Anda di halaman 1dari 9

RESUME SANDI STATIGRAFI 1996

OLEH :
DELLA NAWARITA PUTRI KASIM
471416027
BAB I AZAS-AZAS UMUM
Pada bab pertama membahas mengenai aturan umum secara resmi untuk Standar Statigrafi
Indonesia yang dibuat pada tahun 1996.
Pasal 1, membahas definisi statigrafi secara detail yakni ilmu yang mempelajari menganai
pemberian lapisan-lapisan batuan dalam ilmu geologi.
Pasal 2, membahas cara penggolongan statigrafi batuan secara mudah. Kelompok bersistem
tersebut di atas dikenal sebagai Satuan Stratigrafi.
Pasal 3, berisi mengenai batasan satuan statigrafi yang tidak harus saling berhimpit antar satu
satuan batuan dengan satuan batuan yang lain, bias saja memotong jika keadaan di lapangan
memang benar seperti demikian.
Pasal 4, mengatur tatanama satuan statigrafi secara benar baik secara resmi maupun secara
tidak resmi.
Contohnya,
Resmi : Formasi Tersier Miosen Bone
Tak Resmi : Formasi Tersier miosen bone
Untuk tambahan angka diawali dnegan formasi batuan yang paling tua, horizon 1, horizon 2,
horizon 3 dst.
Pasal 6, mengatur stratotipe atau pelrapisan dari jenis batuan yang merupakan sayatan pangkal
satuan statigrafi. Terbagi atas stratotipe gabungan yang dibentuk oleh beberapa kombinasi
komponen sayatan.
Hipostratotipe yaknik lapisan tambahan unutk memberikan informasi lebih lanjut mengenai
stratotipe.
Lokasitipe yaknik lokasi atau tempat geografi suatu stratotipe terbentuk.
Pasal 7, yakni korelasi untuk menghubungkan pemebntukan suatu batuan pada tempat yang
berbeda namun memiliki umur yang sama sehinggabmemungkinkan adanya hubungan
pemebentukan.
Pasal 8, yakni mengenai horizon yakni suatu bidang yang menghubungkan suatu titik kesamaan
umur batuan di lapangan. Horison dapat berupa : horison listrik, horison seismik, horison fosil
dan sebagainya. Istilah-istilah seperti : datum, marker, lapisan pandu sebagai padanannya dan
sering dipakai dalam keperluan korelasi.
Pasal 9, yakni mengani fasies yang kni perbedaan suatu bentuk kimiawi, biologi, maupun fisik
pada satu satuan batuan yang terendapkan secara bersamaan.
Sehingga dalam satu pengendapan batuan yang memiliki perbedaan kimia fisik dan bilogi
dikatakan memiliki fasies yang berbeda.
Pasal 10, membehas mengenai aturaan dari pengusuluan nama atau symbol suatu statigrafi
resmi dan tak resmi.
Pasal 11, mengenai satuan resmi bawak permukaan. Yakni, suatu satuan resmi bawah
permukaan yang telah didapatkan haruslah berdasarkan data yang di temukan dibwah
permukaan. Jika telah tersingkap di permukaan bumi makan sudah tidak dapat menggunakan
satuan resmi bawah permukaan.
Pasal 12, yakni berisi mengenai aturan resmi prosedur amandemen, yakni Usulan penambahan,
pengurangan atau perubahan dalam segala bentuk dari pada wujud Sandi Stratigrafi ini dapat
disampaikan secara tertulis kepada Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi
Indonesia (IAGI). Pembahasan tentang usulan perubahan diselenggarakan sekali setahun,
bertepatan dengan Pertemuan Tahunan IAGI.
BAB II
SATUAN LITOSTATIGRAFI
Pasal 13, membahas mengenai pembagian lapisan batuan secara teratur (tersistem)
berdasarkan ciri2 litologinya. Penentuan satuan didasarkan pada data yang didapatkan
dilapangan, dan tidak harus bergantung pada batasan waktu/umur saja.
Penjelasan : Ciri-ciri litologi meliputi jenis batuan, kombinasi jenis batuan, keseragaman gejala
litologi batuan dan gejala-gejala lain tubuh batuan di lapangan. Satuan Litostratigrafi dapat
terdiri dari batuan sedimen, metasedimen, batuan asal gunungapi (pre-resen) dan batuan hasil
proses tertentu serta kombinasi daripadanya. Dalam hal pencampuran asal jenis batuan oleh
suatu proses tertentu yang sulit untuk dipisahkan maka pemakaian kata “Komplek” dapat
dipakai sebagai padanan dari tingkatan satuannya (misalnya Komplek Lukulo). Satuan
Litostratigrafi pada umumnya sesuai dengan Hukum Superposisi, dengan demikian maka
batuan beku, metamorfosa yang tidak menunjukkan sifat perlapisan dikelompokan ke dalam
Satuan Litodemik. Sebagaimana halnya mineral, maka fosil dalam satuan batuan diperlakukan
sebagai komponen batuan.
Pasal 14, yakni berisi perbedaan antara satuan litostatigrafi secara resmi dan tak resmi. Resmi
yang berdasarkan aturan ciri litologi. Tak resmi tidak seluruhnya berdasarkan ciri2 litologi.
Pasal 15, membahas mengenai aturan dari batas dan penyebaran batuan. Dimana batas satuan
litostatigrafi tidak perlu berhimpit dengan batas satuan statigrafi lainnya misalnya batas satuan
waktu.
Pasal 16, berisi peraturan dalam mengelompokkan tingkatan dalam stuan litostatigrafi secara
resmi dari besar hingga kecil. Dimana, formasi merupakan dasar dalam pembagian satuan
litostatigrafi. Berbeda dengan anggota, yakni merupakan bagian dari formasi. Serta kelompok
ialah suatu statigrafi resmi yang setingkat lebih ringgi dari formasi. Sehingga satu atau lebih
formasi jika memiliki ciri2 yang sama dilapangan maka merukapan satu kelompok batuan.
Pasal 17, menejlaskan menegnai stratotipe atau perlapisan jenis yang merupakan permujudan
alamiah suatu satuan litostatigrafi resmi di lokasi yang dapat dijadikan pedoman secara umum.
\
Penjelasan lengkap : Mengingat akan pentingnya stratotipe atau lapisan jenis dalam satuan
litostratigrafi sebagai sayatan pangkal, maka penentuannya haruslah pada suatu tempat yang
mewakili pemerian litologi satuan litostratigrafi yang bersangkutan. Setiap Formasi dan
Anggota harus dilengkapi dengan stratotipe. Kelompok tidak memiliki stratotipe tersendiri.
Pasal 18, berisis aturan mengeani tatanama dalam penulisan litostatigrafi.
Pasal 19, yakni berisi persyaratan untuk dapat mengajukan suatu satuan litostatigrafi secra
resmi, dengan memepetimbangkan berbagai aturan yang berlaku secara menurut pasal-pasal
sandi statigrafi yang telah ditetapkan.
Pasal 20, pada pasal ini menerangkan mengenai peraturan satuan resmi bawah permukaan yang
harus berdasarkan data bawah permukaan. Pada pasal ini sebgai aturan tambahan yang telah
dicantumkan pada pasal 19.
Penejalsannya : Keterangan lengkap meliputi lokasi geografi, nama perusahaan yang
bertanggung jawab atas pemboran atau penambangan, kedalaman seluruhnya, ketinggian
mukatanah dan nivo tambang tempat data sumur. Penampang geologi bawah permukaan ialah
rekonstruksi antar penampang sayatan (antar sumur bor) yang menggambarkan pelamparan
dari satuan yang didefenisikan serta hubungannya dengan satuan disekitarnya. Tempat
penyimpanan contoh batuan harus terbuka untuk studi. Sumurtipe dan tambangtipe mempunyai
makna yang sama dengan lokasitipe.
Pasal 21, Pembagian Satuan Litodemik dimaksudkan untuk menggolongkan batuan beku,
metamorf dan batuan lain yang terubah kuat menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi
kepada ciri-ciri litologi.
Penjelasan : Batuan penyusunan Satuan Litodemik tidak mengikuti kaidah Hukum Superposisi
dan kontaknya dengan satuan litostratigrafi dapat bersifat extrusif, intrusif, metamorfosa atau
tektonik.
Pasal 22, terdapat batasan dalam penyebaran satuan jika diantara kedua satuan memiliki ciri
ciri litologi yang berbeda di lapangan yang diakibatkan oleh ekstrusi, intrusi, metamorfosa,
tektonik, atau bahkan kontak berangsur.
Pasal 23, berisi tingkatan dalam satuan litodemik secara resmi dari besr ke kecil. Supersuite
adalah satuan Litodemik setingkat lebih tinggi dari pada Suite, oleh karenanya Supersuite
terdiri dari dua Suite atau lebih. Nama yang populer seperti zona pada zona mineralisasi adalah
nama satuan tidak resmi. Suite adalah satuan litodemik resmi yang setingkat lebih tinggi dari
pada Litodem, oleh karenanya terdiri dari dua atau lebih asosiasi litodem yang serumpun,
Litodem adalah satuan dasar dalam pembagian Satuan Litodemik, satuan di bawah litodem
merupakan satuan tidak resmi.
Pasal 24, Tatanama Satuan dasar Litodem yang terdiri dari nama geografi dan ciri utama
komposisi litologinya, misalnya Diorit Cihara.
Pasal 25, tata cara pengusulan suatu satuan litodemik secara resmi melalui cara-cara yang
dinyatakan secara terbuka dan tertulis (Pasal 5) dan pernyataan harus meliputi hal-hal seperti
pada Pasal 19.
BAB III
SATUAN STATIGRAFI GUNUNG API
Pasal 26, Penyusunan sandi stratigrafi batuan/endapan gunungapi dimaksudkan untuk menata
batuan/endapan gunungapi berdasarkan urutan kejadian agar evolusi pembentukan gunungapi
mudah dipelajari dan dimengerti.
Pasal 27, perbedaan mengenai satuan endapan gunung api yang resmi yang telah memnuhi
persyaratan sandi serta satua endapan gunung api tak resmi yang belum seluruhnya sesuai
dengan persratan sandi yang telah ditetapkan.
Pasal 28, Sebaran lateral satuan stratigrafi gunungapi dapat berupa batas jangkauan tubuh
gunungapi atau benturan dengan satuan lainnya, baik secara stratigrafis maupun struktur.
Pasal 29, aturan dalam tinngkatan satuan statigrafi gunung api.
Tingkata satuan stratigrafi gunungapi masing-masing dari kecil ke besar adalah : Gumuk,
Khuluk, Bregada, Manggala dan Busur. Khuluk Gunungapi adalah satuan dasar dalam
pengelompokan satuan stratigrafi gunungapi. Gumuk Gunungapi adalah bagian dari Khuluk
yang terbentuk sebagai hasil suatu erupsi pada tubuh gunungapi tersebut, baik sebagai hasil
erupsi pusat maupun erupsi samping. Bregada Gunungapi adalah satuan stratigrafi gunungapi
yang mencakup sebaran endapan/batuan gunungapi hasil letusan yang terdiri dua atau lebih
Khuluk Gunungapi atau yang berhubungan dengan pembentukan kaldera. Manggala
Gunungapi adalah satuan stratigrafi gunungapi yang mencakup sebaran batuan/endapan hasil
letusan-letusan gunungapi yang mempunyai lebih dari satu kaldera pada satu atau lebih tubuh
gunungapi. Busur Gunungapi adalah satuan stratigrafi gunungapi yang terdiri dari kumpulan
Khuluk, Bregada dan Manggala Gunungapi dan mempunyai kedudukan tektonik yang sama.
Pasal 30, berisi aturan dalam tatanama satuan statigrafi gunung api.
BAB IV
SATUAN BIOSTATIGRAFI
Pasal 31, menjelaskan mengenai pembagian satuan biostatigrafi untuk dapat menggolongkan
setiap lapisan dibumi secra bersitem berdasarkan pada kandungan dan penyebaran fosil.
Pasal 32, Satuan biostratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan Sandi sedangkan
satuan biostratigrafi tak resmi adalah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi persyaratan
Pasal 33, keberlanjutan dari satuan biostatigrafi dapat ditentukan melalui penyebaran fosil
dengan berbagai tipe yang mencirikannya.
Pasal 34, tingkatan dan jenis satuan biostatigrafi terdiri atas Super-Zona, Zona, Sub-Zona dan
Zonula. Berdasarkan ciri satuan paleontologi yang dijadikan sendi satuan biostratigrafi,
dibedakan : Zona Kumpulan, Zona Kisaran, Zona Puncak, Zona Selang (Gambar 1), Zona
Rombakan dan Zona Padat.
Pasal 35, Zona Kumpulan ialah satu lapisan atau kesatuan sejumlah lapisan yang terdiri oleh
kumpulan alamiah fosil yang khas atau kumpulan sesuatu jenis fosil
Pasal 36, Zona Kisaran ialah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran stratigrafi unsur
terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada. Kegunaan Zona Kisaran terutama ialah untuk
korelasi tubuh-tubuh lapisan batuan dan sebagai dasar untuk penempatan batuan-batuan dalam
sekala waktu geologi. Batas dan kelanjutan Zona Kisaran ditentukan oleh penyebaran tegak
dan mendatar takson (takson-takson) yang mencirikannya. Nama
Pasal 37, berisi definisi mengani zona puncak yakni tubuh lapisan batuan yang menunjukkan
perkembangan maksimum suatu takson tertentu.
Pasal 38, definisi dari zona selang untuk menghubungkan tubuh2 lapisan pada batuan.
Pasal 39, Zona Rombakan adalah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh banyaknya fosil
rombakan, berbeda jauh daripada tubuh lapisan batuan di atas dan di bawahnya.
Pasal 40, Zona Padat ialah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh melimpahnya fosil dengan
kepadatan populasi jauh lebih banyak daripada tubuh batuan di atas dan di bawahnya.
Pasal 41, berisi prosedur dalam penetapan satuan biostatigrafi. Berbagai persyaratan yang harus
dilakukaan.
Pasal 42, menjelaskan mengenai stuan resmi bawah permukaan selain berasarkan prosedur
yang terncantum pada pasal 29, terdapat tambahan sebagai pelengkap.
Penjelasan : Keterangan lengkap meliputi lokasi geografi, nama perusahaan yang bertanggung
jawab atas data bawah permukaan, kedalaman lubang bor, letak geografis dan nivo tambang
tempat contoh batuannya. Penanmpang geologi sumur memperlihatkan penyebaran vertikal
dan pelamparan lateral serta memperlihatkan hubungannya dengan satuan stratigrafi lainnya.
Tempat penyimpanan contoh fosil dan contoh batuan harus terbuka untuk studi (umum).
Sumurtipe dan tambangtipe mempunyai makna sama seperti lokasitipe.
BAB V
SATUAN SIKUENSTATIGRAFI
Pasal 43, memuat definisi dari sikuenstatigrafi.
Pasal 44, terdapat batasan dalam satuan sikuenstatigrafi atas bidang ketidakselaran baik pada
bagian atas atau bawahnya.
Pasal 45, berisi mnegani kelanjutan dari satuan sikenstatigrafi.
Pasal 46, tingkatan satuan sikuenstatigrafi terdiri atas Megasikuen, Supersikuen dan Sikuen.
Pasal 47, perbedaan satuan sikuenstatigrafi secara resmi maupu tidak.
Pasal 48, Tatanama satuan sikuenstratigrafi resmi ialah dwinama (binomial). Untuk tingkat
sikuen atau yang lebih tinggi, dipakai istilah tingkatnya dan diikuti nama geografi lokasi
tipenya (yang mudah dikenal).
Pasal 49, berisi mengenai prosedur serta persyaratan dalam pengusulan satuan sikuenstatigrafi
secara resmi.
BAB VI
SATUAN KRONOSTATIGRAFI
Pasal 50, berisi mengenai tujuan dari pembagian kronostatigrafi
Pasal 51, hubungan kronostatigrafi dan geokronologi, dimana setiap satuan kronostatigrafi
terdapat satuan geokronologi.
Pasal 52, Dalam Kronostratigrafi dikenal Stratotipe Satuan dan Stratotipe Batas. Stratotipe
Satuan adalah sayatan (penampang) selang stratigrafi yang dibatasi oleh stratotipe batas atas
dan bawah di tempat asal nama satuan. Stratotipe Batas ialah tipe batas bawah dan atas satuan.
Batas satuan kronostratigrafi adalah bidang isokron. Batas satuan kronostratigrafi ditetapkan
stratotipe, berdasarkan pertimbangan objektif.
Pasal 53, aturan dari tingkatan satuan kronostatigrafi secara resmi dari besar hingga kecil yakni,
Eonotem, Eratem, Sistem, Seri dan Jenjang.
Pasal 54, kelanjutan dari satuan kronostatigrafi ini mungkin saja ada, bila ditemukan bukti
keberadaannya di lapangan.
Pasal 55, Pembagian Kronostratigrafi dalam Sandi adalah seperti tercantum pada Tabel 1.
Pasal 56, Pemakaian istilah satuan kronostratigrafi tak resmi tidak boleh mengacaukan istilah
satuan resmi
Pasal 57, berbagai persyaratan yang diperlukan dalam pengusulan satuan kronostatigrafi secara
resmi.
Pasal 58, Perubahan tingkat atau nama satuan kronostratigrafi harus memenuhi persyaratan
seperti mendirikan satuan resmi baru.

BAB VII PEMBAGIAN KRONOLOGI


Pasal 59, tujuan dalam pembagian waktu geologi ialah pembagian waktu menjadi interval-
interval tertentu berdasarkan peristiwa geologi. Interval waktu geologi ini disebut sebagai
Satuan Geokronologi. Cara penentuannya didasarkan atas analisis radiometrik atau isotropik.
Pasal 60, Tingkat-tingkat satuan geokronologi dari besar ke kecil adalah : Kurun, masa, Zaman,
Kala dan Umur

Anda mungkin juga menyukai