Anda di halaman 1dari 6

REVIEW ARTIKEL TEORI INSTITUSI DAN KORUPSI: STUDI EMPIRIS PADA

ORGANISASI SEKTOR PUBLIK DI CINA DAN INDONESIA

MATA KULIAH SEMINAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Kelompok:

1. Ashry Salamayrika Rahmawaty

2. Mutiara Indah

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2018
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

Pendahuluan

Identifikasi Artikel

Judul Teori institusi dan korupsi: studi empiris pada


organisasi sektor publik di cina dan indonesia
Penulis Yudha Aryo Sudibyo, Sun Jianfu, dan Icuk Rangga Bawono
Institusi
Tahun Penerbitan
Penerbit

(Hanya tambahan saja)

Isu yang diteliti Tingkat korupsi pada organisasi sektor publik di wilayah Asia
Hal yang Isu korupsi pada organisasi sektor publik
melatarbelakangi
dilakukannya
penelitiannya ini
Alasan mengapa Bahwa Asia merupakan wilayah yang potensial untuk dilakukan
topik ini penting penelitian di bidang korupsi
untuk diteliti
Masalah yang Tingkat korupsi pada organisasi sektor publik
ingin diteliti
Tujuan penelitian Tujuan umum: untuk menjelaskan terjadinya korupsi pada organisasi
sektor publik dengan pendekatan organizational.
Tujuan khusus: untuk mengetahui variabel task environment dan
institusional environment mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
korupsi, serta pengaruh variabel kultur demokrasi dala memengaruhi
persepsi mengenai korupsi di Cina dan Indonesia.
Apa yang unik Teori institusional dan korupsi
dari penelitian ini
Basis teori yang H1 : Task environment berpengaruh terhadap terjadinya
digunakan dala korupsi
penelitian
H2 : Institutional environment berpengaruh terhadap
terjadinya korupsi
H3 : Tingkat demokrasi mempunyai pengaruh
terhadap persepsi tentang korupsi antara Cina dan
Indonesia
Model penelitian
Jenis penelitian Kuantitatif
Metode uji yang H1 dan H2 menggunakan uji regresi linear berganda
digunakan H3 menggunakan ANOVA
Hasil Penelitian 1. Teori institusional dapat menjelaskan terjadinya korupsi pada
level organisasi.
2. Kultur demokrasi tidak berpengaruh terhadap terjadinya korupsi
dalam sudut pandang organisasional.
3. Keterbatasan penelitian.
Implikasi
penelitian
Keterbatasan Responden penelitian yang tidak mewakili goverment employee dan
penelitian publik servis pada tiap-tiap departemen/dinas.
Rekomendasi Untuk penelitian selanjutnya adalah menambah sampel penelitian dengan
penelitian melibatkan responden dari tiap provinsi dan lintas departemen/dinas
sehingga akan menabah hasil penelitian.
Kritik anda
terhadap jurnal.

Ringkasan

1. Pendahuluan

Asia merupakan wilayah yang potensial untuk dilakukan penelitian berkaitan dengan isu
isu di bidang korupsi (Luo, 2002).Transparency International (2013) menunjukkan tingkat
korupsi pada organisasi sektor publik dengan menggunakanCorruption Perceptions Index
(CPI) untuk 34 negara di Asia, hanya Singapura, Hongkong SAR dan Jepang yang
mempunyai nilai cukup tinggi secara berurutan yaitu 86, 75 dan 74. Sedangkan, Uni Emirat
Arab, Qatar, Buthan, Taiwan, Brunei, Korea Selatan dan Malaysia mempunyai skor antara 50
sampai dengan 70. Negara sisanya mempunyai skor dibawah 50, yang mengindikasikan
adanya korupsi dengan tingkatan yang serius.
Penelitian pada bidang korupsi selama ini lebih menekankan pada pengujian faktor-
faktor makro seperti desentralisasi, demokrasi politik, kebebasan media, kebebasan ekonomi
serta desentralisasi fiskal (Lecuna, 2012; Alexeef dan Habodazzova, 2012; Goel dan Nelson,
2005).Sedangkan untuk penelitian yang menguji hubungan korupsi pada konteks
organisasional masih sangat terbatas (Luo, 2002; Pillay dan Kluvers, 2014).
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan terjadinya korupsi pada
organisasi sektor publik dengan pendekatan organizational, sedangkan tujuan khususnya
adalah untuk mengetahui apakah variabel task environment dan institusional environment
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya korupsi, serta pengaruh variabel kultur demokrasi
dalam memengaruhi persepsi mengenai korupsi di Cina dan Indonesia.

2. Kajian teori

Teori Institusional dan Korupsi


Korupsi dapat didefinisikan secara luas maupun sempit.Pendefinisian tersebut tergantung
pada fokus studi dan batasannya. Definisi secara sempit adalah perilaku menyimpang dari
norma atau pelanggaran terhadap aturan, dengan motivasi untuk memperoleh keuntungan
pribadi dengan memanfaatkan jabatan sebagai birokrat pemerintah. Sedangkan arti luasnya
adalah sebuah perilaku menyimpang terhadap tanggung jawab formalnya yang terjadi
diberbagai lembaga/organisasi (tidak hanya pemerintah atau organisasi sektor publik) demi
mendapatkan keuntungan pribadi (Luo, 2002). Sedangkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsimenyebutkan bahwa tindak pidana
korupsi adalah setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

3. Model

Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah task environment dan institutional
environment sebagai variabel independen, sertadeterrent outcomes untuk mengukur dampak
terjadinya korupsi pada organisasi sektor publik.Model penelitian tersebut dikembangkan dari
penelitian sebelumnya yang dilakukan Luo (2005) dan Pillay dan Kluvers (2014).
Kuesioner dikembangkan dari penelitian Pillay dan Kluvers (2014) dan diterjemahkan ke
dalam Bahasa Cina dan Indonesia serta telah ditelaah oleh ahli bahasa Cina dan Indonesia
untuk menghindari bias yang terjadi karena perbedaan bahasa.Task environmentdijelaskan
dengan 7 item pertanyaan, institutional environment dengan 8 item pertanyaan dan deterrent
outcomes dengan 2 pertanyaan.Semua item pertanyaan diukur dengan menggunakan skala
likert, skor 1 diberikan untuk menilai jawaban sangat tidak setuju, dan skor 5 untuk jawaban
sangat setuju.

4. Hasil Temuan

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan terjadinya korupsi pada organisasi sektor
publik dengan menggunakan. Teori Institusi yang menjelaskan faktor lingkungan (task
environment dan institutional environment) mendasari terjadinya korupsi.Hipotesis pertama
(H1) dalam penelitian ini menyatakan bahwa task environment berpengaruh terhadap
terjadinya korupsi berhasil terdukung secara statistik.Nilai t hitung untuk variabel task
environment sebesar 2,246 > t tabel 1,653 dan nilai signifikansinya adalah 0,026 < α = 0,05
(tabel 4).
Sedangkan hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa institutional environment
berpengaruh terhadap terjadinya korupsi berhasil terdukung secara statistik. Pada tabel 4
terlihat nilai t hitung sebesar 6,492 > t tabel 1,653 dan nilai signifikansinya 0,000 < α = 0,05.
Hasil ini memberikan bukti empiris terhadap model institusional yang dikemukakan oleh Luo
(2005) dan dikembangkan oleh Pillay dan Kluvers (2014) dengan mengambil latar belakang
studi komparasi antar negara dengan tingkat korupsi yang relatif tinggi. Task Environment
seperti kontrol terhadap regulasi, ketidakpastian struktur, pemusatan kekuatan pada kelompok
tertentu dan Institutional Environment seperti transparansi, keadilan, kompleksitas institusi
dapat memengaruhi terjadinya korupsi dalam konteks organisasi sektor publik. Penelitian
menambah kontribusi empiris dalam studi tentang korupsi dalam lingkup organisasi dengan
menguji validitas dan reliabilitas instrument pengukuran untuk variabel task environment dan
institutional environment yang dikembangkan oleh Pillay dan Kluvers (2014), serta menguji
hubungan variabel independen tersebut dengan variabel deterrent outcome untuk mengukur
dampak terjadinya korupsi pada institusi sektor publik.
Pada tabel 7, p-value uji ANOVA dari variabel task environment, institutional
environment dandeterrent outcomemenunjukkan p-value> 0,05. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tidak terjadi perbedaan persepsi responden di kedua negara tersebut, sehingga
hipotesis ketiga (H3)yang menyatakan bahwa tingkat demokrasi mempunyai pengaruh
terhadap persepsi tentang korupsi antara Cina dan Indonesia tidak berhasil terdukung
secara statistik.
5. Penutup (kesimpulan, implikasi penelitian, keterbatasan, penelitian berikutnya, dll)

Kesimpulan Dan Keterbatasan Penelitian


Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Teori institutional dapat menjelaskan terjadinya korupsi pada level organisasi, yaitu
dengan memberikan bukti secara empiris bahwa faktor lingkungan (task environment dan
institutional environment) memengaruhi terjadinya korupsi dalam organisasi sektor
publik;
2. Kultur demokrasi tidak berpengaruh terhadap terjadinya korupsi dalam sudut pandang
organisasional;
3. Keterbatasan penelitian ini adalah responden penelitian yang tidak mewakili government
employee dan public services pada tiap-tiap departemen/dinas. Saran untuk penelitian
selanjutnya adalah menambah sampel penelitian dengan melibatkan responden dari tiap
provinsi dan lintas departemen/dinas sehingga akan menambah tingkat generalisasi hasil
penelitian.

Pembahasan

Pada latar belakang penelitian ini, penulis sudah menjelaskan variabel-varibel dengan
baik terkait penelitian begitu juga dengan tujuan umum dan khusus yang dikemukakan
penulis. Akan tetapi peneliti belum menjelaskan kontribusi yang dapat diberikan oleh
penelitian ini. Kemudian pada kajian teori, peneliti lebih baik menambahkan teori-teori lain
atau teori pendukung lainnya yang terkait penelitian ini. Sasaran dari penelitian sudah jelas
hal tersebut bisa dilihat dari judul artikel ini, yaitu Cina dan Indonesia.

Kesimpulan dan Saran

Penelitian berikutnya menambah variabel yang belum bisa digambarkan dalam


penelitian ini dan juga memperbanyak sampel agar hasil dari penelitian ini bisa
digeneralisasi pada populasi lain.

Anda mungkin juga menyukai