
tekanan dorsofleksi yang ringan hingga sedang. Tekanan yang terlalu kuat akan
cenderung mengencangkan kulit dan menyulitkan untuk palpasi tendon dengan
baik. Pisau memasuki kulit sepanjang batas medial tendon Achilles. Karena
biasanya calcaneus terelevasi pada fat pad, maka penting untuk memotong tendon
0,5–1 cm proksimal dari insersinya, dimana akan cenderung untuk menyebar ke

30
tuberositas calcaneus. Setelah dimasukkan, pisau didorong ke medial tendon dan
dirotasikan di bawahnya. Counterpressure dengan jari telunjuk dari arah
berlawanan akan mendorong tendon ke pisau dan mencegah laserasi yang tidak
diinginkan. Pergerakan yang berlebihan dari pisau ke arah lateral akan berisiko
mencederai vena saphena dan nervus suralis. Tenotomy yang berhasil ditandai
dengan palpable pop dan adanya kemampuan untuk dorsofleksi tambahan sejauh
15-20o. Tidak perlu ada jahitan dan dipasangkan cotton cast padding steril, diikuti
dengan pemasangan long leg cast pada maksimal dorsofleksi dengan abduksi 70
derajat.
Pedis diimobilisasi selama 3-4 minggu; kebanyakan bayi memerlukan
imobilisasi sekitar 3 minggu, pemasangan lebih lama masih diperbolehkan untuk
anak berusia >6 bulan. Long leg cast dipasang dengan posisi abduksi 60-70o dan
dorsofleksi 5-10o (1,3). Suatu studi menyebutkan bahwa penyembuhan tendon
terjadi dalam 3 minggu saat terpasang cast.

Percutaneous heel cord tenotomy


2.11 Komplikasi
 Infeksi (jarang)
 Kekakuan dan keterbatasan gerak: kekakuan yang muncul awal
berhubungan dengan hasil yang kurang baik.
 Nekrosis avaskular talus: sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus
muncul pada teknik kombinasi pelepasan medial dan lateral.
 Overkoreksi yang mungkin karena :
 Pelepasan ligamen interoseum dari persendian subtalus
 Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral
 Adanya perpanjangan tendon.

31
2.12 PROGNOSIS
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa
tindakan operatif. Teknik Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achilles) dilaporkan
memiliki tingkat kesuksesan sebesar 89%. Peneliti lain melaporkan rerata tingkat
kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan
75-90%, baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.
Hasil memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor utama
yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan kaki,
yang dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang talus. Tiga puluh
delapan persen pasien CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir
dua pertiganya adalah prosedur pembentukan ulang tulang). Rerata tingkat
kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang 10-50%. Hasil terbaik
didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3 bulan (biasanya
dengan ukuran lebih dari 8 cm).

32
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, Sja,suhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit : Buku


Kedokteran EGC. Tahun 2012.
2. Corwin J. Elizabeth. Buku Patofisiologi. Sistem Muskuloskletal. Displasia
perkembangan panggul dan clubfoot. Jakarta. Penerbit: Buku Kedokteran
EGC. 2009.
3. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta. Penerbit :
yarsif Watampone. 2009
4. Brunicardi, C. 2009. Schwartz’s Principles of Surgery: Talipes
Equinovarus, 1717-1718.
5. Faulks, S., Richard, B. 2009. clubfoot treatmen: ponseti and french
fungtional methods are equally effective. www.the journal of bone and join
surgery.org.
6. Samantha. Congenital Talipes Equino Varus Treatment. Diunduh pada
April 2017 : http://emedicine.medscape.com/article/1237077-overview
7. Anonim. Surgery: Congenital Talipes Equino Varus. Diunduh pada April
2017 dari :
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:Qd5kFpZ9MR0J:h
ttp//www.global-
help.org/publications/books/help_cfponsetiindonesian.pdf+klasifikasi%20p
irani%2C%20clubfoot&hl-en&ct=clnk
8. Ignacio V. Ponseti MD, Eugene N. Smoley MD. The Classic : Congenital
Club Foot: The Results of Treatment. The Association of Bone and Joint
Surgeons 2009.

33

Anda mungkin juga menyukai