Anda di halaman 1dari 12

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI PENDENGARAN PADA LANSIA

A. Anatomi Telinga
Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrum terbagi dalam tiga bagian
yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga berisi reseptor-reseptor yang
menghantarkan gelombang suara ke dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang
berespon pada gerakan kepala (Maryam et al. 2008). Miller (2012) menyatakan fungsi
pendengaran bergantung pada rangkaian proses yang diawali dari tiga bagian dari telinga
dan diakhiri dengan memproses informasi dalam korteks auditori dari otak.

Gambar Struktur Telinga

1. Pada telinga bagian luar


Telinga luar terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius eksternus yang
berfungsi sebagai resonator dan meningkatkan transmisi suara. Aurikula tersusun
sebagaian besar kartilago yang tertutup oleh kulit. Lobulus adalah bagian yang tidak
mengandung kartilago. Saluran telinga (canalis auditorius externus) yang mengandung
rambut-rambut halus dan kelenjar sebasea sampai di membran timpani (Liston L, 1997).
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-bagian daun telinga
lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus. Liang telinga atau saluran telinga
merupakan saluran yang berbentuk seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki
kerangka tulang rawan dan 2/3 distal memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga
mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar lilin. Rambut-rambut alus berfungsi
untuk melindungi lorong telinga dari kotoran, debu dan serangga, sementara kelenjar
sebasea berfungsi menghasilkan serumen. Serumen adalah hasil produksi kelenjar
sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Kelenjar
sebasea terdapat pada kulit liang telinga (Hafil AF, 2007).

Gambar Anatomi Telinga Bagian Luar

Gambar Daun Telinga

2. Pada telinga bagian Tengah


Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi menghantarkan
bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian depan ruang telinga
dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam dibatasi oleh foramen ovale
dan foramen rotundum.

Gambar Anatomi Telinga bagian Tengah


Pada ruang tengah telinga terdapat bagian-bagian sebagai berikut (Moller AR, 2006) :
a. Membran timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi. Setiap ada
gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga akan mengenai membran timpani,
selanjutnya membran timpani akan menggelembung ke arah dalam menuju ke
telinga tengah dan akan menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus
dan stapes. Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan gelombang bunyi tersebut
ke telinga bagian dalam.
b.Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang martil), incus (tulang
landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga tulang tersebut membentuk
rangkaian tulang yang melintang pada telinga tengah dan menyatu dengan membran
timpani (Grothe B, 2010)
Gambar Tulang-tulang Telinga
c. Tuba auditiva eustachius
Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah saluran penghubung antara
ruang telinga tengah dengan rongga faring. Adanya saluran eustachius,
memungkinkan keseimbangan tekanan udara rongga telinga telinga tengah dengan
udara luar.

3. Pada telinga bagian dalam (koklea)


Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan oleh telinga
tengah. Telinga dalam atau labirin terdiri atas dua bagian yaitu labirin tulang dan
labirin selaput. Dalam labirin tulang terdapat vestibulum, kanalis semisirkularis dan
koklea. Di dalam koklea inilah terdapat organ Corti yang berfungsi untuk mengubah
getaran mekanik gelombang bunyi menjadi impuls listrik yang akan dihantarkan ke
pusat pendengaran. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-sirkularis.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan skala timpani
dengan skala vestibule. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Koklea atau rumah siput
merupakan saluran spiral dua setengah lingkaran yang menyerupai rumah siput.
(Moller AR, 2006).
Koklea terbagi atas tiga bagian yaitu:
a. Skala vestibuli terletak di bagian dorsal
b. Skala media terletak di bagian tengah
c. Skala timpani terletak di bagian ventral
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media berisi
endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda dengan endolimfe. Hal
ini penting untuk proses pendengaran. Antara skala satu dengan skala yang lain
dipisahkan oleh suatu membran. Ada tiga membran yaitu:
a. Membran vestibuli, memisahkan skala vestibuli dan skala media.
b. Membran tektoria, memisahkan skala media dan skala timpani.
c. Membran basilaris, memisahkan skala timpani dan skala vestibuli
Komponen sebagain besar organ corti adalah sel sensori (tiga baris sel rambut luar
dan satu baris sel rambut dalam), sel-sel penunjang (Deiters, Hensen, Claudius),
membran tektorial dan lamina reticular-kutikular (Maryam et al, 2008).
Gambar Anatomi Telinga Bagian Dalam (Koklea)
B. Fisiologi Perubahan Indra Pendengaran Pada Lansia
1. Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan proses penuaan adalah kartilago dan
kulit telinga berkurang elastisitasnya seiring bertambahnya usia. Daerah lobus yang
tidak disokong oleh kartilago mengalami pengeriputan, aurikel tampak lebih besar dan
tragus sering ditutupi oleh rumbai-rumbai rambut yang kasar. Saluran auditorius pada
orang dewasa berbentuk S panjangnya ± 2,5 cm dari aurikula sampai membran
timpani, serumen disekresi oleh kelenjar-kelenjar yang berada di sepertiga lateral
kanalis auditoris eksternus (Maryam et al. 2008). Pada proses penuaan saluran
auditorius menjadi dangkal akibat lipatan ke dalam, pada dinding silia menjadi lebih
kaku dan kasar juga produksi serumen agak berkurang dan cenderung menjadi lebih
kering (Maryam,et al 2008).
2. Perubahan atrofi telinga tengah khususnya membran timpani karena proses penuaan
mengakibatkan membran lebih dangkal dan retraksi ( teregang) (Maryam et al. 2008).
3. Perubahan karena penuaan di telinga dalam diantaranya yaitu karena penurunan koklea
yang berisi organ corti, hilangnya rambut sel, penurunan suplai darah, penurunan
produksi endolymph, menurunnya fleksibilitas dari membrane basilar, degenerasi
spiral sel ganglion, dan hilangnya neuron di nekleus koklear,. Perubahan pada telinga
dalam ini menghasilkan gangguan pendengaran degeneratif yang disebut presbikusis.
(Miller, 2012).

C. Gangguan Pada Indra Pendengaran Lansia


Gangguan pendengaran pada lansia adalah gangguan yang terjadi secara perlahan-
lahan akibat proses penuaan. Gangguan pendengaran dapat mengganggu berlangsungnya
kehidupan terutama pada keselamatan dan keamanan karena informasi lingkungan yang
ada diterima dan direspon oleh individu melalui indera pendengaran. Berkurangnya
kemampuan untuk melindungi dari bahaya lingkungan dapat terjadi pada lansia.
Berkurangnya sensasi dan persepsi berkontribusi terhadap kerentanan lansia untuk
mengalami kecelakaan (Ebersole, Hess, Touhy, Jett, 2005).
Dua masalah fungsional pendengaran pada populasi lanjut usia adalah
ketidakmampuan untuk mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan untuk mendeteksi
suara dengan nada frekuensi yang tinggi seperti beberapa konsonan (misalnya f, s, sk, sh,
dan l). Perubahan-perubahan ini dapat terjadi pada salah satu atau kedua telinga (Stanley
& Beare, 2002).
Gangguan pendengaran diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu tuli konduktif
(hantaran) dan tuli sensorineural (saraf) bergantung pada bagian mekanisme pendengaran
yang kurang berfungsi secara adekuat.
1. Sherwood (2011) menerangkan tuli konduktif terjadi apabila gelombang suara tidak
secara adekuat dihantarkan melalui telinga luar dan telinga tengah untuk
menggetarkan cairan di telinga dalam. Tuli konduktif mungkin disebabkan oleh
sumbatan fisik saluran telinga oleh kotoran telinga, rupture gendang telinga, atau
infeksi telinga tengah disertai penimbunan cairan.
2. Tuli sensorineural terjadi saat gelombang suara disalurkan ke telinga dalam, tetapi
gelombang tersebut tidak diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang diinterpretasikan
oleh otak sebagai sensasi suara. Kehilangan struktur normal mungkin terjadi pada
organ corti, pada saraf auditorius, jalur auditorius asendens, atau pada korteks
auditorius (Sherwood, 2011). Tuli sensorineural pada lansia biasa disebut prebikusis.
Stanley & Beare (2002) menyatakan kehilangan pendengaran pada lansia disebut
dengan presbikusis yaitu suatu gangguan pada pendengaran yang berkembang secara
progresif lambat terutama mempengaruhi nada tinggi dan dihubungkan dengan
penuaan terkait tuli sensorineural ini. Penurunan pendengaran terutama berupa
sensorineural, tetapi juga dapat berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan
presbikusis. Schuknecht mengklasifikasikan presbikusis berdasarkan sumber
struktural spesifik dari gangguan, yaitu terdiri dari sensori presbikusis, neural
presbikusis, dan presbikusis metabolic dan koklea konduktif.
a. Presbikusis Sensori (outer hair-cell)
Miller (2012) menyatakan sensori presbikusis berhubungan dengan perubahan
degeneratif dari sel rambut dan organ Corti serta dikarakteristikkan oleh
penurunan pendengaran yang meningkat tajam pada frekuensi tinggi (slooping).
Tipe ini menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel
penyokong organ corti. Proses berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-
lahan menjalar ke daerah apeks. Perubahan ini berhubungan dengan penurunan
ambang frekuensi tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan dan berlangsung
secara progresif. Secara histologi, atrofi dapat terbatas hanya beberapa millimeter
awal dari basal koklea dan proses berjalan dengan lambat. Beberapa teori
mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin.
Banyak terdapat pada laki-laki dengan riwayat bising.
b. Presbikusis Neural (ganglion-cell)
Neural presbikusis disebabkan oleh degenerasi serabut neural dalam koklea dan
spiral ganglion yang dikarakteristikkan dengan berkurangnya kemampuan bicara.
Tipe ini memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat. Atrofi
terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena
dibanding sisa dari bagian koklea lainnya. Tidak didapati adanya penurunan
ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini menyebabkan
penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan
presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum terjadinya gangguan pendengaran.
Efeknya tidak disadari sampai seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak akan
timbul sampai 90% neuron akhirnya hilang. Pengurangan jumlah sel-sel neuron
ini sesuai dengan normal speech discrimination. Bila jumlah neuron ini berkurang
di bawah yang dibutuhkan untuk tranmisi getaran, terjadilah neural presbyacusis.
Menurunnya jumlah neuron pada koklea lebih parah terjadi pada basal koklea.
Gambaran klasik : speech discrimination sangat berkurang dan atrofi yang luas
pada ganglion spiralis (cookie-bite).
c. Presbikusis Metabolik (strial atrophy)
Presbikusis metabolik disebabkan oleh perubahan degeneratif pada striae
vaskularis dan akibat dari terhambatnya suplai nutrisi esensial. Pada awalnya,
perubahan ini mengurangi sensititivitas terhadap semua frekuensi suara yang pada
akhirnya turut mengganggu kemampuan bicara. Tipe presbikusis yang sering
didapati dengan ciri khas kurang pendengaran yang mulai timbul pada dekade ke-
6 dan berlangsung perlahanlahan. Histologi : Atrofi pada stria vaskularis, lebih
parah pada separuh dari apeks koklea. Stria vaskularis normalnya berfungsi
menjaga keseimbangan bioelektrik, kimiawi dan metabolik koklea. Proses ini
berlangsung pada seseorang yang berusia 30-60 tahun. Berkembang dengan
lambat dan mungkin bersifat familial. Dibedakan dari tipe presbikusis lain yaitu
pada strial presbyacusis ini gambaran audiogramnya rata, dapat mulai frekuensi
rendah, speech discrimination bagus sampai batas minimum pendengarannya
melebihi 50 dB (flat). Penderita dengan kasus kardiovaskular (heart attacks,
stroke, intermittent claudication) dapat mengalami prebikusis tipe ini serta
menyerang pada semua jenis kelamin namun lebih nyata pada perempuan
d. Presbikusis Mekanik / Koklea konduktif (stiffness of the basilar membrane)
Tipe kekurangan pendengaran ini disebabkan gangguan gerakan mekanis di
membran basalis. Gambaran khas audiogram yang menurun dan simetris
(skisloop). Histologi : Tidak ada perubahan morpologi pada struktur koklea ini.
Perubahan atas respon fisik khusus dari membran basalis lebih besar di bagian
basal karena lebih tebal dan jauh lebih kurang di apikal, di mana di sini lebih lebar
dan lebih tipis. Kondisi ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder
membran basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus
koklearis dan atrofi dari ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli
sensorineural yang berkembang sangat lambat.

D. Faktor Resiko Perubahan Pendengaran pada Lanjut Usia


Stanley & Beare (2002) mengemukakan berdasarkan hasil penelitian yang ada bahwa
faktor resiko yang terkait dengan gangguan pendengaran yaitu nutrisi, faktor genetika,
suara bising, hipertensi, stress emosional, dan arteriosklerosis. Miller (2012)
menyimpulkan empat faktor resiko yang terjadi pada gangguan pendengaran yaitu gaya
hidup dan lingkungan, impaksi serumen, obat-obatan ototoksik, dan proses penyakit.
1. Faktor resiko yang paling umum terjadi pada gangguan pendengaran yaitu paparan
suara bising yang dapat terlihat dari pilihan gaya hidup dan faktor lingkungan.
Terdapat batas bising yang dapat dinilai dengan decibel (dB). Desibel (dB) yaitu
ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan ambang pendengaran (Sherwood,
2011). Hubungan desibel yang bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan kepekaan
sepuluh kali lipat. Sherwood (2011) menyatakan suara yang lebih kuat dari 100 dB
dapat secara permanen merusak pendengaran, namun batas dB yang dapat berbahaya
bagi pendengaran adalah 80 dB (Miller, 2012).
2. Faktor resiko selanjutnya yaitu impaksi serumen. Perubahan pada lansia dimana
serumen lebih kering, keras, dan kasar menambah resiko dari impaksi. Penggunaan
dari alat bantu pendengaran juga menambah kemungkinan dari impaksi serumen yang
dapat memperburuk fungsi pendengaran. Impaksi serumen juga menyebabkan nyeri,
infeksi, tinnitus, pusing, batuk yang kronis karena stimulasi dari cabang saraf pusat
yang samar (Miller, 2012).
3. Penggunaan obat-obatan yang memiliki efek ototoksik juga dapat berperan dalam
gangguan pendengaran. Obat-obatan merupakan faktor yang dapat berkontribusi
menyebabkan gangguan pendengaran dengan merusak koklear dan bagian vestibular
saraf auditori (Miller, 2012). Obat-obatan ototoksik atau yang dapat meracuni telinga
yaitu aminoglycoside, aspirin dan jenis lain dari salicylate, cisplatin ,erythromycin,
ibuprofen, imipramine, indometachin, diuretik, quinidine, quinine. Meskipun usia
tidak menambah resiko dari ototoksik, lansia lebih sering menggunakan obat-obatan
ototoksik seperti aspirin dan furosemid. Faktor lain yang berkontribusi terjadi pada
lansia dan menambah resiko dari ototoksik yaitu gagal ginjal, penggunaan obat
ototoksik dalam waktu lama, dan penggunaan dua obat ototoksik secara bersamaan
seperti penggunaan furosemid dan obat-obatan aminoglycoside.
4. Gangguan pendengaran juga dapat disebabkan oleh beberapa proses penyakit. Miller
(2012) menyebutkan proses penyakit yang dapat menjadi faktor resiko dari gangguan
pendengaran yaitu otosklerosis, diabetes, syphilis, myxedema, meningitis, trauma
kepala, demam tinggi, dan kondisi lain pada penyakit sistemik, salah satunya yaitu
hipertensi. Santoso & Muyossaroh (2012) menemukan bahwa seseorang dengan
hipertensi memiliki resiko lebih tinggi mengalami gangguan pendengaran daripada
yang tidak memiliki hipertensi. Hal tersebut disebabkan hipertensi yang dapat
menyebabkan spasme pembuluh darah sehingga lumen pembuluh darah menjadi
sempit dan terjadi penurunan perfusi jaringan serta penurunan kemampuan sel otot
untuk beraktivitas yang selanjutnya terjadi hipoksia jaringan yang menyebabkan
kerusakan sel-sel rambut koklea yang berakibat pada gangguan pendengaran.

Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya perubahan pada lansia memerlukan waktu
untuk mulai dirasakan oleh lansia sebagai hal yang mengganggu. Bahkan, seringkali
lansia tidak menyadari bahwa dirinya mengalami penurunan pendengaran (Stanley &
Beare, 2002).

E. Penatalaksanaan Gangguan Pendengaran pada Lanjut Usia


Penurunan pendengaran dapat berdampak pada kehidupan lansia, diantaranya
terbatasnya aktivitas dan komunikasi (Stanley & Beare, 2002). Penatalaksaan yang dapat
diberikan antara lain :
a. Teknik lip reading adalah melihat bibir seseorang ketika bericara kata yang normalnya
dapat didengar (Ortiz, 2008). Teknik komunikasi dengan lip reading telah sering
digunakan pada seseorang yang memiliki masalah dengan pendengaran. Teknik lip
reading memberi kuasa kepada seseorang dengan gangguan pendengaran untuk
membuat lebih percaya diri dan memenuhi kualitas hidup dan dikenal sebagai telinga
ke tiga (Hearinglink, 2012). Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
seseorang dalam mendengar apa yang dibicarakan orang lain melalui membaca bibir.
Teknik lip reading termasuk dalam program rehabilitasi pada seseorang yang
mengalami gangguan pendengaran (Miller, 2012). Ortiz (2008) menyebutkan bahwa
untuk mencapai penguasaan yang baik dari teknik lip reading diperlukan tingkat
pendidikan yang memadai karena seseorang dapat membaca gerakan bibir dengan
mengetahui kata-kata yang sudah dimengerti sebagai suatu konsep dalam perbincangan.
Selain itu, bahasa tubuh juga menjadi faktor pendukung dari berkembangnya
kemampuan lip reading. Cara melakukan teknik lip reading yaitu lip reading dilakukan
dengan lingkungan yang tenang, setelah merasa nyaman, duduk secara berhadapan dan
bicara dengan jelas, suara dan intonasi yang tepat, tidak terlalu kencang juga tidak
terlalu keras. Jika lingkungan gelap, atur cahaya mengarah ke pembicara dan posisikan
diri berjarak 3-6 kaki disesuaikan dengan kemampuan residen dapat melihat pembicara
(hearinglink, 2012). Keakuratan dari membaca bibir melibatkan peran persepsi visual
seperti kejelasan dari bentuk pengucapan kata per kata (Franks, 1976).
b.Pencangkokan koklea (implant koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak
dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar
c. Alat bantu dengar, adalah suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan baterai yang
berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi dapat berjalan dengan
lancar. Alat bantu terdiri dari sebuat mikrofon untuk menangkap suara, sebuah amplifer
untuk meningkatkan volume suara dan sebuah speaker untuk menghantarkan suara
yang volumenya telah dinaikkan.

Daftar Pustaka

Ratri, Nindyah Panthoko. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Pada Ibu Smb (89 Tahun) Dengan Masalah Hambatan Komunikasi Verbal Di Wisma
Cempaka Sasana Tresna Werdha Karya Bakti Cibubur. Depok : FIK UI

Stanley, Mickey & Beare, Patricia G. (2002). Buku Ajar keperawatan. Jakarta: EGC

Abdullah, Syaiful. (2012). Perubahan Pada Sistem Sensori Persepsi Karena Proses Penuaan.
Diakses pada 7 Sepetember 2017 dari : https://www.scribd.com/doc/117505873/Perubahan-
Pada-Sistem-Sensori-Persepsi-Karena-Proses-Penuaan

Soesilorini, Melinda. (2011). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap presbikusis di RSUP Kariadi
Semarang. Diakses pada 7 September 2016 dari : eprints.undip.ac.id/31380/3/Bab_2.pdf

Miller, Carol A. 2012. Nursing for wellness in older adult Ed 6th .Lippincott: Williams &
Wilkins

Santoso, S., & Muyossaroh. (2012). Kurang pendengaran sensori neural pada lansia dengan dan
tanpa hipertensi. Medica Hospitalia, volume 1, no 1.

Moller AR. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory System. Burlington: Elsevier
Science, 2006.

Liston L, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. In: Adams GL, Boies LR, Higler PA,
editors. Buku ajar penyakit THT. Penterjemah: Wiyaja C. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1997:27-38.

Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Kelainan telinga luar. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti
RD, editors. Buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI, 2007:10-22.

Veraldy, A. (2014). Pengaruh Pemakaian Jilbab Dengan Atau Tanpa Dalaman Ninja Terhadap
Ketajaman Pendengaran Dan Lokalisasi Suara. Semarang : FK UNDIP

Anda mungkin juga menyukai